You are on page 1of 15

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

STIMULASI PERSEPSI : HALUSINASI


DI RUMAH SAKIT KHUSUS DHARMA GRAHA

DISUSUN OLEH
MAHASISWA STIKES AWAL BROS BATAM

STIKes AWAL BROS BATAM PROGRAM STUDI PROFESI NERS

Jl. Gajah Mada Kav.1 Telp. (0778) 429535

KOTA BATAM

TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi aktifitas kelompok (TAK) adalah upaya memfasilitasi kemampuan
sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Salah satu gangguan
hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa adalah gangguan persepsi sensori:
halusinasi dan merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah perubahan sensori dimana pasien
merasakan sensasi yang tidak ada berupa suara, penglihatan, pengecapan,dan
perabaan (Damaiyanti, 2012).
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia
ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat
orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450
juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data
statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan (Hartanto ,
2014).
Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke
atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
Indonesia.Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai
sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk Indonesia.
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan,
dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan. Angka terjadinya
halusinasi cukup tinggi. Berdasarkan hasil 2 pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Medan
ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Menurut perawat di Rumah Sakit
Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di ruang kelas III rata- rata
angka halusinasi mencapai 46,7% setiap bulannya (Mamnu’ah, 2010).
Dari beberapa kasus gangguan jiwa yang ada di Panti Sosial Bina Laras 2,
sebagian besar pasien menderita halusinasi. Oleh karena itu maka kami kelompok
menganggap dengan terapi aktifitas kelompok (TAK) klien dengan gangguan sensori
persepsi dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan pasien lain dengan terapi
bercakap-cakap.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien ganggguan jiwa (Keliat, 2012). Halusinasi adalah perubahan sensori dimana
pasien merasakan sensasi yang tidak ada berupa suara, penglihatan, pengecapan,dan
perabaan (Damaiyanti, 2012).

B. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik
tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu
ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti:
darah, urine atau feses. Kadang–kadang terhirup bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
C. Tanda Dan Gejala
 Mendengar suara-suara
 Sering bicara sendiri
 Tidak mampu membedakan yang nyata dan yang tidak nyata
 Cemas, takut, curiga
 Tidak ada kontak sosial
 Tidak ada kontak mata
 Pasif
 Konsentrasi rendah
 Merasa kehilangan kontrol
 Menarik diri
 Bicara kacau dan tidak masuk akal
 Mudah tersinggung
 Ekspresi wajah tegang
 TTV: HR, Nadi, TD, Pernapasan meningkat dan banyak keringat
 Tremor
 Sulit membuat keputusan
 Menyalahkan diri sendiri

D. Tahapan Halusinasi, Karakteristik Dan Perilaku Yang Ditampilkan


TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I  Mengalami ansietas, kesepian,  Tersenyum, tertawa sendiri
 Memberi rasa rasa bersalah dan ketakutan.  Menggerakkan bibir tanpa
nyaman tingkat  Mencoba berfokus pada pikiran suara
ansietas sedang yang dapat menghilangkan  Pergerakkan mata yang cepat
secara umum, ansietas  Respon verbal yang lambat
halusinasi  Fikiran dan pengalaman sensori  Diam dan berkonsentrasi
merupakan masih ada dalam kontol
suatu kesadaran, nonpsikotik.
kesenangan
Tahap II  Pengalaman sensori menakutkan  Terjadi peningkatan denyut
 Menyalahkan  Merasa dilecehkan oleh jantung, pernafasan dan
 Tingkat pengalaman sensori tersebut tekanan darah
kecemasan berat  Mulai merasa kehilangan kontrol  Perhatian dengan lingkungan
secara umum  Menarik diri dari orang lain non berkurang
halusinasi psikotik.  Konsentrasi terhadap
menyebabkan pengalaman sensori kerja
perasaan  Kehilangan kemampuan
antipati membedakan halusinasi
dengan realitas
Tahap III  Klien menyerah dan menerima  Perintah halusinasi ditaati.
 Mengontrol pengalaman sensori (halusinasi).  Sulit berhubungan dengan
 Tingkat  Isi halusinasi menjadi atraktif. orang lain.
kecemasan berat  Kesepian bila pengalaman sensori  Perhatian terhadap lingkungan
 Pengalaman berakhir psikotik. berkurang hanya beberapa
halusinasi tidak detik.
dapat ditolak  Tidak mampu mengikuti
lagi perintah dari perawat, tremor
dan berkeringat

Tahap IV  Pengalaman sensori mungkin  Perilaku panik.


 Klien sudah menakutkan jika individu tidak  Resiko tinggi mencederai.
dikuasai oleh mengikuti perintah halusinasi,  Agitasi atau kataton.
Halusinasi. bisa berlangsung dalam beberapa  Tidak mampu berespon
 Klien panik. jam atau hari apabila tidak ada terhadap lingkungan.
intervensi terapeutik.

E. Cara Mengontrol Halusinasi


Menurut Anna Keliat (2012) , untuk membantu pasien agar mampu mengontrol
halusinasi, ada 4 cara yaitu:
1. Menghardik Halusinasi
Menghardik Halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap Halusinasi dengan
cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi atau tidak memperdulikan halusinasinya.
Contoh menghardik halusinasi : sambil menutup telinga mengatakan: “ saya tidak
mau mendengarkan kamu, kamu tidak nyata, kamu suara palsu…”
2. Bercakap-cakap dengan orang lain.
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika
pasien bercakap-cakap dengan oranglain terjadi distraksi: focus perhatian pasien
akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakuakan dengan orang lain.
Contoh bercakap-cakap dengan orang lain dengan berbicara pada perawat, teman,
atau keluarga
3. Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukan diri
melakukan aktivitas yang teratur. Dengan aktivitas yang terjadwal, pasien tidak
akan mengalami waktu luang sendiri ysang seringkali mencetuskan halusinasi.
Oleh karena itu halusinasi dapat beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai
tidur malam.
4. Minum obat secara teratur.
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi sehingga pasien dianjurkan
pentingnya minum obat secara teratur sesuai program dokter.
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok adalah suatu terapi aktivitas psikologi yang dapat
dilaksanakan oleh sekelompok orang atau klien dengan bimbingan dari fasilitator.

2. Pembagian aktivitas kelompok.


Terapi aktivitas kelompok dibagi meenjadi 4 yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, stimulasi sensoris, orientasi realita dan sosialisasi.
a. TAK Stimulasi Kognitif/Presepsi
Klien dilatih mempresepsikan stimulasi yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada
tiap sesi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai
stimulus di dalam kehidupan menjadi adaptif.
b. TAK Stimulasi Sensori.
Aktifitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi
reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan berupa : ekspresi
perasaan secara non verbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien
yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi emosi
dan perasaannya, serta menampilkan respon. Aktifitas yang digunakan sebagai
stimulus adalah : musik, seni, menyanyi, menari. Jika hobi klien diketahui
sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien,
dapat digunakan stimulus.
c. TAK Orientasi Realita.
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri,
orang lain yang ada di sekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien, dan
lingkungan.
d. TAK Sosialisasi
Terapi aktifitas kelompok (TAK) : sosialisasi (TAKS) adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial. Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu
yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat dilakukan secara bertahap dari
interpersonal ,kelompok dan massa . Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi
dalam kelompok
3. Metode terapi aktivitas kelompok
Metode yang digunakan pada terapi aktifitas kelompok (TAK) ini adalah metode
untuk mengontrol halusinasi.

4. Tujuan terapi aktivitas kelompok


a. Tujuan Umum
1. Klien mampu mengenali halusinasi yang dialaminya.
2. Klien mampu mengontrol halusinasinya.
3. Klien mengikuti program pengobatan secara optimal.
b. Tujuan Khusus
1) Klien mampu memahami pentingnya patuh minum obat
2) Klien memahami akibat tidak patuhnya minum obat
3) Klien dapat menyebutkan lima cara benar minum obat

5. Kriteria Anggota
Klien sebagai anggota yang mengikuti terapy aktifitas kelompok ini adalah:
a) Klien dengan riwayat schizofrenia dengan disertai gangguan persepsi sensori;
halusinasi.
b) Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk, dalam keadaan tenang.
c) Klien dapat diajak kerjasama (cooperative).

6. Waktu dan tempat pelaksanaan


Terapi Aktifitas Kelompok ini dilaksanakan pada:
Hari dan Tanggal : Jum’at, 9 Febuari 2018
Waktu : Pukul 09.00 WIB s.d 10.00 WIB
Tempat : Rumah sakit khusus Dharma Graha

7. Nama klien
Klien yang mengikuti kegiatan berjumlah 6 orang yaitu klien, sedangkan sisanya
sebagai cadangan jika klien yang ditunjuk berhalangan. Adapun nama-nama klien
yang akan mengikuti TAK serta pasien sebagai cadangan yaitu:
Klien peserta TAK:
1) Tn. David
2) Tn. Alfian
3) Tn. Adit
4) Rizka
5) Tn. Islam
8. Metode dan media
TAK kali ini tidak menggunakan alat atau media yang spesifik, penggunaan alat
hanya yang ada diruangan saja, seperti:
a. Beberapa contoh obat
b. Spidor dan papan tulis jika ada

9. Susunan pelaksanaan
Yang bertugas dalam TAK kali ini disesuaikan dengan petugas setiap Sesi yang
telah disepakati. Sebagai berikut:
a. Leader : I Ketut Astawa
b. Co. Leader : Rolis Setyowati
c. Fasilitator 1 : Erni susilowati
d. Fasilitator 2 : Venty
e. Fasilitator 3 : Rizka Meidina Famela
h. Observer : Dwi Okta

10. Uraian tugas pelaksanaan


a. Leader
Tugas:
 Memimpin jalannya terapi aktifitas kelompok.
 Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya terapi
 Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
 Memimpin diskusi kelompok.
b. Co. Leader
Tugas:
 Membuka acara.
 Mendampingi Leader.
 Mengambil alih posisi leader jika leader bloking.
 Menyerahkan kembali posisi kepada leader
 Menutup acara diskusi.
c. Fasilitator
Tugas:
 Ikut serta dalam kegiatan kelompok
 Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif
mengikuti jalannya therapi.
d. Observer
Tugas:
 Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang
tersedia).
 Mengawasi jalannya aktifitas kelompok dari mulai persiapan, proses,
hingga penutupan

11. Langkah-langkah Kegiatan


a. Setting F
OB
w w w w

F L F
CO

w w w w

Keterangan
L: Leader
CO: Co Leader
F: Fasilitator
OB: Observer
W: Warga Binaan

b. Tahap kerja
1. Memilih klien sesuai indikasi, yaitu dengan halusinasi
 Membuat kontrak dengan klien
 Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi (10 menit)
Pada tahap ini terapis melakukan:
a) Memberi salam terapetik
b) Berdoa
c) Evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini
d) Kontrak
Menjelaskan aturan main berikut: jika ada klien yang ingin
meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada terapis.
e) Menjelaskan tujuan kegiatan
 Tujuan Umum
1. Klien mampu mengenali halusinasi yang dialaminya.
2. Klien mampu mengontrol halusinasinya.
3. Klien mengikuti program pengobatan secara optimal.
 Tujuan Khusus
1) Klien mampu memahami pentingnya patuh minum obat
2) Klien memahami akibat tidak patuhnya minum obat
3) Klien dapat menyebutkan lima cara benar minum obat

3. Tahap kerja (20 menit)


1) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh
karena obat member perasaan tenang, dan memperlambat kambuh.
2) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab
kambuh.
3) Terapis meminta klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
memakannya. Buat daftar diwhiteboard.
4) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum
obat, benar orang yang minum obat, benar dosis obat.
5) Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
6) Berikan pujian pada klien yang benar.
7) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard).
8) Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat (catat
di whiteboard).
9) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah
halusinasi / kambuh.
10) Menjelaskan akibat / kerugian tidak patuh minum obat, yaitu kejadian
halusinasi / kambuh.
11) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat.
12) Member pujian tiap kali klien benar.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi (10 menit)
 Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
 Terapis menanyakan jumlah terapi untuk mengontrol halusinasi
yang sudah dipelajari
 Beri pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana Tindak lanjut
Meminta klien untuk tetap melakukan cara – cara mengontrol
halusinasi
c. Ditutup dengan Doa

c. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Input
a. Tim berjumlah 5 orang yang terdiri atas 1 leader, 1 co leader, 3
fasilitator dan 1 observer
b. Lingkungan memiliki syarat luas dan sirkulasi baik
c. Peralatan monopoli, kertas dan pulpen siap digunakan
d. Klien, tidak ada kesulitan memilih klien yang sesuai dengan kriteria
dan karakteristik klien untuk melakukan terapi aktifitas kelompok
stimulasi persepsi sensori
2. Evaluasi Proses
a. Leader menjelaskan aturan main dengan jelas
b. Fasilitator menempatkan diri di tengah-tengah klien
c. Observer menempatkan diri di tempat yang memungkinkan untuk
dapat mengawasi jalannnya permainan
d. 90% klien yang mengikuti TAK dapat mengikuti kegiatan dengan
aktif dari awal sampai selesai.
12. PENUTUP
Demikian proposal ini buat, atas oerhatian dan dukungan serta partisipasinya
dalam kegiatan ini kami ucapkan terimakasih.
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULASI PERSEPSI SENSORI

Unit :
Hari/Tgl :
Leader :

LEMBAR OBSERVASI
No Nama klien Memimpin doa Mengikuti Mampu mengikuti Mampu bercerita Mampu mengungkapkan Memimpin
pembukaan kegiatan dari instruksi yang dengan pasien lain perasaan setelah terapi doa penutup
awal - akhir tertulis dikertas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika


Aditama.

Hartanto, D. (2014). Gambaran Sikap Dan Dukungan Keluarga Terhadap Penderita


Gangguan Jiwa Di Kecamatan Kartasura (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Keliat, Budi A. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC

Mamnu’ah. 2010. Stres dan Strategi Koping Keluarga Merawat Anggota Keluarga
yang Mengalami Halusinasi. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan.Yogyakarta:
Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen


Kesehatan Republik Indonesia 2013.

You might also like