You are on page 1of 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia

rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Bandiyah,

2009).

Indonesia adalah suatu negara dengan jumlah populasi terbesar setelah Cina, India dan

Amerika Serikat, seperti halnya jumlah penduduk secara keseluruhan jumlah lansia di Indonesia

juga berada di urutan keempat di dunia yaitu berjumlah 24 juta lansia (Haryono, 2012).

Di Indonesia penduduk berusia lebih dari 60 tahun pada tahun 2010 mengalami

peningkatan sebesar 400%. Seiring dengan bertambahnya usia pada usia lanjut membawa

konsekuensi meningkatnya morbilitas dan mortalitas berbagai penyakit. Tekanan darah

meningkat sesuai dengan peningkatan usia (Sudoyo, 2006).

Pada populasi usia lanjut angka penyandang tekanan darah tinggi lebih banyak lagi

dialami oleh lebih dari separuh populasi orang berusia diatas 60 tahun (Palmer, 2007)

Menurut American Heart Association (AHA) di Amerika, tekanan darah tinggi

ditemukan satu dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28% atau 59 juta orang mengidap

prehipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya yang mengetahui

keadaannya dan 61% telah mendapat pengobatan. Penderita yang mendapat pengobatan hanya

satu pertiga mencapai target darah yang optimal (Rudianto, 2013).

Penderita hipertensi di Indonesia diperkirakan sebesar 15 juta tetapi hanya 4% yang

controlled hypertension. Hipertensi terkendali adalah mereka yang menderita hipertensi dan

tahun bahwa mereka menderita hipertensi dan sedang berobat. Sebagai gambaran umum masalah

hipertensi misalnya : 1) 6-15% penderita hipertensi pada orang dewasa cenderung dipengaruhi

oleh proses degeneratif. 2) 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya sebagai

1
penderita hipertensi, mereka cenderung menderita hipertensi yang lebih berat karena tidak

berupaya mengubah gaya hidup dan tidak menghindari faktor resiko hipertensi. 3) 70% adalah

hipertensi ringan, namun diabaikan hingga sampai menjadi ganas (hipertensi maligna). 4) 90%

hipertensi primer, penderita hipertensi yang tidak diketahui seluk-beluk penyebabnya, karena

penyebab tidak jelas maka sulit untuk mencari bentuk intervensi dan pengobatan yang sesuai

(Bustan, 2007).

Prevelensi kasus hipertensi esensial di Puskesmas Lhokbengkuang tahun 2016 sebesar

1.333 yang merupakan peringkat nomor ketiga setelah ISPA dan penyakit sistem jaringan otot

dari 10 penyakit terbesar di UPTD Puskesmas Lhokbengkuang (Profil Puskesmas

Lhokbengkuang, Tahun 2016).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat

pengetahuan lansia tentang diit hipertensi di Puskesmas Lhokbengkuang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dikemukakan rumusan masalah penelitian sebagai berikut.

Bagaimanakah tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi di Puskesmas Lhokbengkuang?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi di Puskesmas

Lhokbengkuang.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan,

dan pendidikan.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi berdasarkan tingkat

usia, pendidikan, dan pekerjaan.

2
c. Mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi khususnya lansia

penderita hipertensi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian tentang

gambaran tingkat pengetahuan tentang diit hipertensi di Puskesmas Lhokbengkuang.

2. Bagi peneliti lain

Diharapkan dapat menjadi sumbangan sumber bacaan ilmiah untuk penelitian berikutnya

yang sejenis.

3. Bagi Puskesmas Lhokbengkuang

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan bagi praktisi kesehatan dalam

memahami munculnya penyakit degeneratif khususnya hipertensi serta dapat memberikan

penyuluhan kesehatan mengenai diit hipertensi pada lansia.

4. Bagi Lansia

Menambah pengetahuan lansia tentang diit yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi

penderita hipertensi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan

terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta-fakta dan teori yang

memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan

tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain

(Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan adalah hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian

yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang

melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarok et al, 2007)

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu(Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Temasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

tahu ini merupakan pengetahuan tingkat yang paling rendah kata kerja untuk mengukur bahwa

4
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2) Memahami(Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah

paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya tehadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo,

2007).

3) Aplikasi(Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari atau kondisi real (nyata/ sebenarnya). Dapat diartikan sebagai aplikasi atau

penggunaan hukum – hukum, rumus metode, dan sebagainya dalam konteks dan situasi lain

(Notoatmodjo, 2007).

4) Analisis (Analysis)

Analisisa dalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam

komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada ikatannya satu

sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah menunjukkan kemampuan untuk menjabarkan atau menghubungkan

bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2007).

5
6) Evaluasi(Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jastifikation atau penilaian

tehadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian terhadap suatu kriteria yang ditentukan

sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri seseorang tersebut terjadi

proses yang berurutan yakni :

1) Awareness (kesadaran) diamana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulasi objek.

2) Interst (merasa tertarik) terhadap stimulasi atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah

mulai timbul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau buruknya stimulasi tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki

oleh stimulus.

5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan

sikapnya terhadap stimulus.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :

1) Faktor Internal

a) Umur

Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai dengan

pengetahuan yang didapat.

6
b) Pendidikan

Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan. Seseorang yang mempunyai

pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan tingkatan

pendidikan yang lebih rendah.

c) Pekerjaan

Dengan adanya pekerjaan seseorang memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan

pekerjaan yang dianggap penting.Masyarakat yang sibuk akan memiliki waktu yang sedikit

untuk memperoleh informasi, sehingga tingkat pengetahuan yang mereka miliki jadi berkurang.

2) Faktor Eksternal

a) Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang

memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dalam hubungannya dengan orang lain dan

mengalami proses belajar memperoleh sesuatu pengetahuan.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010 ) cara memperoleh kebenaran pengetahuan dikelompokan menjadi

dua, yakni:

1) Cara kuno memperoleh pengetahuan

a) Cara coba salah (tial and error)

Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan

masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain

sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

7
b) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-pimpinan masyarakat baik formal

atau informal, ahli agama, pemegang perintah, dan berbagai prinsip orang lain yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahun dengan

cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi masa lalu.

d) Cara akal sehat

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.

Cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa

hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak.

Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment)merupakan cara yang masih dianut

oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.

d) Melalui jalan pikiran

Dengan adanya perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusiapun ikut

berkembang. Manusia mampu menggunakan penalaran dalam memperoleh pengetahuan.

2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular disebut metodologi

penelitian (research methodology).Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-

1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk

melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

8
e. Cara Mengukur Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi

materi suatu objek yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Sugiyono, 2013).

1) Wawancara

Wawancara merupakan metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data. Peneliti

mendapat keterangan secara lisan maupun Face to face dengan responden.

2) Angket

Angket merupakan pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang

berhubungan dengan kepentingan umum.

f. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006) dalam Dewi dan Wawan (2010:18) bahwa pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang

ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita

ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat–tingkat tersebut diatas. Pengetahuan

seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1) Baik, hasil presentase 76% -100%.

2) Cukup, hasil persentase 56%-75%.

3) Kurang, hasil persentase < 56%.

2.2 Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi sering disebut sebagai

pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan

9
gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul gejala

tersebut sering kali dianggap sebagai gangguan biasa, sehingga korbannya terlambat menyadari

akan datangnya penyakit. (Sustrani,et al2004).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan systole dan diastole mengalami

kenaikan yang melebihi batas normal (tekanan systole diatas 140mmHg dan diastole diatas

90mmHg) (Muwarni,2011).

Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang ditandai dengan

adanya peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥

90mmHg (Febry et al, 2013 ).

b. Tanda Gejala Hipertensi

Menurut Sustrani,et al (2004) tanda dan gejala hipertensi antara lain:

1) Sakit kepala

2) Jantung berdebar-debar

3) Sulit bernafas setelah bekerja keras

4) Mudah lelah

5) Penglihatan kabur

6) Wajah memerah

7) Hidung berdarah

8) Sering buang air kecil,terutama dimalam hari

9) Telinga berdenging(tinnius)

10) Dunia terasa berputar (vertigo).

c. Klasifikasi Hipertensi

Menurut WHO-ISH(International Society Hipertension) (1999) dalam Tapan (2004)

mengeluarkan panduan klasifikasi hipertensi seperti yang bisa dilihat pada tabel dibawah ini :

10
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO-ISH
Kategori Sistolik Diastolik
(mmHG) (mmHg)

Tekanan darah optimal < 120 < 80

Tekanan darah normal 120 – 129 80 – 84

Tekanan darah normal tinggi 130 – 139 85 – 89


Hipertensi ringan 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Sedang 160 – 179 100 – 109
Hipertensi berat > 180 > 110

(Sumber : Tapan, 2004).

Hipertensi dapat dibagi atas :

1) Hipertensi primer (esensial).

Mencakup sekitar 95% kasus hipertensi (Lumbantobing, 2008). Hipertensi primer atau

esensial merupakan hipertensi yang sampai saai ini masih belum diketahui secara pasti

penyebabnya (Rudianto,2013).

2) Hipertensi sekunder.

Pada sekitar 5% kasus hipertensi yang dapat diduga penyebabnya

(Lumbantobing,2008).Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain

seperti kerusakan ginjal, diabetes, kerusakan vaskuler dan lain-lain (Rudianto,2013).

Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah pada dewasa menurut Rudianto.


Kategori Tekanan darah Tekanan darah
Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130 – 139mmHg 85 – 89mmHg
Stadium 1 (hipertensi ringan) 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 2 (hipertensi sedang) 160 – 179mmHg100 – 109mmHg
Stadium 3 (hipertensi berat) 180 – 209 mmHg110 – 119mmHg
Stadium 4 (hipertensi maligna)210 mmHg120 mmHg atau lebih
( Sumber : Rudianto, 2013).

11
3) Hipertensi Maligna

Adalah hipertensi yang sangat parah, yang apabila tidak diobati akan menimbulkan

kematian dalam 3-6 bulan, hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari 200 orang yang menderita

hipertensi (Rudianto, 2013).

Berdasar klasifikasi dari JNC-VI dalam Darmojo (2004) maka hipertensi pada usia lanjut

dapat dibedakan :

1) Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6 – 12% penderita

diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insiden meningkat dengan bertambahnya

umur.

2) Hipertensi diastolik (Diastolic hypertension), terdapat antara 12 - 14% penderita diatas

usia 60 tahun, terutama pada pria. Insiden menurun dengan bertambahnya umur.

3) Hipertensi sistolik-diastolik : Terdapat pada 6 – 8% penderita usia > 60 tahun, lebih

banyak pada wanita dan meningkat dengan bertambahnya umur.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Comunitte on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure ( JNC 7) dalam Sudoyo et al (2006)

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2.

Tabel 2.3 Klasifikasi tekanan darah menurut ( JNC- 7)


Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
(Sumber : Sudoyo et al, 2006)

d. Faktor Pemicu terjadinya Hipertensi.

1) Faktor keturunan

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga.

12
2) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan seperti stres, kegemukan (obesitas) dan kurang olahraga juga

berpengaruh memicu hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga terjadi

melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas

saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila

stres berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.

3) Kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi.

Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi

penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita

obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat

badan normal (Rudianto, 2013).

e. Faktor Penyebab Kekambuhan Hipertensi

1) Gaya hidup

Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan olahan dengan kandungan

garam yang tinggi memicu naiknya tekanan darah (Martuti, 2009).

2) Stres

Stres yang berkepanjangan akan meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu, para

penderita hipertensi dianjurkan untuk hidup rileks, terbuka dalam mengungkapkan masalah

kepada orang lain (Martuti,2009).

3) Merokok

Rokok dapat menyebabkan peningkatan kecepatan detak jantung serta memicu

penyempitan pembuluh darah. Jantung akan bekerja lebih keras untuk dapat mengalirkan darah

ke seluruh tubuh sehingga memicu naiknya tekanan darah (Martuti, 2009).

f. Pencegahan Hipertensi

Menurut Febry, et al (2013) pencegahan terjadi hipertensi meliputi:

13
1) Mengurangi konsumsi garam. Kebutuhan garam per hari yaitu 5 gr (1sdt)

2) Mencegah kegemukan

3) Membatasi konsumsi lemak

4) Olahraga teratur

5) Makan buah dan sayuran segar

6) Tidak merokok dan tidak minum alkohol

7) Latihan relaksasi/meditasi

8) Berusaha membina hidup yang positif

g. Pengobatan Hipertensi

Menurut Rudianto (2013) pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis

yaitu :

1) Pengobatan Non obat (non farmakologi) diantaranya :

a) Diet rendah garam/kolestrol/ lemak jenuh.

b) Mengurangi asupan garam kedalam tubuh.

c) Ciptakan keadaan rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem

saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

d) Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 sebanyak 3-4 kali

seminggu.

e) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol.

2) Pengobatan dengan obat – obatan (Farmakologis)

Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat

yang tepat diharapkan menghubungi dokter. Diantaranya :

14
a) Diuretik

Bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan

ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh :

Hidroklorotiazid.

b) Penghambat simpatetik

Bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita

beraktivitas). Contoh : Metildopa, Klonidin dan resepin.

c) Betabloker

Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung

dan tidak dianjurkan pada penderita yang mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.

Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan), sehingga

pemberian obat harus berhati – hati. Contoh : Metoprolol, propanolol, dan atenolol.

d) Vasodilatator

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (Otot pembuluh

darah). Contoh : Prasosin, Hidralasin.

e) Penghambat ensim Konvesi Angiotensi

Cara kerja obat ini menghambat pembentukan Zat Angiotensi II (Zat yang dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Kaptopril.

f) Antagonis kalsium

Menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung

(Kontraktilitas). Contoh : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil.

g) Penghambat Reseptor Angiotensi II

Menghalangi penempelan zat Angiotensi II pada reseptornya yang mengakibatkan

ringannya daya pompa jantung. Contoh : Valsartan.

15
2.3 Lansia

a. Pengertian

Lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun keatas. Namun di Indonesia

batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam Undang – Undang Nomor 13

tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 ( Nugroho, 2008).

Menurut Constantinides (1994) Menua (menjadi tua atauaging) adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo,

2004).

b. Batasan Umur Lansia

Umur yang dijadikan patokan sebagai lansia berbeda-beda, umumnya berkisar antara

60-65 tahun. Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli dalam (Nugroho, 2008)

mengenai batasan umur.

1) Menurut organisasi kesehatan dunia WHO ada empat tahap yakni:

a) Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun)

b) Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)

c) Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun)

d) Usia sangat tua (very old) (diatas 90 tahun).

2) Menurut Sumiati guru besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran dalam Nugroho

(2008), Periodisasi biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut:

a) Usia 0-1 tahun (masa bayi)

b) Usia 1-6 tahun (masa prasekolah)

c) Usia 6-10 tahun ( masa sekolah)

d) Usia 10-20 tahun (masa pubertas)

16
e) Usia 40-65 tahun (masa setengah umur, pensiun)

f) Usia 65 tahun ke atas (masa lanjut usia, senium)

3) Menurut Masdani (psikolog dari Universitas Indonesia) dalam Nugroho (2008), lanjut usia

merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian:

a) Fase iuventus, antara usia 25-40 tahun.

b) Fase verilitas, antara usia 40-50 tahun.

c) Fase praesenium, antara usia 55-65 tahun.

d) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia.

4) Menurut Koesoemanto dalam Nugroho (2008) lanjut usia dikelompokkan sebagi berikut:

a) Usia dewasa muda (elderly adulthood) (usia 18/20-25 tahun).

b) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun).

c) Lanjut usia (geriatrick age) (usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi:

(1) Usia 70-75 tahun (young old)

(2) Usia 75-80 tahun (old)

(3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)

5) Menurut Bee (1996) dalam Nugroho (2008), tahapan masa dewasa adalah sebagai berikut:

a) Usia 18-25 tahun (masa dewasa muda)

b) Usia 25-40 tahun (masa dewas awal)

c) Usia 40-65 tahun (masa dewasa tengah)

d) Usia 65-75 tahun (masa dewasa lanjut)

e) Usia > 75 tahun (masa dewasa sangat lanjut)

6) Menurut Hurlock (1979) dalam Nugroho (2008), perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua

tahap, yakni:

a) Early old age (usia 60-70 tahun)

b) Advanced old age (usia 70 tahun keatas)

17
7) Menurut Burnside (1979) dalam Nugroho (2008), ada empat tahap lanjut usia, yakni:

a) Young old (usia 60-69 tahun)

b) Middle age old (usia 70-79 tahun)

c) Old-old (usia 80-89 tahun)

d) Very old-old (usia 90 tahun keatas)

Sumber lain dalam Nugroho (2008), mengemukakan pengelompokan umur sebagai berikut :

1) Usia 60-65 tahun (elderly)

2) Usia >65-75 tahun ( junior old age)

3) Usia >75-90 tahun ( formal old age)

4) Usia >90-120 tahun (iongevity old age)

c. Kemunduran Organ Tubuh pada Lansia

Jika proses menua mulai berlangsung, didalam tubuh juga mulai terjadi perubahan-

perubahan struktural yang merupakan proses degeneratif. Misalnya sel-sel mengecil atau

komposisi sel pembentukan jaringan ikat baru menggantikan sel-sel yang menghilang dengan

akibat timbulnya kemunduran fungsi organ-organ tubuh (Bandiyah, 2009).

Beberapa kemunduran organ tubuh seperti yang disebutkan oleh Kartati (1990) dalam

Bandiyah (2009) diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Kulit : kulit berubah menjadi tipis, kering, keriput, dan tidak elastis

lagi. Dengan demikian fungsi kulit sebagai penyekat suhu lingkungan dan

perisai terhadap masuknya kuman terganggu.

2) Rambut : rontok, warna menjadi putih, kering dan tidak mengkilat. Ini

berkaitan dengan perubahan degeneratif kulit.

3) Otot : jumlah sel otot berkurang, ukurannya antrofi, sementara

jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan

18
menyusut, fungsinya menurun dan kekuatannya berkurang.

4) Jantung dan pembuluh darah : pada manusia usia lanjut kekuatan

mesin pompa jantung berkurang. Berbagai pembuluh darah penting

khusus yang di jantung dan otak mengalami kekakuan. Lapisan intim

menjadi kasar akibat merokok, hipertensi, diabetes melitus, kadar


kolesterol tinggi dan lain-lain yang memudahkan timbulnya pengumpulan

darah dan trombosis.

5) Tulang : pada proses menua kadar kapur (kalsium) dan tulang

menurun, akibatnya tulang menjadi kropos (osteoporosis) dan mudah

patah.
: produksi hormon seks pada pria dan wanita menurun dengan
6) Seks bertambahnya umur

d. Penyakit Umum pada Lanjut Usia

Ada empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua Stieglizt

(1954)dalam Nugroho (2008) yakni :

1) Gangguan sirkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh

darah di otak (koroner), ginjal, dan lain-lain.

2) Gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes melitus, klimakterium, dan

ketidakseimbangan tiroid.

3) Gangguan pada persendian, misalnya osteoartritis, gout artritis, ataupun penyakit kolagen

lainnya.

4) Berbagai macam neoplasma.

Menurut The National Old People’s Welfare Council di Inggris dalam Nugroho (2008),

penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam yakni :

1) Depresi mental.

2) Gangguan pendengaran.

19
3) Bronkitis kronis.

4) Gangguan pada tungkai/ sikap berjalan.

5) Gangguan pada koksa/ sendi panggul.

6) Anemia.

7) Demensia.

8) Gangguan penglihatan.

9) Ansietas/ kecemasan.

10) Dekompensasi kordis.

11) Diabetes melitus.

12) Gangguan defekasi.

Menurut Nugroho (2008) Penyakit lanjut usia di Indonesia meliputi :

1) Penyakit sistem pernafasan.

2) Penyakit kardio vaskuler dan pembuluh darah.

3) Penyakit pencernaan makanan.

4) Penyakit sistem urogenital.

5) Penyakit gangguan metabolik/endokrin.

6) Penyakit persendian dan tulang.

7) Penyakit yang disebabkan oleh proses keganasan.

2.4 Diit Hipertensi

a. Pengertian diit

Kecukupan makanan dan minuman yang dikonsumsi orang secara teratur setiap hari.

Jumlah dan jenis makanan yang dibutuhkan dalam situasi tertentu,seperti menurunkan atau

menaikkan berat badan, serta untuk penyembuhan penyakit (Febry et al, 2013).

20
Diit hipertensi adalah cara untuk mencegah terjadinya hipertensi tanpa efek samping,

karena menggunakan bahan makanan yang lebih alami, dari pada menggunakan obat penurun

tekanan darah pasien akan menjadi tergantung seterusnya pada obat tersebut (Sustrani, 2005).

b. Tujuan Diit Hipertensi

Menurut Sustrani et al, (2004) tujuan diit hipertensi antara lain :

1) Mengurangi asupan garam

Mengurangi garam sering juga diimbangi dengan asupan lebih banyak kalsium,

magnesium, dan kalium (bila diperlukan untuk kasus tertentu). Puasa garam untuk kasus tertentu

dapat menurunkan tekanan darah secara nyata.

Tujuan dari diet rendah garam adalah membantu menghilangkan retensi garam atau air

dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Syarat diet rendah

garam adalah cukup energi, protein, mineral dan vitamin, bentuk makanan sesuai denga keadaan

penyakit, jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air atau

hipertensi (Almatsier, 2006).

2) Memperbanyak serat

Mengkonsumsi lebih banyak sayur atau makanan rumahan yang mengandung banyak

serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian asupan natrium. Sebaiknya

penderita hipertensi menghindari makanan kalengan dan makanan siap saji dari restoran, yang

dikuatirkan mengandung banyak pengawet dan kurang serat. Dari penelitian lain ditemukan

bahwa dengan mengkonsumsi 7 gram serat per hari dapat membantu menurunkan tekanan darah

sistolik sebanyak 5 poin. Konsumsi serat juga dapat memperlancar buang air, menyebabkan

makan lebih sedikit dan mengurangi asupan natrium.

3) Menghentikan kebiasaan buruk

21
Menghentikan rokok, kopi, dan alkoholdapat mengurangi beban jantung, sehingga jantung

dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah yang

mengendap kolestrol pada pembuluh darah koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.

4) Memperbanyak asupan kalium

Diketahui bahwa dengan mengkonsumsi 3.500 miligram kalium dapat membantu

mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah yang ideal dapat dicapai kembali

tekanan yang normal. Kalium bekerja mengusir natrium dari senyawanya, sehingga lebih mudah

dikeluarkan. Makanan yang kaya kalium adalah pisang, sari jeruk, jagung, kubis, dan brokoli.

5) Memenuhi kebutuhan magnesium

Kebutuhan magnesium menurut kecukupan gizi yang dianjurkan atau RDA

(Recommended Dietary Allowance) adalah sekitar 350 miligram. Kekurangan asupan magnesium

terjadi dengan semakin banyaknya makanan olahan yang dikonsumsi.

Sumber makanan yang kaya magnesium antara lain kacang tanah, bayam, kacang polong,

dan makanan laut. Tetapi berhati-hatilah agar jangan mengkonsumsi terlalu banyak suplemen

magnesium karena dapat menyebabkan diare.

6) Melengkapi kebutuhan kalsium

Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai ada atau tidaknya pengaruh kalsium

dengan penurunan tekanan darah, tetapi untuk menjaga dari resiko lain, 800 miligram kalsium

per hari (setara dengan tiga gelas susu) sudah lebih dari cukup. Sumber lain yang kaya kalsium

adalah keju rendah lemak dan ikan, seperti salmon.

7) Mengetahui sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk tekanan darah

Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk pengontrolan tekanan darah adalah :

a) Tomat

b) Wortel

c) Seledri, sedikitnya 4 batang per hari dalam sup/masakan lain.

22
d) Bawang putih, sedikitnya satu siung per hari. Bisa juga digunakan bawang merah dan

bawang bombai.

e) Kunyit

f) Bumbu lain adalah lada hitam, adas, kemangi, dan rempah lainnya.

B. Terapi diit

Menurut Febry et al (2013) terapi diit hipertensi antara lain:

1) Rendah garam

Almatsier (2006) membagi diet rendah garam menjadi:

a) Diet rendah garam I (200-400 mg Na)

Diet rendah garam I diberikan kepada pasien dengan edema, asites atau hipertensi berat.

Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari makanan yang tinggi

kadar natriumnya.

b) Diet rendah garam II (600-800 mg Na)

Diit rendah garam II diberikan kepada pasien dengan edema, asites atau hipertensi tidak

terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diit rendah garam I. Pada pengolahan

makanannya menggunakan ½ sendok teh garam dapur atau 2 gram. Dihindari bahan makanan

yang tinggi kadar natriumnya.

c) Diet rendah garam III (1000-1200 mg Na)

Diit rendah garam III diberikan pada pasien dengan edema atau penderita hipertensi

ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam rendah

1) Pada pengolahan makanannya mengunakan 1 sendok teh atau 4 gram garam dapur.

2) Rendah lemak ≤ 35% dari total energi

3) Protein : 1-1,5 g/kg berat badan

4) Energi : 35-50 kkl/kg berat badan

23
5) Asupan kalsium per hari menurut RDA : 800 mg/ hari untuk laki-laki dan 1000

mg/ hari untuk wanita

6) Konsumsi kalsium sesuai kebutuhan

d. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan :


Tabel 2.4 Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan
Sumberkarbohidrat Beras, kentang, singkong, Roti, biskuit, dan kue-kue
terigu, tapioka, hunkwee, yang dimasak dengan garam
gula, makanan yang diolah dapur / baking pouder dan
bahan makanan tersebut soda
diatas tanpa garam dapur
dan soda seperti :
makaroni, mi, bihun, roti,
biskuit, kue kering, dsb
Sumber protein hewani Daging dan ikan maksimal Otak, ginjal, lidah, sardin,
100 g sehari, telur daging, ikan, susu,dan telur
maksimal 1 btr sehari yang diawet dengan garam
dapur seperti daging asap,
ham, bacon, dendeng, abon,
keju, ikan asin, ikan kaleng,
kornet, ebi, udang kering,
telur asin, dan telur pindang
Sumber protein nabati Semua kacang –kacangan Keju, kacang tanah, Dan
dan hasilnya yang diolah semua kacang-kacangan dan
dan dimasak tanpa garam hasilnya yang Dimasak
dapur dengan garam dapur Dan
lain ikatan natrium
Sayuran Semua sayuran segar, Sayuran yang dimasak dan
sayuran yang diawet tanpa diawet dengan garam dapur
garam dapur dan natrium dan lain ikatan natrium,
benzoat seperti sayuran Dalam
kaleng, sawi asin, asinan,
dan acar
Buah-buahan Semua buah-buahan segar, Buah-buahan yang diawet
buah yang diawet tanpa dengan garam dapur Dan
garam dapur dan natrium lain ikatan natrium, Seperti
benzoat buah dalam kaleng
Lemak Minyak goreng, margarin, Margarin dan mentega biasa
dan mentega tanpa garam
Minuman Teh Minuman ringan, Kopi
Bumbu Semua bumbu-bumbu Garam dapur untuk Diet
kering yang tidak Garam Rendah I, Baking
mengandung garam dapur pouder, soda kue, vetsin,
dan lain ikatan natrium. dan bumbu- bumbu yang
Garam dapur sesuai mangandung garam Dapur
ketentuan untuk Diet seperti : kecap, terasi,

24
rendag garam II dan III maggi, tomato ketcup, petis,
dan tauco
Sumber : Penuntun Diet ( Aimatsier, 2004).

2.5 Kerangka Teori

Faktor – faktor yang Tingkat


Mempengaruhi Pengetahuan
pengetahuan: Lansia

1. Faktor internal
(pendidikan,
Pekerjaan, umur)
Diit Hipertensi :
2. Faktor eksternal
Faktor kekambuhan
(lingkungan) 1. Pengertian hipertensi :
2. Macam diit
hipertensi 1. Gaya hidup
3. Makanan diit 2. Stres
Tingkat pengetahuan: 3. Merokok
hipertensi
- Baik 4. Tujuan diit
- Cukup hipertensi
- Kurang 5. Terapi diit Hipertensi

Gambar 2.1 Kerangka Teori Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi di
Puskesmas Lhokbengkuang

Sumber : (Arikunto, 2006); (Febry et al, 2013 ); ( Rudianto, 2013) ;


(Notoadmojo, 2007) ; ( Martuti, 2009).

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

25
2.6 Kerangka Konsep
Baik
Tingkat
Pengetahuan Lansia Hipertensi Cukup
Tentang Diit
Hipertensi Kurang

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi di Puskesmas Lhokbengkuang

26
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu hasil yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

generalisasi (Sugiyono, 2013).

Metode pendekatan yang akan menggunakan rancangan deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan suatu

fenomena/objek yang terjadi di dalam masyarakat. Dalam penelitian ini dimaksudkan

mendapatkan gambaran untuk mengetahui sejauhmana tingkat pengetahuan lansia tentang diit

hiupertensi (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Lhokbengkuang.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli dan Agustus 2017

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Saryono, 2011). Populasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah peserta BPJS telah terdaftar

di wilayah kerja UPTD Puskesmas Lhokbengkuang yang menderita hipertensi dengan total

penderita hipertensi pada tahun 2016 sebanyak 1.333 orang.

27
2. Sampel

Sampel yaitu objek yang diteliti dan dianggap mewakili (Notoatmodjo, 2010). Sampel

yang dipakai dalam penelitian ini adalah lansia di Puskesmas Lhokbengkuang.

Besar Sampel pada penelitian ini sudah ditentukan sesuai kriteria sampel yang ada dalam

kriteria inklusi.

a. Kriteria sampel

Kriteria subjek yang di ambil sebagai responden adalah sebagai berikut :

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subyek penelitian dapat mewakili memenuhi

syarat, ciri, karakter sampel dalam penelitian (Saryono, 2011).Kriteria yang ditetapkan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Lansia di Puskesmas Lhokbengkuang yang datang periksa pada bulan Juli dan Agustus 2016.

b) Lansia dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg.

c) Bisa membaca, menulis dan mengisi kuesioner atau lansia yang tidak bisa membaca tulisan

tetapi dapat mendengar dengan jelas.

d) Bersedia menjadi responden dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan.

2) Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian tidak dapat mewakili

sampel karena berbagai sebab (Saryono, 2011). Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a) Tidak bersedia menjadi responden

b) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik

28
3. Teknik sampling

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara Non Random (Non Probability)

Sampling dengan teknik ”Purposive Sampling” yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang

didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri

atau sifat- sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmojo, 2010).

3.4 Variabel Penelitian

Variabel merupakan ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.Variabel merupakan gejala

yang bervariasi dan gejala merupakan objek penelitian. Jadi variabel adalah objek penelitian

yang bervariasi (Saryono, 2011). Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan lansia

tentang diit hipertensi.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan

menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variable (Saryono, 2011).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian


No. Definisi Alat Skala
Variabel Parameter dan Kategori Skor
Operasional Ukur Ukur
1. Tingkat Kemampuan Dibagi menjadi 3 kategori Kuesi Benar Ordin
pengetahuan lansia untuk yaitu : oner : 1 al
Lansia Mengetahui a. Baik, jika jumlah Salah
tentang diit Tentang jawaban yang benar 15- :0
Hipertensi Pengertian 20 (76%-100%)
hipertensi, diit b. Cukup, jika jumlah
hipertensi, jawaban yang benar11-14
makanan diit ( 56%-75%)
Hipertensi c. Kurang,jika jumlah
Dalam jawaban yang benar ≤10
Pencegahan ( < 56% )
Terjadinya
Hipertensi

29
Skoring pada penelitian ini jika jawaban pada pernyataan yang diberikan dijawab

“Benar” maka bernilai “1”, jika jawaban “Salah” maka bernilai “0”.

Seseorang dikategorikan pengetahuanya baik jika mampu menjawab pernyataan yang

diberikan dengan benar sejumlah 15-20 (76%-100%) pernyataan. Seseorang dikategorikan

pengetahuannya cukup jika mampu menjawab pernyataan dengan benar sejumlah 11-14 (56-

75%) pernyataan yang diberikan. Seseorang dikatakan pengetahuannya kurang jika hanya

mampu menjawab dengan benar pernyataan yang diberikan sejumlah ≤ 10 (≤56%) pernyataan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Data

primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari peneliti dengan menggunakan alat

pengambil data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Data sekunder

adalah data yang diperoleh peneliti dari subjek peneliti. Data primer diperoleh melalui

instrument pengumpulan data berupa kuisioner. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber

literature yang berhubungan dengan penelitian ini seperti buku – buku, internet, jurnal dan hasil

penelitian terdahulu (Saryono, 2011).

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang dapat digunakan untuk pengumpulan data.

Pembuatannya mengacu pada variabel penelitian, definisi operasional dan skala pengukuran data

yang dipilih. Instrumen dapat berupa kuesioner, formulir observasi, formulir-formulir lain yang

berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Adapun instrumen penelitian yang akan digunakan adalah berupa koesioner yaang

meliputi identitas responden yaitu nama, umur, pendidikan, pekerjaan dan dilanjutkan dengan

pernyataan tentang pengetahuan diit hipertensi dengan kuesioner.

30
Tabel 3.2.Kisi-kisi tentang Pengetahuan Diit Hipertensi.
Variabel Indikator No soal favourable unfavour Jumlah
able soal
Tingkat 1. Pengertian 1,4 1,4 - 2
pengetahuan Penyakit
lansia tentang Hipertensi
Diit 2. Tujuan Diit 11,12,15,17, 11,12 15,17,18, 6
Hipertensi Hipertensi 18, dan 20 dan 20

3. Diit 2,3,6,7,10, 2,6,10,14 3,7 6


Hipertensi dan14

4. Makanan Diit 5,8,9,13, 16, 8,13,16,dan 5,9 6


Hipertensi dan 19 19

Jumlah 12 8 20

Dalam penelitian ini dugunakan dua macam pernyataan bersifat favorable (positif)

mendukung dan bersifat unfavorable (negatif) tidak mendukung, dengan jumlah penyataan

favourable 12 penyataan dan unfavourable 8 pernyataan yang terdiri dari jawaban benar dan

salah.

3.8 Metode Pengumpulan Data Dan Analisa Data

Dalam suatu penelitian pengolahan dan analisis data merupakan salah satu langkah yang

penting. Hal ini karena data yang diperoleh peneliti masih mentah, belum memberikan infomasi

apa – apa dan belum siap untuk disajikan. Untuk memperoleh hasil yang berarti dan kesimpulan

yang baik, diperlukan pengolahan data (Notoatmodjo, 2012).

1. Pengolahan Data

a. Editing (Penyuntingan Data)

Hasil wawancara atau kuesioner yang diperoleh dan dikumpulkan melalui kuesioner

perlu disunting (edit) terlebih dahulu.Apabila ternyata masih ada data atau informasi yang tidak

lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner tersebut diulang (drop

out).

31
b. Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)

Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom – kolom untuk merekam data

secara manual.Lembaran atau kartu kode berisi nomer responden dan nomor – nomor

pertanyaan.

c. Memasukkan Data (Data Entry)

Mengisi kolom - kolom atau kotak - kotak lembar kode atau kartu kode sesuai dengan

jawaban masing - masing pertanyaan.

d. Tabulasi

Membuat tabel – tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diingikan oleh

peneliti.

2. Analisis data

Analisis data penelitian merupakan media untuk menarik kesimpulan dari seperangkat

data hasil pengumpulan (Setiawan dan Saryono, 2010).

Analisa univariate adalah untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan standart

deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

presentase dari tiap variable(Notoatmodjo, 2010). Data dan informasi yang diperoleh dari

analisis univariat dapat mendiskripsikan variabel bebas penelitian yaitu pengetahuan lansia

tentang diit hipertensi. Setelah data primer dimasukkan dalam tabel tabulasi kemudian

dimasukkan kedalam tabel distribusi normal. Varibel yang berkala dan berinterval, maka data

dianalisa secara statistik deskriptif dengan distribusi frekuensi dan presentase.

Distribusi frekuensi merupakan penyusunan data ke dalam kelas–kelas tertentu dimana

setiap individu hanya termasuk kedalam salah satu kelas tertentu saja (Pengelompokan data

berdasar kemiripan ciri). Distribusi frekuensi disusun bila jumlah data yang akandisajikan cukup

32
banyak, sehingga jika disajikan dalam tabel biasa menjadi tidak efisien dan kurang komunikatif.

Hal ini dapat dirumuskan:

P = f/N x 100%

Keterangan :

P : Persentase

f : Frekuensi data

N: Jumlah sampel yang diolah

3.9 Jalannya Penelitian

1. Pengajuan Judul

Judul yang diajukan sebanyak dua judul, kemudian yang disetujui hanya satu judul dan

kemudian ditetapkan sebagai judul penelitian mini project.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan setelah melalui proses wawancara ataupun mengisi

kuesioner pada penderita hipertensi lansia yang berobat ke Puskesmas Lhokbengkuang.

3. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data.

4. Penyusunan Hasil Olah Data Penelitian

Data yang diolah, kemudian disajikan dalam deskripsi, tabel dan gambar, kemudian hasil

penelitian yang disusun sebagai laporan hasil penelitian.

5. Presentasi Hasil Penelitian

Sebagai bukti selesainya penelitian mini project, maka penulis mempresentasikan

penelitian mulai dari pendahuluan sampai dengan kesimpulan penelitian dihadapan dokter

pendamping Internsip.

33
3.10 Etika Penelitian

Pada penelitian ini menjunjung tinggi prinsip etika penelitian yang merupakan standar

etika dalam melakukan penelitian. Masalah etika yang harus diperhatikan dalam penelitian

menurut Setiawan dan Saryono, (2010) antara lain:

1. Dalam mengambil karya orang lain selalu mencantumkan nama dan sumbernya.

2. Mengaplikasikan informed consent

Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Peneliti menjelaskan tujuan dan kemungkinan dampak

yang akan terjadi dari penelitian yang akan dilakukan kepada responden. Responden dapat

memutuskan menolak untuk menjadi sampel penelitian. Apabila responden bersedia menjadi

sampel penelitian maka responden dianjurkan untuk mengisi informed consent.

3. Tidak mencantumkan nama (anonymty)

Responden pada lembar observasi hanya menuliskan pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disampaikan.

4. Confidentiality

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh penelitian.

34
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Profil Lokasi Penelitian

UPTD Puskesmas Lhok Bengkuang merupakan salah satu puskesmas yang ada di

wilayah Kecamatan Tapaktuan, terletak di Jln T.Cut Ali no 221, Tapaktuan. Diresmikan pada tgl

27 Januari 2005 dimana dulunya adalah kantor dinas kesehatan Kabupaten Aceh Selatan.

UPTD Puskesmas Lhok Bengkuang memiliki luas wilayah kerja sekitar 8.700 Ha yang

meliputi 8 desa dan 2 Kelurahan yang ada di dalam wilayah kerja Lhok Bengkuang dengan

batas wilayah :

 Sebelah Utara : Desa Lhok Bengkuang

 Sebelah Timur : Desa Panton Luas

 Sebelah Selatan : Desa Batu Itam

 Sebelah Barat : Lautan Hindia

35
Gambar 4.1 Peta wilayah Kerja UPTD Puskesmas Lhok Bengkuang

Jumlah penduduk pada UPTD Puskesmas Lhokbengkuang pada tahun 2016 dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

No Gampong Jumlah Penduduk Kepadatan Jumlah Rumah


penduduk (Jiwa/km) Tangga
1 Pasar 1473 1113 280
2 Lhok Bengkuang 7606 5230 1218
3 Batu Itam 2057 2116 527
4 Panju Pian 596 638 165
5 Lhok Rukam 617 673 163
6 Air Pinang 1044 1118 277
7 Panton Luas 399 375 109
Total 13792 11263 2739
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk, kepadatan penduduk dan jumlah rumah tangga Menurut
Desa di UPTD Puskesmas Lhok Bengkuang Tahun 2016.

36
Berdasarkan Tabel diatas, Jumlah Penduduk yg terbanyak adalah di desa Lhok

bengkuang (7606 Jiwa), jumlah penduduk yang paling sedikit di Desa Panton Luas (399 jiwa).

Daerah yang terpadat adalah Desa Lhok Bengkuang (5230 jiwa/km), sedangkan yg paling

kurang kepadatan nya adalah di Desa Panton Luas (375 jiwa/km). Jumlah rumah tangga yg

paling banyak adalah di desa Lhok Bengkuang (1218 RT), jumlah rumah tangga paling

sedikit di desa Panton Luas (109 RT).

Gambaran Pola penyakit terbesar di UPTD Puskesmas Lhok Bengkuang Thn 2016

menunjukkan bahwa penyakit ISPA masih mendominasi sedangkan hipertensi di urutan No

ketiga. Berikut ini adalah tabel 10 besar penyakit di UPTD Puskesmas Lhok Bengkuang Thn

2016.

No Penyakit Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Total
1 ISPA 182 251 175 187 220 184 187 132 160 199 249 321 2447
Peny.
Sistem
2 151 167 163 156 117 91 140 118 102 55 102 83 1445
Jaringan
Otot
3 Hipertensi 141 200 181 181 56 139 172 158 176 168 161 100 1833
Common
4 135 139 50 75 90 81 10 197 121 92 204 94 1288
Cold
Diabetes
5 99 109 135 139 130 102 101 121 103 119 136 88 1382
Melitus
6 Dyspepsia 95 105 105 165 99 98 118 101 102 110 164 75 1337
Alergi
7 75 91 112 71 74 50 50 66 53 57 109 95 903
Kulit
8 Asma 24 40 31 23 24 22 26 27 25 19 31 33 325
9 Cephalgia 58 79 54 64 55 21 32 46 58 40 67 83 657
10 Faringitis 46 23 25 33 56 78 99 70 100 50 28 30 638
Tabel 4,2 10 Penyakit terbesar Puskesmas Lhokbengkuang

37
Kuesioner diberikan kepada 51 lansia dari lansia yang berkunjung pada bulan Agustus

2017 kuisoner dengan pengambilan sampel memakai kriteria inklusi menurut peneliti. Dalam

proses pengambilan data, didapatkan berbagai permasalahan antara lain :

1. Pengetahuan responden yang kurang tentang diit hipertensi dalam menjawab pertanyaan

kuesioner

2. Terdapat beberapa responden yang buta huruf dan beberapa yang penglihatannya kabur

sehingga peneliti harus membacakan pernyataan yang diberikan.

4.2 Hasil Penelitian

1. Menurut jenis kelamin

Setelah dilakukan penelitian dengan pengelompokan data terhadap 51 responden yang

diketahui penderita hipertensi mengenai tingkat pengetahuan lansia tentang “Gambaran Tingkat

Pengetahuan Lansia tentang Diit Hipertensi di Puskesmas Lhokbengkuang. Pengelompokan

data ini disajikan dalam sebuah table sebagai berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin


No. Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)
1 Laki-laki 22 43,10
2 Perempuan 29 59,60
Total 51 100

Berdasarkan Tabel 4.3 frekuensi responden menurut jenis kelamin di Puskesmas

Lhokbengkuang yang datang periksa dan menderita hipertensi dari 51 responden perempuan

sebanyak 29 orang dengan presentase 59,60% sedangkan laki-laki sebanyak 22 orang dengan

presentase 43,10%.

38
Gambar 4.2 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin.

2. Menurut Usia

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia


No. Kategori Usia Jumlah Presentase (%)
1 45-59 Tahun (Usia Pertengahan) 3 5,88
2 60-74 Tahun (Lanjut Usia) 39 76,47
3 75-90 Tahun (Lanjut Usia Tua) 8 15,69
4 > 90 Tahun (Usia Sangat Tua) 1 1,96

Total 51 100

Berdasarkan Tabel 4.4 frekuensi responden berdasarkan usia di Puskesmas

Lhokbengkuang dari 51 responden yang diketahui menderita hipertensi diketahui paling banyak

usia 60-74 tahun (lanjut usia) sebanyak 39 orang dengan presentase 76,47%, sedangkan paling

sedikit usia > 90 tahun (usia sangat tua) sebanyak 1 orang dengan presentase 1,96%.

Gambar 4.3 Karakteristik Responden berdasarkan Usia Lansia.

39
3. Menurut Pekerjaan

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis Pekerjaan Lansia


No. Jenis Pekerjaan Jumlah Presentase (%)
1 Pedagang 3 5,88
2 Petani/buruh 3 5,88
3 Ibu Rumah Tangga 6 11,77
4 Tidak Bekerja 39 76,47

Total 51 100

Berdasarkan Tabel 4.5 distribusi frekuensi berdasarkan jenis pekerjaan lansia di

Puskesmas Lhokbengkuang diketahui paling banyak tidak bekerja sebanyak 39 orang dengan

presentase 76.47%, sedangkan paling sedikit pedagang dan buruh/petani sebanyak 3 orang

dengan presentase 5,88%.

Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

4. Menurut Pendidikan

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Menurut Tingkat Pendidikan Lansia


No. Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase(%)
1 Tidak Sekolah 31 60,78
2 SD 15 29,41
3 SMP 5 9,80
4 SMA - -

40
5 Perguruan Tinggi - -

Total 51 100

Berdasarkan Tabel 4.6 distribusi frekuensi menurut tingkat pendidikan lansia di

Puskesmas Lhokbengkuang diketahui tingkat pendidikan paling banyak tidak sekolah sebanyak

31 orang dengan presentase 60,78%, sedangkan paling sedikit SMP sebanyak 5 orang dengan

presentase 9,80%.

Gambar 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Lansia

5. Tingkat Pengetahuan Responden

Tabel 4.7 Disrtibusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit


Hipertensi
No. Tingkat Pengetahuan Jumlah Presentase(%)
1 Baik 14 27,45
2 Cukup 29 56,86
3 Kurang 8 15,69

Total 51 100

Berdasarkan Tabel 4.7 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia tentang diit

hipertensi di Puskesmas Lhokbengkuang diketahui tingkat pengetahuan para lansia berdasarkan

pengelompokan data hasil jawaban kuisioner yang diajukan kepada 51 lansia penderita hipertensi

41
sejumlah 20 pernyataan sebanyak 29 lansia mempunyai tingkat pengetahuan cukup dengan

presentase 56,86%, 14 lansia mempunyai tingkat pengetahuan baik dengan presentase

27,45%, sedangkan 8 lansia mempunyai tingkat pengetahuan kurang dengan presentase

15,69%.

Gambar 4.6 Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit
Hipertensi.

Jika dihitung dengan rumus, rata-rata skor kuisioner tingkat pengetahuan responden yang didapat

adalah :

X=
n

= 690
51
= 13,52
= Jumlah nilai
n = Jumlah responden

skoring :

15 – 20 = Baik

11 – 14 = Cukup

≤ 10 = Kurang

42
6. Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diii Hipertensi Berdasakan Usia

Tabel 4.8 Disrtibusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang


Diit Hipertensi Berdasarkan Usia
Usia Tingkat Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Jumlah Total
F % F % F % F %
45-59 Tahun 2 66,67 1 33,33 - - 3 100
60-74 Tahun 12 30,76 24 61,59 3 7,65 39 100
75-90 Tahun - - 3 37,50 5 62,50 8 100
> 90 Tahun - - 1 100 - - 1 100
Total 14 27,45 29 56,86 8 15,69 51 100

Berdasarkan Tabel 4.8 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia tentang diit

hipertensi di Puskesmas Lhokbengkuang berdasarkan usia diketahui tingkat pengetahuan lansia

45-59 tahun yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 2 orang (66,67%), cukup

sebanyak 1 orang (33,33%). Usia 60-74 tahun baik sebanyak 12 orang (30,76%), cukup 24 orang

(61,59%), kurang sebanyak 3 orang (7,65%). Usia 75-90 tahun, cukup sebanyak 3 orang

(37,50%), Kurang sebanyak 5 orang (62,50%), dan > 90 tahun cukup sejumlah 1 orang.

Gambar 4.7 KarakteristikTingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit


Hipertensi berdasarkan Usia.

43
7. Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi Berdasarkan

Pekerjaan

Tabel 4.9 Disrtibusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi Berdasarkan
Pekerjaan
Pekerjaan Tingkat Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Jumlah Total
F % F % F % F %
Pedagang 1 33,33 2 66,67 - - 3 100
Buruh/Petani 1 33,33 2 66,67 - - 3 100
Ibu Rumah Tangga 3 50 3 50 - - 6 100
Tidak Bekerja 9 23,08 22 56,41 8 21,52 39 100

Total 14 27,45 29 56,86 8 15,69 51 100

Berdasarkan tabel 4.9 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang diit hipertensi di

Puskesmas Lhokbengkuang berdasarkan pekerjaan diketahui tingkat pengetahuan pedagang baik

sebanyak 1 orang (33,33%), cukup 2 orang (66,67%). Buruh/petani baik sebanyak 1orang

(33,33%), kurang sebanyak 1 orang (25%). IRT baik sebanyak 5 orang (38,46%), cukup

sebanyak 3 orang (50,00%). Sedangkan tidak bekerja dengan pengetahuan baik sebanyak 9 orang

(23,08%), cukup sebanyak 22 orang (56,41%), kurang sebanyak 8 orang (21,52%).

Gambar 4.8 Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang


Diit Hipertensi berdasarkan Pekerjaan.

44
8. Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi Berdasarkan

Tingkat Pendidikan.

Tabel 4.10 Disrtibusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Tingkat Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Jumlah Total
F % F % F % F %

Tidak Sekolah 7 22,58 16 51,61 8 25,81 31 100


SD 4 26,67 11 73,33 - - 15 100
SMP 1 20,00 4 80,00 - - 5 100
SMA - - - - - - - -
Perguruan Tinggi - - - - - - - -
Total 14 27,45 29 56,86 8 15,69 51 100

Berdasarkan Tabel 4.10 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia tentang diit

hipertensi di Puskesmas Lhokbengkuang berdasarkan tingkat pendidikan diketahui tingkat

pendidikan yaitu tidak sekolah dikatakan baik sebanyak 7 orang (22,58%), cukup 16

orang (51,61%), kurang 8 orang (25,81%). SD baik sebanyak 4 orang (26,67%), cukup 11

orang (73,33%), SMP baik sebanyak 1 orang ( 20,00%), cukup sebanyak 4 orang (80,00%).

Gambar 4.9 KarakteristikTingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit


Hipertensi berdasarkan Tingkat Pendidikan

45
4.3 Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa karakteristik responden terbagi menjadi 4,

yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan.

a. Berdasarkan Jenis Kelamin

Dalam tabel 4.3 distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden didapatkan

hasil bahwa tingkat pengetahuan responden tentang diit hipertensi adalah cukup dengan laki-laki

sejumlah 22 orang, responden perempuan sejumlah 29 orang. Dengan demikian terlihat bahwa

dari jumlah responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan jenis

kelamin laki-laki.

Banyaknya responden lansia yang berjenis kelamin perempuan, sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Anna dan Woro (1999) dalam Fajriyah (2009), melihat tingkat kesehatan dan

kesejahteraan kian membaik maka angka harapan hidup penduduk Indonesia kian meningkat

pula, khususnya perempuan di mana usia perempuan akan lebih panjang, sehingga rata-rata umur

harapan hidup perempuan umumnya lebih tinggi daripada laki-laki. Menurut Handono dan

Isbagyo (2005), dengan bertambahnya umur penyakit akan meningkat baik perempuan maupun

laki- laki. Prevalensi perempuan lebih tinggi dari laki-laki lebih dari 75% penderita hipertensi

adalah perempuan dengan perbandingan 3:1.

b. Berdasakan Usia

Dalam tabel 4.4 distribusi frekuensi berdasarkan Usia responden didapatkan hasil usia

responden 45-59 tahun (usia pertengahan) sejumlah 3 orang, sedangkan usia 60-74 tahun (lanjut

usia) sebanyak 39 orang, dan usia 75-90 tahun (lanjut usia tua) sebanyak 8 orang, sisanya usia >

90 tahun (usia sangat tua) sejumlah 1 orang.

Diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata –

rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Bandiyah, 2009).

46
Berdasarkan tabel 4.8 penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa tingkat

pengetahuan lansia tentang diit hipertensi berpengetahuan cukup rata-rata paling banyak terjadi

pada responden dengan usia 60-74 tahun sebanyak 24 orang (61,59%). Sedangkan pengetahuan

kurang paling banyak terjadi pada usia 75-90 tahun sebanyak 5 orang (62,50%). Dari penelitian

ini terdapat hal yang menarik dimana dengan usia 60-74 tahun justru paling dominan yang

berpengetahuan cukup ini disebabkan pada usia ini memang tergolong jumlah lansia yang paling

banyak. Disisi lain pengetahuan yang mereka peroleh kemungkinan didapatkan dari pengalaman

dan juga penyuluhan sebelumnya, meskipun tidak semua lansia dapat berpartisipasi mengikuti

penyuluhan tentang hipertensi sampai akhir. Menurut Hendra (2008), makin tua umur seseorang

maka proses-proses perkembangan mentalnya membaik serta berpengaruh pada pengetahuan

yang diperolehnya, akan tetapi pada umur menjelang lansia kemampuan penerimaan atau

mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Intelegensi lanjut usia akan menurun sehingga

menyebabkan kurangnya kemampuan dalam memahami suatu pengetahuan umum serta

informasi.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar tingkat

pengetahuan lansia adalah cukup, dimana lansia menganggap bahwa penyakit hipertensi

merupakan hal yang wajar, karena sudah tua dan berfikir jika kebutuhan seperti makan dan

istirahat terpenuhi maka lansia pasti sudah sehat tanpa harus peduli dengan pola makan dan gaya

hidup.

Lansia sudah tidak perlu lagi mengikuti perkembangan pengetahuan dimana minat

terhadap informasi dan pengetahuan mengenai kesehatan ditahap lansia ini sudah berkurang,

karena lanjut usia lebih mementingkan dalam pemenuhan fisiologis (makan, istirahat)

dibandingkan menghabiskan dana untuk mencari sumber informasi tentang pengetahuan

(Zainudin, 2009).

47
c. Berdasarkan Pekerjaan

Dalam tabel 4.5 distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan responden didapatkan hasil

bahwa pekerjaan responden sebagai pedagang sejumlah 3 orang, buruh sejumlah 3 orang, IRT 6

orang, dan tidak bekerja sejumlah 39 orang.

Menurut Hurlock (1998) dalan Fajriyah (2009), bahwa pekerjaan merupakan suatu

kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna kebutuhan hidupnya

sehari-hari. Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan

dalam pekerjaan.

Berdasarkan tabel 4.9 penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa tingkat

pengetahuan lansia tentang diit hipertensi dilihat dari pekerjaan responden rata-rata

berpengetahuan cukup paling banyak terjadi pada lansia yang sudah tidak bekerja sebanyak 22

orang (56,41%). Sedangkan berpengetahuan kurang paling banyak juga terjadi pada lansia yang

tidak bekerja sebanyak 8 orang (21,52%).

Sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pekerjaan lansia sangat

mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam menjawab suatu pertanyaan

tentang kesehatan yang diberikan, dimana lansia kurang begitu tahu tentang diit hipertensi sesuai

dengan pengalaman yang selama ini dialami.

Lanjut usia dengan riwayat bekerja akan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu yang berada pada lingkungan bekerja tersebut. Interaksi timbal

balik di lingkungan tempat bekerja lansia itu sendiri akan menimbulkan sikap sosial dalam

bergaul sehingga akan direspon sebagai pengetahuan oleh lansia, dan sebaliknya bagi lansia yang

tidak bekerja. Pengalaman dalam bekerja memberikan pengetahuan dan keterampilan lansia serta

pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil

keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan dari masalah

nyata dalam bidang kerjanya (Hendra, 2008).

48
d. Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dalam tabel 4.6 distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan responden diketahui

bahwa responden dengan pendidikan tidak sekolah sejumlah 31 orang, SD sejumlah 15 orang,

dan SMP sejumlah 5 orang.

Berdasarkan tabel 4.10 penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa tingkat

pengetahuan lansia tentang diit hipertensi rata-rata berpengetahuan cukup dilihat dari tingkat

pendidikan responden paling banyak terjadi pada responden dengan pendidikan tidak sekolah

sebanyak 16 orang (51,61%), dan pengetahuan kurang paling banyak juga terjadi pada lansia

yang tidak sekolah sebanyak 8 orang (25,81%). Dilihat dari hasil penelitian yang didapatkan

ternyata lansia berpengetahuan cukup dominan pada lansia dengan pendidikan tidak sekolah.

Pengetahuan cukup yang dimiliki lansia pada tingkat pendidikan ini kemungkinan diperoleh dari

pengalaman dan penyuluhan yang sudah didapatkannya tentang hipertensi di posyandu.

Sedangkan lansia dengan pengetahuan kurang dominan pada tingkat pendidikan tidak sekolah

juga hal ini mempertegas bahwa tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh pada tingkat

pengetahuannya.

Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang yang

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perepsi seseorang untuk lebih mudah

menerima pengetahuan baru dan semakin tinggi pengetahuan seseorang akan semakin baik. Hasil

survei yang dilaporkan oleh BPS (2004), bahwa sebagian besar lansia (80%) memiliki status

pendidikan rendah yaitu SD sampai dengan tidak sekolah.

Dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebagian besar responden dengan

berpendidikan tidak sekolah sebesar 60,78% SD sebesar 29,41% dan SMP sebesar 9,80% rata-

rata memiliki pengetahauan cukup tentang diit hipertensi.

Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa tingkat pendidikan lansia sangat

berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang didapatnya. Lansia dengan pendidikan yang

49
rendah maka mempunyai tingkat pengetahuan cukup dimana pengetahuan diperoleh dari

pengalaman dan informasi yang sudah didapatnya.

Hendra (2008), mengatakan bahwa tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan memahami suatu pengetahuan yang merekamperoleh, pada umumnya

semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pengetahuannya dan makin mudah pula untuk

menerima informasi. Seseorang dengan pendidikan tinggi umumnya tanggap tentang keadaan

sekitarnya, serta mempunyai minat dan peduli tentang kesehatan dan tanggap dalam

memecahkan masalah yang ada pada dirinya serta adanya keinginan untuk menggali ilmu

pengetahuan dari sumber-sumber lain. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang dengan

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak memiliki pengetahuan rendah. Peningkatan

pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada

pendidikan non formal.

2. Karakteristik Tentang Tingkat Pengetahuan Responden

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan terjadi melalui panca

indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Dalam tabel 4.7 distribusi frekuensi tentang tingkat pengetahuan lansia mengenai diit

hipertensi hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan cukup sejumlah 29

orang, baik 14 orang dan kurang 8 orang.

Hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan cukup sejumlah 29

orang menurut asumsi penelitian dikarenakan sedikitnya rasa peduli lansia tentang diit hipertensi

dan dalam menjawab pertanyaan lansia sekedar mengerti tentang diit hipertensi, hal ini sesuai

dengan pendapat Notoatmodjo (2010), bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia,

50
yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa itu, apa manusia, apa alam dan

sebagainya. Sehingga lansia tersebut memperoleh pengetahuan cukup.

Hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan baik sejumlah 14 orang.

Menurut Bakhtiar (2012), bahwa pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk

tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan

yang diketahui manusia secara langsung dari kesadaran sendiri untuk mengetahui (subjek)

memiliki yang diketahui (objek) yang didalam dirinya sendiri supaya mudah untuk mengetahui

dan menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri. Menurut asumsi peneliti lansia

berpengetahuan baik karena lansia memperoleh pengetahuan baru serta mendapatkan

pengalaman tentang diit hipertensi , hal ini sesuai dengan Machfoedz (2010), bahwa ilmu

pengetahuan adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman seseorang sehingga lansia tersebut

memperoleh nilai baik.

Hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan kurang berjumlah 8

orang. Menurut asumsi penelitian lansia sama sekali tidak tahu serta ketidakpedulian lansia

tentang diit hipertensi, bahkan tidak ada keinginan untuk mendapat dari berbagai sumber

informasi tentang diit hipertensi. Disisi lain kemungkinan lansia ini ada yang belum

mendapatkan penyuluhan sebelumnya dari program Prolanis. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Mubarak (2007), bahwa pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah sesuai dengan proses

pengalaman manusia yang dialami, sumber informasi baru didapatkan merupakan pengganti

pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi

sebelumnya.

4.4 Keterbatasan Penelitian

Rata-rata lansia menjawab salah pada soal nomor 6 dimana lansia belum mengetahuai

bahwa diit hipertensi merupakan cara mencegah kekambuhan hipertensi tanpa efek samping. Diit

51
secara alami yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang alami disisi lain pada soal ini peneliti

tidak memberikan penjabaran atau contoh yang jelas tentang makanan alami untuk diit hipertensi

sehingga lansia kurang memahami soal ini. Selain itu dari beberapa lansia yang menjawab salah

pada soal ini beranggapan dengan makan apa saja tanpa pantangan, dan istirahat cukup diusia tua

lansia akan merasa sehat.

Peneliti juga juga tidak mengetahui berapa kali lansia berkunjung ke Puskesmas

Lhokbengkuang untuk mengontrol tekanan darahnya ataupun melakukan perobatan.

52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 51 lansia penderita hipertensi di

Puskesmas Lhokbengkuang tentang diit hipertensi maka diketahui rata-rata pengetahuan lansia

tergolong cukup dengan hasil :

1. Pengetahuan lansia cukup sebanyak 29 lansia dengan prosentase 56,86%.Pengetahuan Baik

sebanyak 14 lansia dengan prosentase 27,45%, sedangkan tingkat pengetahuan kurang

sebanyak 8 lansia dengan prosentase 15,69%.

2. Tingkat pengetahuan lansia tergolong cukup berdasar usia dominan pada usia 60-74 tahun

sebanyak 24 orang (61,59%).

3. Tingkat Pengetahuan lansia tergolong cukup berdasar pekerjaan dominan pada lansia yang

sudah tidak bekerja sebanyak 22 orang (56,41%).

4. Tingkat pengetahuan lansia tergolong cukup berdasar pendidikan dominan pada tingkat

pendidikan tidak sekolah sebanyak 16 orang (51,61%).

5.2 Saran

1. Bagi peneliti

Diharapkan peneliti dapat mengembangkan lagi penelitian-penelitian selanjutnya

khususnya gangguan kesehatan pada masyarakat pada umumnya yang terjadi pada lansia dan

dapat ikut serta dalam pemberian penyuluhan- penyuluhan kepada masyarakat dalam menjaga

kesehatan, selain itu peneliti juga dapat mengembangkan lagi penelitiannya menghubungkan

tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi dengan kejadian kekambuhan hipertensi.

53
2. Bagi Instansi Puskesmas

Diharapkan semoga penelitian ini bisa menjadi masukan bagi instansi puskesmas untuk

menambah pengetahuan dan kepeduliaan terhadap penyakit hipertensi terutama mengenai diit

hipertensi yang terjadi pada khususnya kalangan lansia di dalam masyarakat serta diharapkan

semakin meningkatkan kegiatannya dalam mengontrol kesehatan para lansia dan dapat

memberikan pengetahuan lebih tentang penyakit yang terjadi pada lansia.

3. Bagi Peneliti Lain

Semoga penelitian yang sudah dilakukan ini dapat menjadi wacana dan referensi dalam

pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini dan

semoga peneliti lain dapat mengupayakan penambahan tenaga kesehatan saat penelitian berjalan

sehingga dapat meminimalisir ketepatan waktu saat penilitian.

4. Bagi Responden

Disarankan pada para lansia khususnya di wilayah UPTD Puskesmas Lhokbengkuang

untuk lebih peduli lagi terhadap kesehatannya terutama bagi penderita hipertensi, khususnya

dalam mengatur diit hipertensi untuk mengontrol terjadinya kekambuhan hipertensi dan

mencegah terjadinya komplikasi hipertensi seperti stroke, gagal ginjal dan gagal jantung.

6. Bagi Profesi

Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan untuk mengadakan penelitian

tentang kesehatan pada lansia mengenai hipertensi khususnya diit hipertensi dalam pencegahan

terjadinya hiperteensi

54
55

You might also like