You are on page 1of 1

Pengalaman saya melakukan perjalanan ke luar negeri memang belum banyak.

Baru sedikit negara


yang pernah saya singgahi, dan Jepang adalah negara ke-6. Pernah juga ke 2 negara lain tetapi hanya
transit setengah hari. Waktu yang saya habiskan di masing-masing negara tidak terlalu panjang, kalau
dihitung rata-rata hanya sekitar 4-5 hari. Dengan waktu yang relatif pendek tentunya tidak banyak hal
yang bisa saya pelajari. Tetapi saat menginjakkan kaki di Jepang, ada kesan berbeda yang saya
rasakan dibanding ke-5 negara lain sebelumnya. Mungkin saja di belahan benua yang lain sana (sebut
saja Eropa dan Amerika) penataan sistemnya lebih bagus. Tetapi satu hal yang menjadi concern saya
selama di Jepang adalah bagaimana negara ini berusaha mengaplikasikan filosofi nilai-nilai luhur
budayanya dalam kehidupan sehari-hari. Budaya, motto, dan value tidak sekedar jargon.

Sebagai contoh sebut saja konsep Kaizen. Kaizen adalah salah satu filosofi dari Jepang yang
memfokuskan diri pada pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus. Banyak point
penting dalam proses penerapan Kaizen, namun disini saya hanya mencontohkan salah satunya saja
yang disebut dengan gerakan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke). Kalau saya artikan
secara berurutan masing-masing kata tersebut maknanya adalah sebagai berikut: membereskan
tempat kerja, menyimpan dengan teratur, memelihara tempat kerja supaya bersih, kebersihan
pribadi, dan disiplin dengan selalu mentaati prosedur. Konsep ini telah diadopsi secara luas, termasuk
di Indonesia yang dikenal dengan akronim 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin).

Tetapi perwujudan gerakan 5S ini di Jepang lebih saya rasakan dibanding di negara saya tercinta.
Ibaratnya sudah mendarah daging dalam setiap dada penduduk Jepang. Betulkah demikian? Banyak
fakta yang saya temui yang semakin mengukuhkan kesimpulan saya tersebut.

Pertama, tentang budaya bersih. Selama di Jepang saya singgah di beberapa resto. Salah satunya
American Resto yang outletnya juga banyak kita temui di Indonesia. Selama duduk di resto tersebut,
saya tidak menemukan petugas yang hilir mudik membersihkan sisa makan di meja customer seperti
layaknya di Indonesia. Setiap customer yang selesai makan, otomatis langsung membersihkan meja
makannya masing-masing, menempatkan bekas alat makan pada tempatnya, membuang sampah di
tempat sampah yang telah disediakan dengan sebelumnya dipilah antara sampah kertas, plastik, dan
jenis lain. Tidak ada meja yang ditinggalkan dalam keadaan kotor. Kecuali meja sebelah saya yang
baru saja ditinggalkan oleh customer yang berasal dari Indonesia. Teman sayapun memanggil kedua
remaja tersebut yang nampaknya masih berstatus mahasiswa dan berkunjung ke Jepang untuk ikut
konferensi seperti kami . Mereka segera paham dan bergegas membersihkan meja makannya setelah
diingatkan.

Semua tempat sampah yang saya temui selalu berjajar 3, pertama untuk paper , kedua untuk bottle
& can, ketiga untuk others. Dan ketika saya lihat isinya, persis seperti judulnya, tidak ada warga yang
asal memasukkan sampah.

Kedua, tentang budaya disiplin.

You might also like