You are on page 1of 8

Asuhan Keperawatan DHF

A. PENGERTIAN

Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai
dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001). Demam
dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa,
dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia,
dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri
pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan
bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi &
Yuliani, 2001).

B. ETIOLOGI

Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe.
Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-II, sedangkan
dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954. Virus dengue
berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium
dioksikolat, stabil pada suhu 70 0C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.

C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian
bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali
menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada
infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang
setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi
ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi
kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).

D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi
anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa
suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit
kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di
bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan
pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksantem yang
klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik
pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan
biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang
kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada
dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat
suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang
terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-
4 dan ke-5.
Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan. Gejala perdarahan
mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis.
Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari
ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba
dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

E. KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu
:
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 ,
120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
d. Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut 140x/mnt) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita
DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat
di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila
tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 –
30 ml/kg BB.
l. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam
setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo
nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi
10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang
jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara
pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien
DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.

H. PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan
pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
b. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat
rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
c. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah
sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam
berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate)
untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan
atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam
sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang
digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida Caranya adalah :
1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu
(perkembangan telur nyamuk lamanya 7–10 hari).
2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.

I. MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan
dewasa (Effendy, 1995).
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit
pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena
penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban
bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
8. Pengkajian Per Sistem
1. Sistem Pernapasan yaitu Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal,
epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
2. Sistem Persyarafan yaitu Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran
serta pada grade IV dapat trjadi DSS
3. Sistem Cardiovaskuler yaitu Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet
positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah,
hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan
tekanan darah tak dapat diukur.
4. Sistem Pencernaan yaitu Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
5. Sistem perkemihan yaitu Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
6. Sistem Integumen. Yaitu Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I
terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan
spontan pada kulit.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
3. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni).
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak.
7. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan
anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi

C. Rencana Asuhan Keperawatan.


DP 1 : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria : Suhu tubuh antara 36 – 37, Nyeri otot hilang
Intervensi :
1. Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
2. Beri kompres air hangat
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat
mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
3. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan
tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
5. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau
sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
6. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
DP 2 : Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi defisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal, Tidak ada tanda
presyok, Akral hangat, Capilarry refill.

Intervensi :
1. Awasi vital sign tiap 3 jam/sesuai indikasi
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
2. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
3. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
4. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
5. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic
syok.
DP 3 : Resiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Monitor keadaan umum pasien
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok /syok.
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi
presyok / syok.
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan
untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
DP 4 : Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
3. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
4. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga
mencegah distensi gaster.
5. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
6. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
DP 5 : Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor faktor pembekuan
darah (trombositopeni)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, Tidak ada tanda
perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang
pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
3. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan
seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila
terjadi perdarahan.
4. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
5. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
DP 6 : Kecemasan orangtua berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria : klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik, tidak ada
manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi :
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan
mengontrol ansietas.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan
yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
kecemasan.
5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam
keadaan cemas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi
masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan
orang lain atas kemampuannya.
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut
diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

D. Evaluasi
1. Suhu tubuh normal
2. Tidak terjadi devisit voume cairan
3. Tidak terjadi syok hipovolemik
4. Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
5. Tidak terjadi perdarahan
6. Ansietas berkurang/terkontrol
7. orang tua memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

KESIMPULAN
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai
dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi &
Yuliani, 2001).

Saran

1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan


melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat
sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara
spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah,
rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
5. Prinsip 3 M

· Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu
(perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
· Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
· Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
. Diperlukan tindakan yang bersifat preventif melalui pemakaian kasa dan menghindari
kebiasaan mengantung pakaian yang biasanya dijadikan sebagai tempat peristirahatan
nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba Medika :
Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.

Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan Keperawatan pada
Anak. Sagung Seto : Jakarta

You might also like