Professional Documents
Culture Documents
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam menempuh Mata Kuliah
Manajemen Strategi , oleh Dosen Dr. S. Marten Yogaswara, M.M/Asisten Dosen
Saeful Al Mujab, M.Pd.
Disusun oleh :
CPM adalah sebuah alat manajemen strategis yang penting untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan pesaing utama dalam hubungannya dengan posisi strategis
perusahaan. Perangkat ini digunakan pada tahap masukan. CPM menunjukkan gambaran
yang jelas tentang titik kuat dan titik lemah relatif perusahaan terhadap pesaing mereka.
Penilaian CPM diukur berdasarkan faktor penentu keberhasilan, dimana setiap faktor
yang diukur dalam skala yang sama untuk setiap perusahaan, namun
Dalam CPM, analisa dilakukan secara keseluruhan, baik itu faktor eksternal maupun
faktor internal. Hal ini berbeda dengan penilaian kondisi internal dan eksternal
perusahaan melalui Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation
maupun eksternal perusahaan. Pengetahuan tersebut dapat berupa informasi tentang apa
yang dibutuhkan pelanggan, kapasitas mesin pabrik kita, keadaan jaringan pemasaran,
komposisi sales representative kita, keadaan jaringan pemasok, hal-hal yang akan
dilakukan oleh para pesaing, serta peluang-peluang yang mungkin ada. Apabila
pengetahuan yang dimiliki dapat dikelola dengan baik dan efektif, maka keunggulan
pengetahuan bagi perusahaan menjadi empat macam yaitu perusahaan lebih responsif,
inovatif, kompetitif, dan efisien. Salah satu faktor eksternal yang penting untuk
pesaing maka sebuah perusahaan dituntut untuk terus berupaya dan berpacu untuk
persaingan. Salah satu tools manajemen strategis yang mampu membantu manajemen
tersebut digambarkan secara luas tanpa memasukkan data yang spesifik dan faktual.
kondisi eksternal dan lingkungan internal perusahaan. Ini dilakukan karena dalam
lingkungan eksternal dan internal, banyak faktor yang secara nyata memberikan
dampak baik dan buruk bagi perusahaan. Critical Success Factors yang memiliki
dengan baik, atau dalam kata lain merupakan kekuatan perusahaan. Sedangkan
peringkat yang lebih rendah berarti startegi perusahaan dalam mendukung faktor-
faktor tersebut masih kurang, atau dengan kata lain menjadi kelemahan perusahaan.
peringkat diberikan antara 1,0 – 4,0 dan dapat diterapkan pada setiap faktor. Ada
beberapa poin penting yang terkait dengan pemberian rating di CPM, antara lain
Respon perusahaan yang kurang terhadap critical success factor diwakili oleh
perusahaan.
Respon rata-rata terhadap critical success factor diwakili oleh 2. Hal ini
Respon diatas rata-rata terhadap critical success factor diwakili oleh 3. Hal ini
Respon perusahaan yang superior terhadap critical success factor diwakili oleh
perusahaan.
c) Weighted (bobot) Bobot dalam CPM menunjukkan kepentingan relatif dari faktor
untuk menjadi penentu kesuksesan perusahaan dalam industri. Bobot berkisar dari
0,0 yang berarti tidak penting dan 1,0 yang berarti penting. Jumlah dari semua bobot
e) Total Weighted Score (Jumlah Nilai Tertimbang), Jumlah semua nilai tertimbang
adalah sama dengan total nilai tertimbang. Nilai akhir dari jumlah nilai tertimbang
harus berada di antara rentang 1.0 (rendah) untuk 4.0 (tinggi). Rata-rata total nilai
tertimbang untuk CPM adalah 2,5, dimana setiap perusahaan dengan total nilai
tertimbang berada di bawah 2,5 dapat dikatakan dalam posisi yang lemah.
Perusahaan dengan total nilai tertimbang lebih tinggi adalah 2,5 maka dianggap
memiliki posisi yang kuat. Dimensi lain dalam CPM adalah perusahaan dengan
jumlah nilai tertimbang yang paling tinggi dianggap sebagai pemenang di antara
para pesaing. Namun meski demikian, angka-angka total nilai tertimbang hanyalah
bukan dengan tujuan untuk mendapatkan angka tertentu tetapi lebih kepada
asimilasi dan evaluasi informasi dalam cara yang mempunyai arti yang dapat
perusahaan/organisasi.
Dalam uraian sebelumnya, disampaikan bahwa fokus utama dari CPM bagi
merupakan tools manajemen strategis yang tepat dalam proses merumuskan strategi
organisasi non-profit?
serviceadalah tingkat mutu layanan publik yang dilakukan. Untuk dapat menilai sejauh
mana mutu layanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria
yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik
atau buruk. Zethmel (dalam Widodo, 2001:275-276) mengemukakan tolok ukur kualitas
pelayanan publik dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain meliputi:
b) Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan layanan yang
msasyarakat;
g) Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya
dan resiko;
kebutuhan pelanggan;
Dengan memperhatikan sepuluh dimensi yang menjadi tolok ukur pelayanan publik
diatas, faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilan berasal dari faktor internal
success factor dalam pembuatan CPM tentu bukan hal yang salah. Pemberiaan ratingdan
bobot juga dapat dilakukan karena pasti terdapat prioritas dalam organisasi dalam
perusahaan/organisasi.
c) Menemukan, melakukan pengamatan dan identifikasi terhadap area-area yang
Namun demikian, terkait dengan fokus CPM yaitu identifikasi pesaing utama, tidak
dapat berlaku dan diterapkan bagi instansi pemerintah. Hal ini terkait dengan fokus dan
berfokus pada public service dengan karakteristik unik organisasi yang bersumber pada
tugas pokok dan fungsi masing-masing organisasi yang pasti berbeda antara satu instansi
dengan yang lainnya. Dengan kata lain, instansi pemerintah tidak bersaing dengan
instansi lainnya, sehingga dapat kami simpulkan bahwa penerapan CPM dalam
merumuskan rencana strategis instansi pemerintah pada dasarnya kurang sesuai untuk
dilakukan.
Berikut disajikan contoh CPM yang dibuat untuk PT HM Sampoerna Tbk. Matriks
CPM diatas adalah untuk perusahaan rokok dengan memfokuskan diri pada PT HM.
Investama Tbk. Seperti yang terdapat dalam tabel CPM, kualitas produk merupakan
faktor penentu keberhasilan yang paling penting bagi perusahaan industri rokok dengan
adalah iklan dan manajemen yang sama-sama diberi bobot 0,15. Sedangkan
untuk pangsa pasar, kapasitas produksi, dan kesetiaan pelanggan menduduki posisi
yang cukup penting dengan bobot masing-masing sebesar 0,1. Selain faktor-faktor
tersebut, masih terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan tetapi bukan
termasuk dalam elemen yang cukup penting seperti akuisisi perusahaan lain, persaingan
harga, posisi keuangan dan tenaga kerja dengan bobot masing-masing hanya sebesar
0,05 saja.
mempunyai posisi yang cukup berimbang dengan peringkat 3 yang diindikasikan dengan
“baik” untuk kualitas produk. Sedangkan Bentoel menjadi yang terburuk dalam hal
kualitas produk dengan hanya mendapat peringkat 1. Implikasinya, dalam faktor kualitas
produk, baik Sampoerna, Gudang Garam dan Djarum mempunyai posisi yang cukup
berimbang. Kemudian untuk iklan, Djarum adalah superior, seperti dibuktikan dengan
peringkat 3 dan terakhir adalah Bentoel dengan peringkat 2. Sedangkan untuk sisi
manajemen, Sampoerna dan Gudang Garam menjadi yang terbaik dengan mendapat
peringkat 4 kemudian disusul oleh Djarum dengan peringkat 3 dan yang terakhir adalah
Garam dan Djarum mempunyai posisi yang sama dengan peringkat 3 untuk keduanya.
Bentoel menjadi yang terburuk dengan hanya mendapat peringkat 1. Sampoerna, Gudang
Garam dan Djarum sama-sama mendapat peringkat 3 untuk faktor penentu keberhasilan
kapasitas produksi, dan Bentoel menjadi yang terakhir dengan peringkat 1. Tidak jauh
berbeda dengan sebelumnya baik Sampoerna, Gudang Garam dan Djarum sama-sama
mendapat peringkat 3 untuk kesetiaan pelanggan. Sedangkan Bentoel tetap menjadi yang
keberhasilan industri rokok meskipun tidak memegang peranan yang begitu dominan.
Yang pertama adalah akuisisi perusahaan lain dimana Sampoerna berada dalam posisi
yang terkuat dengan peringkat 4. Bentoel lebih baik dalam hal ini dengan mendapat
peringkat 3. Sebaliknya dengan Gudang Garam dan Djarum menjadi yang terburuk
harga dimana Bentoel menjadi yang terbaik dengan peringkat 4, Gudang Garam dan
Djarum menyusul berikutnya dengan peringkat 3 dan Sampoerna menjadi yang terburuk
diberikan kepada Sampoerna untuk faktor ini. Djarum dan Gudang Garam menyusul
dengan peringkat 3 sedangkan Bentoel di posisi akhir dengan peringkat 1. Faktor yang
terakhir adalah tenaga kerja, dimana Djarum adalah baik dibuktikan dengan peringkat 3
yang diberikan. Sampoerna dan Gudang Garam dengan 2 dan Bentoel dengan 1.
Berdasarkan hasil perhitungan total nilai bobot tertimbang untuk perusahaan rokok,
Sampoerna menjadi yang paling baik dengan total nilai sebesar 3,25. Gudang Garam dan
Djarum sama-sama mempunyai total nilai yang tertimbang sebesar 3 dan hanya sedikit
tertinggal dari Sampoerna. Bentoel menjadi yang terburuk dengan hanya mendapat total
kekuatan relatif dari keempat perusahaan tersebut, bukan dengan tujuan untuk
mendapatkan angka tertentu tetapi lebih kepada asimilasi dan evaluasi informasi dalam
Prentice-Hall.
https://danang651.wordpress.com/2010/02/22/competitive-profile-matrix-dan-
mckinsey-capacity-assessment-grid-sebagai-perangkat-analisis-manajemen-strategis/