You are on page 1of 14

Penggunaan Skoring Klinis-Laboratorium untuk

Memandu Pengobatan Diabetes Gestasional

Abstrak
Objektif : Untuk menilai hasil dalam jumlah proporsi yang besar
penerapan skoring klinis-laboratorium (170/312 [54,5%]) dibanding
dalam mengobati wanita hamil dengan kelompok skor (122/391 [31,2%];
diabetes gestasional. P<0,001). Sebaliknya, lebih banyam
Metode : Sebuah penelitian wanita hamil dalam kelompok skor
restrospektif mengenai analisa menerima metformin (172 [44,0%] vs.
sebelum dan sesudah penerapan 77 [24,7%]). Hasil neonatus, termasuk
skoring menggunakan data dan skor APGAR yang rendah pada menit
keluaran neonatus dari wanita hamil pertama dan kelima, dan jumlah
dengan diabetes gestasional yang neonatus yang masuk intensive care
diobati sebelum (Januari 2011 – pada kedua kelompok tidak berbeda.
Desember 2012; kelompok kontrol) Analisa regresi multivariat logistik
dan sesudah (Januari 2013 – Desember menunjukkan skoring yang dipakai
2014; kelompok skor) pengenalan secara signifikan tidak mempengaruhi
skoring terbaru yang telah pemilihan pengobatan atau berat bayi
dikembangkan. Guna untuk baru lahir.
mengevaluasi pengaruh dari skoring Kesimpulan : Skoring yang dipakai
yang dipakai, odds ratios dengan 95% bertindak sebagai alat pedoman yang
interval kepercayaan dihitung setelah baik dalam membantu
faktor pembaur disesuaikan. mempertibangkan terapi dan tidak
Hasil : Jumlah wanita hamil yang menimbulkan dampak negatif dari
hanya mendapatkan perlakuan berupa terapi yang telah dipilih maupun hasil
diet terdapat di kelompok kontrol perinatal.
Pendahuluan
Bagi 10% wanita hamil yang kehamilannya dipersulit oleh diabetes, diagnosis
ditegakkan sebelum konsepsi dan dengan demikian mereka dianggap memiliki
diabetes pregestasional, yang biasanya DM tipe 2.1 Diabetes mellitus gestasional
(DMG) merupakan kelainan metabolik yang didefinisikan sebagai menurunnya
toleransi glukosa yang timbul selama kehamilan. Di Brazil, prevalensi DMG
sebanyak 7-10% dan proporsi terbanyak ialah pada usia kehamilan > 36 minggu.2
Faktor resiko maternal seperti obesitas dan kenaikan berat badan yang berlebih
selama kehamilan dapat memberi dampak buruk terhadap pengobatan diabetes dan
keluaran neonatus.3-5 Kenaikan berat badan yang direkomendasikan berdasarkan
indeks massa tubuh (IMT) sebelum kehamilan telah dilaporkan; rentangnya dari 7- 11
kg dan dari 5 – 9 kg masing – masing untuk pasien overweight dan obes.6 Pengobatan
DMG awalnya terdiri dari diet dan olahraga dengan tujuan mengurangi morbiditas
ibu dan janin. Sekitar 10 -20% pasien membutuhkan intervensi farmakologis.1,3,4
Selanjutnya, kadar gula darah wanita hamil berbeda – beda sepanjang hari tergantung
apakah wanita tersebut obes atau tidak.7 Bertini et al.8 Melaporkan bahwa perbedaan
pengobatan wanita hamil dengan diabetes sangat bergantung pada IMT; obesitas yang
ekstrim umumnya memerlukan dosis insulin dua kali lipat guna mencapai kadar
glikemik yang dituju. Obesitas dan kenaikan berat badan berlebih meningkatkan
resiko terjadinya bayi lebih besar dari masa kehamilan (BMK) dan makrosomia.
Pengendalian glikemik dicapai melalui pertimbangan beberapa variabel sebagai
berikut: kadar gula darah, lingkar perut janin (LPJ), IMT sebelum kehamilan, dan
lamanya kehamilan.
The Brazillian Diabetes Society (SBD), dan Brazillian Federation of
Gynecologyand Obstetrics Societies (FEBRASGO) merekomendasikan pemeriksaan
kadar gula darah setiap hari, dengan hasil yang dipertimbangkan sebagai kadar
terbaik adalah jika kadar glukosa sebelum makan, waktu tidur, dan dini hari berkisar
3,33 – 5,83 mmol/L (60-105 mg/dL), dan satu jam setelah makan 5,55 – 7,77 mmol/L
(100 – 140 mg/dL).9,10 Sebagai pembanding, The American College of Obstetricians
and Gynecologist dan The American Diabetes Association merekomendasikan kadar
glukosa darah sebagai berikut : 5,27 mmol/L (95 mgdL) atau kurang sebelum makan,
7,77 mmol/L (140mg/dL) satu jam setelah makan, dan 6,66 mmol/L (120 mg/dL) dua
11
jam setelah makan. Hiperglikemia dapat menyebabkan makrosomia, akan tetapi
kadar glukosa darah yang terlampau kurang saat pengendalian (glukosa darah puasa <
4,44 mmol/L [80 mg/dL]) dapat menghasilkan bayi baru lahir kecil dari masa
kehamilan (KMK).7,12,13
LPJ dapat berfungsi sebagai indikator pertumbuhan janin yang berlebihan dan
penanda tidak langsung hiperinsulinisme janin, terutama sejak usia kehamilan 28
minggu .14 Nilai antara persentil ke-70 dan ke-75 berhubungan dengan kehamilan
normal telah dikaitkan dengan keluaran ibu dan janin yang memuaskan. Terlepas dari
kadar gula darah, lingkar perut janin dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kehamilan yang berisiko rendah untuk terjadinya janin makrosomia sehingga dapat
membantu klinisi dalam menghindari pemberian insulin pada 38% wanita hamil
tanpa meningkatkan morbiditas neonatal.15
Mengenai BMI, baik obesitas pra-kehamilan (BMI ≥30, dihitung sebagai berat
dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi dalam meter) dan kenaikan berat badan
yang cukup besar selama periode prenatal berhubungan dengan peningkatan risiko
diabetes dan berat bayi baru lahir lebih besar dari masa kehamilan(BMK).16 Selain
itu, nilai glukosa darah rata-rata sepanjang hari tampaknya menjadi 0,28-0,56 mmol /
L (5-10 mg / dL) lebih tinggi pada wanita obes tanpa diabetes dibandingkan pada
wanita yang tidak obes.17 Dosis insulin dua kali lipat lebih tinggi biasanya diperlukan
untuk wanita hamil dengan obesitas ekstrim.8
Masa kehamilan diawal pengobatan dan pengendalian nilai glikemik dapat
mempengaruhi pengobatan dan keluaran terhadap neonatus.1,10,18 Deteksi penyakit
yang lebih dini dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih tinggi dalam memulai
pengobatan lebih awal. Diagnosa yang terlambat ditegakkan berkaitan dengan
tingginya prevalensi komplikasi polihidroamnion, persalinan prematur, dan berat bayi
lahir lebih besar masa kehamilan (BMK).18,19 Berkenaan dengan masa kehamilan,
Bartha et al.19 menunjukkan bahwa diagnosa DMG yang ditegakan lebih awal dapat
mengurangi risiko pre-eklampsia, kebutuhan pengobatan insulin, hipoglikemia pada
neonatus, dan kematian perinatal karena memulai terapi lebih awal. Sebaliknya,
diagnosis yang terlambat ditegakkan berkaitan dengan terjadinya polihidramnion,
kelahiran prematur, berat bayi baru lahir lebih besar masa kehamilan (BMK), dan
peningkatan kadar hemoglobin terglikasi.18,19
Sebelum Januari 2013, keputusan pengobatan di Rumah Sakit Bersalin Darcy
Vargas, Joinville, Brasil, biasanya berdasarkan pengalaman klinis dokter yang
merawat. Namun, langkah-langkah yang relevan sulit untuk ditafsirkan dalam
kombinasi. Oleh karena itu, alat pedoman berdasarkan skoring klinis-laboratorium
dikembangkan yang mengintegrasikan informasi dari variabel-variabel ini (Tabel 1,
Tabel 2). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai hasil dari penerapan alat ini
dalam pengobatan DMG. Dengan demikian, dokter dalam pelatihan dan mahasiswa
kedokteran akan mendapat manfaat dari alat tersebut.

Bahan dan Metode


Penelitian ini adalah penelitian retrospektif yang menganalisa data sebelum dan
sesudah penerapan pengobatan dan keluaran perinatal bagi wanita hamil dengan
diabetes yang mendatangi sebuah klinik di rumah sakit bersalin di Brasil. Kunjungan
kelembagaan dilakukan oleh kelompok-kelompok yang terdiri dari dokter, residen
obstetrik dan ginekologi, supervisor mahasiswa kedokteran, dan anggota staf lain.
Data dikumpulkan dari pasien yang dirawat antara 1 Januari 2011 dan 31 Desember
2014, dan pasien yang menjalani perawatan prenatal serta melahirkan di Rumah Sakit
Bersalin Darcy Vargas. Skor klinis-laboratorium diperkenalkan pada tanggal 1
Januari 2013; pasien yang diobati sebelum titik ini membentuk kelompok kontrol dan
mereka yang dirawat setelahnya dibentuk kelompok skor.
Kriteria inklusi pasien disesuaikan dengan kriteria diagnose DMG menurut
WHO untuk (kadar gula darah puasa ≥ 6,11 mmol/L [≥ 110 mg/dL] atau kadar gula
darah ≥ 7,77 mmol/L [≥140 mg/dL]setelah 2 jam test toleransi glukosa), usia minimal
18 tahun, kehamilan tunggal, tidak adanya kondisi lain yang mungkin mengganggu
hasil perinatal atau terapi, dan ketersediaan data pasien yang lengkap. Penelitian dan
pendahuluan dari Skoring disetujui oleh Komite Etik Univille. Informed consent
Tabel 1. Skor Klinis-Laboratorium
tertulis diperoleh dari semua peserta penelitian saat kunjungan pertama ke Klinik
Diabetes.
Semua peserta telah menjalani pemantauan medis dan evaluasi dari ahli ilmu
gizi, fisioterapis, psikolog, dan perawat atas rujukan ke Klinik Diabetes. Diet
disesuaikan secara individual, dan asupan kalori dihitung sebanyak 25 kkal/kg berat
badan untuk pasien obes dan 35 kkal/kg berat badan untuk pasien non-obes. kontrol
glikemik dianggap memuaskan bila kadar gula darah puasa adalah 5.00 mmol / L (90
mg / dL) dan kadar gula darah 1 jam postprandial adalah 7,77 mmol / L (140 mg /
dL).
Evaluasi kebidanan berlangsung setiap 14-21 hari di Klinik Diabetes rumah
sakit setelah konsultasi awal dan diagnosa ditegakan, dan evaluasi profesional lainnya
berlangsung atas permintaan medis. Pada kunjungan kebidanan pertama setelah
diagnosa, kadar glikemik diperiksa siang hari di rumah sakit (gula darah puasa dan
gula darah 1 jam setelah sarapan, makan siang, dan kopi sore). Pada kunjungan
berikutnya, kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 1 jam setelah sarapan
diperiksa. Jika kedua pengukuran tidak memuaskan, profil glikemik yang baru
diperoleh dengan mengulangi pengukuran pada empat waktu yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Tabel 2. Rekomendasi pengobatan berdasarkan skor klinis-laboratorium

Jika kontrol glikemik belum tercapai dikunjungan berikutnya, pengobatan


diawali dengan obat metformin oral (Glifage, Merck, Rio de Janeiro, Brasil), insulin
(Novolin R atau N, Novo Nordisk, Bagsvaerd, Denmark), atau keduanya. Keputusan
untuk meresepkan insulin atau metformin mengacu pada poin – poin skoring
(kelompok skor) atau dibuat atas dasar kasus per kasus oleh dokter menurut
pengalaman.
Dosis metformin 500 mg diberikan saat makan siang dan makan malam;
ditingkatkan 500-1000 mg setiap minggu hingga dosis maksimal 2500 mg / hari jika
perlu. Dosis insulin 0,7 UI / kg / hari, diberikan sebelum makan (sekitar sepertiga
sebelum sarapan, seperempat sebelum makan siang, seperempat sebelum makan
malam, dan seperenam diberikan sebelum tidur di malam hari) sesuai dengan hasil
profil gula darah (penyesuaian hingga 20% di atas dosis harian dapat dibuat atas dasar
kasus per kasus), dengan insulin reguler sebelum makan dan insulin protamine netral
Hagedorn digunakan pada waktu tidur. Obat disediakan oleh sistem kesehatan
masyarakat.

Bagi wanita hamil yang hanya menjaga pola makan atau diet, persalinan
direkomendasikan saat usia gestasi 40 minggu dan 39 minggu bagi wanita hamil yang
menerima medikasi. Apabila berat janin melebihi persentil 97 dari usia kehamilan
maka persalinan diindikasikan secara medis pada usia 37 minggu kehamilan.
Sejak 1 Januari 2013, skor klinis-laboratorium diterapkan pada setiap
kunjungan rawat jalan. Pasien menerima skor untuk setiap ukuran yang tercantum
dalam alat (Tabel 1). Skor akhir dihitung dengan menjumlahkan setiap nilai dan
digunakan sebagai dasar untuk rekomendasi terapi (Tabel 2).
Untuk penelitian ini, catatan medis ditinjau untuk usia maternal, IMT sebelum
kehamilan , paritas, total kenaikan berat berat selama kehamilan, masa kehamilan
pada saat kedatangan di klinik, kadar gula darah puasa dan kadar gula darah
postprandial, dan perlakuan yang diterapkan (diet, metformin, insulin, atau kedua
obat). Wanita dengan BMI antara 26 dan kurang dari 30 diklasifikasikan sebagai
overweight, dan orang-orang dengan IMT 30 atau lebih diklasifikasikan sebagai
obesitas. Wanita dengan IMT di bawah 18,5 dianggap underweight, IMT 18,5-25,9
dianggap berat badan normal; klasifikasi ini tidak dimasukkan dalam analisis
statistik.
Keluaran yang dievaluas berupa karakteristik bayi baru lahir yang terdiri dari:
usia kehamilan saat bayi lahir, lahir prematur, jalur persalinan, berat lahir, skor
APGAR, dan neonatus yang memerlukan perawatan di NICU. Bayi yang lahir
dengan berat badan dibawah persentil 10 pada kurva pertumbuhan digolongkan
sebagai neonatus kurang masa kehamilan (KMK), diantara persentil 10 dan dibawah
persentil 90 digolongkan sebagai neonatus sesuai masa kehamilan(SMK), dan berat
lahir diatas persentil 90 digolongkan sebagai neonatus besar masa kehamilan (BMK).
Bayi yang lahir dengan berat lebih dari 4 kg diklasifikasikan kedalam makrosomia.
Hasil utama yang diukur adalah pilihan pengobatan (diet saja, metformin,
insulin, atau keduanya metformin dan insulin gabungan), dan keluaran neonatus.
Data ditabulasi menggunakan Excel 2010 (Microsoft, Redmond, WA, USA) dan
dianalisis menggunakan SPSS versi 21 (IBM, Armonk, NY, USA). Semua variabel
dianalisis secara deskriptif. Untuk variabel kuantitatif, digunakan uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov. Data yang berdistribusi normal dianalisis menggunakan uji T
parametrik, dan data yang tidak berdistribusi normal dianalisis menggunakan uji
nonparametrik Mann Whitney U. Untuk variabel nominal, χ2test digunakan; tes Fisher
digunakan ketika jumlah poin data kurang dari lima. Analisis regresi logistik
multivariat dilakukan untuk menghitung odds ratio dengan interval kepercayaan 95%
untuk mengevaluasi efek dari skor klinis-laboratorium pada pilihan pengobatan dan
keluaran neonatus. P <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Hasil
Dari 703 wanita hamil dengan diabetes yang dirawat selama masa penelitian,
391 pasien (55,6%) berada pada kelompok skor dan 312 (44,4%) pada kelompok
kontrol. Tidak ada pasien dikeluarkan dari penelitian.
Kedua kelompok memiliki karakteristik yang serupa mengenai usia dan paritas
(Tabel 3). IMT sebelum kehamilan yang diklasifikasikan sebagai obesitas dan
kenaikan berat badan di bawah rekomendasi lebih banyak dijumpai pada kelompok
skor dibandingkan pada kelompok kontrol (keduanya P <0,001) (Tabel 3).
Dibandingkan dengan kelompok skor, kelompok kontrol memiliki presentase yang
tinggi pada bagian IMT normal sebelum kehamilan dan presentase tinggi pada
kenaikan berat badan yang adekuat dan diatas rekomendasi(semua P <0,001) (Tabel
3). Kenaikan berat badan total dalam kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan
pada kelompok skor (P <0,001) (Tabel 3).
Sehubungan dengan data yang terkait diabetes selama kehamilan, kelompok
skor memiliki masa kehamilan yang lebih tua pada saat datang ke klinik dan
presentase tinggi dalam menerima obat metformin dibanding kelompok kontrol
(keduanya P<0,001) (tabel 4). Jumlah pasien yang diberi perlakuan berupa diet saja
pada kelompok kontrol lebih banyak (P<,0,001) (tabel 4).
Berkenaan dengan karakteristik bayi baru lahir, usia kehamilan saat persalinan
dan skor Apgar pada menit ke-1 dan 5 lebih tinggi pada kelompok kontrol
dibandingkan pada kelompok skor (semua P <0,01) (Tabel 5). Persalinan sesar dan
kelahiran prematur pada kelompok skor lebih banyak (P <0,01) (Tabel 5).
Pemakaian skor tidak mempengaruhi jenis pengobatan/perlakuan atau
klasifikasi berat bayi baru lahir, seperti yang ditunjukkan oleh analisis multivariat
yang disesuaikan untuk faktor pembaur seperti usia ibu, IMT sebelum kehamilan,
kenaikan berat badan, masa kehamilan saat masuk, rata – rata gula darah puasa, dan
kadar rata-rata gula darah postprandial (Tabel 6).
Tabel 3. Karakteristik ibu hamil dengan diabetes
Diskusi
Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan skor klinis – laboratorium untuk
memandu pengobatan diabetes gestational tidak berpengaruh pada pilihan pengobatan
dan tidak berpengaruh negatif terhadap keluaran perinatal.
Skor klinis-laboratorium terdiri dari enam penilaian (Tabel 1) yaitu gula darah
puasa darah, gula darah postprandrial, LPJ, IMT, dan masa kehamilan. Masing-
masing variabel dijumlah untuk mendapatkan skor keseluruhan yang akan digunakan
untuk memandu pengobatan. Hiperglikemia berhubungan dengan komplikasi ibu
hamil seperti pre-eklampsia dan komplikasi perinatal yang dapat mencakup berat
lahir di atas persentil ke-90, persalinan prematur, distosia, masuk NICU, dan
hiperbilirubinemia.1,20Target glikemik bervariasi tergantung pada protokol yang
digunakan. Kadar glikemik yang ditargetkan bagi wanita hamil di Rumah Sakit Darcy
Tabel 4. Variabel terkait diabetes selama kehamilan

Vargas Bersalin adalah sama dengan yang direkomendasikan dalam literatur.4,11


Penelitian The Hyperglicemia and Adverse Pregnancy21 menunjukkan bahwa risiko
ibu, janin, dan kejadian buruk pada bayi meningkat jika kadar gula darah meningkat
pada usia kehamilan sekitar 24-28 minggu bahkan jika nilai sebenarnya tetap berada
dalam kisaran yang dianggap normal
. Hubungan antara nilai-nilai hemoglobin terglikasi dan komplikasi ibu-janin
telah dijelaskan dalam literatur tapi tetap kontroversial.5 Penelitian ini menekankan
pentingnya diagnosis dan pemantauan gula darah selama kehamilan. Pada penelitian
ini, kelompok kontrol memiliki proporsi pasien terbesar yang diberi perlakuan berupa
diet saja, dan kelompok skor memiliki proporsi pasien terbesar yang mendapatkan
obat metformin. Walaupun demikian, perbedaan perlakuan antar dua kelompok
tersebut tidak diselidiki lebih lanjut secara statistik dan hanya disebutkan sebagai
21
karakteristik deskriptif dalam setiap kelompok. Ada hubungan kuat antara berat
bayi di atas persentil ke-90 dan peningkatan kadar gula darah ibu. Namun, mengejar
kontrol yang ketat dan target glikemik yang sempit pada wanita hamil dengan
diabetes tanpa mempertimbangkan parameter lain dari evaluasi meningkatkan
15
terjadinya bayi baru lahir kecil masa kehamilan (KMK). Kjos et al mencatat
berkurangnya penggunaan insulin dan rendahnya kejadian bayi baru lahir kecil masa
kehamila (KMK) jika ibu hamil dengan diabetes dikelola berdasarkan perkembangan
janin sebagai ganti kontrol glikemik yang ketat. Selain itu juga, memastikan kenaikan
berat badan yang tepat selama kehamilan dapat memperbaiki keluaran perinatal.
Gante et al.22 mengamati tingginya frekuensi bayi yang baru lahir kecil masa
kehamilan (KMK) pada wanita hamil yang obes dengan diabetes dan kenaikan berat
badan di bawah rekomendasi; Sebaliknya, prevalensi makrosomia, bayi yang baru
lahir besar masa kehamilan(BMK), skor Apgar rendah, dan persalinan sesar lebih
tinggi di antara wanita hamil yang obes dengan diabetes dan kenaikan berat badan di
atas rekomendasi. Selain itu, salah satu ukuran yang termasuk dalam skor adalah LPJ.
Beberapa studi telah menggunakan LPJ sebagai alat tindak lanjut untuk mengelola
diabetes di luar nilai-nilai glikemik konvensional yang telah digunakan; LPJ pada
atau di atas persentil ke-75 sering mencerminkan keadaan hiperinsulinemia janin dan
dengan demikian membutuhkan pendekatan yang lebih hati-hati.3,22

Tabel 5. Karakteristik Neonatus


Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menggunakan skor secara tepat dalam
memandu pilihan pengobatan bagi ibu hamil dengan diabetes pada lembaga
penelitian, bukan membandingkan satu pengobatan dengan pengobatan yang lain.
Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, kita mencatat bahwa kelompok skor
memiliki proporsi yang lebih besar dari wanita yang mendapatkan pengobatan
metformin daripada diet saja dan atau pemberian insulin, dibanding kelompok
kontrol. Penilitian perinatal23,24 menunjukkan hasil yang sama untuk penggunaan
metformin dan insulin pada ibu hamil dengan diabetes. Selain itu, biaya yang mahal,
kerumitan dalam menyimpan dan cara pemberian insulin membuat metformin lebih
dipilih. Silva et al. mengamati tingginya berat bayi baru lahir yang rendah di antara
wanita hamil dengan diabetes yang menerima metformin dibandingkan dengan
mereka yang menerima glyburide13,25 Penelitian meta-analisis menyimpulkan bahwa
metformin menurunkan kejadian buruk pada ibu dan janin, seperti hipoglikemia dan
bayi masuk NICU dibanding metformin. Meskipun demikian, diperlukan penelitian
lebih lanjut dalam mengevaluasi potensi resiko pemberian metformin pada ibu hamil
dengan diabetes.23
Di antara keluaran utama, inklusi dalam kelompok skor tidak berpengaruh besar
pada pilihan pengobatan, ditunjukkan oleh odds ratio yang disesuaikan (Tabel 6).
Meskipun pendekatan diet saja akan selalu lebih disukai, tidak semua pasien
mendapat manfaat dari diet saja. Tujuan skor tersebut, dalam hal ini, untuk memandu
keputusan mengenai pilihan pengobatan. Odds ratio dan interval kepercayaan yang di
hasilkan menunjukkan bahwa skor tidak berpengaruh pada pilihan pengobatan,
dengan interval kepercayaan termasuk “1”, menunjukkan kurangnya signifikansi
statistik. Demikian pula, skor tidak berpengaruh pada keluaran neonatal. Hasil yang
meninjau penilaian kelahiran, skor apgar rendah, dan masuk perawatan NICU sama
pada kedua kelompok.
Penelitian ini dibatasi oleh waktu yang tidak diambil antara pertama kali
diagnosa tegak, rujukan ke klinik rawat jalan, dan kedatangan pasien , meskipun
protokol untuk skrining diabetes yang digunakan oleh jejaring layanan kesehatan
primer mengikuti rekomendasi dari Kementerian Kesehatan Brasil. Dengan demikian,
interval waktu tersebut dapat menjadi sumber bias. Keterbatasan potensial lainnya
adalah perbedaan jumlah peserta dalam dua kelompok. Karena ketersediaan data yang
lengkap merupakan kriteria inklusi, kelengkapan data menjadi perhatian besar setelah
skor diterapkan; sehingga kelompok skor memiliki jumlah peserta yang lebih banyak.
Selain itu, perbedaan yang diamati dalam karakteristik ibu seperti IMT, kenaikan
berat badan, masa kehamilan pada awal pengobatan, jenis pengobatan, dan jalur
persalinan. Sifat penelitian ini harus dipertimbangkan; dua sampel dipelajari pada
waktu yang berbeda dan mungkin ada pengaruh musiman pada pelayanan. Namun,
dalam analisis multivariat, kemungkinan pembaur (usia ibu, BMI, berat badan selama
kehamilan, durasi kehamilan pada awal pengobatan, puasa dan kadar gula darah
postprandial) dipertimbangkan.

Tabel 6. Efek dari penerapan skor klinis-laboratorium terhadap jenis


pengobatan dan penilaian bayi baru lahir

Untuk meringkas, analisis ini menunjukkan bahwa penerapan dari skor klinis-
laboratorium tidak memiliki efek negatif pada pilihan pengobatan dan keluaran
neonatal. Dengan demikian, skor bisa berfungsi sebagai pelengkap pengalaman klinis
dalam perencanaan pengobatan untuk DMG. Alat ini bisa menjadi sangat berguna
untuk memandu para profesional perawatan prenatal di pusat-pusat akademik yang
melatih dokter dan mahasiswa kedokteran. Pengangkatan suatu alat ukur dan protokol
yang memfasilitasi pengambilan keputusan terapi amatlah menarik, terutama pada
rumah sakit pendidikan atau pusat kesehatan yang menyediakan pelatihan klinis
untuk saat ini dan masa depan profesional kesehatan. Dengan demikian, skor tidak
dirancang untuk menjadi satu-satunya penentu pilihan terapi, melainkan sebagai alat
yang digunakan dalam kombinasi dengan pengalaman klinis dokter.

You might also like