You are on page 1of 17

Asfiksia Mekanik

Definisi

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik),
misalnya:1,2
1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas:
- Pembekapan (smothering)
- Penyumbatan (gagging dan choking)
2. Penekanan dinding saluran pernapasan:
- Gantung (hanging)
- Penjeratan (strangulation)
- Pencekikan (manual strangulation, throttling)
3. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
4. Saluran pernapasan terisi air (tenggelam/ drowning)

Penutupan Lubang Saluran Napas


Pembekapan (Smothering)

Smothering adalah tertutupnya permukaan saluran napas hidung-mulut atau


hidung saja yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Smothering umumnya
terjadi karena kecelakaan pada bayi/infant dimana keluarga/orang tua bayi
kurang/lalai memperhatikan bayinya. Biasanya bahan/alat yang membuat tertutup
selimut, bantal. Dapat juga bayi dibunuh (infanticide) oleh ibunya sendiri dengan
memberikan bekapan kain, bedak. Ada juga dilaporkan bayi meninggal karena
tertekan oleh bekapan payudara ketika sedang menyusui.1,2
Smothering bisa juga gradual, karena tidak semua saluran napas tertutup
(sebagian) dimana dapat bertahan beberapa menit atau jam.
Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa:
1. Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin
terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan
menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi
hidung dan mulut.
2. Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi misalnya
pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi
prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Anak-
anak atau dewasa muda yang terkurung dalam suatu tempat yang sempit
dengan sedikit udara misalnya terbekap dalam kantong plastik. Orang
dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang
mendapat serangan dan terjatuh sehingga mulut dan hidung tertutup dengan
pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.
3. Pembunuhan (homicidal smothering). Biasanya terjadi pada kasus
pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang
tidak berdaya seperti orang tua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh
obat atau minuman keras.

Pemeriksaan luar jenazah didapati pada daerah hidung/mulut hiperemis/bintik-bintik


perdarahan/memar disekitar mulut serta ditandai tanda-tanda asfiksia umum (lebam
mayat lebih gelap, dilatasi pembuluh darah, ptechiae haemorrhagic bola mata,
congestive alat-alat dalam, dilatasi pembuluh darah (arteri/vena).1

Penyumbatan (Choking/Gagging)

Penyumbatan merupakan jenis asfiksia yang disebabkan blokade jalan nafas


oleh benda asing yang datangnya dari luar ataupun dalam tubuh, missal inhalasi
tumpahan, tumor, lidah jatuh akibat penurunan kesadaran, bekuan darah, atau gigi
yang lepas. Gelaja khas yaitu dimulai dengan batuk – batuk yang tiba – tiba diikuti
sianosis dan akhirnya meninggal dunia.Pada pemeriksaan pos mortem dapat dilihat
tanda – tanda asfiksia yang jelas kecuali jika kematian karena refleks vagal.Dapat
ditemukan adanya material yang menyebabkan blokade jalan nafas. Kadang – kadang
kematian dapat terjadi sangat cepat tanpa adanya tanda – tanda chocking, terutama
pada kematian akibat refleks vagal atau inhalasi makanan dan memberikan kesan
adanya serangan jantung.Kasus seperti itu sering disebut Café Coronaries.1

Kematian dapat terjadi akibat:1


1. Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan benda
asing ke dalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks batuk atau muntah.
Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau tahanan.
2. Pembunuhan (homicidal chocking). Umumnya korban adalah bayi, orang
dengan fisik lemah atau tidak berdaya.
3. Kecelakaan (accidental choking). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa
atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran
pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian
masuk ke dalam saluran pernapasan.

Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada


pemeriksaan luar maupun pembedahan. Dalam rongga mulut (orofaring atau
laringofaring) didapatkan sumbatan

Penekanan Dinding Saluran Napas


Gantung (hanging)

Yang disebut peristiwa gantung (hanging) adalah peristiwa dimana seluruh


atau sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan dibagian lehernya oleh sesuatu
benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga
daerah tersebut mengalami tekanan.1
Dengan definisi seperti itu berarti peristiwa gantung tidak harus seluruh tubuh
berada diatas lantai, sebab tekanan berkekuatan 10 pon pada leher sudah cukup untuk
menghentikan aliran darah di daerah itu. Oleh sebab itu tindakan gantung diri yang
sebagian tubuhnya menyentuh lantai agak berbeda dengan ciri – ciri peristiwa
gantung yang seluruh tubuhnya berada diatas lantai yaitu:1

- Jejas jerat tidak begitu nyata


- Letak jejas jerat di leher lebih rendah
- Arah jejas jerat lebih mendekati horizontal
- Karena efek tali hanya menekan vena maka tanda – tanda lain yang dapat
dilihat adalah muka menjadi sembab, warna merah kebiruan dan ditemukan
bintik – bintik perdarahan.

Gantung diri juga dapat dilakukan dengan cara meletakan leher pada suatu
benda (misalnya tangan kursi, tangga, atau tali yang terbentang) guna menahan
sebagian atau seluruh berat tubuhnya. Jejas yang terlihat pada leher tidak jelas dan
tidak khas , bahkan mungkin tidak terlihat sama sekali.

Jenis Penggantungan
a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 1
1. Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di atas
lantai.
2. Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh tergantung,
misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut, dalam posisi
telungkup dan posisi lain.
b. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 1
1. Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan simetris di
samping leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Tekanan pada saluran
nafas dan arteri karotis paling besar pada tipe ini.
2. Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi sangat
miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri karotis
dan arteri vetebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.

Penyebab Kematian

Kematian yang terjadi pada peristiwa gantung dapat disebabkan oleh karena :
1. Asfiksia
Penekanan pada leher menyebabkan saluran pernafasan menjadi
tersumbat.
2. Iskemik otak
Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan
dalam mensuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri
vertebralis.
3. Kongesti vena
Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi
penekanan pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi
serebral menjadi terhambat.
4. Fraktur atau dislokasi dari vertebra servikal 2 dan 3
Hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh berat badan
korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis
yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga
terjadi kematian yang tiba-tiba.
5. Syok vagal
Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan
pada refleks vaso-vagal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya
tekanan pada nervus vagus.

Kelainan Pos Mortem


Jika sebab kematian karena asfiksia maka akan dapat ditemukan tanda – tanda
sebagai berikut:1

1. Tanda – tanda umum


Tanda – tanda umum tersebut berupa tanda – tanda umum asfiksia, yaitu:
- Sianosis
- Bintik – bintik perdarahan dan pelebaran pembuluh darah
- Kongesti di daerah kepala, leher, dan otak
- Darah menjadi lebih gelap dan lebih encer
2. Tanda – tanda khusus
- Jejas jerat, yaitu berupa lekukan melingkari leher (secara penuh atau
sebelum) dan di sekitarnya kadang – kadang terlihat adanya bendungan.
Arah jejas tidak melingkar horisontal, melainkan mengarah ke atas menuju
kea rah simpul dan membentuk sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas
yang tak melingkar secara penuh)akan membentuk sudut yang semu. Warna
jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang kasar), perabaan keras
seperti kertas perkamaen. Pada pemeriksaan mikrosokpik ditemukan adanya
pelepasan (deskuamasi) epitel serta reaksi jaringan
- Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot
- Patah tulang, yaitu os hyoid (biasanya pada cornu mayus) atau cartilago
cricoid
- Lebam mayat
- Jika sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama maka lebam
mayat dapat ditemukan pada tubuh bagian bawah, anggota badan bagian
distal serta alat genetalia bagian distal.
- Lidah
- Jika posisi tali dibawah cartilago thyroida maka lidah akan terlihat menjulur
keluar dan berwarna lebih gelap akibat proses pengeringan.
Jeratan (Strangulation by ligature)

Bila pada peristiwa gantung kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya
sendiri, maka pada jeratan dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari taarikan pada
kedua ujungnya.Dengan kekuatan tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas
dapat tersumbat.Tali yang dipakai sering disilangkan dan sering juga dijumpai adanya
simpul. Jeratan pada bagian depan leher hampir selalu melewati membrana yang
menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan thyroid.Jika tali yang
digunakan dari bahan yang lembek dan halus atau jika sesudah mati ikatan menjadi
longgar maka jeratan tersebut sering tidak meninggalkan jejas pada leher.1,3

Sebab Kematian

Pada peristiwa penjeratan dengan tali maka kematian yang terjadi dapat disebabkan :

- Tertutupnya jalan nafas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia


- Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak
- Refleks vagal
- Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak kekurangan
darah, kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya diragukan mampu
menutup pembuluh darah karotis.

Kematian Pos Mortem

Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeratan dengan tali dapat ditemukan kelainan
sebagai berikut:

1. Leher
a. Jejas berat
- Tidak sejelas jejas gantung
- Arahnya horizontal
- Kedalaman regular tetapi jika ada simpul atau tali disilingkan maka jejas
jerat pada tempat tersebut labih dalam atau lebih nyata
- Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama
b. Lecet/memar
- Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet – lecet atau
memar- memar disekitar jejas. Kelainan tersebut terjadi karena korban
berusaha membuka jeratan.
2. Kepala
a. Terlihat tanda – tanda asfiksia
b. Kongesti dan bintik – bintik perdarah pada daerah diatas jejas. Jika kematian
karena refleks vagal maka tanda – tanda tersebut tidak ditemukan
3. Tubuh bagian dalam
a. Leher bagian dalam terdapat :
- Resapan darah pada otot dan jaringan ikat
- Fraktur dari tulang rawan ( terutama tulang rawan thyroid), kecuali pada
korban yang masih muda dimana tulang rawan masih sangat elastik
- Kongesti pada jaringan ikat, kelenjar limfe, dan pangkal lidah
b. Paru – paru
- Sering ditemukan edema paru- paru
- Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas

Cekikan (manual strangulation)

Cekikan merupakan jenis strangulasi yang hampir selalu disebabkan oleh


pembunuhan.Memang dapat disebabkan kecelakaan (misalnya, pada latihan bela diri
atau pembuatan film), tetapi sangat jarang sekali. Peristiwa pencekikan tidak
mungkin digunakan untuk bunuh diri, sebab cekikan akan lepas begitu orang yang
melakukan bunuh diri itu mulai kehilangan kesadaran.1,3
Pada pembunuhan, cekikan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau
kedua tangan.Kadang – kadang digunakan lengan bawah untuk membantu menekan
leher dari samping.1

Mekanisme:1,3
1. penekanan pada leher dengan penyempitan saluran nafas (hipoksi-hipoksia)
2. kompresi/penekanan pada sinus carotus lalu terjadi reflek vagal dan terjadi
cardiac arrest
3. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi cerebral,
memerlukan waktu yang lama untuk menyebabkan kematian.

Jenis Pencekikan
Beberapa cara melakukan pencekikan, yaitu:
1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

Pemeriksaan:
Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus pemeriksaan pada daerah leher. Di
sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah ada memar yang
halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang berbentuk
cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kanan korban (untuk penyekik "right
handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kiri
korban dengan keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left handed").
 Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan sabit "crescent
appearance".
 Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di samping kiri
atau kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di bawah angulus mandibulae
(daerah sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan secepat mungkin dan pada
siang hari. Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka dengan sinar
lampu yang cukup terang.
 Setelah dilakukan pemeriksaan luar, pada pemeriksaan dalam; setelah insisi
pertama (primary incision), jangan dulu dipotong iga II – VII. Dikupas dulu
kulit bagian leher secara hati-hati untuk melihat apakah ada bintik perdarahan,
memar pada lapisan dalam kulit yang merupakan lanjutan dari luka lecet di
bagian luar tadi. Juga otot-otot leher diperhatikan adanya bintik perdarahan
serta tulang-tulang rawan,os hyoid, os crycoid, apakah ada yang patah atau
retak.
Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin dicekik dengan lengan bawah,
diteliti dengan patah tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah ada retak atau
patah tulang. Seseorang yang dicekik bisa saja meninggal karena vagal refleks. Tentu
pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita
mendapatkan ciri-ciri khas (crescent appearance) dan kita menduga suatu vagal
refleks, maka kita harus menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada tubuh
korban (negative finding). Ini perlu untuk mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian
Perkara).

Keterangan
Pemeriksaan Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus
pemeriksaan pada daerah leher. Di sini kita harus
hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah
ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis
pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang
berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di
sebelah kanan korban (untuk penyekik "right
handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari
telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan
keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left
handed").
Bentuk Luka Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip
seperti bulan sabit "crescent appearance".
Letak Luka Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan
tulang jakun di samping kiri atau kanan, di atas m.
sternocleidomastoideus di bawah angulus
mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan
pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari.
Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka
dengan sinar lampu yang cukup terang.
Pemeriksaan Dalam - Pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama
Pemeriksaan Lengkap (primary incision), jangan dulu dipotong iga II –
VII. Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati
untuk melihat apakah ada bintik perdarahan, memar
pada lapisan dalam kulit yang merupakan lanjutan
dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot
leher diperhatikan adanya bintik perdarahan serta
tulang-tulang rawan, os hyoid, os crycoid, apakah
ada yang patah atau retak.
Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin
dicekik dengan lengan bawah, diteliti dengan patah
tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah
ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik
bisa saja meninggal karena vagal refleks. Tentu
pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda
asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan
ciri-ciri khas (crescent appearance) dan kita
menduga suatu vagal refleks, maka kita harus
menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada
tubuh korban (negative finding). Ini perlu untuk
mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

Penekanan pada Dinding Dada Dari Luar


Asfiksia Traumatik (Burking)
Kematian akibat asfiksia traumatik terjadi karena penekanan dari luar pada
dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan gangguan gerak
pernapasan, misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan tembok, atau tertimpa saat
saling berdesakan.1,3

Penyebab Kematian
Penyebab kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan sirkulasi.

Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah


Pada pemeriksaan luar ditemukan sianosis dan bendungan hebat. Bendungan
tersebut menyebabkan muka membengkak dan penuh dengan petekie, edema
konjungtiva, dan perdarahan subkonjungtiva. Petekie terdapat pula pada leher,
bokong, dan kaki.1

Saluran Pernapasan Terisi Air


Tenggelam (drowning)

Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air.
Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal tersebut
sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan pengertian
tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya terjadi dilaut atau sungai tetapi dapat
juga di wastafel atau ember berisi air. Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat
mematikan jika dihirup oleh paru – paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30
– 40 mililiter untuk bayi.

Berdasarkan penyebabnya, mati tenggelam terbagi atas:


1. Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas. Penyebab
kematian pada kasus ini, antara lain:
a. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
b. Vagal reflex/cardiac arrest/kolaps sirkulasi.
2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam saluran
nafas.

Sebab Kematian

Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :

1. Refleks vagal
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal disebut
tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan pos
mortem tidak ditemukan tanda – tanda asfiksia maupun air di dalam paru – paru
sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).
2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat h]jarang sekali
terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang masuk ke
laring.Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, tetapi
paru – parunya tidak didapati adanya air atau benda – benda air.Tenggelam
jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
3. Pengaruh air yang masuk paru – paru
a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai
gangguan elektrolit. Perlu diketahui bahwa masuknya air tawar didalam paru
– paru akan mengakibatkan hemodilusi dan hemolysis. Dengan pecahnya
eritrosit maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga menimbulkan
hyperkalemia yang akan mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi
ventrikel). Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, kadar
NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta
benda air pada paru – paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.
b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibtakan terjadinya anoksia
dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Dibandingkan dengan tipe
II A maka kematian pada tipe II B terjadi lebih lambat. Pemeriksaan pos
mortem ditemukan adanya tanda – tanda asfiksia, kadar NaCl pada Jantung
kiri lebih tinggi daripada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda –
benda air pada paru – paru.

Kelainan Pos Mortem

1. Pemeriksaan Luar.
- Pakaian basah, kadang – kadang bercampur lumpur
- Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
- Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin
- Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
- Terkadang ditemukan cadaveric spasm
- Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah ditemukannya
buih halus yang terbentuk akibat acute pulmonary edema, berwarna putih,
dan persisten. Buih menjadi banyak jika dada ditekan
2. Pemeriksaan Dalam.
- Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus
- Paru – paru membesar dan pucat seperti layaknya paru – paru penderita
asma tetapi lebih berat dan basah. Dibanyak bagian terdapat gambaran
marmer, bila permukaannya ditekan meninggalkan lekukan dan bila diiris
terlihat buih berair. Kondisi ini disebut emfisema aquosum yang
merupakan petunjuk kuat terjadinya peristiwa tenggelam
- Lambung dan esophagus berisi air dengan butir – butir pasir dan alga
- Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis pada
dinding aorta

Tes Konfirmasi

Berbagai tes konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis


tenggelam, antara lain:

1. Tes Asal Air


Tes ini diperlukan untuk membedakan apakah air dalam paru – paru
berasal dari luar atau dari proses edema. Mencocokan air dalam paru – paru
dengan air dilokasi tempat tenggelam, yaitu degan meneliti spesies dari
ganggang diatome. Tes dilakukan dengan cara memeriksa air dari paru – paru
atau lambung secara mikroskopik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan distruksi
paru – paru.

2. Tes Kimia Darah

Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hemokonsentrasi atau


hemodilusi pada masing – masing sisi dari jantung dengan cara memeriksa gaya
berat spesifik dari serum masing – masing sisi dan memeriksa kadar elektrolit
dari serum masing – masing sisi, antara lain kadar sodium atau chlorida. Tes ini
baru dianggap reliabel jika dilakukan dalam 24 jam setelah kematian.

3. Tes Diatome Jaringan


Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome padajaringan
tubuh. Jika pada hati, otak, sumsum tulang ditemukan diatome maka hal ini
dapat dijadikan bukti kuat terjadinya peristiwa tenggelam.Pada mayat yang
sudah membusuk, dimana kelainan-kelainan yang dapat memberi petunjuk
tenggelam sulit ditemukan maka pemeriksaan ini menjadi sangat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

1. BudiyantoA, Wibisana W, Siswandi S, Mun’im T. W. A, Sidhi, Hertian Swasti.


Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik. 2nd Ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994. p.55-70.
2. Dahlan S. Asfiksia. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan
Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang;
2007. p.107-123.
3. Tasmono H. Distribusi Kasus Kematian Akibat Asfiksia di Malang Raya yang
Diperiksa Di Instalasi Kedokteran Forensik RSSA tahun 2006-2007. Avaiable at:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1008. Accessed at: July
21 2017.

You might also like