You are on page 1of 14

REFERAT

Retinitis Pigmentosa

Dosen Pembimbing
Dr. Erin Arsianti, Sp.M, M.Sc

Disusun Oleh:

Yoshevine Lorisika Ginting 11.2015.464


Raymond F Noelnoni 11.2017.022
Indra Fransis Liong 11.2017.039

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta
Periode 20 November 2017 – 23 Desember 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Retina merupakan salah satu bagian dari mata yang fungsinya sangat penting dan
terletak di belakang mata dan terhubung ke otak. Hal ini terdiri dari jutaan sel-sel peka
cahaya yang dikenal sebagai sel fotoreseptor. Sel-sel fotoreseptor memiliki fungsi penting
dari transmisi impuls listrik ke otak untuk memungkinkan melihat untuk mengambil tempat.
Ketika melihat sebuah benda, cahaya dari objek yang bergerak pada kornea, kemudian
melewati aqueous humor, pupil, lensa dan vitreous humor untuk mencapai retina. Selama
bagian ini, cahaya menjadi difokuskan ke macula. Pada makula, cahaya menyebabkan reaksi
kimia dalam sel kerucut, yang akibatnya mengirim pesan listrik dari mata ke otak. Otak
menerima pesan-pesan dan menunjukkan bahwa objek tertentu telah terlihat. Sel kerucut
bertanggung jawab agar mampu mengenali warna dan membaca.
Sel batang sangat penting untuk melihat dalam gelap, dan untuk mendeteksi benda-
benda ke samping, atas dan bawah objek secara langsung terfokus. Fungsi ini mencegah
Anda dari menabrak hambatan saat sedang bergerak. Semua sel-sel retina (batang dan
kerucut) mendapatkan oksigen dan nutrisi lain dari sel-sel pigmen retina (epitel), yang
disimpan disediakan oleh jaringan yang kaya pembuluh darah di koroid tersebut.
Kelainan sel-sel fotoreseptor pada retina menyebabkan gangguan yang dinamakan
Retinal dystrophies, salah satu bentuk retinal dystrophies adalah retinitis pigmentosa.
Retinitis pigmentosa (RP) merupakan jenis kebutaan yang disebabkan oleh kelainan pada sel-
sel fotoreseptor. Pada retina, degenerasi dapat terjadi pada sel-sel fotoreseptor, yang dapat
menyebabkan antara lain retinitis pigmentosa (RP). RP adalah penyakit mata keturunan. Pada
pasien RP, degenerasi sel fotoreseptor terjadi secara bertahap menyebabkan hilangnya
penglihatan secara progresif.
Dalam RP ada kerusakan sel-sel dalam retina yang menangkap cahaya, yang dikenal
sebagai kerucut dan batang. Seiring waktu, sel-sel ini perlahan-lahan berhenti bekerja dan visi
memburuk. Salah satu tanda-tanda pertama RP malam kebutaan, atau adaptasi lambat untuk
cahaya redup. Sebagai RP berlangsung, orang mengembangkan visi terowongan, yang
akhirnya dapat menyebabkan hilangnya lengkap penglihatan.
Berdasarkan visual impairment and Blindness, Retinitis Pigmentosa merupakan salah
satu penyebab kehilangan visus yang penting pada usia-usia produktif. Retinitis Pigmentosa
merupakan merupakan distrofi pigmen retina primer, merupakan kelainan heriditer yang
kelainannya lebih menonjol pada rods dari pada cone. Kebanyakan diturunkan secara
autosomal resesif, diikuti dengan autosomal dominan dan paling sedikit diturunkan melalui
X-liked resesif.
Dalam kebanyakan kasus, gangguan ini terkait dengan gen resesif, gen yang
diwariskan harus dari kedua orang tua untuk menyebabkan penyakit. Tapi gen dominan dan
gen pada kromosom X juga telah dikaitkan dengan retinitis pigmentosa.
Jumlah penderita RP diperkirakan memiliki rasio 1 dari 5000 penduduk di seluruh
dunia. gejala klinis umumnya timbul pada masa dewasa muda (young adulthood) usia 20-30
tahun. meskipun dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak (infancy) hingga pertengahan
usia 30-an sampai 50-an. Dokter dapat melihat tanda-tanda pertama retinitis pigmentosa pada
anak-anak yang terkena dampak sejak usia 10. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis
mutasi gen (perubahan gen) dapat mengirim pesan yang salah pada sel-sel retina yang
menyebabkan degenerasi progresif mereka.
Sebuah populasi multicenter studi oleh Grover et al pasien dengan RP yang
setidaknya 45 tahun atau lebih ditemukan temuan sebagai berikut: 52% memiliki visi 20/40
atau lebih baik dalam setidaknya satu mata, 25% memiliki visi 20/200 atau lebih buruk, dan
0,5% tidak punya persepsi cahaya
Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan yang paling sesuai untuk mengatasi
kedua kondisi kebutaan tersebut. Walaupun demikian, penelitian telah menunjukkan
kemajuan dalam pengembangan beberapa terapi yang dapat digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Retinitis pigmentosa
A. DEFINISI
Retinitis pigmentosa adalah nama dari sekelompok dystrophies retina yang
menyebabkan degenerasi retina mata. Retinitis pigmentosa adalah penyakit mata yang
individu sejak lahir. Kata "retinitis" berasal dari "retina" (bagian dari mata) dan "itis"
(penyakit). Ini adalah penyakit retina, meskipun tidak satu menular. Kata "pigmentosa"
mengacu pada perubahan warna terkait retina, yang menjadi terlihat pada pemeriksaan mata.
Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan (inherited
disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang berkelanjutan
(progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam hari atau dengan cahaya
suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan penglihatan sentral.1

B. INSIDEN
1 Insidensi retinitis pigmentosa terjadi pada sekitar 1 orang per 5000 penduduk,
pada seluruh penduduk dunia.
 Umur: gambaran progresifitas lambat pada anak-anak, sering mengakibatkan kebutaan
pada pertengahan usia lanjut.
 Ras: penyakit ini dapat ditemukan pada semua ras.
 Suku Bangsa: laki-laki lebih sering ditemukan dari pada perempuan dengan
perbandingan 3:2.
 Lateraliti: sering ditemukan bilateral dan efeknya sama pada ke dua mata.1

C. PENYEBAB
Penyebab terjadinya retinitis pigmentosa sebagai berikut :
 Kematian sel fotoreseptor (sebagian besar adalah fotoreseptor sel batang/rod).
 Defek molekuler (molecular defects) pada lebih dari seratus gen yang berbeda.
 Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.
Di United States, sekitar 30% kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh mutasi
pada "the gene for rhodopsin" (gen pembentuk rhodopsin/red photopigment), Rhodopsin
adalah protein receptor yang terdapat pada membran sel-sel rod retina. Fungsinya
sebagai receptor cahaya pada proses pengantaran sinyal visual yang normal. Oleh karena
itu, kerusakan struktur nya akan berpengaruh terhadap mekanisme kerja dari protein
receptor ini. sekitar 15% kasus ini merupakan mutasi single point. Pada beberapa kasus
RP autosomal recessive, ditemukan adanya mutasi pada beta-phosphodiesterase, suatu
protein penting pada phototransduction cascade.2
 Retinitis pigmentosa biasanya diwariskan. Semua jenis retinitis pigmentosa diwariskan,
tetapi dalam cara yang berbeda
o
Ada retinitis pigmentosa autosomal dominan, orangtua yang terkena bisa punya anak
yang terkena dampak dan tidak terpengaruh.1

o
Pada retinitis pigmentosa autosomal resesif, tidak terpengaruh orang tua dapat
memiliki anak-anak baik yang terkena dampak dan tidak terpengaruh. Dalam jenis
ini, tidak ada sejarah keluarga sebelumnya retinitis.

o
Dalam x-linked retinitis pigmentosa, cacat ini terkait dengan kromosom X. Dengan
demikian, beberapa laki-laki dalam keluarga akan memiliki retinitis, sedangkan
perempuan akan menjadi pembawa terpengaruh dari sifat genetik.
D. PATOFISIOLOGI
RP secara khas dipercaya sebagai suatu dystrophy (kelainan degeneratif, biasanya
karena kekurangan nutrisi tubuh) sel batang-kerucut dimana defek genetik menyebabkan
kematian sel (apoptosis), sebagian besar di fotoreseptor sel batang; sebagian kecil, defek
genetik memengaruhi retinal pigment epithelium (RPE) dan fotoreseptor sel kerucut. Variasi
fenotip sangat signifikan karena lebih dari seratus gen dapat menyebabkan RP.1
perubahan histopatologi di RP telah didokumentasikan dengan baik, dan baru-baru
ini, perubahan histologis spesifik yang terkait dengan mutasi gen tertentu yang dilaporkan.
Jalur akhir yang umum tetap fotoreseptor kematian sel oleh apoptosis. Perubahan histologis
pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar batang. Segmen
luar semakin memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor batang. Ini terjadi paling signifikan di
pinggiran pertengahan retina. Daerah-daerah retina mencerminkan apoptosis sel dengan
memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus, degenerasi cenderung
lebih buruk di retina inferior, dengan demikian menunjukkan peran paparan cahaya.1
Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian sel fotoreseptor oleh
karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah
pemendekan segmen luar sel batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti hilangnya
fotoreseptor sel batang. Proses ini berlangsung di mid perifer retina. Daerah (region) retina
ini menggambarkan apoptosis sel dengan penurunan nuclei di lapisan inti luar (outer nuclear
layer). Dalam banyak kasus, degenerasi cenderung memburuk di inferior retina, karena itu
menyarankan suatu peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure).1
Jalur akhir (final common pathway) RP adalah kematian secara khas fotoreseptor sel
batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan (vision loss). Karena sel batang
paling banyak ditemukan di midperipheral retina, maka hilangnya sel di daerah ini akan
menyebabkan hilangnya penglihatan tepi (peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan
malam hari (night vision loss).1
Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang dengan
pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan sel. Proses ini dapat
berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP. 1

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis atau keluhan yang sering dialami oleh penderita retinitis
pigmentosa sebagai berikut :
1. Nyctalopia ( bersinonim dengan: night blindness, moon blindness, mooneye).
Ini merupakan gejala paling awal pada RP. Dipertimbangkan sebagai hallmark (=
pathognomonic, tanda penting, khas) untuk RP. Pasien biasanya mengeluh kesulitan
menyelesaikan tugas di malam hari tau di tempat yang gelap/kurang cahaya, seperti:
sulit berjalan dalam ruangan yng cahayanya kurang terang (contoh: di gedung
bioskop). Pasien juga merasa kesulitan untuk mengemudi dengan cahaya redup,
dalam kondisi berdebu, atau berkabut. Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan
waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.2
2. Kehilangan penglihatan (visual loss).
Peripheral vision loss seringkali tnpa gejala/keluhan (asymptomatic). Bagaimanapun
juga, beberapa pasien memerhatikan hal ini dan melaporkannya seperti melihat
terowongan (tunnel vision). Pasien biasanya mengeluh suka menabrak mebel atau
perabot rumah tngga (meja, kursi, dll). Atau kesulitan saat berolahraga yang
memerlukan penglihatan perifer (peripheral vision), misalnya: tenis, basket.
Kehilangan penglihatan (loss of vision) biasanya tanpa disertai rasa sakit (painless)
dan berkembang secara perlahan.2
3. Photopsia
Banyak pasien dengan RP melaporkan melihat pijaran halilintar kecil atau kilatan
cahaya dan mendeskripsikan apa yang mereka lihat itu sebagai cahaya yang kecil,
berkilauan atau berkelip-kelip (shimmering), berkedip-kedip (blinking).
4. Riwayat dan silsilah keluarga (family history with pedigree) dan pemeriksaan anggota
keluarga yang teliti dapat sangat membantu.
5. Riwayat pemakaian obat (drug history) amat penting untuk mengetahui adanya
phenothiazine/thioridazine toxicity.2
Gambar A Gambar B
\
Penglihatan normal Penglihatan pada retinitis pigmentosa

F. PEMERIKSAAN
Untuk mengetahui apakah seseorang menderita retinitis pigmentosa, selain dari
anamnesis maka diperlukan juga pemeriksaan penunjang, antara lain sebagai berikut :2
1. Funduskopi
Perubahan pigmentasi retina, ini adalah bentuk perivaskular yang khas dan mirip dengan
bentuk bone corpuscule. Pada mulanya perubahan ini ditemukan hanya pada daerah
equatorial dan kemudian menyebar diantara anterior dan posterior. Penyempitan arterior
retina dan menjadi seperti benang pada stadium akhir. Optik disk menjadi pucat dan keruh
pada stadium akhir dan akhirnya berturut-turut menjadi atrofi optik.
o Pada retina tampak tidak berubah (unaffected) pada stadium awal RP.
o Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di bagian perifer
retina.
o Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik,
menyebar tanpa gejala peradangan.
o Sel dalam badan kaca dengan papil pucat.

2. Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan diagnosis,
keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan dengan tes ini.
3. Electroretinogram (ERG)
ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan diperlukan) untuk
RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel batang (rod) dan kerucut
(cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan untuk kerusakan photoreceptor yang
ringan.
Perubahan elektrofisiologikal tampak lebih cepat pada penyakit ini sebelum tanda-
tanda sebelum tanda-tanda subyektif atau tanda-tanda obyektif (perubahan fundus).
ERG sub-normal atau EOG tidak tampak light peak.
4. Formal visual field
Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang menyertai
perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan alat ukur paling
bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care pada pasien RP.
Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena dapat dengan mudah
mendeteksi perubahan progressive visual field.
5. Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien tidak
mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.
6. Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).
7. Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.3

G. PENATALAKSANAAN
Terapi yang tersedia terbatas, namun yang terpenting adalah membantu pasien
memaksimalkan visus pasien saat ini.
1. Farmakoterapi
Farmakoterapi bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
Beberapa jenis pengobatan yang disarankan yang dapat diberikan kepada pasien
adalah sebagai berikut :

a. Vitamin A
Penggunaan antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien
RP, namun belum ada bukti jelas. Dari penelitian epidemiologi yang
dilakukan oleh Norton et al, disimpulkan bahwa dosis harian tinggi
dari vitamin A palmitat (15.000 U/d) menurunkan progres dari RP
sebanyak 2% pertahun. Disarankan juga pemberian beta-carotene
(prekursor vitamin A) sebanyak 25.000 IU. Namun hasil dari studi ini
masih diperdebatkan, maka masih tidak ada konsensus mengenai
keuntungan pemberian vitamin A sebagai terapi.4,5

b. Acetazolamide
Edema makula yang timbul pada tahap lanjut dari RP dapat
menyebabkan penurunan penglihatan, dan acetazolamide oral telah
menunjukkan hasil yang membahagiakan dengan beberapa
peningkatan dalam fungsi penglihatan apabila diberikan saat awal
terjadinya edema makula. Studi yang dilakukan oleh Fishman et al dan
Cox et al telah menunjukkan adanya kemajuan dalam ketajaman visus
Snellen pada terapi acetazolamide oral pada pasien dengan RP yang
disertai edema makula.4,5

2. Operasi
a. Transplantasi
Transplantasi sel (yang berasal dari stem sel) sedang aktif
diinvestigasi sebagai salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menggantikan lapisan epitel retina yang rusak ataupun menggantikan
sel fotoreseptor. Pada tahun 2011, Advanced Cell Technology (ACT)
melakukan study terapi berbasis stem sel pada manusia. Dalam studi
ini, sel yang berasal dari stem sel berdiferensiasi menjadi sel dengan
fenotip lapisan epitel retina dan kemudian di injeksikan ke dalam
retina melalui vitrektomi. Didapatkan hasil bahwa terjadi trend
berupa peningkatan kemampuan penglihatan dalam 18 pasien selama
3-12 bulan.5

b. Terapi Gen
Bertujuan untuk mengganti protein cacat/yang bermutasi, dengan
menggunakan vector DNA (misalkan adenovirus), terapi Gen ini
masih dalam tahap percobaan.5

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditemukan pada penyakit retinitis pigmentosa antara lain :
1. Katarak
Katarak sering muncul sebagai komplikasi dari RP, dan adanya katarak ini
menutupi lapang pandang sentral (sisa dari padang pandang pasien), sehingga
dibutuhkan operasi phacoemulsification dengan implantasi intraocular lens.5
2. Edema Makula
Edema makula seringkali terjadi, dan menyebabkan terjadinya penurunan
visus. Saat awal edema makula, dapat ditangani dengan sukses melalui
pemberian carbonanhydrase inhibitor seperti acetazolamide. Meski begitu,
edema makula pada pasien RP seringkali kronik dan tidak membaik dengan
terapi ini.5
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Leber’s Congenital Amaurosis (LCA)
Leber’s Congenital Amaurosis (LCA), penyakit genetik yang hampir selalu
diturunkan secara autosomal resesif (kecuali bila mutasi terdapat pada gen
CRX, maka LCA diturunkan secara autosomal dominan), tergolong juga
dalam retinopati pigmen, haruslah dibedakan dengan RP. LCA ditandai dengan
visus yang sangat rendah sejak lahir disertai dengan adanya nystagmus. Nilai
visus berkisar antara 6/60 hingga no light perception. Pada bayi dengan LCA,
ditemukan juga adanya oculo-digital sign, yaitu tindakan mengucak atau
menekan mata, layaknya seperti pada bayi dengan fungsi penglihatan yang
buruk. Hasil pengecekan melalui ERG biasanya abnormal atau tidak
terdeteksi. LCA yang diakibatkan mutasi resesif pada gen GUYCD2D
menunjukkan juga adanya gejala tambahan yang sama dengan gejala pada RP
tahap awal, yakni rabun senja, hilangnya penglihatan perifer dan
dipertahankannya adanya penglihatan sentral. Dikarenakan oleh kesamaan
menifestasi klinis tersebut, dibutuhkan pemeriksaan tambahan berupa ERG
untuk membedakan LCA dan RP, dimana pada LCA dapat ditemukan
penurunan fungsi fotoreseptor sel batang dan kerucut, sedangkan pada RP
ditemukan penurunan fungsi fotoreseptor sel batang.5,6

2. Cone Rod Dystrophies


Merupakan degenerasi sel kerucut, sementara sel batang tidak terpengaruhi
atau hanya sedikit terpengaruhi, dapat disebabkan oleh mutasi dominan pada
gen GUYCD2D. Kelainan ini dipastikan melalui pemeriksaan ERG, dimana
didapatkan penurunan fungsi fotoreseptor sel kerucut.6
BAB III
KESIMPULAN

1. Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan (inherited


disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang berkelanjutan
(progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam hari atau dengan
cahaya suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan penglihatan sentral (central
vision loss).
2. Retinitis pigmentosa merupakan kelainan yang bersifat herediter (keturunan). Pola
pewarisannya: 20-25% autosomal dominant, 15-20% autosomal recessive, dan 5-10%
X-linked.
3. Pemakaian kacamata dengan lapis gelap atau "protective eyewear dengan ultraviolet
absorbing lenses" akan membantu pasien.
4. Penderita memerlukan konsultasi genetik disertai pengarahan pekerjaan dan
vocational rehabilitation.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. FK UI. Jakarta. 2007. Hlm. 225-6.
2. Telander DG. Retinitis Pigmentosa. Last Updated: Mar 14, 2007. Di unduh: 28 Juni
2015.
3. Simon C, Everitt H, Kendrick T. Oxford Handbook of General Practice. Second
Edition. Oxford University Press. 2006. p. 945.
4. Telander DG. Retinitis pigmentosa. Diakses dari :
https://emedicine.medscape.com/article/1227488-overview. 12 Desember 2017
5. Weleber RG, Francis PJ, Tzupek KM, Beattie C. Leber congenital amaurosis. Diakses
dari : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1298/. 12 Desember 2017
6. American Academy of Ophtalmology BCSC. Retina and vitreous. 2016.p.275-81

You might also like