You are on page 1of 96

PENYERAPAN MERKURI DALAM LIMBAH SIMULASI

MENGGUNAKAN ZEOLIT KLINOPTILOLIT

AMSIRI

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
PENYERAPAN MERKURI DALAM LIMBAH SIMULASI
MENGGUNAKAN ZEOLIT KLINOPTILOLIT

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :
AMSIRI
102096026529

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
PENYERAPAN MERKURI DALAM LIMBAH SIMULASI
MENGGUNAKAN ZEOLIT KLINOPTILOLIT

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh
AMSIRI
NIM. 102096026529

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Thamzil Las Hendrawati, M.Si


NIP. 19490516 197703 1 001 NIP. 19720815 200312 2 001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si


NIP. 19680313 200312 2 001
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Penyerapan Merkuri dalam Limbah Simulasi


Menggunakan Zeolit Klinoptilolit” yang ditulis oleh Amsiri NIM
102096026529 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada hari Senin tanggal 21 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi
Kimia.
Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Dr. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU Nurhasni, M.Si


NIP. 330 001 086 NIP. 19740618 200501 2 005

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Thamzil Las Hendrawati, M.Si


NIP. 19490516 197703 1 001 NIP. 19720815 200312 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Sri Yadial Chalid, M.Si


NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 19680313 200312 2 001
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2010

Amsiri
102096026529
ABSTRACT

Amsiri. MERCURY ABSORPTION IN WASTE SIMULATOR BY ZEOLITE


CLINOPTILOLITE. Under Tuition of Dr. Thamzil Las and Hendrawati, M.Si.

Mercury is pollutant that can decrease environment quality. Research on Zeolite


Clinoptilolite as ion exchange resin and filter has been carried out at Environmental
Analysis Department Center for Integrated Laboratory UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
The goal of the research was to investigate the ability of Zeolite Clinoptilolite on
mercury absorption. The zeolite used on this research were natural zeolite, Na-Zeolite
with 1 N NaCl, and Ca-Zeolite with 0.02 N CaCl2. Effects of particle size, treatment, and
zeolite-mercury contact duration were observed based on 3 different particle sizes thet
were 500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm and ≤212 µm; 3 different treatments:
natural zeolite, Na-zeolite dan Ca-zeolite; and 6 different contact duration thet were ½, 1,
2, 4, 6 dan 8 hours. Percentage of Mercury absorption and kation excange capacity was
determined by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). The AAS measuring
showed the best mercury absorption was reached by ≤212 µm Na-Zeolite at 8 hours
contact. The kation exchange capacity of zeolite that was range by 0.32 meq/g to 0.81
meq/g was affected by treatment process and particle size.

Keywords: Zeolite Clinoptilolite, Mercury, Absorption Percentage, Kation Exchange


Capacity, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)

xv
ABSTRAK

Amsiri. PENYERAPAN MERKURI DALAM LIMBAH SIMULASI


MENGGUNAKAN ZEOLIT KLINOPTILOLIT. Dibawah Bimbingan Dr.
Thamzil Las dan Hendrawati, M.Si.

Merkuri adalah sumber polutan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan.


Penelitian terhadap zeolit Klinoptilolit yang digunakan sebagai bahan penukar ion
dan penyaring merkuri dalam limbah simulasi telah dilakukan. Penelitian ini
dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu Bidang Analisa Lingkungan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan
zeolit Klinoptilolit dalam menyerap merkuri. Zeolit Klinoptilolit ada yang
dibiarkan natural dan ada yang terlebih dahulu diperlakukan menjadi Na-zeolit
dengan menggunakan NaCl 1 N dan Ca-zeolit menggunakan CaCl2 0,02 M.
Pengaruh ukuran partikel zeolit, perlakuan zeolit dan waktu kontak zeolit terhadap
penyerapan diamati dengan menggunakan 3 perbedaan ukuran partikel zeolit yaitu
500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm: 3 perbedaan perlakuan
zeolit yaitu natural zeolit, Na-zeolit dan Ca-zeolit dan 6 perbedaan waktu kontak
yaitu ½, 1, 2, 4, 6 dan 8 jam. Persen penyerapan merkuri dan nilai Kapasitas
Tukar Kation (KTK) diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
Pengukuran SSA menunjukkan bahwa persen penyerapan merkuri terbaik didapat
pada ukuran partikel ≤212 dengan zeolit yang diperlakukan dengan NaCl dan
waktu kontak 8 jam, yaitu sebesar 87,24 %. Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK)
zeolit Klinoptilolit dipengaruhi oleh proses perlakuan dan ukuran partikel zeolit
yaitu berkisar antara 0,32 meq/g sampai 0,81 meq/g.

Kata kunci: Zeolit Klinoptilolit, Merkuri, Persen Penyerapan, Kapasitas Tukar


Kation (KTK), Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

xiv
Bacalah dengan Menyebut Nama Tuhanmu

“Tunjukilah kami jalan yang lurus”

“Di atas segalanya adalah nilai kemanusiaan” (Almarhum Gus


Dur)

“kepada seluruh saudara saudara bangsa Indonesia


adilkan pikiran untuk melihat cahaya
yang terbit dari hati sesama saudara kita sebangsa” (Emha
Ainun Nadjib)

“Tetap semangat dan teguhkan hati disetiap hari sampai


nanti, sampai mati” (Letto).

Dengan cinta kupersembahkan karya ini kepada:


1. Bapakku (Suja’i bin Master) dan Mamaku (Asmida binti Biralih) tercinta
2. Paman dan Bibiku: Om Ammar, Muhawwin, Agus Salim, Pa’i, Almarhumah
Jamilah
3. Saudara-saudara sepupuku:Mba Surayah, Mas Da’i, Mas Mulyono,
Jamaludin, Sofi, Adon, Hindun, Wardah, Rahman.
4. Keluarga Suwandi, Keluarga Mukminin, Keluarga Darsono, Keluarga Holes,
Keluarga Rejjeh Kuncoro, Keluarga Mustaqim
5. Adik-adikku: Kamelia, Ariel, Angga, Ubay, Nafila, Flora, Nayla, Aan,
Fania, Zainal, Hakam, Syafi’i, Lukman, Iim, Ari, Rohmah, Hamid, Hairul,
Yani, Moekep.
6. Murid-Muridku Rahma, Lia, Dhea, Sholeha, Yani, Elvira, Fauza, Deni,
Kristo, Eri, Rubi.
Terima kasih atas semua yang telah kalian berikan padaku.
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim,

Assalaamu’alaikum WR.WB.

Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT Tuhan

Yang Maha Esa yang telah menciptakan langit dan bumi lengkap dengan segala

misterinya. Sholawat dan salam juga disampaikan kepada penggenggam

kebenaran, pendobrak kebatilan, pengobat dikala luka dan penghibur dikala duka

yaitu nabi besar Nabi Muhammad SAW yang telah memimpin umat manusia

menjadi ciptaan Allah SWT yang paling mulia di bumi ini.

Perubahan dan pembaruan di segala bidang sangat penting untuk

dilakukan. Untuk itu saat inilah waktu yang tepat untuk merubah wajah bumi

menjadi lebih bersih.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan Akademik

Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada bidang

kimia.

Skripsi dengan judul Penyerapan Merkuri dalam Limbah Simulasi

Menggunakan Zeolit Klinoptilolit disusun berdasarkan hasil penelitian di Pusat

Laboratorium Terpadu Bidang Analisa Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan karena

dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengungkapkan rasa terima

kasih yang mendalam kepada:

v
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi.

2. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia yang

bersedia membantu dan memberi nasehat untuk penulis.

3. Bapak Dr. Thamzil Las selaku pembimbing I yang bersedia menerima dan

membimbing penulis untuk meneliti di laboratorium Bidang Analisa

Lingkungan.

4. Ibu Hendrawati, M.Si selaku pembimbing II yang bersedia meluangkan

waktunya untuk membimbing dan memberi masukan kepada penulis.

5. Seluruh staf Laboratorium Bidang Analisa Lingkungan khususnya Bapak

Maryoto, Ibu Etyn, Nita Rosita, dan Fitriah Hatiningsih.

6. Seluruh dosen program studi kimia yang telah memberikan masukan serta

dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Gus Adi yang telah banyak membantu dan ikut bersama merasakan lika-

liku di dalam maupun di luar kelas kimia.

8. Haitami Syah, Ahmad Anas, Muhammad Amien, Taufik Firmansyah,

Ahmad Fauzy, Haris Ubaidillah, Fikrul Gifar, Rudi Nurcahyo, Syarifah,

Almarhumah Zayyanti Dinal Husna, Aisyah, Zulfa, Heni Fajriah, Hartini

Ilyas, Herlina, Rinawati Tanjung, Indah Anggraeni Lestari, Fitria

Purnamasari Tholib dan teman-teman Kimia UIN 2002 yang tidak bisa

disebutkan satu persatu. Kita pernah belajar bersama di kelas maupun di

luar kelas, teruskan perjuangan semoga sukses.

vi
9. Adik-adik kelasku Banu, Ali M Akbar, Garry yang telah menemani

penulis ke acara Kenduri Cinta, Janzuar Ramadhani yang telah

mengajarkan keyboard, Aji, Ridho dan Subhan yang telah memberikan

tumpangan kostannya, Dendi, Laits, Febri, Surya, Andri, Aulia

Faturohman dan Heru yang telah memberikan bantuan kepada penulis

Jujul, Ayi, Evi dan Susi yang telah tertawa apabila penulis bercerita.

10. Teman-teman Kimia 2003-2009 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu

terimakasih ku ucapkan.

11. Bapak Polisi Surahmadi selaku RW 09 Bantargebang yang perhatian

kepada penulis. “Memang apa kendalanya dalam menyusun skripsi

Amsiri?”

12. Teman-teman di Jl H. Ibong Ustadz Ahmad, Mba Russ, Setiawan, Aswadi,

Irpan Tigor, Opick, Darman, Hasan, Dede dan Yuni.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

sempurnanya skripsi ini. Semoga Allah SWT bersama orang-orang yang berusaha.

Amiin.

Wassalaamu’alaikum.WR.WB..

Jakarta, Juni 2010

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. v

DAFTAR ISI................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii

ABSTRAK..................................................................................................... xiv

ABSTRACT.................................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 4

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

1.5. Hipotesis................................................................................................. 4

1.6. Kerangka Berpikir.................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Lingkungan………………………………………............. 6

2.2. Zeolit ...................................................................................................... 7

2.2.1. Struktur Zeolit ............................................................................ 8

2.2.2. Sifat-Sifat Zeolit......................................................................... 9

2.2.3. Jenis Zeolit ................................................................................. 14

2.2.4. Pemanfaatan Zeolit..................................................................... 16

viii
2.2.5. Klinoptilolit ................................................................................ 18

2.3. Merkuri................................................................................................... 19

2.3.1. Sifat Fisik dan Kimia Merkuri ................................................... 21

2.3.2. Sumber Keberadaan Merkuri di Alam ....................................... 24

2.3.3. Pajanan dan Distribusi Merkuri ................................................. 27

2.3.4. Pemanfaatan Merkuri ................................................................ 28

2.3.5. Efek Merkuri Terhadap Lingkungan ......................................... 30

2.3.6. Efek Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia ............................. 32

2.3.7. Perlindungan dan Pencegahan ................................................... 37

2.4. Spektrometer Serapan Atom .................................................................. 38

2.4.1. Atomisasi dengan Nyala ............................................................ 39

2.4.2. Prinsip Spektrometer Serapan Atom.......................................... 40

2.4.3. Instrumentasi Spektrometer Serapan Atom ............................... 40

2.5. Metode Batch ......................................................................................... 43

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................... ........... 45

3.2. Alat dan Bahan....................................................................................... 45

3.2.1. Alat............................................................................................. 45

3.2.2. Bahan ......................................................................................... 45

3.3. Prosedur Kerja........................................................................................ 46

3.3.1. Persiapan bahan.......................................................................... 46

3.3.2. Persiapan Natural Zeolit............................................................. 47

3.3.3. Pembuatan Na-zeolit .................................................................. 47

ix
3.3.4. Pembuatan Ca-zeolit .................................................................. 47

3.3.5. Pembuatan Limbah Simulasi ..................................................... 48

3.3.6. Mengaplikasikan Zeolit pada Limbah Simulasi......................... 48

3.3.7. Pembuatan Deret Larutan Baku Merkuri ................................... 50

3.4. Pengukuran SSA .................................................................................... 50

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi ....................................................... 50

3.4.2. Pengukuran Sampel.................................................................... 51

3.5. Penentuan Persen Efisiensi Penyerapan (% EP) .................................... 52

3.6. Penentuan KTK (Kapasitas Tukar Kation)............................................ 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persen Penyerapan ................................................................................. 54

4.1.1. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I .............................................. 54

4.1.2. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II............................................. 55

4.1.3. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III............................................ 56

4.1.4. Penyerapan Zeolit................................................ ...................... 57

4.1.5. Pengaruh Ukuran Zeolit.............................................................. 59

4.2. Nilai Kapasitas Tukar Kation ................................................................ 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 63

5.2. Saran ...................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 64

LAMPIRAN................................................................................................. 67

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir................................................................... 5

Gambar 2. Kerangka Dasar Aluminasilika pada Zeolit............................ 9

Gambar 3. Strutur Stereotip Klinoptilolit................................................. 19

Gambar 4. Hubungan antara Senyawa Merkuri yang bersifat Racun....... 36

Gambar 5. Diagram Kerja SSA................................................................. 40

Gambar 6. Bagan Alir Kerja...................................................................... 53

Gambar 7. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm)......... 54

Gambar 8. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II (355 µm - >212 µm)............ 55

Gambar 9. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III (≤212 µm)...................... 56

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Diagram Alir Persiapan Zeolit............................................... 67

Lampiran 2. Gambar Diagram Alir Modifikasi Zeolit.............................................. 68

Lampiran 3. Gambar Diagram Alir Mengaplikasikan Zeolit


pada Limbah Simulasi (Persen Penyerapan)......................................... 69

Lampiran 4. Gambar Diagram Alir Mengaplikasikan Zeolit


pada Limbah Simulasi (KTK)............................................................... 70

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Persen Penyerapan............................................... 71

Lampiran 6. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm).......... 73

Lampiran 7. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II (355 µm – >212 µm)......... 74

Lampiran 8. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III (≤212 µm)....................... 75

Lampiran 9. Data KTK (Kapasitas Tukar Kation) Zeolit Klinoptilolit


Terhadap Merkuri................................................................................ 76

Lampiran 10. Gambar Alat........................................................................................ 77

Lampiran 11. Kurva Kalibrasi................................................................................... 78

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbedaan Zeolit dengan Resin Lain............................................... 12

Tabel 2. Beberapa Contoh Tipe Zeolit Alam dan Rumus Kimianya,


Rasio Si/Al serta Ion Penukar dalam Zeolit................................... 15

Tabel 3. Keracunan Merkuri Terbesar Tahun 1953-1968............................. 35

Tabel 4. Nilai Kapasitas Tukar Kation Zeolit I............................................ 60

Tabel 5. Nilai Kapasitas Tukar Kation Zeolit II........................................... 60

Tabel 6. Nilai Kapasitas Tukar Kation Zeolit III.......................................... 60

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan selama tiga dasawarsa terakhir ini telah menyebabkan

industri semakin meningkat yang secara nyata telah mengangkat perekonomian

masyarakat untuk jangka pendek. Namun karena industri yang dikembangkan

adalah industri yang kurang memperhatikan lingkungan, sehingga memperburuk

penurunan kualitas lingkungan hidup yang mempengaruhi kehidupan manusia di

muka bumi. Kondisi ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia

yang tidak seimbang dengan ketersediaan sumber daya alam bagi pemenuhan

kebutuhan akan pangan dan energi di berbagai negara termasuk di Indonesia

(Witoelar, R. 2009).

Sebagai konsekuensinya aktivitas pembangunan terutama dalam rangka

mengatasi krisis pangan dan energi kerapkali melupakan prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan, sehingga terjadi pengalihan fungsi pemanfaatan

ruang yang merusak hutan dan lahan, eksploitasi sumber daya alam yang tidak

memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan serta pelepasan emisi gas rumah kaca

yang secara nyata menurunkan kualitas lingkungan hidup.

Pencemaran lingkungan pada saat ini adalah salah satu masalah yang

memerlukan perhatian serius. Penggunaan pupuk dan obat pembasmi hama

(pestisida, herbisida atau fungisida) yang berlebihan akan menyebabkan


pencemaran lingkungan. Begitu juga berbagai jenis industri yang menghasilkan

limbah berbahaya.

Salah satu limbah yang sangat berbahaya adalah limbah merkuri. Merkuri

sekarang ini banyak terdapat dimana-mana di dalam ikan, air, lumpur, kosmetik

hingga lampu.

Limbah merkuri dihasilkan dari berbagai-macam kegiatan industri, seperti

dari industri peralatan-peralatan elektris (electroplating), baterai, bahan kimia,

penambangan emas dan sebagainya. Demikian luasnya pemakaian merkuri,

mengakibatkan semakin mudah pula organisme mengalami keracunan merkuri

(Palar, H. 1994).

Pengolahan air limbah mengandung merkuri dapat dilakukan dengan

proses penyerapan (sorpsi) bahan pencemar dengan menggunakan resin-organik

yang berfungsi sebagai penukar ion baik berupa anion atau kation (Michael dan

Pierre, 1994 dan Jianlong et al, 2000), karbon aktif (Giequel et al., 1997), dan

silika gel (Leéis et al., 1996), tetapi harganya relatif mahal. Hal tersebut telah

mendorong beberapa peneliti untuk mencari penyerap alternatif yang lebih murah.

Mineral zeolit merupakan mineral yang terdapat dalam batuan hasil proses

pengendapan alam (Las, T. 1999) yang akhir-akhir ini banyak diteliti untuk

digunakan sebagai bahan penukar kation. Zeolit alam telah dikenal sejak puluhan

tahun yang lalu, akan tetapi penggunaannya terbatas sebagai bahan bangunan

(semen, batu ukiran dan lain-lain). Pada 30 tahun terakhir penggunaan zeolit

sudah meluas untuk bidang pertanian, peternakan, perikanan, industri, pengolahan

air dan pengolahan limbah.

2
Di Indonesia zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1985 oleh Pusat

Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) Bandung dalam jumlah yang besar,

diantaranya tersebar di beberapa daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Namun dari

46 lokasi penemuan zeolit, baru beberapa daerah yang ditambang secara intensif

yaitu: Bayah, Cikalong, Tasikmalaya, Sukabumi dan Lampung. Jenis mineral

zeolit yang sering ditemukan adalah Klinoptilotit dan Modernit (Las, T. 1998).

Zeolit adalah senyawa alumino silikat dengan struktur rangka

(frameworks) dan mempunyai pori (rongga) dan saluran yang diisi oleh kation dan

molekul air yang dapat mudah dipertukarkan (exchangeable) sehingga dapat

mengadsorpsi ion (Sand, L. 1978).

Berdasarkan sifat tersebut penggunaan zeolit semakin luas, bukan saja

sebagai penukar ion tetapi juga sebagai bahan penyerap, seperti yang telah

digunakan dalam industri, misalnya pada pemurnian minyak bumi. Zeolit

merupakan mineral alam yang ditemukan dalam keadaan campur dengan mineral-

mineral lain, seperti kalsit, batuan lempung (clay) dan feldspar (Day, D.H. 1985).

Penelitian ini merupakan eksperimen skala laboratorium dengan

menggunakan zeolit Lampung sebagai sampel. Kemampuan zeolit dalam

menyerap merkuri ditentukan dengan efesiensi penyerapan dan kapasitas tukar

kation (KTK). Instrumen yang digunakan untuk menganalisis sampel adalah

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

3
1.2. Perumusan Masalah

Secara sederhana pengolahan limbah dapat dilakukan dengan

mencampurkan bahan penukar ion dengan cairan limbah, sehingga terjadi

pemekatan kontaminan dalam penukar ion. Dengan cara ini limbah dapat diserap

oleh penukar ion. Penggunaan penukar ion lebih efisien dapat dicapai dengan

merendam cairan limbah dalam botol berisi zeolit.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penyerapan dan

kapasitas tukar kation (KTK) limbah merkuri dengan zeolit menggunakan teknik

batch.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pemanfaatan zeolit sebagai salah satu bahan penyerap limbah industri yang

mengandung merkuri.

1.5. Hipotesis

a. Ukuran partikel zeolit berpengaruh terhadap penyerapan.

b. Waktu kontak antara zeolit dan limbah berpengaruh terhadap penyerapan.

c. Zeolit alam berpengaruh terhadap penyerapan

d. Proses pembuatan Ca-zeolit berpengaruh terhadap penyerapan.

e. Proses pembuatan Na-zeolit berpengaruh terhadap penyerapan.

4
1.6. Kerangka Berpikir

Dari uraian diatas peneliti menyusun kerangka berpikir dalam penelitian

terhadap penyerapan merkuri ini sebagai berikut :

Aktivitas manusia Limbah


Sumber pencemar
dan proses alam mengandung
Merkuri Hg
merkuri

Penukar
Zeolit ion

Lingkungan hidup
yang lebih bersih

¾ Ukuran Zeolit
¾ Waktu sentuh antara merkuri dan limbah
¾ Zeolit alam
¾ Ca-Zeolit
¾ Na-Zeolit

Gambar 1. Kerangka Berpikir.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Lingkungan

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari

bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari

kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari

bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya

mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas

atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya

pencemaran.

Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau

wilayah yang didalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang

berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Suatu lingkungan hidup dikatakan

tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu

sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk atau

dimasukannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu. Jadi

pencemaran lingkungan adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan

lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya.

Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak

disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak

penyebab tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah. (Palar. H, 2004)


2.2. Zeolit

Istilah zeolit berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu Zein yang

berarti membuih dan Lithos yang berarti batu. Nama ini sesuai dengan sifat zeolit

yang akan membuih bila dipanaskan pada suhu 100oC

Zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh Axel Cronstedt

seorang ahli mineral dari Swedia. Jenis mineral yang ditemukan adalah stilbit.

Menurut penelitian yang dilakukan Cronstedt, mineral ini akan mendidih apabila

dipanaskan, hal ini disebabkan oleh proses dehidrasi dari mineral tersebut. Pada

tahun 1954 zeolit diklasifikasikan sebagai golongan mineral tersendiri yang saat

itu dikenal sebagai molecular sieve materials.

Pada tahun 1984 profesor Joseph V. Smith ahli kristalografi Amerika

Serikat mendefinisikan zeolit sebagai mineral yang terdiri dari kristal

aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam

kerangka tiga dimensi. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa

merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel

Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam yang dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan seperti suhu, tekanan uap air dan komposisi tanah tempat

zeolit ditemukan, sehingga komposisi dari suatu zeolit tidak sama. Dari 40 jenis

zeolit alam yang mempunyai nilai komersial hanya 12 jenis, diantaranya

klinoptilotit, modernit, kabasit dan eriotit (Mumpton, 1978). Di Indonesia zeolit

ditemukan pada tahun 1985 oleh Pusat Pengembangan Teknologi Mineral

(PPTM) Bandung dalam jumlah besar. Penyebaran zeolit tersebut pada beberapa

pulau di Sumatera dan Jawa. Namun dari 46 lokasi, baru beberapa lokasi yang

7
ditambang secara intensif antara lain di Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya,

Nanggung dan Lampung (Suryartono, 1986).

2.2.1. Struktur Zeolit

Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi

yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi.

Zeolit disusun oleh tatrahedral silika dan alumina yang saling berikatan melalui

atom oksigen, struktur ruang yang berisi kation-kation dan molekul air yang

berfungsi sebagai kerangka zeolit memiliki muatan negatif. Secara umum rumus

zeolit adalah :

Mx/n[(AlO2)x (SiO2)y] wH2O

M : Kation
n : Valensi kation M
w : Jumlah molekul air per unit sel
X dan Y : Jumlah tetrahedral persatuan sel

Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral AlO4- dan

SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O. Zeolit terdiri dari tiga komponen

yaitu: kation yang dipertukarkan, kerangka aluminosilikat dan fase air (Army,

2006). Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali

merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan. Zeolit mempunyai struktur

berongga dan biasanya struktur rongga ini diisi oleh air dan kation yang bisa

dipertukarkan dan memiliki pori dengan ukuran tertentu. Struktur tersebut

membuat zeolit banyak dimanfaatkan sebagai: penyaring molekuler (molekuler

sieves), penukar ion, bahan penyerap dan katalis. Bentuk fisik mineral zeolit

8
berupa kristal yang berwarna putih, kehijaun dan sedikit agak kecoklatan.

Stabilitas zeolit terhadap panas dan radiasi sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh

susunan kimianya terdiri dari kristal hidrat dan alumina silikat.

Atom Si dan Al adalah pusat dari tiga dimensi tetrahedral. Seluruh sudut

dikelilingi oleh empat atom oksigen. Secara rumus kimia ikatan antara atom Si

dan Al adalah tetrahedral. Senyawa AlO4- tetrahedral dikelilingi oleh SiO4

tetrahedral dan keduanya saling berikatan dengan oksigen secara kerangka

struktur. Atom Al yang bermuatan negatif akan berikatan dengan empat oksigen

dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Si Al-

Gambar 2. Kerangka dasar aluminasilika pada zeolit

2.2.2. Sifat-Sifat Zeolit

a. Dehidrasi

Merupakan pelepasan molekul air dari rongga permukaan zeolit. Sifat

dehidrasi ini sangat penting, karena tanpa melakukan dehidrasi zeolit sulit

digunakan sebagai penyerap (hilangnya molekul air dapat mempermudah interaksi

antara molekul yang diserap dengan sisi aktif zeolit). (Winarko, 1997).

9
Sifat dehidrasi dari zeolit akan berpengaruh terhadap sifat adsorpsi. Zeolit

dapat melepaskan molekul air dari dalam rongga permukaan yang menyebabkan

medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif terinteraksi dengan

molekul yang akan di adsorpsi. Jumlah molekul air sesuai dengan pori-pori ruang

hampa yang akan terbentuk bila unit sel kristal zeolit tersebut dipanaskan.

b. Adsorpsi

Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya atom atau molekul suatu

zat pada permukaan zat lain, karena ketidakseimbangan antara gaya kohesi

partikel sefase dengan gaya adhesi partikel antar fase pada bidang batas suatu fase

dengan fase lainnya. Ketidakseimbangan ini berakibat senyawa tersebut

teradsorpsi pada permukaan adsorben. Fase pengadsorpsi disebut adsorben,

sedangkan fase teradsorpsi disebut adsorbat. Secara umum jenis adsorpsi dibagi

menjadi dua yaitu:

i. Fisisorpsi (adsorpsi secara fisika)

Adsorpsi ini terjadi karena adanya gaya Van Der Waals antara adsorben

dengan adsorbat membentuk ikatan yang lemah dan lapisan dipermukaan

adsorben.

ii. Kemisorpsi (adsorpsi secara kimia)

Adsorpsi ini merupakan interaksi antara molekul dengan valensi-valensi bebas

dan membentuk ikatan kimia antara molekul adsorbat dan permukaan

adsorben. Kemisorpsi mempunyai selektifitas yang tinggi, yaitu molekul-

molekul tertentu yang dapat diserap oleh partikel zat padat. Adsorpsi secara

kimia.

10
Menurut Sharma, (1986) dalam banyak kasus adsorpsi tidak hanya terjadi

secara fisika atau kimia saja. Tetapi peristiwa ini umumnya merupakan gabungan

kedua jenis adsorpsi tersebut. Zat yang dapat digunakan sebagai adsorben harus

mempunyai struktur yang berpori atau berongga, atau struktural kimia senyawa

padatan tersebut memiliki sisi aktif yang dapat berinteraksi dengan adsorbat

(Yateman, 1994). Proses adsorpsi pada adsorben yang berongga terjadi karena

terjebaknya molekul adsorbat dalam rongga mengalami penyaringan sedangkan

pada sisi aktifnya terjadi interaksi dengan molekul adsorbat.

Zeolit dapat bertindak sebagai adsorben penukar kation, karena adanya

kation alkali dan alkali tanah yang dapat bergerak secara bebas dalam rongga

yang dapat dipertukarkan dengan kation lain dengan jumlah yang sama. Dalam

keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas

yang berada di sekitar kation. Bila kristal zeolit dipanaskan pada suhu 300-4000 C,

maka air tersebut akan keluar sehingga zeolit berfungsi sebagai penyerap gas atau

cairan. Selain mampu menyerap gas atau zat, zeolit juga mampu memisahkan

molekul berdasarkan ukuran kepolarannya.

c. Penukar Ion

Rongga-rongga zeolit diisi oleh logam alkali dan alkali tanah yang

merupakan sumber dari kation. Al sebagai pusat dari kerangka tiga dimensi akan

berkoordinasi dengan empat atom oksigen sehingga bermuatan negatif dan akan

dinetralkan oleh kation-kation dalam kerangka zeolit. Kation-kation ini mampu

bergerak bebas sehingga pertukaran ion dapat terjadi. Pertukaran kation dapat

11
dipengaruhi oleh; jenis kation, ukuran kation dan muatan kation mempengaruhi

proses pertukaran kation.

Mekanisme pertukaran ion dapat digunakan untuk penyisihan anion dan

kation. Sebagai media pertukaran ion pada dasarnya digunakan resin. Pertukaran

ion pada dasarnya terjadi dalam suatu larutan yang mengandung anion, kation dan

molekul air yang mana salah satu atau sebagian ion akan terikat pada resin

penukar ion. Molekul air dapat berada dalam mikropori bersama ion (Anion dan

kation) dengan muatan yang berlawanan dari resin sehingga terjadi keseimbangan

muatan untuk mencapai keadaan netral. Salah satu resin penukar ion yang

digunakan adalah zeolit. Hal ini disebabkan karena zeolit mempunyai komposisi

kimia dan struktur yang unik. Perbedaan zeolit dengan tanah lempung dapat

ditunjukkan oleh tabel berikut (Las, T. 1989).

Tabel 1. Perbedaan Zeolit dengan Resin lain

No Sifat Lempung Zeolit


1 Struktur Layer 2 dms Kristal
2 Swelling Besar Kecil
3 Sorpsi Tinggi Tinggi
4 Penyaring Rendah Tinggi
5 Kestabilan terhadap panas Rendah Tinggi
6 Kestabilan terhadap kimia Tinggi Rendah
7 Kestabilan terhadap radiasi Rendah Tinggi

Sumber Las, T. Use Natural Zeolit for Nuclear Waste Treatment.

12
Kation-kation yang dipertukarkan tidak terikat secara kuat pada kerangka

alumina silikat sehingga mudah untuk dipisahkan. Kemampuan pertukaran ion

zeolit merupakan parameter utama dalam menentukkan kualitas zeolit yang akan

digunakan. Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah jumlah ion logam yang dapat

diserap maksimum oleh 1 gram zeolit dalam kondisi kesetimbangan. KTK dari

zeolit bervariasi dari 1,5 sampai 2 meq/gram. Nilai KTK zeolit ini banyak

bergantung pada jumlah atom Al dalam struktur kerangka (Las, T. 1994). Makin

besar pergantian semakin besar kekurangan muatan positif, sehingga makin

banyak pula jumlah kation alkali atau alkali tanah yang dibutuhkan dari unsur

zeolit.

d. Penyaring atau Pemisah (Molekuler Sievies)

Selain mampu menyerap gas, zeolit juga mampu memisahkan molekul

berdasarkan ukuran kepolarannya. Molekul-molekul akan masuk ke dalam rongga

zeolit dan akan diserap berdasarkan kepolarannya. untuk molekul- molekul yang

polar, berukuran kecil dan tidak jenuh akan diadsorpsi oleh zeolit secara efektif

karena zeolit juga bersifat polar. Sifat zeolit sebagai penyaring atau pemisah

didasarkan pada volume dan ukuran garis tengah ruang hampa dalam kisi-kisi

kristal. Diameter pori-pori zeolit bervariasi sesuai dengan jenis zeolit, sedangkan

volume rongga kosong dapat mencapai 30% sampai 50% dari volume total zeolit

(Suryanti, 1998).

13
e. Katalis

Zeolit juga digunakan sebagai katalis yang dapat mempercepat reaksi,

karena pori yang terdapat dalam zeolit uniform. Zeolit yang digunakan sebagai

katalis dengan pori yang besar, luas permukaan maksimum dan volume kosong

yang tersedia dalam jumlah yang banyak. Semakin besar ukuran pori zeolit maka

proses katalisasi akan semakin cepat.

2.2.3. Jenis Zeolit

Zeolit terbentuk karena proses perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan

vulkanik dan sengaja disintesis oleh manusia melalui proses kimia. Berdasarkan

proses pembentukkannya zeolit digolongkan menjadi dua kelompok yaitu: zeolit

alam dan zeolit buatan (sintesis). (Dyer, A. 1988)

a. Zeolit alam

Mineral zeolit ditemukan pertama kali oleh ahli mineralogi Swedia yang

bernama F.A.F. Cronstendt. Zeolit banyak dijumpai dalam lubang-lubang batuan

lava dan batuan sedimen piroklastik berbutir halus. Telah diketahui terdapat 40

jenis zeolit dalam tetapi hanya 20 jenis saja yang terdapat pada batuan sedimen,

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

14
Tabel 2. Beberapa Contoh Tipe Zeolit Alam dan Rumus Kimianya Rasio
Si/Al serta Ion Penukar dalam Zeolit

Tipe Zeolit Rumus kimia Si/Al Kation


Analsim Na16[Al16Si31O96]6 H2O 1,8-2,8 Na, Ca, K
Edingtonit Ba2[Al4Si6O20]8 H2O ~1,7
Erionit Na2K2 Mg0,5Ca2[Al9Si27O72] 3-4 Mg, K
27H2O Na, Ca
Faujasit Na12Ca12Mg11[Al58Si134O384]235 2,2-2,6 Ca, Na
H2 O
Ferrierit NaCa0.5Mg2[Al6Si30O72]24 H2O 4,3-6,2 Mg
Filipsit K2Ca1,5Na[Al6Si10O32]12 H2O 1,3-3,4 K, Sr, Mg
Gmelinit Na8[Al8Si16O48]24.H2O ~1,8 Na, Ca
Harmtom Ba2Ca0,5[Al5Si11O32]12 H2O 2,3-2,5 K, Ba, Ca
Heulandit Ca4[Al8Si28O72] 24H2O 2,7-3,8 Ca, K, na,
Kabazit Ca2[Al4Si8O24] 13H2O 1,5-4,0 Sr, Ba
Klinoptilolit Na6[Al6Si30O72]24 H2O 2,3-3,1 K, Ca,Mg
Laumontit Ca4[Al8Si16O46] 16H2O ~2.0 K, Na,ca
Mordernit Na8[Al8Si40O96]24 H2O 2,3-2,8 Na, Ca, K
Natrolit Na16[Al16Si24O80]6 H2O ~1,5 Na, Ca, K
Offerit KCa2[Al5Si13O36] 15H2O 2,2-2,6 K, Ca,
Mg
Stilbit Na2Ca4[Al10Si26O72]34 H2O 2,4-3,1 K, Mg
Thomsonit Na16Ca8[Al20Si20O80]24 H2O 1,1-1,4 Na,Ca
Wairakit Ca8[Al16Si31O96] 6H2O ~2.0 Ca, Na

b. Zeolit buatan (sintetis)

Zeolit memiliki sifat yang unik, yaitu susunan atom maupun komponennya

dapat dimodifikasikan, maka para peneliti berupaya untuk membuat zeolit sintetis

yang mempunyai sifat khusus sesuai keperluannya. Dari usaha ini dapat

direkayasa bermacam-macam zeolit. Sifat zeolit sangat tergantung dari jumlah

komponen Al dan Si dari zeolit tersebut.

15
2.2.4. Pemanfaatan Zeolit

a. Pengolahan Limbah Industri dan Nuklir

Klinoptilolit dapat memisahkan 99 % ammoniak / ammonium dari limbah

industri. Klinoptilolit juga dapat memisahkan logam berat baik dalam limbah

industri atau pada tanah pertanian. (Tsitsisvii, 1980) (Blanchard, 1984).

Menurut Ames (1962) klinoptilolit dapat juga digunakan untuk pemisahan

zat radioaktif. Pada tahun 1979 klinoptilolit juga dipakai untuk dekontaminasi air

pendingin reaktor pada kecelakaan reaktor Three Mile Island di Amerika.

Zeolit juga digunakan untuk dekontaminasi air pendingin reaktor Three

Mile Island Unit II dan pada tahun 1987 untuk penyerapan gas radioaktif reaktor

Chernobiel yang terbakar. (Las, T. 2005).

b. Proses Industri

Berdasarkan sifat sorpsinya terhadap gas dan hidrasi molekul air, zeolit

digunakan untuk pengeringan pada berbagai produk industri.

Pada bidang proses industri zeolit digunakan antara lain:

• Pada proses pemurnian metil khlorida dalam industri karet.

• Pemurnian fraksi alkohol, metanol, benzen, xylene, LPG dan LNG pada

industri petro- kimia.

• Untuk hidrokarbon propellents-fillers aerosol untuk pengganti freons.

• Penyerap klorin, bromin dan fluorin.

• Menurunkan humiditas ruangan.

16
Zeolit digunakan dalam proses penyerapan gas seperti :

• Gas mulia antara lain Ar, Kr dan gas He.

• Gas rumah kaca ( NH3, CO2, SO2, SO3 dan NOx ).

• Gas organik CS2, CH4, CH3CN, CH3OH, termasuk pirogas dan fraksi

etana/etilen.

• Pemurnian udara bersih mengandung O2.

• Penyerapan gas N2 dari udara sehingga meningkatkan kemurnian O2

diudara.

• Campuran filter pada rokok.

• Penyerapan gas dan penghilangan warna dari cairan gula pada pabrik gula.

Zeolit juga digunakan dalam industri petrokimia pada proses isomerisasi,

hidro sulforisasi, hidrocracking, hidrogenasi, reforming, dehidrasi, dehidrogenasi

dan de-alkilasi, cracking parafin, disportion toluen/benzen dan xylen. (Las. T,

2005).

Di Jepang klinoptilolit digunakan untuk filter kertas, karet dan polimer. Di

Amerika Serikat, zeolit alam juga digunakan untuk campuran semen dan

Tchernev telah mendemontrasikan penggunaan zeolit yang sama untuk “solar

heating/cooling” pada panel energi cahaya matahari berdasarkan adsorpsi/desorpsi

molekul diwaktu siang dan malam hari. (Las, T. 2005).

17
c. Bidang Pertanian dan Lingkungan

Zeolit digunakan sebagai “soil conditioning” yang dapat mengontrol dan

menaikan pH dan kelembaban tanah. Petani di Jepang menambahakan zeolit pada

pupuk tanaman bervariasi dari 15 % sampai 63 % terutama untuk tanaman apel

dan gandum. Penambahan zeolit pada pupuk kandang ternyata juga meningkatkan

proses nitrifikasi. Pada saat ini bidang pertanian merupakan pemakai zeolit

terbesar di Indonesia.

Dalam bidang peternakan, zeolit juga digunakan sebagai “food suplement”

pada ternak ruminansia dan non-ruminansia masing-masing dengan dosis 2.5 – 5

% dari rasio pakan perhari, hal ini dapat meningkatkan produktivitas susu, daging

dan telur, laju pertumbuhan serta memperbaiki kondisi lingkungan kandang dari

bau yang tidak sedap.

Zeolit juga pernah ditaburkan dari pesawat terbang di atas reaktor

Chernobiel untuk maksud menyerap hasil fisi yang terdapat dalam jatuhan debu

radioaktif (fall out) akibat kebakaran reaktor sovyet tahun 1985. (Las, T. 2005).

2.2.5. Klinoptilolit

Penelitian ini menggunakan sampel zeolit yang berasal dari Lampung.

Zeolit ini diperoleh dari lokasi penambangan PT. Winatama Mineral Perdana di

Desa Kalianda Lampung, melalui salah satu agennya di Cempaka Putih. Zeolit ini

berwarna putih dan diperoleh pada kedalaman lebih kurang 13 m di bawah

permukaan tanah, berwarna putih dengan jenis mineral klinoptilotit, mempunyai

18
densitas antara 1,9942 g/ml - 2,1781 g/ml, volume pori total zeolit adalah 86,26 x

10 -3, dengan luas permukaan 38,93 m2 (Las, T. 1989).

Gambar 3. Strutur Stereotip Klinoptilolit

2.3. Merkuri

Merkuri atau raksa adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan simbol

Hg dan nomor atom 80. unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan

dan merupakan satu dari lima unsur yang berbentuk cair dalam suhu kamar.

Merkuri banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer,

dan peralatan ilmiah lain.

Merkuri juga dikenal sebagai salah satu logam berat yang paling kuat

racunnya (Connell and Miller, 1984). Logam berat dikelompokan sebagai zat

pencemar karena tidak dapat terurai melalui biodegradasi. Selain itu logam berat

dapat terakumulasi di lingkungan perairan (terutama dalam sedimen) karena dapat

19
berikatan dengan senyawa-senyawa organik dan anorganik melalui pembentukan

senyawa kompleks dan absorpsi (Connell and Miller, 1984).

Menurut Bryan (1976), daya racun logam berat ditentukan oleh faktor-

faktor sebagai berikut, bentuk senyawa logam berat yang terdapat di dalam air,

adanya unsur logam berat lain dan faktor lingkungan yang mempengaruhi

fisiologis organisme, misalnya suhu, oksigen terlarut (DO), cahaya dan salinitas,

perubahan siklus hidup, umur, seks, makanan dan adaptasi terhadap logam berat

merkuri.

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam

dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya

dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam

jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini

adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah

logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh

masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg,

Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi

manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh.

Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga

proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan

bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi

manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.

Merkuri dapat terkumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap berada

disana dalam jangka waktu lama sebagai racun terakumulasi. Karena sifat-sifatnya

20
tersebut, maka limbah yang mengandung merkuri tergolong sebagai limbah B3

(bahan berbahaya dan beracun) yang memerlukan penanganan khusus pada proses

pembuangannya. Merkuri logam cair yang berwarna putih-perak adalah suatu

neurotoksin yang kuat mampu menyebabkan kerusakan otak pada perkembangan

janin, gangguan tremor, dan keseimbangan emosi pada orang dewasa.

Makanan laut merupakan sumber terbesar pajanan terhadap merkuri saat

ini, merkuri terakumulasi dalam hewan di perairan dan mencapai kadar yang

berarti dalam rantai makanan paling tinggi baik di air tawar maupun air laut yang

sudah tercemar merkuri.

2.3.1. Sifat Fisik dan Kimia Merkuri

Merkuri adalah unsur kimia yang mempunyai nomor atom 80, berat atom

200,61 gram/mol, merupakan satu-satunya unsur logam yang berbentuk cair pada

suhu kamar (25oC) yang sangat mudah menguap. Uap merkuri lebih berbahaya

dari merkuri cair karena dapat terhirup dan dengan mudah terserap ke dalam

darah, merkuri membeku pada suhu -38,87oC dan mendidih pada suhu 356,9oC

warna merkuri tergantung pada bentuk fasanya, fasa cair berwarna putih perak

sedangkan fasa padat berwarna keabu-abuan. Densitas merkuri yaitu 13,534 g ml-1

merupakan densitas tertinggi dari semua benda cair (Hutagalung, 1985).

Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya merkuri dimasukkan dalam

golongan logam. Sedangkan berdasarkan densitasnya, dimasukkan ke dalam

golongan logam berat.

21
Disamping merkuri murni (uap dan cair), senyawa-senyawa merkuri dapat

juga berbahaya. Senyawa anorganik yang digunakan dalam cat sebagai anti jamur

dan di dalam batere tidak terlalu toksik secara sendiri, namun dengan mudah

diubah oleh bakteri menjadi bentuk organik yang jauh lebih berbahaya salah

satunya adalah metil merkuri.

Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah

oleh aktifitas mikro-organisme menjadi komponen metil-merkuri (Me-Hg) yang

memiliki sifat racun (toksik) dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang

tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri

terakumulasi baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu

melalui rantai makanan (food chain) dalam jaringan tubuh hewan-hewan air,

sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan

hewan air maupun kesehatan manusia yang makan hasil tangkap hewan-hewan air

tersebut. Terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena

kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme air lebih cepat

dibandingkan dengan proses ekresi, yaitu karena metil-merkuri memiliki paruh

waktu sampai beberapa ratus hari di tubuh hewan air, sehingga zat ini menjadi

terakumulasi dan konsentrasinya beribu kali lipat lebih besar dibanding air

disekitarnya. (Arifin, 2008).

Metil merkuri dengan cepat terakumulasi di dalam ikan dan terkonsentrasi

dalam mata rantai akuatik yang panjang mencapai konsentrasi yang tinggi pada

predator dengan cara proses biomagnifikasi. Merkuri juga dengan mudah diserap

oleh tubuh manusia yang memakan ikan dan dapat menembus plasenta dari wanita

22
hamil menyebabkan gangguan perkembangan janin, serta melalui barier otak-

darah (blod-brain barrier) masuk ke dalam otak.

Merkuri memiliki sifat-sifat :

i. Kelarutan rendah

ii. Satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25oC), titik

bekunya paling rendah dari semua logam (–39oC).

iii. Masih berwujud cair pada suhu 396oC. Pada temperatur 396oC ini telah

terjadi pemuaian secara menyeluruh.

iv. Sifat kimia yang stabil terutama di lingkungan sedimen.

v. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan

logam-logam yang lain.

vi. Uap merkuri di atmosfir dapat bertahan selama 3 (tiga) bulan sampai 3 (tiga)

tahun sedangkan bentuk yang melarut dalam air hanya bertahan beberapa

minggu.

vii. Tahanan listrik merkuri sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri

sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.

viii. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang

disebut juga sebagai amalgam.

ix. Pada fase padat berwarna abu-abu dan pada fase cair berwarna putih perak

x. Mempunyai sifat yang mengikat protein, sehingga mudah terjadi

biokonsentrasi pada tubuh organisme air melalui rantai makanan

xi. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik

dalam unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.

23
Hampir semua merkuri di produksi dengan cara pembakaran merkuri

sulfida (HgS) di udara dengan reaksi sebagai berikut:

HgS + O2 → Hg + SO2

Merkuri dilepaskan sebagai uap yang kemudian mengalami kondensasi,

sedangkan gas-gas lainnya mungkin terlepas di atmosfir untuk dikumpulkan.

Merkuri di alam terdapat dalam berbagai bentuk sebagai berikut:

a. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg2+) dan garam-garamnya,

seperti merkuri khlorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO).

b. Komponen merkuri organik atau organomerkuri, terdiri dari:

Aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat.

Alkil merkuri, mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang

paling beracun, misalnya metil merkuri, etil merkuri, dan sebagainya.

Alkosialkil merkuri (R-O-RHg).

2.3.2. Sumber Keberadaan Merkuri di Alam

Sumber utama dari merkuri yang ada di alam adalah proses pelepasan gas

(degassing) dari lapisan kulit bumi, yang menghasilkan 25.000 sampai 125.000

ton merkuri per tahun. Sedangkan merkuri yang dihasilkan dari proses

penambangan dan peleburan kurang lebih sebesar 10.000 ton/tahun (1973) dan

diperkirakan meningkat 2 % tiap tahun. (Kusnoputranto, 1996).

Merkuri terdapat sebagai komponen renik dari banyak mineral, dengan

bantuan kontinental rata-rata sekitar 80 ppb atau lebih kecil lagi. Sinabar (HgS),

yang berwarna merah, merupakan bijih merkuri utama yang diperdagangkan

24
(Manahan, 1994). Unsur ini di alam terdapat dalam bentuk gabungan dengan

elemen lainnya, dan jarang ditemukan dalam bentuk elemen terpisah. Komponen

merkuri banyak tersebar di karang-karang, tanah, udara, air dan organisme hidup

melalui proses-proses fisik, kimia dan biologi yang kompleks (Fardiaz, 1992).

Secara alamiah, pencemaran oleh merkuri dan logam-logam lain ke

lingkungan umumnya berasal dari kegiatan-kegiatan gunung api, rembesan-

rembesan air tanah yang melewati daerah deposit merkuri dan lain-lainya. Namun

demikian, meski sangat banyak sumber keberadaan merkuri di alam, dan masuk

ke dalam suatu tatanan lingkungan tertentu secara alamiah, tidaklah menimbulkan

efek-efek merugikan bagi lingkungan karena masih dapat ditolerir oleh alam itu

sendiri.

Seperti unsur-unsur logam berat lainnya, merkuri juga terdapat diseluruh

alam, namun distribusinya tidak merata. Dalam air tanah (ground water) kadar

merkuri berkisar antara 0,01-0,07 ppb, dalam danau dan sungai 0,08-0,12 ppb

(Hutagalung, 1985). Kadar merkuri dalam udara umumnya sangat rendah.

Kadarnya dalam air di daerah yang tidak tercemar sekitar 0,1 µg/l, tetapi angka ini

dapat setinggi 80 µg/l ditempat yang dekat dengan endapan bijih merkuri. Dalam

makanan, kecuali ikan, kadarnya sangat rendah, biasanya dalam rentang 5-20

µg/kg. Sebagian besar ikan mengandung kadar yang lebih tinggi, pada ikan tuna

dan ikan cucut biasanya kadarnya berkisar antara 200 sampai 1000 µg/kg.

Telah lama diketahui bahwa merkuri dan turunannya sangat beracun,

sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian

pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh

25
organisme air. Selain itu, pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh

terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam

sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan

terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi

maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan.

Metil merkuri yang terdapat dalam perairan umumnya bersifat sangat

toksik yang bersifat akut maupun kronis terhadap kehidupan air. Hal ini antara

lain disebabkan oleh sifat senyawa tersebut yang relatif stabil dan memiliki umur

paruh biologis yang relatif lama dalam tubuh organisme air (Halimah, 2003).

Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S Food and Administration

(FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri

yang ada dalam jaringan tubuh badan air yaitu sebesar 0,005 ppm. Dimana Nilai

Ambang Batas yaitu suatu keadaan dimana suatu larutan kimia, dalam hal ini

merkuri dianggap belum membahayakan bagi kesehatan manusia. Bila dalam air

atau makanan, kadar merkuri sudah melampaui NAB, maka air maupun makanan

yang diperoleh dari tempat tertentu harus dinyatakan berbahaya.

Proses metilasi terpengaruh dengan adanya dominasi unsur sulfur (S),

yaitu pada keadaan anaerob dan redokpotensial yang rendah. Faktor-faktor yang

sangat berpengaruh di dalam pembentukan metil merkuri antara lain : suhu, kadar

ion Cl-, kandungan organik, derajat keasaman (pH), dan kadar merkuri.

Beberapa kemungkinan bentuk merkuri yang masuk ke dalam lingkungan

perairan alam, yaitu :

26
1. Sebagai merkuri anorganik, melalui hujan, run-off ataupun aliran

sungai dan unsur ini mempunyai sifat stabil pada keadaan pH rendah.

2. Dalam bentuk merkuri organik, yaitu phenyl merkuri (C6H5-Hg), metil

merkuri (CH3-Hg) dan alkoxyalkyl merkuri atau methoxy-ethyl

merkuri (CH3-CH2-CH2-Hg+).

Dalam bentuk suspended solid sebagai Hg2+2 (ion merkuro), mempunyai

sifat reduksi yang baik.

2.3.3. Pajanan dan Distribusi Merkuri

Pajanan atau asupan merkuri tergantung dari bentuknya, dimana uap dan

metil merkuri merupakan bentuk yang sering dijumpai karena hampir seluruhnya

di absorpsi ke dalam tubuh. Metil merkuri di dalam ikan dan hasil-hasil perikanan

sejauh ini merupakan sumber utama pajanan merkuri (94%), diikuti oleh

menghirup uap merkuri dari udara (6%), air minum dapat dikatakan sangat kecil

kontribusinya.

Karena sifat fisik dan penggunaannya yang luas merkuri dapat masuk ke

dalam tubuh manusia melalui beberapa cara yakni; inhalasi, oral, dan melalui

kulit, merkuri dalam bentuk uap akan terhirup melalui saluran pernafasan dan

dengan cara difusi menembus dinding alveoli, masuk ke dalam peredaran darah

dan sampai ke otak. Absorpsi melalui saluran pencernaan dari merkuri anorganik

hanya berkisar antara 7-15% sedangkan pada merkuri organik absorpdinya bisa

mencapai 90-95%.

27
Distribusi dari merkuri organik dan anorganik pada sel darah merah,

plasma, rambut dan organ-organ lain juga berbeda. Merkuri dalam bentuk uap dan

garam anorganik mempunyai afinitas yang besar pada ginjal, sedangkan merkuri

organik afinitasnya terutama pada otak (korteks posterior). Di dalam sel-sel

jaringan tubuh (ginjal, hati, dan lain-lain), merkuri berikatan dengan enzim-enzim

dan menyebabkan kerusakan dari sel-sel tersebut.

Ekskresi merkuri dari dalam tubuh adalah melalui rambut, kuku, urin dan

tinja, tergantung pada bentuk senyawa merkuri, dosis pamajanan, dan lamanya

waktu setelah pamajanan. Absorpsi merkuri organik di ginjal terjadi pada tubulus

proksimal, dan hal ini akan menghambat transpor sodium.

Semua bentuk senyawa merkuri bisa menembus barier plasenta, dan dari

percobaan pada hewan didapatkan hasil, bahwa konsentrasi merkuri di dalam

tubuh janin setelah terpajan oleh senyawa alkil merkuri dua kali lebih besar

dibanding konsentrasi di dalam tubuh induknya.

Di lingkungan merkuri dapat menyebabkan pencemaran pada badan-badan

air atau terakumulasi pada organisme hidup, seperti pada manusia, tumbuh-

tumbuhan dan hewan.

2.3.4. Pemanfaatan Merkuri

Menurut Goodman and Gillman’s, 1985 yang dikutip oleh Leo Saputra,

merkuri digunakan dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai keperluan,

misalnya indutri khlor-alkali, alat-alat listrik, cat, instrumen, sebagai katalis,

kedokteran gigi, pertanian, alat-alat laboratorium, obat-obatan, indutri kertas,

28
amalgam dan sebagainya. Tanda keracunan merkuri dari obat-obatan jarang

terjadi, namun keracunan merkuri dari lingkungan semakin meningkat.

Penggunaan merkuri yang terbesar adalah industri khlor-alkali, dimana

diproduksi khlorin (Cl2) dan soda kaustik (NaOH) dengan cara elektrolisis larutan

garam NaCl. Fungsi merkuri dalam proses ini adalah sebagai katoda dari sel

elektrolisis. Penggunaan kedua yang terbesar adalah dalam produksi alat-alat

listrik, misalnya lampu uap merkuri dan batere. Penggunaan merkuri sebagai

fungisida merupakan penggunaan ketiga terbesar dari merkuri, dalam hal ini

merkuri digunakan untuk membunuh jamur di dalam cat, kertas, dan industri-

industri pertanian. Cat yang digunakan untuk kapal-kapal sering ditambahkan

merkuri oksida (HgO) sebagai anti jamur atau fenil merkuri sebagai anti lapuk.

Industri-indutri pertanian menggunakan komponen organomerkuri sebagai pelapis

benih untuk mencegah pertumbuhan kapang, penggunaan merkuri dalam kegiatan

di bidang pertanian ini amat potensial sebagai sumber pencemaran merkuri dalam

makanan.

Logam merkuri digunakan sebagai katalis dalam proses di industri-indutri

kimia, terutama pada industri vinil khlorida yang merupakan bahan dasar dari

berbagai plastik. Logam merkuri juga digunakan di dalam termometer dan alat-

alat pencatat suhu karena bentuknya yang cair pada kisaran suhu yang lebar,

sifatnya seragam, koefisien pengembangan panasnya besar, dan konduktivitas

listriknya besar.

29
Beberapa aktifitas manusia yang secara tidak langsung juga melepaskan

merkuri ke dalam lingkungan, antara lain pembakaran bahan bakar fosil, industri

baja, semen, dan fosfat, serta peleburan logam.

2.3.5. Efek Merkuri Terhadap Lingkungan

Penggunaan merkuri dalam industri sering menyebabkan pencemaran

lingkungan, baik melalui air buangan maupun melalui sistem ventilasi udara.

Merkuri yang terbuang ke sungai pantai atau badan air di sekitar industri tersebut

kemudian dapat mengkontaminasi ikan-ikan dan makhluk air lainnya, termasuk

ganggang dan tanaman air, ikan-ikan kecil dan makhluk air lainnya tersebut

kemudian dimakan oleh ikan-ikan atau hewan lainnya yang lebih besar. Ikan-ikan

dan hewan tersebut kemudian dikonsumsi oleh manusia, dan menyebabkan

merkuri terakumulasi di dalam tubuh.

Ada dua proses yang terjadi di lingkungan yang menghasilkan pejanan

terhadap manusia. Merkuri anorganik yang terkandung dalam limbah cair industri

diubah oleh bakteria di dalam air tawar, air laut dan sedimen menjadi metil

merkuri, metil merkuri dimakan ikan dan dengan cepat dapat masuk kedalam

tubuh serta disimpan di otot ikan. Melalui biomagnifikasi, ikan kecil dalam rantai

makanan akuatik dimakan oleh ikan yang lebih besar, menyebabkan konsentrasi

metil merkuri meningkat dalam jaringan ikan, bila manusia makan ikan yang

terakumulasi metil merkuri, maka akan didapatkan metil merkuri dengan

konsentrasi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi metil merkuri

dari ikan. Pada kenyataannya, cara ini merupakan mekanisme utama pajanan

30
merkuri terhadap sebagian besar manusia. Proses kedua berkaitan dengan hujan

asam dan peningkatan keasaman dari air permukaan yang diakibatkannya. Makin

asam kondisi suatu perairan akan meningkatkan pembentukan merkuri menjadi

metil merkuri yang mudah di absorpsi oleh ikan (di-metil menjadi mono metil

merkuri), yang akan meningkatkan konsentrasi merkuri di dalam tubuh ikan yang

menyebabkan manusia terpajan.

Merkuri yang berada di lingkungan biasanya berupa merkuri anorganik,

yang kemudian mengalami perubahan menjadi metil merkuri (merkuri organik) di

dalam tubuh ikan atau organisme lain (proses metilasi) yang disebabkan oleh

mikroba (Rita, 2000).

Elimanasi dari metil merkuri di dalam tubuh ikan maupun organisme air

yang lain berjalan sangat lambat. Beberapa penelitian menunjukan, bahwa semua

ikan yang tidak terkontaminasi secara langsung dengan merkuri selama

pertumbuhan masih mangandung merkuri di dalam tubuhnya pada konsentrasi

yang rendah, yaitu 0,005-0,075 ppm.

Pada organisme air merkuri organik biasanya mempunyai efek toksik yang

lebih kuat dibanding merkurianorganik. Sedangkan toksisitas itu sendiri

dipengaruhi oleh suhu, pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen), dan kesadahan air.

Beberapa hewan yang berada di darat, misalnya burung laut, juga bisa

terkontaminasi oleh merkuri. Residu yang terdeteksi di dalam telur burung

tersebut ternyata berhubungan dengan kematian embrio yangberada didalamnya.

Bentuk merkuri yang terakumulasi bervariasi, tergantung spesies, organ, dan letak

geografis.

31
Penggunaan merkuri di bidang pertanian sebagai pelapis benih dapat

mencemari tanah-tanah pertanian, yang berakibat pencemaran terhadap hasil-hasil

pertanian terutama sayur-sayuran. Food and Drug Administration (FDA) Amerika

serikat menetapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005 ppm

untuk air dan 0,5 ppm untuk mmakanan; sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah, yaitu 0,001 ppm untuk

air (Kusnoputranto, 1996).

2.3.6. Efek Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia

Efek toksik dari merkuri tergantung pada bentuk kimianya, uap merkuri

yang terhirup, sangat berbahaya terhadap pekerja yang terpajan di lingkungan

kerja, yang menyebabkan kerusakan pada sistem saraf, kehilangan memori,

tremor, ketidak-stabilan emosi (gelisah dan mudah marah), insomnia, dan

kehilangan nafsu makan merupakan gejala-gejala khas pajanan ringan. Pajanan

sedang lebih diwarnai dengan kerusakan mental yang signifikan dan gangguan

gerak, disamping terdapat kerusakan ginjal. Pajanan singkat dengan konsentrasi

tinggi uap merkuri dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan kematian. Efek

ringan dari uap dapat menghilang setelah pajanan berhenti, dengan gangguan otot

lebih cepat pulih dibandingkan dengan gangguan mental, uap merkuri dapat

menembus plasenta mencapai janin, namun informasi yang dilaporkan mengenai

efek pranatal terhadap manita hamil yang terpajan sedikit sekali, kejadian yang

dilaporkan adalah terjadinya tingkat absorpsi spontan yang cukup tinggi dari

wanita pekerja hamil yang terpajan terhadap uap merkuri, seperti pada klinik gigi.

32
Kasus kercunan yang paling ringan menunjukan gejala yang tidak spesifik,

seperti mata lelah, mata kabur, dan kesemutan. Gejala biasanya tampak setelah

periode laten selama beberapa minggu sampai beberapa bulan selama pajanan

kronik konsentrasi rendah atau setelah pajanan akut konsentrasi tingggi. Kasus

yang lebih berat menunjukan gangguan penglihatan, kehilangan pendengaran,

gangguan pembicaraan, dan pergerakan yang lemah dan tidak stabil. Kasus yang

paling berat menunjukan gangguan mental dan koma, kadang-kadang dapat

disertai kematian.

Masa prenatal dan usia anak-anak merupakan tahapan paling sensitif

terhadap keracunan metil merkuri karena pada periode waktu tersebut otak

berkembang dengan pesat. Jika pajanan ringan dari merkuri terhadap wanita hamil

mungkin akan menyebabkan tingkat perkembangan yang sedikit lambat dan

gangguan neurologi yang ringan pada bayi. Pajanan yang lebih berat dapat

menghasilkan efek dramatik pada perkembangan, termasuk letak struktur otak

yang abnormal dan gangguan umum dari perkembangan mental dan motorik

(kebutaan, dan gangguan perkembangan bicara).

Dua kejadian utama dari keracunan metil merkuri terjadi di Jepang di

daerah Teluk Minamata dan Sungai Nigata, serta di daerah pedesaan Irak. Di

Jepang, terjjadi karena ikan terkontaminasi limbah cair industri yang kemudian

dimakan oleh manusia, sedangkan di Irak, gandum yang terkontaminasi kemudian

digunakan untuk membuat roti untuk dimakan.

Pemajanan sementara dari uap merkuri bisa menyebabkan beberapa

gangguan pada saluran pernafasan yang bersifat akut, seperti bronkhitis dan

33
pneumonitis. Sedangkan pamajanan yang terus menerus akan mengakibatkan

gangguan terutama di sususnan saraf pusat (otak). Beberapa tanda dan gejala yang

timbul, antara lain adalah: tremor, sulit berkonsentrasi, gugup, depresi, psikosis,

paralisis, kesulitan bernafas karena kelumpuhan otot-otot pernafasan, denyut

jantung cepat (takhikardi), ginggivitis,dan sebagainya.

Pamajanan melalui oral akan memberikan gejala seperti perasaan mual,

muntah-muntah, kejang pada perut, tinja bercampur darah, dan hambatan terhadap

produksi urin. Kontak merkuri dengan kulit akan merangsang timbulnya reaksi

alergi, berupa vesodilatasi (eritema), hiperkeratosis, dan hipersekresi kelenjar

keringat.

Senyawa merkuri anorganik tidak terlalu toksik karena zat tersebut tidak

dapat diabsorpsi tubuh dengan baik dan tidak mudah menembus barier otak-darah

atau plasenta. Konsumsi dari beberapa gram senyawa merkuri dapat menyebabkan

kematian karena kegagalan ginjal, dan dosis lebih kecil untuk jangka panjang

dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan saraf. Sejauh ini hasil studi laboratorium

atau pada manusia tidak mengkaitkan merkuri dengan kanker, studi laboratorium

menunjukan bahwa emtil merkuri merupakan suatu mutagen yang lemah.

Keracunan merkuri telah sering terjadi dan merupakan keracunan yang

cukup serius karena dapat mengakibatkan kematian dan cacat seumur hidup.

Berikut menunjukan lima keracunan merkuri yang menelan korban cukup

banyak dan terjadi pada tahun 1953 sampai tahun 1968.

34
Tabel 3. Keracunan Merkuri Terbesar Tahun 1953-1968

Lokasi Tahun Korban (Orang)

Teluk Minamata, Jepang 1953-1960 43 meninggal


68 cacat/sakit
Irak 1961 35 meninggal
321 cacat/sakit
Pakistan Barat 1963 4 meninggal
34 cacat/sakit
Guatemala 1966 20 meninggal
45 cacat/sakit
Nigata, Jepang 1968 5 meninggal
25 cacat/sakit
Sumber, Kusnoputranto 1996

Dari uraian tersebut di atas, secara umum dapat dijelaskan beberpa hal

mengenai daya racun merkuri sebagai berikut:

a. Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup dapat beracun terhadap

tubuh.

b. Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik

dalam daya racunnya, distribusi, akumulasi atau pengumpulan, dan waktu

retensinya di dalam tubuh.

c. Transformasi biologi dapat terjadi di lingkungan atau dalam tubuh dimana

komponen merkuri diubah dari satu bentuk menjadi bentuk lainnya.

d. Pengaruh merkuri di dalam tubuh diduga dapat menghambat kerja enzim

dan menyebabkan kerusakan sel, disebabkan kemampuan merkuri untuk

terikat dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul yang

35
terdapat di dalam enzimdan dinding sel. Keadaan ini mengakibatkan

penghabatan aktivitas enzim dan reaksi kimia yang dikatalis oleh enzim

tersebut di dalam tubuh. Sifat-sifat membran dari dinding sel akan rusak

karena berikatan dengan merkuri sehingga aktivitas sel yang normal dan

terganggu.

e. Kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri biasanya bersifat

permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.

Gambar 3, berikut menunjukan hubungan antara berbagai bentuk merkuri

dan sifat-sifatnya di dalam tubuh.

Merusak ginjal; hati


dan otak; waktu
retensi pendek

Hg anorganik

Transformasi di
dalam tubuh dan Tranformasi oleh
lingkungan mikroorganisme

Aril Hg Semua beracun Alkil Hg


(organik) dalam jumlah (organik)
cukup

Merusak semua
tenunan, termasuk
otak; waktu retensi
lama

Gambar 4. Hubungan antara Senyawa Merkuri yang bersifat Racun.

36
Masyarakat yang mempunyai resiko terpajanan merkuri diantaranya

adalah pekerja terutama wanita dalam usia reproduksi, yang terpajan terhadap uap

merkuri dalam pekerjaan.

2.3.7. Perlindungan dan Pencegahan

Sumber pencemaran merkuri di lingkungan mudah di detekasi dari

industri-industri yang menggunakan merkuri di dalam prosesnya. Masalah yang

dihadapi adalah bagaimana mencegah terjadinya pencemaran merkuri tersebut.

Kesulitan dalam mencegah terjadinya pencemaran merkuri mempunyai sifat-sifat

sebagai berikut:

a. merkuri bersifat volatil sehingga dapat mencemari udara.

b. Merkuri berbentuk cair sehingga mudah menyebar di permukaan air dan

sulit untuk dikumpulkan.

c. Merkuri mengalami translokasi di dalam tanaman dan hewan.

d. Merkuri atau komponen merkuri dapat diubah oleh mikroorganisme yang

terdapat di dalam laut, sungai atau danau menjadi komponen metil merkuri

yang sangat beracun, dimana dengan adanya rantai makanan

memungkinkan terkumpul di dalam tubuh hewan dan manusia.

Suatu laporan yang dibuat oleh U.S. Environmental Protection Agency (US-EPA)

yang dikutip oleh Kusnoputranto memuat beberapa rekomendasi untuk mencegah

terjadinya polusi merkuri di lingkungan. Beberapa rekomendasi tersebut adalah

sebagai berikut:

37
a. pestisida alkil merkuri seharusnya tidak boleh digunakan lagi.

b. Penggunaan pestisida yang mengandung komponen merkuri lainnya di

batasi untuk daerah-daerah tertentu:

c. Semua industri yang menggunakan merkuri harus membuang limbah

industrinya dengan terlebih dahulu mengurangi jumlah merkuri sampai

batas normal.

Pelaksanaan rekomendasi tersebut tidak seluruhnya dapat memecahkan

masalah polusi merkuri di lingkungan. Pencemaran merkuri tetap terjadi pada

lumpur di dasar sungai atau danau, dan mengahsilkan CH3Hg+ yang dilepaskan ke

dalam badan air di sekelilingnya. Beberapa cara dekontaminasi merkuri telah

dicoba dilakukan di Swedia, dintaranya adalah sebagai berikut:

a. Sedimen pada dasar sungai atau danau ditutupi dengan bahan-bahan

mempunyai kemampuan absorpsi tinggi.

b. Sedimen pada dasar sungai atau danau ditutupi dengan bahan organik yang

tidak bereaksi.

c. Sedimen yang mengandung merkuri dihilangkan dengan cara dikeruk atau

dipompa.

2.4. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometer serapan atom ditemukan pertama kali oleh Alan Walsh

pada tahun 1953, dan penggunaan pertama kali pada tahun 1958. SSA merupakan

metode analisis untuk logam yang berdasarkan pada pengukuran penyerapan sinar

radiasi oleh uap atom netral dari cuplikan. Uap atom akan terbentuk bila larutan

38
yang mengandung unsur logam diaspirasikan ke dalam nyala. Spektrofotometer

serapan atom merupakan suatu metode analisis kimia secara instrumental

berdasarkan pengukuran berkurangnya intensitas spektrum sinar karena diserap

oleh suatu medium yang terdiri atas atom-atom yang berbeda pada tingkat tenaga

dasar dari unsur yang dianalisis (PUSARPEDAL-BAPEDAL, 1998).

2.4.1. Atomisasi dengan Nyala

Atomisai dengan nyala api merupakan salah satu cara pengatoman dalam

SSA. Pengubahan unsur ke dalam larutan menjadi atom-atomnya. Dilakukan

dengan memasukkan larutan ke dalam nyala. Mula-mula larutan dikabutkan

(dalam sistem pengabut) kemudian diatomisasikan dalam nyala (dalam sistem

pembakar / burner).

SSA dengan menggunakan cara elektrotermal dalam pengatoman

mempunyai kepekaan yang jauh lebih tinggi daripada yang menggunakan panas

nyala. Pada SSA nyala, proses atomisasi dari molekul-molekul terjadi dalam

bagian burner. Pertama-tama larutan contoh diuapkan dalam bagian

nebulizer.Tetesan dari larutan contoh akan dibuang melalui bagian drain dan

hanya larutan berkabut halus yang akan memasuki bagian nyala bercampur

dengan gas pembawa dan pembakar. Dalam nyala terjadi penyerapan pelarut yang

meninggalkan partikel-partikel garam tersuspensi. Partikel-partikel ini akan

menyerap sebagian atau semuanya, uap yang dihasilkan terurai membentuk atom-

atom.

39
2.4.2. Prinsip Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom adalah suatu metode analisis yang

berdasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berbeda-beda

pada tingkat tenaga dasar. Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasimya atom

ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan

atau mengukur intensitas yang diserap maka konsentrasi unsur dalam larutan

contoh dapat ditetapkan (Cantle, 1982).

2.4.3. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

Susunan alat spektrofotometer serapan atom terdiri dari beberpa bagian yang

penting (seperti yang tercantum pada Gambar 5) diantaranya :

Gambar 5. Diagram Kerja SSA.

a. Sistem Emisi (Emission System)

Pada proses eksitasi atom menerima energi pengeksitasi dalam bentuk energi

panas, misalnya dari nyala, sebagian dari energi tersebut digunakan untuk

mengeksitasi atom. Pada saat atom tersebut kembali ke dalam dasar terjadi

40
pelepasan energi yang berbentuk gelombang elektromagnetik (hv), yang dikenal

sebagai sinar emisi. Besarnya energi yang diemisikan sesuai perbedaan kedua

tingkat energi. Emisi gelombang energi magnetik dipancarkan ke segala arah,

sehingga intensitas sinar yang sampai pada detektor hanya sebagian kecil saja.

b. Sistem Absorpsi (Absorption System)

Sistem absorpsi menentukan sensitivitas dan ketelitian dari spektrofotometer

serapan atom secara keseluruhan. Bagian yang penting dari sistem absorpsi ini

adalah nyala (burner) dan sistem pengabutan (nebulizer), sehingga sistem

atomizer dalam SSA biasa disebut Sistem Pengabut Pembakar (Burner Nebulizer

System).

¾ Nebulizer (Pengabut)

Sistem ini berfungsi mengubah larutan menjadi butir-butir dengan cara

menarik larutan melalui kapiler dengan pengisapan pancaran gas bahan

bakar dan gas-gas oksigen yang kemudian disemprotkan ke ruang

pengabut.

Partikel-partikel kabut halus kemudian bersama-sama aliran gas bakar

masuk ke dalam nyala sedangkan titik kabut yang besar dialirkan

melalui saluran pembuangan.

41
¾ Burner (Pembakar)

Pada sistem ini terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut uap garam

suatu unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal atau bebas

di dalam nyala.

c. Sistem Seleksi (Selection System)

Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda rongga melalui populasi atom

dalam media, energi radiasi ini sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang

diteruskan dipisahkan dari radisi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi

tersebut dilakukan oleh monokromatik yang terdiri dari sistem optik, celah,

cermin, dan grating, sehingga hanya dilewatkan cahaya yang mempunyai satu

panjang gelombang dengan frekuensi tertentu melaui celah (slit).

d. Sistem Fotometrik (Photometric System)

Adalah alat yang digunakan untuk mengukaur intensitas cahaya yang

diteruskan oleh populasi atom dalam media. Intensitas radiasi yang diteruskan ini

akan diubah menjadi energi listrik oleh ”Photomultifier” selanjutnya diukur

dengan detektor dan dicatat oleh pencatat yang biasa berupa printer, pengamatan

angka (digital), ataupun recorder.

42
2.5. Metode Batch

Metode sorbsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch) dan

dinamis (kolom). Cara statis yaitu ke dalam wadah yang berisi sorben dimasukan

larutan yang mengandung komponen yang diinginkan, selanjutnya diaduk dalam

waktu tertentu, kemudian dipisahkan dengan cara penyaringan atau dekantansi.

Komponen yang telah terikat pada sorben dilepaskan kembali dengan melarutkan

sorben dalam pelarut tertentu dan volumenya lebih kecil dari volume larutan

mula-mula. Cara dinamis (kolom) yaitu ke dalam kolom yang telah diisi dengan

sorben dilewatkan larutan yang mengandung komponen tertentu, selanjutnya

komponen yang telah terserap dilepaskan kembali dengan mengalirkan pelarut

(eluen) sesuai yang volumenya lebih kecil.

Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan mencampurkan material

penukar ion atau adsorber dengan cairan limbah dalam “batch” sehingga terjadi

pemekatan kontaminan dalam penukar ion dapat dilakukan dengan menggunakan

campuran resin anion dan kation. Tetapi, penggunaan penukar ion yang lebih

efisien dapat dicapai dengan mengalirkan cairan limbah melalui kolom berisi

material penukar ion. (Las, T. 2005)

Metode ini telah memberikan efisiensi yang tinggi untuk pemisahan logam

berat dalam limbah, akan tetapi lebih baik digunakan untuk cairan yang tidak

mengandung garam terlarut dan partikel tersuspensi. Partikel padat akan

memanpatkan kolom dan menyebabkan proses pertukaran ion berlangsung

lambat. Penggunaan teknik kolom penukar ion harus memenuhi beberapa

persyaratan sebagai berikut:

43
a. Polutan dalam cairan limbah harus dalam bentuk ion.

b. Tidak terdapat koloidal yang dapat terserap oleh padatan terlarut sehingga

dapat mengahambat proses pertukaran ion.

c. Jumlah padatan terlarut harus serendah mungkin.

d. Jumlah “solute content” juga serendah mungkin untuk mengurangi

kompetisi dalam pertukaran ion.

44
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitan

Penelitian ini merupakan eksperimen skala laboratorium, yang dilakukan

di Pusat Laboratorim Terpadu Bidang Analisa Lingkungan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini berlangsung lebih kurang tujuh bulan, dimulai

pada awal Desember 2008 sampai akhir Juni 2009.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas beaker, labu

ukur, gelas ukur, erlenmeyer, botol polietilen, batang pengaduk, tisue, parafilm,

alumunium foil, spatula, tang, pipet tetes, timbangan analitik, batang penumbuk,

cawan, pengayak (355 µm dan 212 µm), oven, desikator, sentrifuse dan

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Perkin Elmer AAnalyst 700 buatan

Amerika.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam dari CV

Mina Tama Bandar Lampung jenis Klinoptilolit, HgCl2, NaCl 1M, CaCl2 0,02 M,

AgNO3 1%, HNO3 1%, SnCl2, dan aquades.


3.3. Prosedur Kerja

Pada penelitian ini menguji kemampuan zeolit dalam menurunkan

konsentrasi merkuri dalam larutan simulasi. Kemampuan zeolit tersebut diuji

dengan parameter persen penyerapan dan KTK dengan melihat hubungan antara

ukuran zeolit (500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm), perlakuan

zeolit (natural zeolit, Na-Zeolit dan Ca-zeolit) dan waktu kontak (½, 1, 2, 4, 6 dan

8 jam).

3.3.1. Persiapan Bahan

Zeolit Klinoptilolit berbentuk butiran kasar. Zeolit yang berbentuk butiran

kasar tersebut ditumbuk dengan menggunakan wadah penumbuk kemudian zeolit

diayak dengan menggunakan saringan yang berukuran 355 µm dan 212 µm.

Ukuran zeolit yang digunakan pada penelitian ini adalah tertahan pada saringan

355 µm (500 µm - >355 µm), lolos pada saringan 355 µm tertahan pada saringan

212 µm (355 µm - >212 µm) dan lolos pada saringan 212 µm (≤212 µm).

Zeolit yang telah disiapkan dengan ukuran (500 µm - >355 µm, 355 µm -

>212 µm dan ≤212 µm) diambil masing-masing sebanyak 150 gram, direfluk

dengan 600 ml aquades dalam labu destilasi (1000 ml) selama 4 jam, kemudian

didekatansi. Setelah itu direfluk kembali dengan 600 ml aquades selama 4 jam,

kemudian didekantasi. Selanjutnya dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada

suhu 105oC.

46
3.3.2. Persiapan Natural Zeolit

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh natural zeolit yang siap untuk

digunakan. Pada tahap ini zeolit yang telah disiapkan dengan ukuran 500 µm -

>355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm diambil masing-masing sebanyak 30

gram dan disimpan dalam desikator yang berisi NaCl jenuh selama 2 minggu.

3.3.3. Pembuatan Na Zeolit

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh Na Zeolit. Pada tahap ini zeolit

kering dengan ukuran 500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm

ditimbang seberat 30 gram dan direndam dalam larutan NaCl 1N sebanyak 100 ml

selama satu minggu, kemudian diganti larutan NaCl 1N sebanyak 100 ml dengan

yang baru dan kembali direndam selama 1 minggu. Setelah itu zeolit didekantasi

dan dicuci dengan aquades sampai bebas Cl (Untuk mengetahui bebas Cl zeolit di

tes dengan AgNO3 1%). Selanjutnya zeolit dikeringkan dalam oven pada suhu 105
0
C selama 24 jam dan disimpan dalam desikator. Zeolit dalam bentuk Na-zeolit

siap digunakan untuk percobaan.

3.3.4. Pembuatan Ca Zeolit

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh Ca Zeolit. Pada tahap ini zeolit

kering dengan ukuran 500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm

ditimbang seberat 30 gram dan direndam dalam larutan CaCl2 0,2 M sebanyak

100 ml selama satu minggu, kemudian diganti larutan CaCl2 0,2 M sebanyak 100

ml dengan yang baru dan kembali direndam selama 1 minggu. Setelah itu zeolit di

47
dekantasi dan dicuci dengan aquades sampai bebas Cl (Untuk mengetahui bebas

Cl zeolit di tes dengan AgNO3 1%). Selanjutnya zeolit dikeringkan dalam oven

pada suhu 105 oC selama 24 jam dan disimpan dalam desikator. Zeolit dalam

bentuk Ca-zeolit siap digunakan untuk percobaan.

3.3.5. Pembuatan Limbah Simulasi

a. Pembuatan Limbah Simulasi Larutan Merkuri 10 mg/l

Limbah simulasi merkuri dibuat dengan melarutkan HgCl2 sebanyak

1,3534 gram kedalam aquades sebanyak 1 liter. Dari perlakuan tersebut didapat

larutan dengan konsentrasi 1000 mg/l. Untuk mendapatkan larutan merkuri

dengan konsentrasi 10 ppm adalah dengan mengambil sebanyak 10 ml larutan

merkuri dengan konsentrasi 1000 mg/l kemudian dilarutkan dengan aquades

sebanyak 1 liter. Pembuatan larutan merkuri dengan konsentrasi 10 mg/l diulangi

sebanyak 5 kali sehingga didapat larutan merkuri 10 mg/l sebanyak 5 liter.

b. Pembuatan Limbah Simulasi Larutan Merkuri 500 mg/l

Limbah simulasi merkuri dibuat dengan melarutkan HgCl2 sebanyak

0,6767 gram kedalam aquades sebanyak 1 liter. Dari perlakuan tersebut didapat

larutan dengan konsentrasi 500 mg/l sebanyak 1 liter.

3.3.6. Mengaplikasikan Zeolit pada Limbah Simulasi

a. Untuk Mengetahui Persen Penyerapan

Pada tahapan ini zeolit dikontakan dengan limbah simulasi untuk

mengetahui persen penyerapan zeolit terhadap merkuri. Zeolit dari masing-masing

48
ukuran (500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm) dan jenisnya

(natural zeolit, Na-zeolit dan Ca-zeolit) ditimbang seberat 0,1 gram sebanyak 6

kali. Setelah itu dimasukan ke dalam botol polietilen dan ditambahkan limbah

simulasi Hg 10 mg/l sebanyak 20 ml. Selanjutnya zeolit dari masing-masing

ukuran dan jenisnya diputar selama 0,5, 1, 2, 4, 6 dan 8 jam, setelah itu dari

masing-masing botol polietilen diambil limbah simulasi sebanyak 10 ml

kemudian di sentifuse selama 10 menit dengan kecepatan putar 700 RPM. Limbah

simulasi yang telah disentrifuse diambil sebanyak 5 ml kemudian dianalisa

menggunakan SSA.

b. Untuk Mengetahui KTK

Pada tahapan ini zeolit dikontakan pada limbah simulasi untuk mengetahui

KTK zeolit. Pada tahapan ini Natural Zeolit dari masing-masing ukuran (500 µm -

>355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm) ditimbang sebanyak 0,1 gram

sebanyak 2 kali. Setelah itu dimasukan kedalam botol polietilen dan ditambahkan

limbah simulasi Hg sebanyak 20 ml. Zeolit yang sedang terkontak dengan limbah

simulasi Hg 500 mg/l diputar selama 4 hari, setelah itu dari masing-masing botol

polietilen diambil limbah simulasi sebanyak 10 ml kemudian di sentrifuse selama

10 menit dengan kecepatan putar 700 RPM. Limbah simulasi yang telah

disentrifuse diambil sebanyak 5 ml kemudian dianalisa menggunakan SSA.

49
3.3.7. Pembuatan Deret Larutan Baku Merkuri

Untuk membuat larutan baku merkuri 100 mg/l dipipet 10 ml dari larutan

induk merkuri 1000 mg/l ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan

aquades sampai tanda tera sehingga diperoleh larutan baku campuran dengan

konsentrasi 100 mg/l.

Dari larutan baku merkuri 100 mg/l dipipet sebanyak 10 ml, dimasukan ke

dalam labu takar 100 ml, ditambahkan aquades sampai tanda tera sehingga

diperoleh larutan baku campuran 10 mg/l.

Dari larutan baku merkuri 10 mg/l dibuat deret standar dengan konsentrasi

0,1 0,2 dan 0,5 mg/l dengan cara mengambil larutan baku 10 mg/l tersebut

sebanyak 0.5, 1 dan 2,5 ml ke dalam labu takar 50 ml, lalu ditambahkan aquades

sampai tanda tera.

3.4. Pengukuran SSA

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Alat spektrofotometer serapan atom diatur sampai optimal sesuai dengan

petunjuk penggunaan alat untuk pengujian konsentrasi merkuri, kemudian larutan

standar satu persatu diisapkan ke dalam spektrofotometer serapan atom melalui

pipa kapiler kemudian dibaca dan dicatat masing-masing serapannya. Selanjutnya

dibuat kurva standar kalibrasi.

50
3.4.2. Pengukuran Sampel

Pengukuran merkuri dengan Spektrofotometer Serapan Atom sesuai

dengan metode SNI 06-2462-1991, merkuri (Hg). Senyawa merkuri dalam sampel

uji dioksidasi menjadi ion merkuri (Hg2+) oleh KMnO4 dalam suasana asam.

Ion merkuri kemudian direduksi menjadi atom merkuri (Hg0) oleh SnCl2

dengan reaksi sebagai berikut:

Hg2+ + Sn2+ Hg0 + Sn4+ dalam uap dingin (cold vapour) oleh SSA

Atom merkuri yang terbentuk kemudian diukur serapannya dengan SSA

atau Mercury Analyzer.

Pada sistem SSA saat larutan SnCl2 ditambahkan kedalam contoh yang

mengandung merkuri, udara masuk melalui pompa udara, sehingga terjadi proses

sirkulasi. Sela dan sistem aliran akan mengandung uap raksa secara merata. Jika

cahaya dengan panjang gelombang 253,7 nm dari lampu merkuri melewati sel,

maka akan diabsorbsi. Besarnya absorbansi sebanding dengan kadar merkuri.

Sinar yang diabsorbsi kemudian dideteksi oleh tabung fotoelektrik untuk diubah

menjadi sinyal. Konsentrasi dibaca secara langsung pada saat linealizer berfungsi.

Sirkuit yang ada di dalam alat kemudian akan menghentikan jarum meter pada

posisi penyerapan yang paling maksimal.

51
3.5. Penentuan Persen Efisiensi Penyerapan (% EP)

Konsentrasi limbah Hg sebelum dan sesudah percobaan diukur dengan

spektrofotometer serapan atom.

% EP = Co-Ct x 100%
Co

Dimana:
EP = Efisiensi penyerapan (%)
Co = Konsentrasi awal
Ct = Konsentrasi akhir

3.6. Penentuan KTK (Kapasitas Tukar Kation)

KTK dihitung dengan rumus:

KTK = Co-Ct x V x N
Co W

Dimana:
Co = Konsentrsi awal (ppm)
Ct = Konsentrasi akhir (ppm)
V = Volume larutan (ml)
W = Berat zeolit (g)
N = Normalitas (meq/l)

52
Zeolit

> 355 µm 355 µm-212 µm < 212 µm

Na-Zeolit Ca-Zeolit Na-Zeolit Ca-Zeolit Na-Zeolit Ca-Zeolit

Natural Zeolit Natural Zeolit Natural Zeolit

Pengontakan dengan
limbah

Pengukuran dengan
SSA

Gambar 6. Bagan Alir Kerja

53
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persen Penyerapan

4.1.1. Penyerapan Merkuri Oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm)

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:


90

80

70

60
Persen Penyerapan (%)

Natural Zeolit
Na-Zeolit
50
Ca-Zeolit
Garis Na-Zeolit
40
Garis Ca-Zeolit
Garis Natural Zeolit
30

20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (Jam)

Gambar 7. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm)

Dari gambar 7 dapat ketahui bahwa, penyerapan merkuri cenderung

bertambah besar seiring dengan bertambahnya waktu, hal itu terlihat untuk semua

masing-masing jenis zeolit. Untuk penyerapan merkuri yang dilakukan oleh Na-

zeolit cenderung lebih besar dibandingkan dengan jenis zeolit lainnya seperti

natural zeolit dan Ca-zeolit.

Penyerapan merkuri yang dilakukan oleh Na-zeolit dari waktu kontak 0

jam sampai 8 jam terus naik hal itu berarti bahwa sampai waktu 8 jam Na-zeolit

masih mampu untuk menyerap merkuri. Hal ini berbeda dengan natural zeolit
yang terlihat mulai jenuh pada waktu kontak 2 jam. Untuk Ca-Zeolit juga tidak

mampu untuk menyaingi Na-zeolit karena Ca-zeolit terlihat mulai jenuh pada

waktu kontak 4 jam.

Adapun nilai Persen penyerapan yang berhasil dilakukan oleh Na-zeolit

mencapai sebesar 76,39 %, sedangkan nilai persen penyerapan yang berhasil

dilakukan oleh natural zeolit sebesar 45,33 % dan nilai persen penyerapan yang

berhasil dilakukan oleh Ca-zeolit sebesar 47,89 % masing-masing diperoleh pada

waktu kontak 8 jam.

4.1.2. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II (355 µm - >212 µm)


60

50

40
Persen Penyerapan (%)

Natural Zeolit
Na-Zeolit
Ca-Zeolit
30
Garis Natural Zeolit
Garis Na-Zeolit
Garis Ca-Zeolit
20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (Jam)

Gambar 8. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II (355 µm - >212 µm)

Dari gambar 8 dapat ketahui bahwa, penyerapan merkuri cenderung

bertambah besar seiring dengan bertambahnya waktu, hal itu terlihat untuk semua

masing-masing jenis zeolit. Untuk penyerapan merkuri yang dilakukan oleh

natural zeolit cenderung lebih besar dibandingkan dengan jenis zeolit lainnya

seperti Na-zeolit dan Ca-zeolit.

55
Penyerapan merkuri yang dilakukan oleh natural zeolit dari waktu kontak

0 jam sampai 8 jam terus naik hal itu berarti bahwa sampai waktu 8 jam natural

zeolit masih mampu untuk menyerap merkuri. Hal ini sama dengan yang terjadi

pada Na-zeolit yang terlihat dari waktu kontak 0 jam sampai 8 jam terus naik.

Dari gambar 9 terlihat bahwa garis Na-zeolit membayangi garis natural zeolit.

Untuk Ca-zeolit nilai persen penyerapannya tidak mampu untuk menyaingi

natural zeolit dan Na-zeolit, hal ini terlihat Ca-zeolit mulai jenuh pada waktu

kontak 2 jam.

Adapun nilai Persen penyerapan yang berhasil dilakukan oleh natural

zeolit mencapai sebesar 47,86 %, sedangkan nilai persen penyerapan yang

berhasil dilakukan oleh Na-zeolit sebesar 41,44 % dan nilai persen penyerapan

yang berhasil dilakukan oleh Ca-zeolit sebesar 23,54 % masing-masing diperoleh

pada waktu kontak 8 jam.

4.1.3. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III (≤212 µm)


100

90

80

70
Persen Penyerapan (%)

Natural Zeolit
60 Na-Zeolit
Ca-Zeolit
50
Garis Natural Zeolit
40 Garis Na-Zeolit
Garis Ca-Zeolit
30

20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (Jam)

Gambar 9. Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III (≤212 µm)

56
Dari gambar 9 dapat ketahui bahwa, penyerapan merkuri cenderung

bertambah besar seiring dengan bertambahnya waktu, hal itu terlihat untuk semua

masing-masing jenis zeolit. Untuk penyerapan merkuri yang dilakukan oleh Na-

zeolit cenderung lebih besar dibandingkan dengan jenis zeolit lainnya seperti

natural zeolit dan Ca-zeolit.

Penyerapan merkuri yang dilakukan oleh Na-zeolit dari waktu kontak 0

jam sampai 8 jam terus naik hal itu berarti bahwa sampai waktu 8 jam Na-zeolit

masih mampu untuk menyerap merkuri. Hal ini berbeda dengan natural zeolit

yang terlihat mulai jenuh pada waktu kontak 6 jam. Untuk Ca-Zeolit juga tidak

mampu untuk menyaingi Na-zeolit karena Ca-zeolit terlihat mulai jenuh pada

waktu kontak 2 jam.

Adapun nilai persen penyerapan yang berhasil dilakukan oleh Na-zeolit

mencapai sebesar 87,24 %, sedangkan nilai persen penyerapan yang berhasil

dilakukan oleh natural zeolit sebesar 70,68 % dan nilai persen penyerapan yang

berhasil dilakukan oleh Ca-zeolit sebesar 61,34 % masing-masing diperoleh pada

waktu kontak 8 jam.

4.1.4 Penyerapan Zeolit

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa zeolit dapat

menyerap merkuri yang terdapat pada limbah simulasi.

Penyerapan terbesar merkuri adalah zeolit yang yang diperlakukan dengan

NaCl sehingga menjadi Na-zeolit.

57
Hal ini dapat dijelaskan bahwa zeolit yang dimodifikasi menggunakan

NaCl untuk menjadi Na-zeolit akan mengakibatkan zeolit cenderung bersifat

netral (pH 6,8). Sedangkan Ca-zeolit dalam modifikasinya menggunakan CaCl2

yang cenderung asam (pH 6,11) dan natural zeolit cenderung basa (pH 7,8).

Kondisi yang cenderung netral seperti yang ditunjukan oleh Na-zeolit ini

yang menurut literatur optimal untuk penyerapan.

Kondisi asam atau basa akan terjadi dealuminasi dalam kerangka zeolit

(Suryartono, 1986). Dengan adanya dealuminasi aluminium dalam kerangka zeolit

mengakibatkan jumlah aluminium dalam kerangka zeolit berkurang,

berkurangnya alumunium dalam kerangka zeolit akan berpengaruh terhadap

kemampuan penyerapan. Pada struktur zeolit, semua atom Al dalam bentuk

tetrahedra sehingga atom Al akan bermuatan negatif karena berkoordinasi dengan

4 atom oksigen dan selalu dinetralkan oleh kation alkali untuk mencapai senyawa

yang stabil.

Selain itu unsur Na memberikan kemudahan untuk bertukar tempat dengan

merkuri didalam rongga zeolit, karena didalam rongga zeolit yang kosong terisi

oleh kation Na dengan ukuran kation yang sama. Hal ini berbeda dengan unsur Ca

yang cenderung sulit untuk bertukar tempat dengan merkuri karena bentuk kation

Ca berbeda-beda dan Ca cenderung masih mengndung air yang dapat mempersulit

merkuri untuk masuk kedalam rongga zeolit.

58
4.1.5 Pengaruh Ukuran Zeolit

Dari hasil penelitian ternyata ukuran zeolit berpengaruh terhadap

penyerapan. Penyerapan merkuri terbesar pada ukuran zeolit ≤212 µm.

Berarti dalam penelitian ini zeolit dengan ukuran butir yang kecil memiliki

kemampuan penyerapan yang besar. Hal ini dapat dijelaskan bahwa ukuran butir

yang kecil menghasilkan permukaan zeolit yang terkontak dengan limbah semakin

luas sehingga zeolit yang menempel dipermukaan semakin besar, hal ini yang

dapat meningkatkan kemampuan zeolit untuk melakukan penyerapan.

Ukuran butir zeolit yang semakin kecil, memberikan nilai efisiensi

penyerapan yang cenderung semakin besar. Hal ini dapat dipahami bahwa pada

jumlah zeolit yang sama, semakin kecil ukuran butirnya akan menambah jumlah

pori penyerap sehingga limbah yang terserap juga akan semakin besar atau nilai

efisiensi penyerapannya akan semakin besar. (Susetyaningsih, R. 2009)

4.2. Nilai Kapasitas Tukar Kation KTK

Kemampuan pertukaran ion (adakalanya dengan istilah kemampuan

penyerapan ion atau sorpsi) zeolit merupakan parameter utama dalam menentukan

kualitas zeolit yang akan digunakan, biasanya dikenal dengan Kapasitas Tukar

Kation (KTK).

KTK adalah jumlah milieqivalen ion logam yang dapat diserap maksimum

oleh 1 gram zeolit dalam kondisi kesetimbangan.

59
Tabel 4. Nilai Kapasitas Tukar Kation Zeolit I (500 µm - >355 µm)

No Sampel KTK (meq / gram)


1 IA 0.72
2 IB 0.81
3 IC 0.61

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai KTK yang tertinggi adalah pada

sampel IB yaitu 0,81 meq/g. Sedangkan nilai KTK yang terendah adalah pada

sampel IC yaitu 0,61 meq/g.

Tabel 5. Nilai Kapasitas Tukar Kation Zeolit II (355 µm – >212 µm)

No Sampel KTK (meq / gram)


1 II A 0.51
2 II B 0.64
3 II C 0.42

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai KTK yang tertinggi adalah pada

sampel IIB yaitu 0,64 meq/g. Sedangkan nilai KTK yang terendah adalah pada

sampel IIC yaitu 0,42 meq/g.

Tabel 6. Nilai Kapasitas Tukar Kation Zeolit III (≤212 µm)

No Sampel KTK (meq / gram)


1 III A 0.32
2 III B 0.46
3 III C 0.49

Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai KTK yang tertinggi adalah pada

sampel IIIC yaitu 0,49 meq/g. Sedangkan nilai KTK yang terendah adalah pada

sampel IIIA yaitu 0,32 meq/g.

60
Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa nilai kapasitas tukar kation

berbeda antara ukuran partikel zeolit {I (500 µm - >355 µm), II (355 - >212 µm)

dan III (≤212 µm)} dan jenis zeolit {A (natural zeolit), B (Na-zeolit) dan C (Ca-

zeolit)}.

Secara keseluruhan zeolit yang memiliki nilai KTK tertinggi adalah pada

zeolit IB (ukuran 500 µm - >355 µm, jenis Na-zeolit) yaitu 0,81 meq/g. Berarti

bahwa 1 gram zeolit IB dapat menyerap 0,081 gram merkuri. Zeolit yang

memiliki nilai KTK terendah adalah pada zeolit IIIA (ukuran ≤212 µm, jenis

natural Zeolit) yaitu 0,32 meq/g. Berarti bahwa 1 gram zeolit IIIA dapat menyerap

0,032 gram merkuri.

Nilai KTK tinggi yang dimiliki oleh Na-zeolit kemungkinan karena

penggunaan NaCl pada pembuatan Na-zeolit, sehingga zeolit tersebut cenderung

bersifat netral, sedangkan Ca-zeolit menggunakan CaCl2 dalam pembuatannya

yang berakibat zeolit cenderung tidak netral (cenderung asam) dan begitu juga

pada natural zeolit yang cenderung tidak netral (cenderung basa).

Menurut Suryartono, (1986) pada pH asam atau basa pada kerangka zeolit

akan terjadi dealuminasi (pengurangan aluminium) sedangkan nilai KTK zeolit ini

banyak bergantung pada jumlah atom Al dalam struktur kerangka (Las, T. 1986).

Makin besar pergantian semakin besar kekurangan muatan positif, sehingga

makin banyak pula jumlah kation alkali atau alkali tanah yang dibutuhkan dari

unsur zeolit. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) dari zeolit bervariasi dari 1,5

meq/g sampai 2 meq/g.

61
Selain itu unsur Na memberikan kemudahan untuk bertukar tempat dengan

merkuri didalam rongga zeolit, karena didalam rongga zeolit yang kosong terisi

oleh kation Na dengan ukuran kation yang sama. Hal ini berbeda dengan unsur Ca

yang cenderung sulit untuk bertukar tempat dengan merkuri karena bentuk kation

Ca berbeda-beda dan Ca cenderung masih mengndung air yang dapat mempersulit

merkuri untuk masuk kedalam rongga zeolit.

Jika dilihat dari ukuran partikel, nilai KTK tertinggi adalah pada ukuran

partikel 500 µm - >355 µm. Hal ini berbeda dengan nilai persen penyerapan

tertinggi yang diperoleh pada ukuran partikel ≤212 µm. Hal ini dapat dijelaskan

bahwa nilai KTK kecil pada ukuran ≤212 µm karena ukuran partikel zeolit yang

terlalu kecil sehingga dapat merusak rongga pada zeolit. Rusaknya rongga zeolit

tersebut mengakibatkan merkuri tidak dapat masuk dengan baik ke dalam zeolit

tetapi merkuri tersebut hanya menempel dipermukaannya saja. Sehingga

penyerapan yang dilakukan oleh zeolit dengan ukuran partikel ≤212 µm untuk

memperoleh nilai KTK kurang optimal. Ukuran yang terlalu kecil juga

mengakibatkan zeolit bercampur dengan lempung yang mengakibatkan

menurunkan kemampuan serap zeolit.

Besarnya nilai KTK pada ukuran partikel 500 µm - >355 µm karena

ukuran partikel zeolit yang besar sehingga rongga yang berada pada zeolit tidak

rusak. Rongga zeolit yang baik mengakibatkan merkuri dapat masuk dan tertahan

dengan baik didalam zeolit, sehingga penyerapan yang dilakukan oleh zeolit untuk

mendapatkan nilai KTK lebih besar dibandingkan ukuran partikel yang lebih

kecil.

62
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1) Zeolit Klinoptilolit dapat menyerap merkuri yang terdapat dalam limbah

simulasi.

2) Zeolit klinoptilolit yang optimal menyerap merkuri dalam penelitian ini

adalah zeolit yang berukuran ≤212 µm dan yang diperlakukan dengan

NaCl sehingga menjadi Na-zeolit dengan nilai persen penyerapan sebesar

87,24 %.

3) KTK zeolit berkisar antara 0,32 meq/g (zeolit III A) sampai 0,81 meq/g

(Zeolit I B).

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan polutan yang berbeda sehingga

dapat lebih mengetahui kemampuan dari zeolit, yang nantinya dapat

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan perlakuan zeolit yang lebih beragam.

63
DAFTAR PUSTAKA

Ames, L.L. Amer. 1961. Mineral. 45, 1120.

Army, H. Roy. Dkk. 2006. Teaching materials that Matter: An interactive, Multi-
media Module on Zeolit in general Chemistry. 13 hlmn. http://journals
.spinger-ny.com/chedrs 1430-4171(99)03300-2.

Blanchard, G. et al. 1985. Water Res. 18, 1501.

Bryan, G.W. 1976. Heavy Metal Contaminations in the Sea. In: Marine Pollutian.
(Ed. R. Johnson). Academic, London.

Cantle, J. E. 1982. Atomic Absorption Spectrophotometry. Elsevier Scientific


Publishing Company. USA.

Chojnackia, K. Chojnackab, J. Hofmana, H. Goreckia. 2004. The Aplication of


Natural Zeolites for Mercury Removal: from Laboratory Tests to Industrial
Scale. Minerals Engineering. 17 (2004) 933-937.

Connell, D.W. and G.J. Miller. 1984. Chemistry and Ecotoxicology of Pollution.
John Wiley and Sons. New York: 312.

Day, D. H. 1985. Atom, 11, 341.

Drake, L.R. and G.D. Rayson. 1996. Plant-Derived Materials for metal ion-
Selective Binding and Preconcentration. Anal. Chem.News & Features. 22-
27.

Dyer, A. 1988. Introduction to Zeolite Molecular Sieves. Jhon Willey and Sons,
Chichester.

E. Erdem, N. Karapinar, R. Donat. 2004. The Removal of Heavy Metal Cations by


Natural Zeolites. Colloid and Interface Science. 280 (2004) 309-314.

Fardiaz, S., 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Giequel, l., D. Wolbert and A. Laplanche. 1997. Adsorption of Atrazine by


Powdered Activated Carbon : Influence of Dissolved Organic and Mineral
Matter of Natural Water. Environ. Sci. Technol. 18 : 467-478.

Halimah, S. 2003. Pencemaran Merkuri dan Strategi Penanganan Penambangan


Emas Tanpa Izin (PETI) di Pongkor, Jawa Barat. Tesis. Program
Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta.
Hutagalung, H. 1985. Raksa (Hg). Majalah Oseana Vol X, Nomor 3. Lembaga
Oseanologi Nasional-LIPI. Jakarta.

Jianlong Wang, Xinmin Zhan and Yi Quan. 2003. Renoval of Cr(VI) from
aqueous solution by macroporous resin adsorption. J. Environ. Sci. Health
A35 (7). 1211-1230.

Kusnoputranto, H., 1996. Toksikologi Lingkungan-Logam Toksik dan B-3.


Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia
dan Lingkungan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Las, T. 1989. Use of Natural Zeolit for Nuclear Waste Treatmen. Departement of
Chemistry and Applied Chemistry: University of Salford, the united
Kingdom.

Las, T. 1991. Zeolit Untuk Industri. Serpong: Lembaga ilmu Dasar-ITI.

Las, T. 1994. Ion Exchange and Absorpsi. Serpong: Pusat teknologi pengolahan
Limbah Radioaktif BATAN.

Las, T. 1994. Use of Inorganic Sorbents for Liquid Waste Treatment and Backfill
for Underground Repositories, TechnicalReport, IAEA-RC No
7215/R1/RB, Shellafield, UK.

Las, T. 1995. Zeolite for Radioactive Waste Treatment, Techical Report, IAEA-
RC No 7215/R2/RB, Beijing, China.

Las, T. dan Gunanjar. 1999. Pemanfaatan Mineral Zeolit Alam untuk Mendukung
Kelestarian Lingkungan. Prossiding Seminar Teknologi Pengolahan Limbah
Ii: BATAN.

Las, T. 2005. Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah Industri dan Radioaktif.
Pusat Pengembangan dan Pengelolaan Limbah Radioaktif: Badan Tenaga
Nuklir Nasional Jakarta.

Michael, G. and Pierre Apriou. 1994. Three-Column System for Preconcentration


and Speciation Determination of trace Metals in Natural Waters.
Anal.Chim.Acta. 297 : 369-376.

Mumpton. F.A and Sand. L.B,. 1978. Natural Zeolite, Occurrence , Propertis and
Uses, Pergamon press 3, Oxford.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.
133-139.

PUSARPEDAL-BAPEDAL. 1998. Laporan Pelatihan Pengganaan


Spektrofotometer dan AAS untuk Pengukuran Parameter Lingkungan. Lab-
B3. Serpong, Tanggerang.

65
Reddad Z, Zerente C, Andres Y and Cloirec P Le. 2003. Mechanisms of Cr(III)
and Cr(VI) removal from aqueous solutions by sugar beeb pulp. Environ.
Toxicol. 24. 257-264.

Rita. 2000. Skripsi. Pencemaran Merkuri di Empat Lokasi Pertambangan Emas


di Indonesia. Universitas Nusa Bangsa, Bogor.

Rukaesi, A, dkk. 2002. Kimia Lingkungan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka:


Jakarta.

Saputra, Leo. 2003. Kandungan Merkuri di Sungai Kapuas Sekitar Lokasi


Penambangan Emas Tradisional di Kalimantan Barat. Universitas Pakuan,
Bogor.

Sharma. 1986. a Text Book of Physical Chemistry. India: Vikas Publishing House.
P. 603.

Stanley, E, Manahan. 1994. Environmental Chemistry. Lewis Publisher: Boston.

Suryanti, R.P. 1998. Perbandingan Zeolit Alam dan zeolit Buatan dalam
Meredam Senyawa Kimia pada Air Limbah Industri. Jurusan Kimia FMIPA
UGM: Yogyakarta.

Suryartono, Komardi, Q.S. 1986. Penerapan dan Pemanfaatan Zeolit Bayah


untuk Gas dan Cairan. Pusat Penegembangan Teknologi Mineral: Bandung.

Susetyaningsih, Retno. Dkk. 2009. Karakterisasi Zeolit Alam pada Reduksi Kadar
Khrom dalam Limbah Cair ISSN 1978=0176. Sekolah Tinggi Tenaga
Nuklir BATAN. Yogyakarta

Tsitsishvili, G.V. in 1978. Natural Zeolite, occurence, properties and uses.


Pergamon Press. Oxford.

Winarko, Yudho. 1997. Perancangan Awal Kolom Adsorpsi Limbah Cair Amonia
dengan Adsorben Unggulan Zeolit Alam. Seminar. Jurusan Gas dan
Petrokimia. FTUI: Depok.

Witoelar, R. 2009. Bersama Selamatkan Bumi dari Perubahan iklim. Kementrian


Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta.

Yateman dan Wahyuni. 1994. Kajian Pemanfaatan Zeolit Alam dalam


Penanggulangan Limbah Zat Warna Logam. Laporan Penelitian FMIPA
UGM.

http:// google.co.id. Arifin. merkuri (hg); logam cair toksik mematikan. 14.25
WIB 11 Agustus 2008.

66
Lampiran 1. Diagram Alir Persiapan Zeolit

Zeolit dalam
bentuk butiran
kasar

Ditumbuk /
digerus

Diayak

500µm - >355 µm 355 µm - >212 µm ≤212 µm

Direfluks dengan
aquades

Dikeringkan dalam
oven 105oC

67
Lampiran 2. Gambar Diagram Alir Perlakuan Zeolit

Persiapan Natural Zeolit

Dimasukan ke dalam
30 gram zeolit kering desikator yang berisikan
NaCl jenuh

Pembuatan Na-Zeolit

30 gram zeolit kering Direndam dalam NaCl


selama 2 minggu

Dikeringkan dalam oven Dicuci dengan aquades


105oC sampai bebas Cl

Pembuatan Ca-Zeolit

30 gram zeolit kering Direndam dalam CaCl2


selama 2 minggu

Dikeringkan dalam oven Dicuci dengan aquades


105oC sampai bebas Cl

68
Lampiran 3. Gambar Diagram Alir Mengaplikasikan Zeolit pada Limbah
Simulasi (Persen Penyerapan)

Untuk Mengetahui Persen Penyerapan

Zeolit berukuran (500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm) dan
jenisnya (natural zeolit, Na-zeolit dan Ca-zeolit) ditimbang seberat 0,1 gram
sebanyak 6 kali.

Ditambahkan limbah simulasi Hg 10 mg/l sebanyak 20 ml.

Diputar dengan variasi waktu 0.5, 1, 2, 4, 6 dan 8 jam

Disentrifuse selama 10 menit dengan keceptan 700 RPM

Limbah simulasi dianalisa menggunakan SSA

69
Lampiran 4. Gambar Diagram Alir Mengaplikasikan Zeolit pada Limbah
Simulasi (KTK)

Untuk Mengetahui KTK

Natural Zeolit berukuran (500 µm - >355 µm, 355 µm - >212 µm dan ≤212 µm)
ditimbang seberat 0,1 gram sebanyak 2 kali.

Ditambahkan limbah simulasi Hg 500 mg/l sebanyak 20 ml.

Diputar selama 4 hari

Disentrifuse selama 10 menit dengan keceptan 700 RPM

Limbah simulasi dianalisa menggunakan SSA

70
Lampiran 5. Contoh Perhitungan

Contoh Perhitungan Persen Penyerapan

% EP = Co – Ct x 100%
Co

EP = Efisiensi penyerapan (%)

Co = Konsentrasi awal (ng/ml)

Ct = Konsentrasi akhir (ng/ml)

Co = Konsentrasi awal.

Konsentrasi merkuri yang digunakan untuk mengetahui persen penyerapan

adalah 10 ppm, itu sama dengan 10000 ng/ml.

Ct = konsentrasi akhir.

Konsentrasi merkuri yang telah dikontakan dengan zeolit 0.1 gram.

Konsentrasi tersebut dapat diketahui dengan di analisa dengan SSA

Hasil dari SSA kemudian dihitung

Contoh perhitungannya seperti di bawah ini

B6 = 1000 µl x 127.62 ng = 1276.2 ng/ml


100 µl

Contoh Perhitungan Persen Penyerapan

B6 = 10000 ng/ml – 1276.2 ng/ml x 100 % = 87.238 %


10000 ng/ml

71
Contoh Perhitungan KTK

KTK = Co-Ct x N x V
Co W

Co = Konsentrsi awal (ng/ml)

Ct = Konsentrasi akhir (ng/ml)

V = Volume larutan (ml)

W = Berat zeolit (g)

N = Normalitas (meq/l)

KTK = 2807200 ng/ml – 528200 ng/ml x 5 x 10-3 x 20


2807200 ng/ml 0.1

= 0,811 x 0,05 x 20
= 0,81 meq/g

72
Lampiran 6. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit I (500 µm - >355 µm)

Sampel Waktu ng/100uL ng/mL % Penyerapan


0 1000 10000 0
I A1 0.5 724.7 7247 27.53
I A2 1 674.6 6746 32.54
I A3 2 596.8 5968 40.32
I A4 4 586.3 5863 41.37
I A5 6 568.4 5684 43.16
I A6 8 546.7 5467 45.33

0 1000 10000 0
I B1 0.5 745.6 7456 25.44
I B2 1 629 6290 37.1
I B3 2 547.4 5474 45.26
I B4 4 426.1 4261 57.39
I B5 6 256.3 2563 74.37
I B6 8 236.1 2361 76.39

0 1000 10000 0
I C1 0.5 821.6 8216 17.84
I C2 1 731.2 7312 26.88
I C3 2 684.5 5845 41.55
I C4 4 534.6 5346 46.54
I C5 6 541.9 5419 45.81
I C6 8 521.1 5211 47.89

73
Lampiran 7. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit II (355 µm – >212 µm)

Sampel Waktu ng/100uL ng/mL % Penyerapan


0 0
II A1 0.5 748.3 7483 25.17
II A2 1 692.1 6921 30.79
II A3 2 638.4 6384 36.16
II A4 4 587.2 5872 41.28
II A5 6 548.6 5486 45.14
II A6 8 521.4 5214 47.86

0 0
II B1 0.5 704.3 7043 29.57
II B2 1 700.2 7002 29.98
II B3 2 681.8 6818 31.82
II B4 4 630.1 6301 36.99
II B5 6 612.5 6125 38.75
II B6 8 585.6 5856 41.44

0 0
II C1 0.5 846.7 8467 15.33
II C2 1 820.2 8202 17.98
II C3 2 799.6 7996 20.44
II C4 4 791.4 7914 20.86
II C5 6 778.3 7783 22.17
II C6 8 764.6 7646 23.54

74
Lampiran 8. Data % Penyerapan Merkuri oleh Zeolit III (≤212 µm)

Sampel Waktu ng/100uL ng/mL % Penyerapan


0 0
III A1 0.5 732.1 7321 26.79
III A2 1 611.4 6114 38.86
III A3 2 512.5 5125 48.75
III A4 4 346.8 3468 65.32
III A5 6 225.6 2256 77.44
III A6 8 293.2 2932 70.68

0 0
III B1 0.5 653.6 6536 34.64
III B2 1 534.1 5341 46.59
III B3 2 397.6 3976 60.24
III B4 4 298.4 2984 70.16
III B5 6 185.6 1856 81.44
III B6 8 127.62 1276.2 87.24

0 0
III C1 0.5 685.6 6856 31.44
III C2 1 547.3 5473 45.27
III C3 2 503.8 5038 49.62
III C4 4 497.6 4976 50.24
III C5 6 397.6 3976 60.24
III C6 8 386.6 3866 61.34

75
Lampiran 9. Data KTK (Kapasitas Tukar Kation) Zeolit Klinoptilolit
Terhadap Merkuri

No Sampel ng/25µL ng/mL Rata-Rata KTK (meq)


1 I A1 165 660000 774600 0.72
2 I A2 222.3 889200
3 I B1 106.5 426000
528200 0.81
4 I B2 157.6 630400
5 I C1 290.5 1162000
1088600 0.61
6 I C2 253.8 1015200
7 II A1 405 1620000
1372400 0.51
8 II A2 281.2 1124800
9 II B1 249.6 998400
1023000 0.64
10 II B2 261.9 1047600
11 II C1 320.3 1281200
1616800 0.42
12 II C2 488.1 1952400
13 III A1 459.5 1838000
1915600 0.32
14 III A2 498.3 1993200
15 III B1 506.8 2027200
1519800 0.46
16 III B2 253.1 1012400
17 III C1 453 1812000
1418600 0.49
18 III C2 256.3 1025200

Data Suhu dan pH sampel


No Sampel Suhu (oC) pH
1 Natural zeolit 26,5 7,8
2 Na-zeolit 26,5 6,8
3 Ca-zeolit 26,5 6,11

76
Lampiran 10. Foto-Foto Alat dan Bahan

Atomic Absorption Spectrometer (AAS) Botol SnCl2


Perkin Elmer

Zeolit I 500 µm - >355 µm Zeolit II 355 µm – >212 µm

Zeolit III ≤212 µm Gambar Roller

Klinoptilolit CV Mina Tama

77
Lampiran 11. Kurva Kalibrasi

Edit Calibration

0.243
500 ng

200 ng

100 ng

0.000
0.0 Concentration 500.0

Calibration Curve Slope: 0.00049


Calibration Curve Intercept: 0.00000
Calibration Curve Correlation Coefficient: 0.999146
Calibration Curve Type: Linier Through Zero
Current Sample Concentration: 132.898 ng/L

Std # Standard ID Entered Conc. Calculated Conc. Action


Blank Blanko 0.00 0.00 Include
1 100 ng 100.0 106.8 Include
2 200 ng 200.0 208.7 Include
3 500 ng 500.0 494.9 Include

78
Edit Calibration

0.305
500 ng

200 ng

100 ng

0.000
0.0 Concentration 500.0

Calibration Curve Slope: 0.00060


Calibration Curve Intercept: 0.00000
Calibration Curve Correlation Coefficient: 0.998032
Calibration Curve Type: Linier Through Zero
Current Sample Concentration: 305.683 ng/L

Std # Standard ID Entered Conc. Calculated Conc. Action


Blank Blanko 0.00 0.00 Include
1 100 ng 100.0 85.7 Include
2 200 ng 200.0 190.0 Include
3 500 ng 500.0 506.2 Include

79

You might also like