You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

“DENGAN KATARAK”

(KEPERAWATAN GERONTIK)

Dosen Pembimbing:

Wiwik Widiatie, S.Kep. Ns. M.Kes

Kelompok 5:

1. Laili Istiana (7313063)


2. Nur Amiirotul Fikriyyah (7313070)
3. Dewi Nafidah (7313081)
4. M. Sahri Arifandi (7313078)
5. Umi Asriatun (7313084)
6. M. Sidik Adi (73130)
7. Alyf Doni R. (7313093)
8. Nita Novita Sary (7313077)

S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM JOMBANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk
rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Lansia dengan Katarak”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu Mata Ajar Keperawatan Gerontik.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan pengarahan
dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1 .Bapak Prof. DR. H. Ach. Zahro, MA selaku Rektor UNIPDU JOMBANG.

2. Bapak H. Andi Yudianto, S.Kep.Ns. M.Kes. selaku Dekan FIK UNIPDU JOMBANG.

3. Bapak M. Rajin S.Kep. Ns. M. Kes Selaku Kaprodi S1 Keperawatan UNIPDU JOMBANG

4. Ibu Wiwik Widiatie, S.Kep, Ns. M.Kes. selaku Penanggung Jawab Mata Ajar
Keperawatan Gerontik S1 Keperawatan UNIPDU JOMBANG.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita dalam mengembangkan profesionalisme keperawatan di
Indonesia .

Jombang, 29 Mei 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA dengan KATARAK ................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
BAB II KONSEP TEORI ....................................................................................................................... 2
2.1 Definisi......................................................................................................................................... 2
2.2 Etiologi.......................................................................................................................................... 2
2.3 Faktor Resiko ................................................................................................................................ 2
2.4 Patofisiologi .................................................................................................................................. 2
2.5 Macam – macam Katarak ............................................................................................................. 3
2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................................................... 4
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................................................................ 4
2.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................................ 5
2.9 Pencegahan ................................................................................................................................... 5
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN KATARAK ........................................... 6
3.1 Pengkajian ..................................................................................................................................... 6
3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................................................. 9
3.3 Intervensi....................................................................................................................................... 9
3.4 Evaluasi ....................................................................................................................................... 14
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................. 15
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 15
4.2 Saran ........................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan
usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di
negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000
orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50
tahun sehingga istilah “Baby Boom” pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan penduduk
lanjut usia”.

Mata dapat dikatakan sebagai bagian dari pancaindra yang paling penting, dari mata
kita dapat melihat, belajar dan melakukan semua kegiatan dengan optimal. Mata
merupakan jendela otak karena 90% informasi yang di peroleh otak berasal dari mata.
Jika pada system penglihatan mengalami gangguan maka akan berdampak besar dalam
kehidupan sehari-hari. WHO memperkirakan 12 orang menjadi buta setiap menit di
dunia, dan 4 orang diantaranya berasal dari asia tenggara. Bila dibandingkan dengan
angka kebutaan Negara-negara di regional Asia Tenggara,angka kebutaan di Indonesia
(1,5%) adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%,India 0,7%,Thailand 0,3%). Menurut
Badan Penelitian dan Pengembanga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2008), proporsi penduduk umur 30 tahun ke atas dengan katarak menurut
kabupaten/provinsi jawatengah adalah 5,2% dari total penduduk jawatengah menderita
katarak baik yang telah didiagnosa oleh tenaga kesehatan atau yang baru ditemukan
tanda-tanda katarak. Sedangkan di Kabupaten Boyolali ditemukan total 16,9% dari
jumlah penduduk yang menderita katarak.

1.2 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari penyakit katarak pada lansia.
b. Mengetahui cara penanganan untuk katarak pada lansia.
c. Mengetahui asuhan keperawatan untuk katarak pada lansia.

1.3 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari penyakit katarak pada lansia?
b. Bagaimana cara penanganan katarak pada lansia?
c. Bagaimana asuhan keperawatan katarak pada lansia?

1
BAB II KONSEP TEORI

2.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur penglihatan
kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996)

2.2 Etiologi
1) Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
2) Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X
atau benda – benda radioaktif.
3) Penyakit mata seperti uveitis.
4) Penyakit sistemis seperti DM.
5) Defek kongenital

2.3 Faktor Resiko


1) Usia
2) Diabetes
3) Sejarah keluarga dengan katarak
4) Pernah mengalami operasi mata.
5) Terkena radiasi ion.
6) Merokok\
7) Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu lama.

2.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan
atara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran
semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap
dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan
protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lens melebihi jumlah protein
dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu
kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi
dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan
mengakibatkan gangguan penglihatan.

2
2.5 Macam – macam Katarak
1) katarak kongenital
Adalah katarak sebagian pada lensa yang sdah idapatkan pada waktu lahir.
Jenisnya adalah:

a) Katarak lamelar atau zonular.


b) Katarak polaris posterior.
c) Katarak polaris anterior
d) Katarak inti (katarak nuklear)
e) Katarak sutural

2) Katarak juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir.

3) Katarak senil
Adalah kekeruhan lensa ang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa
macam yaitu:

a) katarak nuklear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa

b) Katarak kortikal
Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa

c) Katarak kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.

Katarak senil dapat dibagi atas stadium:

a) katarak insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang membentuk gerigi
dengandasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.

b) katarak imatur

3
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai
seluruh lensa sehingga masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada
lensa.

c) katarak matur
Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama – sama hasil desintegritas melalui kapsul.

d) katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan
dapat keluar melalui kapsul lensa.

4) Katarak komplikasi
Terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau penyakit
umum.

5) Katarak traumatik
Terjadi akibat ruda paksa atau atarak traumatik.

2.6 Manifestasi Klinis


a. Pandangan mata yang kabur, suram atau seperti ada bayangan awan atau asap.

b. Sulit melihat pada malam hari.

c. Sensitif pada cahaya.

d. Terdapat lingkaran cahaya terang untuk membaca aatau ketika beraktifitas.

e. Warna memudar atau cenderung menguning saat melihat.

f. Pandangan ganda jika melihat dengan satu mata.

2.7 Penatalaksanaan
a. Extracapsular Cataract Ekstraktie (ECCE)

Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posteriorditinggalkan untuk mencegah prolaps


viterus, untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan utuk
implantasi lensa intraokuler. ECCE paling sering dilakukan karena memungkinkan
dimasukannya lensa intraokuler ke dalam kapsul yang tersisa. Setelah pembedahan
diperlukan koreksi visus lebih lanjut. Visus basanya pulih dalam tiga bulan setelah

4
pembedahan. Tehnik yang sering digunakan dalam ECCE adalah fakoemulsifikasi, jaringan
dihancurkan dan debris diangkat melalui pengisapan (suction) (Istiqomah,2003).
b. Intracapsula Cataract Extractie (ICCE)
Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah
kemudahan prosedur ini dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresikotinggi mengalami
retinal detachmentdan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa
intraokuler.Salahsatu tehnik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan
dengan probe superdingin dan kemudian diangkat. Menurut (Ilyas,2003) pembedahan
dengan cara ini mengurangi penyulit yang sering terjadi pada tehnik ECCE.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat digunakan untuk
mendiagnosa tentang infeksi. (Muttaqin dan Sari, 2009) Slitlamp memungkinkan dapat
digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior mata dalam gambaran mikroskopis. Dalam
pemeriksaan mata yang komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra
Okuler).Alat yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu tonometer schiotz.
Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun.
Oftalmoskopi jugadapat digunakan untuk pemeriksaan mata bagian dalam.

2.9 Pencegahan
Langkah yang dapat di ambil untuk mengurangi kemungkinan terkena katarak antara
lain:
1) Jangan merokok.
2) Makan makanan dengan gizi seimbang
3) Lindungi mata anda dari pancaran sinar matahari.
4) Menjaga kesehatan tubuh secara umum.

5
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN KATARAK
3.1 Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal
yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama
pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer
pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya
daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya
mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.
Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata
atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.

c. Riwayat kesehatan sekarang


Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata
atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau
jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan
masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.
3. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat
tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi
lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks,

6
atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior.
Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain
deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah sebagai berikut :
a) Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan,adakah kebiasaan
merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan atau yang lainnya.
b) Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan diri, dengan
skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang
lain dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu.
c). Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau
masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
d) Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah
diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau
tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3
bulan terakhir.
e) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk
BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan
frekuensi.
f) Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar, melihat,
membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika
ada kaji kualitas nyeri.
g) Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal
diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.

7
h) Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi
perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.

i) Pola seksual reproduksi


Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah masalh
saat menstruasi.
j) Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam
menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah
sakit.
k) Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
atas sakit yang diderita.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri,
pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka Ascan ultrasound (echography) dan hitung
sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL
(Smeltzer, 2001).

1) Data Subyektif
a) Nyeri
b) Mual
c) Diaporesis
d) Riwayat jatuh sebelumnya
e) Pengetahuan tentang regimen terapeutik
f) Sistem pendukung, lingkungan rumah.
2) Data obyektif
a) Perubahan tanda – tanda vital
b) Respon yang azim terhadap nyeri
c) Tanda – tanda infeksi:

8
- Kemerahan
- Edema
- Infeksi konjungtiva (pembuluh darah konjungtiva menonjol)
- Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
- Zat purulen
- Peningaktan suhu tubuh
- Nilai laboratorium: peningkatan SDP, perubahan SDP, hasil
pemeriksaan kultur sesitivitas abnormal.
d) Ketajaman penglihatan masing – masing mata.
e) Cara berjalan, riwayat jatuh sebelumnya.
f) Kemungkinan penghalang lingkungan seperti;
- kaki kursi, perabot yang rendah
- Tiang infus
- Tempat sampah
- Sandal
g) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
2) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
3) Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di lingkungan
yang asing dan keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman persepsi karena
pelindung mata.
4) Resiko tinggi terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d kurang
aktivitas yang diijinkan, obat – obatan, komplikasi dan perawatan lanjutan.

3.3 Intervensi
1) Nyeri akut
a) Tujuan: nyeri teratasi
b) Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan
nyeri setelah intervensi.

9
c) Intervensi:
 Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang
efektif.
Rasional: Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

 Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai beberapa jam setelah
pembedahan.
Rasional: Nyeri post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.

 Lakukan tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik,


seperti berikut;
- Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah – ubah antara
berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.
- Distraksi
- Latihan relaksasi
Rasional: beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan
mandiri yang dapat dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan
kenyamanan pada klien.

 Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang


diresepkan.
Rasional: Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan
menimbulkan kenyamanan pada klien.

 Beritahu doker jika nyeri tidak hilang setelah ½ jam pemberian obat, jika
nyeri disertai mual atau jika anda memperhatikan drainase pada pelindung
mata.
Rasional: Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO)
atau komplikasi lain.

2) Resiko tinggi terhadap infeksi


a) Tujuan: infeksi tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi tanpa gejala
infeksi.
c) Intervensi:
 Tingkatkan penyembuhan luka:
- Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan

10
asupancairan yang adekuat.
- Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama
setelah operasi atau sampai diberitahukan
Rasional: Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan

 Gunakan teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:


- Cuci tangan sebelum memulai
- Pegang alat penetes agak jauh dari mata
- Ketika meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.

Rasional: Teknik aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan


mengurangi resiko infeksi.

 Kaji tanda dan gejala infeksi:


- Kemerahan, edema pada kelopak mata
- Infeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
- Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
- Materi purulen pada bilik anterior (antara korm\nea dan iris)
- Peningkatan suhu
- Nilai laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan
sensitivitas positif)
Rasional: Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat
untuk meminimalkan keseriusan infeksi.

 Lakukan tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal


anjurkan klien menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada
siang hari dan pelindung mata pada malam hari).
Rasional: Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan interupsi
menciptakan jalan masuk untuk mikroorganisme.

 Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.


Rasional: Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan
kemungkinan memulai penanganan farmakologi.

11
3) Resiko tinggi terhadap cidera
a) Tujuan: Cidera tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cidera atau trauma jaringan selama
dirawat.
c) Intervesi:
 Orientasikan klien pada lingkungan ketika tiba.
Rasional: Pengenalan klien dengan lingkungan membantu mengurangi
kecelakaan.

 Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.


- Singkirkan penghalang dari jalur berjalan.
- Singkrkan sedotan dari baki.
- Pastikan pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka secara sempurna.
Rasonal: Kehilangan atau gangguan penglihatan atau menggunakan
pelindung mata juga apat mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari
gangguan ketajaman dan kedalaman persepsi.

 Tinggikan pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat


melihat dan meraihnya tanpa klien menjangkau terlalu jauh.
Rasional: Tinakan ini dapat membantu mengurangi resiko terjatuh.

 Bantu klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan rumah untuk


kemungkinan bahaya.
- karpet yang tersingkap.
- Kabel listrik yang terpapar.
- Perabot yang rendah
- Binatang peliharaan
- Tangga
Rasional: Perlunya untuk empertahankan lingkungan yang aman
dilanjutkan setelah pulang.

4) Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik


a) Tujuan: Inefektif penatalaksanaan regimen tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Berkaitan dengan rencana pemulangan rujuk pada rencana
pemulangan.
c) Intervensi:

12
 Diskusikan aktifitas yang diperbolehkan setelah pembedahan.
- Membaca
- Menonton televisi
- Memasak
- Melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan
- Mandi siram atau mandi di bak mandi.
Rasional: Memulai diskusi dengan menguraikan aktifitas yang
diperbolehkan daripada pembatasan memfokuskan klien pada aspek positif
penyembuhan daripada aspek negatifnya.

 Pertegas pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin


termasuk menghindari aktifitas berikut:
- Berbaring pada sisi yang dioperasi
- Membungkuk melewati pinggang
- Mengangkat benda yang beratnya melebihi 10 kg.
- Mandi
- Mengedan selama defekasi.
Rasional: Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan
mencegah peningkatan tekanan okuler. Pembatasan yang spesifik
tergantung pada beberapa faktor, termasuk sifat dan luasnya pembedahan,
preferensi dokter, umur serta status kesehatan klien secara keseluruhan.
Pemahaman klein tentang alasan untuk pembatasan ini dapat mendorong
kepatuhan klien.

 Tekankan pentingnya tidak mengusap mata atau menggosok mata dan


menjaga balutan serta pelindung protektif tetap pada tempatnya sampai
hari pertama setelah operasi.
Rasional: Mengusap atau menggosok mata dapat merusak integritas
jahitan dan memebrikan jalan masuk untk mikroorganisme. Menjaga mata
tertutup mengurangi resiko kontaminasi oleh mikroorganisme di udara.

 Jelaskan informasi berikut untuk tetap setiap obat – obatan yang


diresepkan.
- Nama, tujuan dan kerja obat.
- Jadwal, dosis (jumlah dan waktu)
- Teknik pemberian
- Instruksi atau kewaspadaan khusus

13
Rasional: Memberikan informasi yang akurat sebelum pulang dapat
meningkatkan kepatuhan dengan regimen pengobatan dan membantu
mencegah kesalahan dalam pemberian obat.

 Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan tanda dan gejala


berikut:
- Kehilangan penglihatan
- Nyeri pada mata
- Abnormalitas penglihatan (misalnya, kilasan cahaya atau mengeras)
- Emerahan, drainase meningkat, suhu meningkat.
Rasional: Melaporkan tanda dan gejala ini lebih awal memungkinkan
intervensi yang cepat untuk mencegah atau meminimalkan infeksi,
peningkatan tekanan intra okular, perdarahan, terlepasnya retina atau
komplikasi lain.

 Instruksikan untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang


mengeras dengan menyeka kelopak mata yang terpejam menggunakan
bola kapas yang dielmbabakan dengan larutan irigasi mata).
Rasional: Sekresi dapat melekat pada kelopak mata dan blu mata.
Pembuangan sekresi dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi
resiko infeksi dengan mneghilangkan sumber mikroorganisme.

 Tekankan pentingnya perawatan lanjutan yang adekuat, dengan adwal


yang ditentukan oleh ahli bedah. Klien harus mengetahui tanggal dan
waktu jadwal perjanjian pertamanya sebelum pulang.
Rasional: Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan penyembuhan
dan memngkinkan deteksi dini komplikasi.

 Sediakan instruksi tertulis pada waktu klien pulang.


Rasional: Instruksi tertulis memberikan klien dan keluarga sumber
informasi yang dapat merekam rujuk jika diperlukan.

3.4 Evaluasi
a. Keadaan klien baik.

b. Klien tampak tenang sebelum menjalani operasi.

c. Masalah klien teratasi dengan intervensi diatas.

14
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan gerontik merupakan salah satu bagian dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada indivdu atau sekleompok lansia dalam konteks peran
perawat sebagai penerima asuhan keperawatan yang diberikan secara profesional.

Dalam konteks keperawatan gerontik yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna


Werdha “Bahagia” Magetan dari tanggal 03 – 07 Deseber 2001, mahasiswa diberikan
tanggung jawab untuk membina satu orang klien lansia yang memiliki masalah kesehatan
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dimulai dari tahap pengkajian
sampai pada tahap evaluasi guna mengetahui perkembangan kesehatan klien lansia secara
komprehensif.

4.2 Saran
1) Bagi institusi pengelola Panti Sosial Tresna Werdha “Bahagia” Magetan.
Agar seoptimal mungkin menerapkan konsep pemikiran yang telah disepakati
guna meningkatkan fungsi dan peran panti secara optimal.

2) Bagi pembimbing PSIK FK Unair Surabaya


Agar seoptimal mungkin mengupayakan kehadiran serta bimbingannya guna
membantu mahasiswa menjalani proses praktek keperawatan gerontik dengan
lebih baik sesuai target pencapaian yang ingin diraih.

3) Bagi mahasiswa sendiri


Untuk lebih meningkatkan pemahaman dan pengetahuan guna mnegembangkan
konsep asuhan keperawatan gerontik secara optimal.

15
DAFTAR PUSTAKA

 Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
 Depsos RI. (----). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia Dalam Panti. Depsos RI. Jakarta
 Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
 Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
 Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
 Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta
 Istiqomah, IN. 2003. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC.
 Kowalak JP (ed). 2003. BukuAjarPatofisiologi. Dialihbahasakanoleh Hartono A.
Jakarta: EGC.

16

You might also like