You are on page 1of 26

ALUR BAHAN MAKANAN SAAT

KONDISI DARURAT - BANJIR

GIZI DARURAT
Diajukan untuk memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa

Faletehan Prodi Kesehatan Masyarakat

Peminatan Kesehatan Keselamatan Kerja

Oleh : Kelompok 3

Tyra Septi Diana


Surti Ayu S.N
Ulfah Fauziah K
Dicky Rivaldi
Ardian Maulana

Jl. Raya Cilegon KM. 06, Pelamunan Kramatwatu, Serang

STIKES FALATEHAN
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat
dan salam kami sampaikan hanya bagi tokoh dan teladan kita Nabi Muhammad
SAW. Diantara sekian banyak nikmat Allah SWT yang membawa kita dari
kegelapan ke dimensi terang yang memberi hikmah dan yang paling bermanfaat
bagi seluruh umat manusia, sehingga oleh karenanya kami dapat menyelesaikan
tugas gizi darurat ini dengan baik dan tepat waktu.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pada mata kuliah gizi
darurat.

Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat diselesaikan berkat dukungan


dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, kami berterima kasih kepada
semua pihak yang secara langsung memberikan kontribusi dalam menyelesaikan
proposal ini.

Semoga makalah ini menjadi tambahan khazanah pengetahuan tentang


pembelajaran kepada seluruh mahasiswa pada umumnya.

Serang, 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN........................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................3

BAB VII PENUTUP .....................................................................................22

DAFTAR ISI .................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya
bencana alam dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat konflik
sosial. Kejadian bencana mengakibatkan korban bencana harus mengungsi
dengan segala keterbatasan. Kondisi ini dapat berdampak pada perubahan status
gizi korban bencana khususnya kelompok rentan yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu
menyusui dan lanjut usia (Kemenkes RI, 2012)
Salah satu situasi kedaruratan yang sering menimbulkan banyak
korban, adalah kejadian bencana, suatu keadaan yang tidak diinginkan dan
biasanya terjadi secara mendadak disertai dengan jatuhnya banyak korban.
Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data bencana
di Indonesia menyebutkan antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian
bencana, dimana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling
sering terjadi, yaitu 53,3 % dari total kejadian bencana di Indonesia
(Kemenkes RI, 2012).
Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan
terjadinya bencana alam . Disamping bencana alam, Indonesia memiliki potensi
munculnya bencana non alam akibat ulah manusia sebagai risiko dari beberapa
kegiatan atau ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik yang
memiliki potensi timbulnya bencana, antara lain penebangan hutan yang
tidak terkendali, pembakaran hutan, proses industri, dan sebagainya.
Bencana tersebut antara lain banjir, longsor dan pencemaran lingkungan
dan sebagainya. Disisi lain, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar,
yaitu lebih dari 220 juta jiwa dengan persebaran yang tidak merata, terdiri
berbagai macam suku/etnis, agama/kepercayaan, budaya, politik yang dapat
menjadi pemicu munculnya konflik horizontal maupun vertikal yang pada
akhirnya akan menimbulkan permasalahan kemanusiaan atau gesekan sosial yang
dapat berakibat terjadi konflik sosial (Kemenkes RI, 2012).

1
Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya
berbagai sarana dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas
pelayanan umum dan sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya. Salah satu
permasalahan yang sampai saat ini masih dihadapi dalam upaya penanggulangan
bencana terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat dan
korban bencana adalah kebutuhan pangan, khususnya yang terkait dengan
pemenuhan nilai gizi yang memenuhi standar minimal terutama pada
kelompok rentan akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur
distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk
(Kemenkes RI, 2012).
Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana
merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana
(pra bencana), pada situasi bencana, dan pasca bencana. Kegiatan penanganan
gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar
pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara
penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk
menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada
(Kemenkes RI, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah upaya penanganan dan pengamanan ketersedian pangan


saat bencana banjir?

1.3 Tujuan

Mengetahui dan memahami upaya penanganan dan pengamanan


ketersedian pangan saat banjir

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan Untuk Kedaruratan Dan Bencana


Tidak semua bencana menyebabkan kekurangan pangan yang parah dan
berdampak buruk pada status gizi pada penduduk yang terkena bencana.
Permasalahan pada makanan dan nutrisi tergantung dari jenis bencana, durasi dan
ukuran daerah yang terkena damapak bencana, dan status gizi masyarakat sebelum
bencana. Gempa bumi biasanya memiliki sedikit efek pada suplai pangan jangka
panjang. Sebaliknya, angin topan, banjir, dan tsunami secara langsung mempengaruhi
ketersediaan pangan, dengan merusak tanaman, membunuh ternak dan hewan
domestik, dan menghancurkan makanan yang disimpan. Setiap jenis bencana akan
mengacaukan sistem transportasi, komunikasi, dan rutinitas sosial dan ekonomi.
Meskipun toko makanan mungkin ada, penduduk tidak memiliki akses kepada toko
tersebut (PAHO, tanpa tanggal).
Penyelenggaraan makanan darurat dipersiapkan pada waktu terjadi keadaan
darurat yang ditetapkan oleh kepala wilayah setempat sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan. Pada dasarnya penyediaan makanan darurat sifatnya sementaara
dalam waktu yang relatif singkat (1-3 hari). Macam makanan mula-mula makanan
matang, selanjutnya makanan mentah, sampai dinyatakan keadaan membaik. Prinsip
dasar penyediaan makanan matang apabila bencana terjadi memusnahkan sebagian
besar perlindungan dan peralatan penduduk, sehingga masyarakat tidak mungkin
untuk menyelenggarakan makanannya sendiri. Tugas penyediaan makanan dilakukan
oleh team yang dibentuk oleh kepala wilayah atau camat/bupati yang bertindak
sebagai koordinator pelaksanaan penanggulangan bencana alam, yang dipusatkan
pada pos komando yang ditetapkan (Nurhayati, tanpa tanggal).
Menurut Kemenkes RI (2012) kegiatan gizi/pangan dalam penanggulangan
bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak pra bencana, pada situasi
bencana dan pasca bencana.

1. Pra Bencana

Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan antisipasi
terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Kegiatan yang

3
dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas seperti manajemen gizi
bencana, penyusunan rencana kontinjensi kegiatan gizi, konseling menyusui,
konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pengumpulan data awal
daerah rentan bencana, penyediaan bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan
pendampingan kepada petugas terkait dengan manajemen gizi bencana dan berbagai
kegiatan terkait lainnya.

2. Situasi Keadaan Darurat Bencana

Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga darurat, tanggap
darurat dan transisi darurat.

1) Siaga Darurat

Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana yang ditandai
dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber daya. Kegiatan penanganan gizi
pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dapat
dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.

2) Tanggap Darurat

A. Tahap Tanggap Darurat Awal

A) Fase I Tanggap Darurat Awal

Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai dengan kondisi sebagai
berikut: korban bencana bisa dalam pengungsian atau belum dalam
pengungsian, petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara
lengkap,bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan adanya
penyelenggaraan dapur umum jika diperlukan. Lama Fase I ini tergantung dari
situasi dan kondisi setempat di daerah bencana yaitu maksimal sampai 3 hari
setelah bencana. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Memberikan makanan yang bertujuan agar pengungsi tidak lapar dan dapat
mempertahankan status gizinya.

b. Mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan.

c. Menganalisis hasil Rapid Health Assesment (RHA)

Pada fase ini, penyelenggaraan makanan bagi korban bencana


mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar ransum. Rasum adalah
4
bantuan bahan makanan yang memastikan korban bencana mendapatkan
asupan energi, protein dan lemak untuk mempertahankan kehidupan dan
beraktivitas. Ransum dibedakan dalam bentuk kering (dry ration) dan basah
(wet ration). Dalam perhitungan ransum basah diprioritaskan penggunaan
garam beriodium dan minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A.

B) Fase II Tanggap Darurat Awal

Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah:

a. Menghitung kebutuhan gizi

Berdasarkan analisis hasil Rapid Health Assessment (RHA) diketahui


jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur, selanjutnya dapat dihitung
ransum pengungsi dengan memperhitungkan setiap orang pengungsi
membutuhkan 2.100 kkal, 50g protein dan 40g lemak, serta menyusun
menu yang didasarkan pada jenis bahan makanan yang tersedia.

b. Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum yang meliputi:

a) Tempat pengolahan

b) Sumber bahan makanan

c) Petugas pelaksana

d) Penyimpanan bahan makanan basah

e) Penyimpanan bahan makanan kering

f) Cara mengolah

g) Cara distribusi

h) Peralatan makan dan pengolahan

i) Tempat pembuangan sampah sementara

j) Pengawasan penyelenggaraan makanan

k) Mendistribusikan makanan siap saji

l) Pengawasan bantuan bahan makanan untuk melindungi korban


bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti diare,
infeksi, keracunan dan lain-lain.

5
B. Tanggap Darurat Lanjut

Tahap tanggap darurat lanjut dilaksanakan setelah tahap tanggap


darurat awal, dalam rangka penanganan masalah gizi sesuai tingkat
kedaruratan. Lamanya tahap tanggap darurat lanjut tergantung dari situasi
dan kondisi setempat di daerah bencana. Pada tahap ini sudah ada informasi
lebih rinci tentang keadaan pengungsi, seperti jumlah menurut golongan umur
dan jenis kelamin, keadaan lingkungan, keadaan penyakit, dan sebagainya.
Kegiatan penanganan gizi pada tahap ini meliputi:

A) Analisis faktor penyulit berdasarkan hasil Rapid Health Assessment


(RHA).

B) Pengumpulan data antropometri balita (berat badan, panjang badan/tinggi


badan), ibu hamil dan ibu menyusui (Lingkar Lengan Atas).

C) Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB <-2SD) dan jumlah
ibu hamil dengan risiko KEK (LILA <23,5 cm).

D) Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare, campak,


demam berdarah dan lain-lain. Informasi tentang proporsi status gizi balita
selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan modifikasi atau
perbaikan penanganan gizi sesuai dengan tingkat kedaruratan yang
terjadi. Penentuan jenis kegiatan penanganan gizi mempertimbangkan
pula hasil dari surveilans penyakit. Hasil analisis data antropometri dan
faktor penyulit serta tindak lanjut atau respon yang direkomendasikan
adalah sebagai berikut:

a. Situasi Serius (Serius Situation), jika prevalensi balita kurus ≥15%


tanpa faktor penyulit atau 10-14,9% dengan faktor penyulit. Pada
situasi ini semua korban bencana mendapat ransum dan seluruh
kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil diberikan makanan
tambahan (blanket supplementary feeding).

b. Situasi Berisiko (Risk Situation), jika prevalensi balita kurus 10-14,9%


tanpa faktor penyulit atau 5-9,9% dengan faktor penyulit. Pada
situasi ini kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu

6
hamil risiko KEK diberikan makanan tambahan (targetted
supplementary feeding).

c. Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10% tanpa faktor


penyulit atau <5% dengan faktor penyulit maka dilakukan
penanganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan rutin.

Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau terdapat tanda klinis
gizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk
mendapat perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk.

E) Melaksanakan pemberian makanan tambahan dan suplemen gizi.

a. Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu diberikan makanan


tambahan disamping makanan keluarga, seperti kudapan/jajanan,
dengan nilai energi350 kkal dan protein 15 g per hari.

b. Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari, selama 90 hari.

c. Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A dosis 200.000 IU (1


kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi hari berikutnya, selang
waktu minimal 24 jam)

d. Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayi berusia 6-11 bulan;
dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-59
bulan, bila kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari
setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka
balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A.

e. Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling perorangan dengan


materi sesuai dengan kondisi saat itu, misalnya konseling menyusui
dan MP-ASI.

f. Memantau perkembangan status gizi balita melalui surveilans gizi.

3) Transisi Darurat

Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan


rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi darurat
disesusaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan
gizi seperti pada tanggap darurat.

7
3. Pasca Bencana

Kegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah


melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagai bagian dari surveilans, untuk
mengetahui kebutuhan yang diperlukan (need assessment) dan melaksanakan
kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut atau respon dari informasi yang
diperoleh secara terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat
(public health response) untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan
kesehatan korban bencana

2.2 Bantuan Pangan

2.2.1 Tujuan bantuan pangan

Menurut PAHO (tanpa tanggal) bantuan pangan bertujuan untuk mencegah


kekurangan gizi pada penduduk yang terkena bencana. Untuk merencanakan
pengobatan dan manajemen kasus gizi buruk diperlukan prioritas yang ada sebelum
bencana atau yang telah menjadi akut, dan akan menjadi jelas selama operasi
bantuan. Langkah-langkah untuk memastikan program bantuan pangan yang efektif
yaitu :

1. Memperkirakan jumlah makanan yang tersedia.

2. Menghitung kebutuhan makanan dari penduduk yang terkena bencana.

3. Menentukan jatah makanan sesuai dengan karakteristik penduduk dan


diperkirakan durasi efek bencana.

2.2.2 Program bantuan pangan selama bencana

Pada program bantuan pangan selama bencana, diperlukan adanya proritas dalam
managemen bantuan pangan. Program bantuan pangan tersebut menurut PAHO
(tanpa tanggal) diantaranya :

1. Menyediakan kebutuhan makanan yang mendesak, seperti penduduk yang


terisolasi, lembaga, rumah sakit, kamp pengungsi, dan tim penyelamat dan personil
bantuan.

8
2. Membuat perkiraan awal kebutuhan pangan penduduk yang terkena bencana,
dengan mempertimbangkan karakteristik demografis.

3. Mengidentifikasi stok pangan, (stok makanan di tempat lain di negeri ini,


organisasi bantuan makanan, dll), transportasi, penyimpanan, dan distribusi.

4. Menjamin keamanan dan kesesuaian makanan lokal dan persediaan makanan


yang diterima.

5. Memantau situasi pangan dan gizi, sehingga pasokan dan penjatahan makanan
dapat dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi.

2.2.3 Managemen suplai makanan

Tujuan managemen suplai makanan (PAHO, tanpa tanggal) untuk memastikan


keamanan dan mencegah penularan penyakit melalui makanan. Hal ini dilakukan
dengan cara memeriksa makanan yang diterima, mengidentifikasi dan membuang
persediaan rusak dan pastikan bahwa wadah atau karung dalam kondisi baik.
Membuang kaleng yang menggembung, rusak, atau berkarat, dan menolak produk
yang tanggal kadaluarsa telah berlalu. Memastikan unit transportasi belum
digunakan untuk mengangkut produk berbahaya atau mencemari. Memastikan
bahwa gudang memiliki ventilasi yang baik dan cahaya, dan makanan ditempatkan
pada stand yang memungkinkan udara untuk beredar secara bebas. Menyimpan
makanan berdasarkan tanggal yang masuk sehingga dapat didistribusikan secara
tepat (First In/First Out)

2.2.4 Penjatahan bantuan pangan

Makanan harus menjadi bagian dari pola pangan penduduk. Jumlah makanan dalam
ransum harus tergantung pada tahap krisis dan sumber daya yang tersedia.Untuk
periode minggu atau bahkan bulan, dan sementara korban tergantung secara
eksklusif atau hampir secara eksklusif pada bantuan pangan, jatah pangan harus
bertujuan untuk menyediakan 1.700-2.000 Kcal per orang/hari. Pada kelompok
penduduk yang berisiko kekurangan gizi, diberikan 3 atau 4 kg makanan per orang
per minggu. Yang penting pada tahap ini adalah memberikan jumlah makanan yang

9
cukup energi, bahkan jika itu bukan diet seimbang. Untuk waktu singkat 1700 Kcal
harian akan mencegah kerusakan parah status gizi, dan kelaparan (PAHO, tanpa
tanggal).

Jatah makanan harus sesederhana mungkin: makanan pokok (misalnya beras,


jagung, tepung terigu), sumber terkonsentrasi energi, (minyak atau lemak lain) dan
sumber terkonsentrasi protein (misalnya kering atau ikan kaleng atau daging
kalengan ). Meskipun sayuran kering merupakan sumber protein yang sangat baik,
namun diperlukan kegiatan memasak. Kelompok rentan (anak di bawah 5, wanita
hamil dan menyusui, dan orang-orang yang kekurangan gizi) harus menerima
suplemen.

Perkiraan kebutuhan jangka menengah untuk makanan, berdasarkan jatah makanan


perlu memperhatikan hal-hal berikut :

1. Memperhitungkan efek bencana pada panen, ternak, dan faktor lingkungan

2. Perkiraan jumlah dan komposisi penduduk yang terkena bencana.

3. Jika korban berada di penampungan, tanpa kemampuan untuk memasak makanan


mereka, makanan harus didistribusikan setelah dimasak.

4. Jatah mentah (makanan) diberikan selama periode waktu tertentu (misalnya


selama seminggu).

2.3 Keamanan pangan

2.3.1 Keamanan pangan di tingkat produksi

Jumlah ketersediaan pangan dalam bencana mempunyai faktor risiko yang berasal
dari karakteristik agronomi (hasil produk pertanian), sistem agraria (metode bertani,
teknologi pertanian, kepemilikan lahan) dan merupakan faktor struktural serta faktor
situasional seperti musim, dan dinamika ekonomi (ketersediaan bibit, pupuk, alat
pertanian, stok pangan, harga pangan), berlaku pula pada produk peternakan, dan
perikanan (Purwana, 2011).

10
Jenis bencana memberikan gambaran tersendiri bagi ketersediaan pangan. Bencana
akibat gempa bumi masih meninggalkan persediaan pangan yang dapat
dimanfaatkan. Bencana seperti tsunami, banjir, dan kebakaran dapat menghancurkan
total sumber ketersediaan pangan. Nilai gizi, asal pangan (lokal, nasional, impor),
penerimaan masyarakat (acceptability), dan kesiapan (readiness/istant) perlu
diperhatikan dalam memilih sumber pangan (Purwana, 2011).

Kualitas makanan harus dijamin keamanannya mulia dari tahap produksi, seperti
bebas pestisida, bahan kimia beracun, bakteri patogen, hormon, toksin, dan parasit.
Kontaminasi pada tahap ini dapat menyebabkan masalah pada konsumen, yaitu
korban bencana (Purwana, 2011).

2.3.2 Keamanan pangan di tingkat distribusi

Sistem transportasi dan komunikasi dapat mengalami gangguan saat terjadi bencana.
Meski ada kemungkinan persediaan pangan, kadang bahan makanan tidak dapat
diperoleh karena kekacauan sistem distribusi atau ketiadaan dana untuk membeli
pangan. Keamanan pangan, masalah transportasi, distribusi, dan penjualan makanan
saling terkait serta menjadi gambaran ekonomi pada wilayah yang terkena bencana.
Sistem distribusi yang terganggu menyebabkan kelangkaan pangan dan
meningktakan harga bahan pangan pokok seperti beras dan kedelai (Purwana, 2011).

2.3.3 Keamanan pangan di tingkat pengolahan makanan konsumsi

Semua makanan yang disajikan harus sesuai berdasarkan standar konsumsi manusia
(secara nutrisi dan budaya). Kualitas dan keamanan seluruh bahan makanan harus
dikontrol sebelum penggunaan dan bahan yang yang tidak sesuai standar harus
ditolak (WHO, 2005). Prinsip pengendalian bahan makanan adalah :

1. Stok bahan makanan harus diinspeksi secara reguler dan jika ada bahan makanan
yang dicurigai tidak sesuai standar harus dipisahkan kemudian sampel dikirim ke
laboratorium untuk dianalisis, dan untuk sementara waktu, bahan makanan tersebut
tidak boleh digunakan.

2. Pengawas dapur umum, koki dan personil tambahan harus dilatih dalam
kebersihan pribadi dan prinsip persiapan makanan yang aman.

11
3. Pengawas dapur umum harus dilatih untuk dapat mengenali potensi bahaya dan
menerapkan langkah-langkah keamanan pangan yang tepat; kebersihan pribadi
personel yang terlibat dalam persiapan makanan harus dipantau.

4. Petugas dan relawan menyiapkan makanan tidak boleh menderita sakit dengan
salah satu gejala berikut: sakit kuning, diare, muntah, demam, sakit tenggorokan
(demam), tampak terinfeksi lesi kulit (bisul, luka, dll), atau keluarnya cairan dari
telinga, mata atau hidung.

5. Harus ada petugas kebersihan untuk menjaga dapur dan sekitarnya bersih; mereka
harus terlatih dan pekerjaan mereka diawasi dan harus ada fasilitas yang memadai
untuk limbah pembuangan.

6. Air dan sabun harus disediakan untuk kebersihan pribadi, dan deterjen untuk
membersihkan peralatan dan permukaan yang juga harus dibersihkan dengan air
mendidih atau agen pembersih, misalnya pemutih.

7. Makanan harus disimpan dalam wadah yang akan mencegah kontaminasi oleh
hewan pengerat, serangga, atau lainnya hewan

8. Makanan panas atau dingin mungkin harus improvisasi (WHO, 2005).

Banyak bakteri tidak menyebabkan penyakit, namun bakteri patogen tersebar luas
pada tanah, air, hewan, dan manusia. Bakteri tersebut disebarkan melalui tangan,
kain pengelap, dan perkakas dapur. Jika makanan dan bakteri bersentuhan, maka
akan mencemari makanan dan mengakibatkan keracunan makanan. Langkah-
langkah dalam menjaga kebersihan pangan (WHO, 2006) antara lain:

1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyediakan makanan

2. Mencuci tangan setelah keluar dari toilet

3. Mencuci peralatan yang digunakan untuk menyediakan makanan

4. Melindungi kawasan dapur dan makanan dari serangga, tikus, dan hewan lainnya

Makanan mentah seperti daging, hasil olahan ayam, dan makanan laut serta sisa air
dan lendirnya mengandung bakteri berbahaya yang bisa mencemari makanan lain
saat penyediaan dan penyimpanan makanan. Langkah-langkah dalam memisahkan
makanan mentah dari makanan matang antara lain:

12
1. Memisahkan makanan mentah seperti ayam, daging, dan makanan laut daripada
makanan yang telah dimasak

2. Menggunakan perkakas dapur yang berbeda seperti pisau dan talenan untuk
menyediakan makanan mentah

3. Menyimpan makanan dalam wadah untuk menghindari makanan mentah


bersentuhan dengan makanan yang telah dimasak (WHO, 2006).

Memasak makanan dengan sempurna dapat membunuh semua bakteri berbahaya.


Berbagai penelitian telah menunjukkan makanan yang dimasak pada suhu 70oC
dapat memberi kepastian makanan aman untuk dikonsumsi. Pastikan makanan
seperti daging, terutama daging cincang, daging panggang utuh, dan potongan
daging besar telah dimasak sempurna sebelum dimakan. Langkah-langkah dalam
memasak yang benar antara lain:

1. Memastikan makanan dimasak dengan sempurna sepenuhnya, terutama daging,


hasil ayam, telur, dan makanan laut.

2. Suhu didih untuk makanan yang direbus harus mencapai suhu 70 oC. Bagi daging
dan hasil ayam, pastikan air rebusan terlihat jernih dan bukan berwarna merah
jambu. Sebaiknya gunakan termometer masak untuk mengukur suhu.

3. Panaskan semua makanan yang telah dimasak sepenuhnya (WHO, 2006).

Pada suhu kamar, bakteri akan bereproduksi dengan cepat. Pertumbuhan bakteri
akan melambat atau terhenti pada suhu dibawah 5oC atau lebih dari 60oC. Langkah-
langkah peyimpanan makanan pada suhu aman antara lain:

1. Jangan meletakkan makanan lebih dari dua jam pada suhu kamar

2. Simpan makanan yang telah dimasak namun cepat rusak pada lemari pendingin
(simpan pada suhu di bawah 5oC).

3. Pertahankan suhu makanan lebih dari 60oC sebelum disajikan.

4. Jangan menyimpan makanan terlalu lama dalam lemari pendingin.

5. Jangan biarkan makanan beku dicairkan pada suhu kamar (WHO, 2006).

Bahan mentah termasuk air dan es dapat terkontaminasi oleh bakteri patogen dan
bahan kimia berbahaya. Racun dapat terbentuk dari makanan yang rusak dan

13
berjamur. Memilih bahan baku dan pelakuan sederhana seperti mencuci dan
mengupas kulitnya dapat mengurangi pencemaran makanan. Langkah-langkah
penggunaan air dan bahan baku aman antara lain:

1. Gunakan air yang bersih atau telah diberi perlakuan agar air aman.

2. Pilihlah makanan segar dan bermutu.

3. Pilihlah cara pengolahan yang menghasilkan makanan yang aman, seperti susu
yang telah dipasteurisasi.

4. Cucilah buah-buahan atau sayuran terutama yang dimakan mentah.

5. Buang makanan yang telah kadaluarsa (WHO, 2006).

2.4 Kebutuhan suplai makanan

Menurut CDC (2014) kebutuhan suplai makanan pada kondisi kedaruratan


sebaiknya :

1. Memiliki masa penyimpanan yang panjang

2. Sedikit atau tidak perlu dimasak (makanan yang mudah dikonsumsi), tidak perlu
pendingin, atau air

3. Memenuhi kebutuhan bayi atau anggota keluarga lain yang memiliki diet khusus

4. Memenuhi kebutuhan hewan peliharaan '

5. Makanan tidak asin atau pedas, karena makanan ini meningkatkan kebutuhan air
minum, yang mungkin dalam suplai air minum sedikit

Cara menyimpan makanan saat terjadi kedaruratan (CDC, 2014) adalah :

1. Bencana dapat dengan mudah mengganggu pasokan makanan setiap saat, jadi
perlu perencanaan untuk memiliki suplai makanan minimal 3 hari.

2. Makanan kaleng dan makanan kering akan tetap segar selama 2 tahun.

3. Kondisi penyimpanan tertentu dapat meningkatkan umur penyimpanan makanan


kaleng atau makanan kering. Lokasi yang ideal adalah yang sejuk, kering, gelap.
Suhu terbaik adalah 40-60°F (4,4 - 15,5°C). Jauhkan makanan dari area pembuangan
gas kulkas. Panas menyebabkan banyak makanan membusuk lebih cepat.

14
4. Jauhkan makanan dari produk minyak bumi, seperti bensin, minyak, cat, dan
pelarut. Beberapa produk makanan menyerap bau dari produk minyak bumi
tersebut..

5. Lindungi makanan dari tikus dan serangga. makanan yang disimpan dalam kotak
atau kertas karton dapat bertahan lebih lama jika dibungkus dengan tebal atau
disimpan dalam wadah kedap udara.

6. Berikan tanggal pada semua item makanan. Gunakan dan ganti makanan sebelum
kehilangan kesegaran.

Menyiapkan makanan setelah bencana atau keadaan darurat mungkin sulit karena
kerusakan rumah dan hilangnya suplai listrik, gas, dan air. Ketersediaan peralatan
berikut akan membantu untuk menyiapkan makanan dengan aman (CDC, 2014) :

1. Peralatan memasak

2. Pisau, garpu, dan sendok

3. Piring kertas, gelas, dan handuk

4. Pembuka botol manual

5. Aluminium foil

6. Gas atau arang panggangan

7. Bahan bakar untuk memasak, seperti arang. (Jangan membakar arang di dalam
ruangan karena asap yang dihasilkan dapat mematikan bila terkonsentrasi di dalam
ruangan).

2.5 Dapur Umum

2.5.1 Pengertian dapur umum

Dapur umum (DU) adalah dapur lapangan yang diselenggarakan untuk


menyediakan/menyiapkan makanan dan dapat didistribusikan/dibagikan pada korban
bencana alam dalam waktu cepat dan tepat. Penyelenggaraan dapur umum untuk
melayani kebutuhan makan para penderita atau korban bencana bukan hanya
monopoli organisasi PMI.

Penyelenggaraan DU tersebut dapat diselenggarakan oleh siapa saja yang datang


pertama kali dan dapat menyelenggarakannya. Berdasarkan pengalaman selama ini

15
yang sering menyelenggarakan kegiatan DU selain PMI adalah TNI, Karang Taruna,
SATGASSOS, perangkat Pemda di tingkat bawah, Hansip, dll.

2.5.2 Lokasi dapur umum

Dalam menentukan lokasi Dapur Umum agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut
:

1. Letak Dapur Umum dekat dengan posko atau penampungan supaya mudah
dicapai atau dikunjungi oleh korban

2. Higienis linkungan cukup memadai

3. Aman dari bencana

4. Dekat dengan transportasi umum

5. Dekat dengan sumber air.

2.5.3 Pendistribusian makanan dapur umum

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendistribusian makanan DU kepada korban


bencana antara lain :

1. Distribusi dilakukan dengan mengunakan kartu distribusi

2. Lokasi atau tempat pendistribusian yang aman dan mudah dicapai oleh korban

3. Waktu pendistribusian yang kosisten dan tepat waktu, misalnya dilakukan 2 kali
sehari,makan pagi/siang dilaksanakan jam 10.00 s/d 12.00 wib, makan sore/malam
jam 16.00 s/d 17.00 wib

4. Pengambilan jatah seyogyanya diambil oleh kepala keluarga atau perwakilan


sesuai dengan kartu distribusi yang sah

5. Pembagian makanan bisa mengunakan daun, piring, kertas atau sesuai dengan
pertimbangan aman, cepat, praktis, dan sehat.

Nomor dapur :……………………………………………….

Nomor kode DU :……………………………………………….

Nama kepala keluarga:………………………………………….........

Jumlah jiwa :………………………………………………

Alamat/lokasi/pos :……………………………………………....
16
Gambar: Kartu pengambilan jatah makanan

2.5.4 Lama penyelenggaraan dapur umum

Lama penyelenggaraan dapur umum adalah sebagai berikut:

1. Penyelengaraan Dapur Umum PMI dilaksanakan pada situasi jika tidak


memungkinkan diberikan bantuan bahan mentah

2. Sampai dengan hari ketiga adalah untuk memberikan bantuan makanan kepada
seluruh korban bencana yang dilaporkan

3. Untuk hari keempat sampai dengan ketujuh pemberian bantuan makanan sudah
dapat dimulai dengan selektif; bantuan makanan hanya diberikan kepada korban
yang benar-benar membutuhkan

4. Apabila setelah tujuh hari ternyata korban bencana belum dapat menjalankan
fungsi sosialnya seperti semula dan masih memerlukan bantuan, pemberian bantuan
berikutnya diusahakan dalam bentuk bahan mentah yang sesuai dengan prisip
bantuan PMI

5. Bantuan dari PMI diberikan dalam bentuk tahap darurat paling lama berlangsung
selama 14 hari, jika situasi dan kondisi masih dalam keadaan darurat dan disertai
dukungan sarana dana yang memadai, atas permintaan dan sesuai kemampuan PMI,
pemberian bantuan dapat melampaui masa 14 hari tersebut

2.6 Proses Penyelenggaraan Makanan

(1) Perencanaan Anggaran Belanja

Perencanaan anggaran belanja adalah serangkaian kegiatan penyusunan biaya yang


diperlukan untuk mengadakan bahan makanan. Perencanaan atau penyusunan
anggaran harus peka terhadap harga-harga terjadi di pasaran.

(2) Perencanaan Menu

Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan dalam variasi


yang serasi untuk manajemen penyelenggaraan makanan di institusi (Mukri,1990).

17
Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya menu sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan makanan, baik komersil maupun non komersil. (Dep.Kes, 2007)

Menu yang disusun direncanakan terlebih dahulu oleh petugas kesehatan gizi,
Makanan yang bertanggungjawab dalam pelaksanaannya. Setiap 1 minggu sekali
selalu dilakukan evaluasi menu oleh petugas kesehatan gizi makanan. Siklus menu
yang digunakan adalah siklus menu 7 hari, tetapi hal itu disesuaikan dengan situasi
dan kondisi yang ada.

Kebutuhan bahan makanan yang akan digunakan dalam penyelenggaraan makanan ini
direncanakan sesuai jumlah klien yang dilayani, standar kebutuhan makanan dan
macam menu yang akan diolah. Dalam hal pengadaan bahan makanan dilaksanakan
oleh petugas sendiri, baik untuk bahan makanan kering maupun bahan makanan segar
tanpa menggunakan rekanan. Hal ini dikarenakan oleh jumlah konsumen yang
dilayani hanya sedikit.

(3) Penghitungan Kebutuhan Bahan Makanan

Perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan penyusunan kebutuhan bahan


makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan. Tujuannya adalah agar
tercapai usulan anggaran dan kebutuhan bahan makanan dalam satu tahun anggaran.
(Depkes, 2003)

Perencanaan kebutuhan bahan makanan segar dilakukan setiap hari oleh kepala dapur.
sedangkan untuk bahan makanan kering dilakukan 2 minggu sekali dan 1 bulan sekali
tergantung jenis bahan makanan dan persediaan bahan makanan yang ada. Terkadang
ada juga kiriman bahan makanan dari donatur berupa bahan makanan kering dan
snack.

(4) Pengadaan Bahan Makanan

Pengadaan bahan makanan adalah proses penyediaan bahan makanan melalui


prosedur dan peraturan yang berlaku. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan
bahan makanan sesuai yang direncakan, serta berdaya guna dan berhasil guna
(Muchatob, 1991).

18
Pemberian bahan makanan disalurkan melalui sumbangan-sumbangan baik oleh
pemerintah, swasta maupun masyarakat yang dikumpulkan melalui Petugas kesehatan
dan PMI setempat.

(5) Penerimaan Bahan Makanan

Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan/ penelitian


pencatatan dan pelaporan tentang macam kualitas dan kuantitas bahan nakanan yang
diterima sesuai dengan pemesanan serta spesifikasi yang telah di tetapkan (Depkes,
RI, 2003)

Penerimaan bantuan dari Jasaraharja cabang Surabaya berupa sembako dan alat
kebersihan.

 Untuk bahan makanan kering, seperti mie instan 100 karton, beras 600 kg,
biscuit 100 kaleng, makanan dan susu bayi 200 kotak.
 Untuk bahan makanan basah, seperti minyak goreng 100 pcs, daging 20 kg,
sayuran 50 kg.
 Untuk alat kebersihan, seperti popok bayi 150 pcs, selimut 150 pcs, pembalut
wanita 150 pcs, sabun mandi 150 pcs, sikat gigi 150 pcs.
 Obat-obatan seperti paracetamol 100 tablet, neuralgin 100 tablet, komix 100
box.

(6) Penyimpanan Bahan Makanan

Penyimpanan bahan makanan adalah untuk mempertahankan kondisi bahan makanan,


mencegah dari kerusakan atau gangguan lingkungan bahan makanan, melayani
kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan dengan kualitas dan waktu yang sesuai
untuk unit yang memerlukan (Depkes RI, 1991). Penyimpanan bahan makanan
merupakan suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan
makanan kering dan basah baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan
kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya. (Dep.Kes, 2007)

Persediaan bahan makanan kering seperti beras, kerupuk, bumbu-bumbu kering dan
lain-lain disimpan dalam ruang penyimpanan khusus yang sudah ada rak-rak dan
lemari penyimpanannya. Sedangkan untuk bahan makanan segar segera dilakukan
persiapan sebelum diolah.

19
(7) Persiapan Bahan Makanan

Persiapan bahan makanan adalah suatu proses kegiatan yang spesifik dalam rangka
menyiapkan bahan makanan dan bumbu sebelum dilakukan pemasakan
(Mukrie,1990). Persiapan bahan makanan diselenggarakan untuk menyiapkan bahan
makanan sesuai macam hidangan, persiapan, standart resep yang tepat,
mempersiapkan macam dan jumlah jumlah bahan makanan menurut prosedur yang
telah ditetapkan.

Persiapan bahan makanan ini dilakukan oleh seluruh petugas meliputi penerimaan,
pencucian, peracikan bumbu, pemotongan sesuai menu sehingga semua bahan siap
untuk diolah. Pemasakan dilakukan setiap sebelum pendistribusian setiap jam makan.
Hal itu dilakukan agar hidangan selalu hangat dan enak saat dimakan.

(8) Distribusi Makanan

Distribusi makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan


jumlah porsi dan jenis makanan serta jumlah konsumen yang dilayani (Depkes RI,
2003). Sistem pendistribusian penyelenggaraan makanan darurat oleh petugas
kesehatan menggunakan kepada satu keluarga korban bencana. Distribusi makanan di
dapur umum dilakukan dengan melakukan pemorsian masing-masing hidangan dalam
tempat yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.

2.1. Menu

Penyelenggaraan makanan darurat menggunakan siklus menu 7 hari dengan pola


makan yaitu makan pagi, makan siang, snack siang dan makan malam. Menu dibuat
oleh petugas kesehatan yang menangani bagian gizi makanan darurat.

Pola menu untuk makan siang merupakan pola menu lengkap yang terdiri dari
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah. Sedangkan pola menu
makan pagi dan makan malam terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati
dan sayur. Setiap kali makan ditambahkan pelengkap seperti kerupuk dan sambal.
Untuk balita atau anak-anak disediakan susu

20
21
BAB VII
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Indonesia rentan terhadap terjadinya bencana. Bencana menyebabkan
kekurangan pangan serta berdampak buruk pada status gizi pada penduduk yang
terkena bencana. Permasalahan pada ketersediaan pangan dan nutrisi tergantung dari
jenis bencana, durasi dan ukuran daerah yang terkena damapak bencana, dan status
gizi masyarakat sebelum bencana. Setiap jenis bencana akan mengacaukan sistem
transportasi, komunikasi, dan rutinitas sosial dan ekonomi.
Ketika terjadi bencana, perlua ada bantuan pangan. Bantuan pangan bertujuan
untuk mencegah kekurangan gizi pada penduduk yang terkena bencana. Selain
bantuan pangan, perlu adanya managemen suplai makanan untuk memastikan
keamanan dan mencegah penularan penyakit melalui makanan.
Keamanan pangan diperlukan dalam menyuplai bahan makanan. Keamanan
pangan dimulai dari tingkat produksi, distribusi, dan pengolahan bahan makanan.
Pada tingkat produksi, perlu memperhatikan Nilai gizi, asal pangan, penerimaan
masyarakat, dan kesiapan. Sistem distribusi yang terganggu menyebabkan
kelangkaan pangan dan meningktakan harga bahan pangan pokok. Keamanan
pangan saat mengolah makanan bertujuan untuk mengurangi risiko kontaminasi
bakteri patogen.
Dapur umum diselenggarakan untuk menyediakan/menyiapkan makanan dan
dapat didistribusikan/dibagikan pada korban bencana alam dalam waktu cepat dan
tepat. Penyelenggaraan dapur umum untuk melayani kebutuhan makan para
penderita atau korban bencana. Dapur umum dapat diselenggarakan oleh siapa saja
yang datang pertama kali dan dapat menyelenggarakannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2012. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana. Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Insani Nur Sayyidah, Tanpa Tanggal, Makalah Penyelenggaraan Makanan Darurat, Diunduh
pada tanggal 15 desember 2017, dari
https://www.scribd.com/document/358785160/Makalah-Penyelenggaraan-
Makanan-Darurat
Tanpa nama, tanpa tanggal. Pangan Dan Gizi Dalam Kedaruratan Bencana, diundug pada
tanggal 15 Desember 2017, dari https://masterkesmas.blogspot.co.id/2016/03/pangan-
dan-gizi-dalam-kedaruratan.html

23

You might also like