You are on page 1of 19

Asuhan keperawatan pada pasien HIV AIDS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau

sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus

HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah

kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan

terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang

telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-

benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan

kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung

HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan

dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum

suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau

menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS

dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak

pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling

menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus

bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8

juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta

(570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup

dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan

3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar

sejak tahun 1981.

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember


2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012

menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang

sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430

kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli

epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara

80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina

dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana asuhan keperawatan HIV AIDS yang meliputi pengkajian bio, psiko,

sosial, spiritual, dan kultural ?

b. Apa saja diagnosa keperawatan pada pasien HIV AIDS ?

c. Apa saja intervensi keperawatan pada pasien HIV AIDS ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengkajian

a. Data pasien

Nama :

Umur :

Alamat :

Agama :

Pekerjaan :

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

2) Riwayat kesehatan dahulu

c. Pemeriksaan Umum

1. Aktivitas / istirahat :

Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise

2. Sirkulasi :

Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.

3. Integritas ego :

Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.

4. Elimiinasi :

Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, absesrektal.

5. Makanan / cairan :

Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang

buruk, dan edema.

6. Neurosensori :

Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.

7. Nyeri / kenyamanan :
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak,

dan gerak otot melindungi pada bagian yangsakit.

8. Pernafasan :

Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

PEMERIKSAAN BIOLOGIS, PSIKOLOGIS, SOSIAL, KULTURAL, DAN SPIRITUAL

a. Biologis

Respons Biologis (Imunitas)

Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut limfosit CD4+ akan

mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik

secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai

efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar

protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang

kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen (APC).

Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian sampul tersebut

melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran.

Pada bagian inti terdapat enzim reverse transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase

dan ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase

menyusun kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease memusnahkan RNA asli.

Enzim polimerase kemudian membentuk kopi DNA kedua dari DNA pertama yang

tersusun sebagai cetakan (Stewart, 1997; Baratawidjaja, 2000).

Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka akan masuk ke inti sel.

Kemudian oleh enzim integrase, DNA copi dari virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV

provirus yang berada pada limfosit CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel

limfosit CD4 mengalami sitolisis (Stewart, 1997). Virus HIV yang telah berhasil masuk

dalam tubuh pasien, juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag,
sel-sel mikroglia di otak, sel – sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel-

sel epitel pada usus, dan sel langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak

adalah encepalopati dan pada sel epitel usus adalah diare yang kronis (Stewart, 1997).

Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru disadari pasien

setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Pasien yang terinfeski

virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahuntahun. Sepanjang

perjalanan penyakit tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul

sebelum terinfeksi menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart,

1997).

b. Psikologis

Reaksi Psikologis Pasien HIV

Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai

1. Shock (kaget, goncangan batin) Merasa bersalah, marah, tidak berdaya Rasa takut,

hilang akal, frustrasi, rasa sedih, susah, acting out

2. Mengucilkan diri, Merasa cacat dan tidak berguna, menutup diri, Khawatir menginfeksi

orang lain, murung

3. Membuka status secara terbatas, Ingin tahu reaksi orang lain, pengalihan stres, ingin

dicintai Penolakan, stres, konfrontasi

4. mencari orang lain yang HIV positif Berbagi rasa, pengenalan, kepercayaan,

penguatan, dukungan sosial Ketergantungan, campur tangan, tidak percaya pada

pemegang rahasia dirinya

5. Status khusus Perubahan keterasingan menjadi manfaat khusus, perbedaan menjadi

hal yang istmewa, dibutuhkan oleh yang lainnya Ketergantungan, dikotomi kita dan

mereka (sema orang dilihat sebagai terinfeksi HIV dan direspon seperti itu), over

identification
6. Perilaku mementingkan orang lain Komitmen dan kesatuan kelompok, kepuasan

memberi dan berbagi, perasaan sebagi kelompok Pemadaman, reaksi dan kompensasi

yang berlebihan

7. Penerimaan Integrasi status positif HIV dengan identitas diri, keseimbangan antara

kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa menyebutkan kondisi seseorang Apatis,

sulit berubah.

Respons Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit Kubler „Ross (1974)

menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap penyakit, yaitu.

a. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku

pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional dan dampak

emosional dari diagnosa. Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien

terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya. Pengingkaran

dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.” Pengingkaran dapat berlalu sesuai

dengan kemungkinan memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang

berfungsi sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan dokter dan

perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang mencolok tampak menimbulkan

kecemasan, pengingkaran ini merupakan buffer untuk menerima kenyataan yang

sebenarnya. Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera berubah menjadi fase

lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999).

b. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka fase

pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien secara karakteristik dihubungkan

dengan marah dan rasa bersalah. Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala

sesuatu yang ada disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan

timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah perawat, semua

tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut, cerewet, cemberut, tidak

bersahabat, kasar, menantang, tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah
tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka

menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan untuk datang, hal ini

akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996).

c. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu, pasien akan berfikir

dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai timbul rasa bersalahnya dan

mulai membina hubungan dengan Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang jelas

yaitu pasien menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang menimpanya

atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999).

d. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan marah dan

pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. Pasien mencoba

perilaku baru yang konsisten dengan keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah

kesedihan, tidak berdaya, tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian

dan waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk mengatakan

ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam keluarga intensitas depresi

tergantung pada makna dan beratnya penyakit (Netty, 1999). e) Penerimaan dan

partisipasi Sesuai dengan berlalunya waktu dan pasien beradapatasi, kepedihan dari

kesabatan yang menyakitkan berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai

seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai seorang cacat. Pasien

mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak membutuhkan dorongan melebihi

daya tahannya atau terlalu memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuatan (Hudak &

Gallo, 1996). Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stres yang kronis

akan menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi dari jaringan atau

sel imun yang memiliki hormon kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu lain menderita

stres, dalam teori adaptasi dari Roy dikenal dengan mekanisme regulator.

c. Sosial
Interaksi social

- Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan karabat/orang

terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut

akan penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan

yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak

mampu membuat rencana.

- Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang tak

terorganisasi.

d. Spiritual

Respons Adaptif Spiritual

Respons Adaptif Spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson (2000) dan Kauman &

Nipan (2003). Respons adaptif Spiritual, meliputi:

1. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan

Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan sosial. Orang bijak

mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat orang putus asa dan bunuh diri”.

Perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan, misalnya

akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat.

2. Pandai mengambil hikmah

Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan kepada pasien untuk

selalu berfikiran positif terhadap semua cobaan yang dialaminya. Dibalik semua cobaan

yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang Pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk

lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara

terus menerus. Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit.

3. Ketabahan hati

Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan hati dalam


menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian yang kuat, akan tabah dalam

menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut biasanya mempunyai keteguhan hati dalam

menentukan kehidupannya.

Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat menguatkan diri pasien

dengan memberikan contoh nyata dan atau mengutip kitab suci atau pendapat orang

bijak; bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada umatNYA, melebihi

kemampuannya (Al. Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua cobaan yang

diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam kehidupannya.

e. Kultural

Faktor budaya berkaitan juga dengan fenomena yang muncul dewasa ini dimana banyak

ibu rumah tangga yang “baik-baik” tertular virus HIV /AIDS dari suaminya yang sering

melakukan hubungan seksual selain dengan istrinya. Hal ini disebabkan oleh budaya

permisif yang sangat berat dan perempuan tidak berdaya serta tidak mempunyai

bargaining position (posisi rebut tawar) terhadap suaminya serta sebagian besar

perempuan tidak memiliki pengetahuan akan bahaya yang mengancamnya.

Kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah HIV /AIDS

Selama ini adalah melaksanakan bimbingan sosial pencegahan HIV /AIDS, pemberian

konseling dan pelayanan sosial bagi penderita HIV /AIDS yang tidak mampu. Selain itu

adanya pemberian pelayanan kesehatan sebagai langkah antisipatif agar kematian dapat

dihindari, harapan hidup dapat ditingkatkan dan penderita HIV /AIDS dapat berperan

sosial dengan baik dalam kehidupanya.

B. Diagnosa Keperawatan

1) Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

2) Pola Nafas tidak efektif


3) Gangguan Pertukaran gas

4) Kurang Pengetahuan

5) Risiko Aspirasi

6) Hipertermia

7) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

8) Defisit Volume Cairan

9) Kelebihan Volume Cairan

10) Risiko infeksi

11) Intoleransi aktivitas

12) Kerusakan integritas kulit

13) Kecemasan

14) Takut

15) Penurunan curah jantung

16) Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif

17) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif

18) Perfusi jaringan gastrointestinal tidak efektif

19) Perfusi jaringan renal tidak efektif

20) Defisit perawatan diri

21) Risiko gangguan integritas kulit

22) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

23) Nyeri akut

24) Nyeri Kronis

25) Gangguan mobilitas fisik

26) Risiko trauma

27) Risiko Injury

28) Mual
29) Diare

30) Konstipasi

31) Gangguan pola tidur

32) Retensi urin

33) Kerusakan integritas jaringan

34) Gangguan body image

35) Manejemen regimen terapeutik tidak efektif

36) Kelelahan

C. Intervensi

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan NOC: Kaji adanya alergi

nutrisi kurang dari a. Nutritional status: makanan


kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient Kolaborasi dengan ahli
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food gizi untuk menentukan jumlah
Ketidakmampuan untuk and Fluid Intake kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
memasukkan atau c. Weight Control pasien
mencerna nutrisi oleh Setelah dilakukan tindakan Yakinkan diet yang
karena faktor biologis, keperawatan dimakan mengandung tinggi serat
psikologis atau ekonomi. selama….nutrisi kurang untuk mencegah konstipasi
teratasi dengan indikator: Ajarkan pasien
Albumin serum bagaimana membuat catatan
Pre albumin makanan harian.
serum Monitor adanya
Hematokrit penurunan BB dan gula darah
Hemoglobin Monitor lingkungan
Total iron binding selama makan
capacity Jadwalkan pengobatan
Jumlah limfosit dan tindakan tidak selama jam
makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, total protein, Hb
dan kadar Ht
Monitor mual dan
muntah
Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada
klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan
dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti
emetik:.....
Anjurkan banyak
minum
Pertahankan terapi IV
line
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oval

b. Intoleransi aktivitas

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan : Self Care : ADLs Observasi

Tirah Baring atau Toleransi aktivitas adanya pembatasan


imobilisasi Konservasi eneergi klien dalam
Kelemahan Setelah dilakukan tindakan melakukan aktivitas
menyeluruh keperawatan selama …. Pasien Kaji adanya
Ketidakseimbangan bertoleransi terhadap aktivitas faktor yang
antara suplei oksigen dengan dengan Kriteria Hasil : menyebabkan
kebutuhan Berpartisipasi dalam kelelahan
Gaya hidup yang aktivitas fisik tanpa disertai Monitor nutrisi
dipertahankan. peningkatan tekanan darah, nadi dan sumber energi
dan RR yang adekuat
Mampu melakukan Monitor pasien
aktivitas sehari hari (ADLs) secara akan adanya
mandiri kelelahan fisik dan
Keseimbangan aktivitas emosi secara
dan istirahat berlebihan
Monitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia,
sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
Monitor pola
tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Kolaborasikan

dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang
tepat.
Bantu klien
untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan
untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien
untuk membuat
jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu

pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon
fisik, emosi, sosial
dan spiritual

c. Nyeri akut

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, Pain Lakukan

psikologis), kerusakan jaringan Level, pengkajian nyeri secara


pain komprehensif termasuk
control, lokasi, karakteristik, durasi,
comfort frekuensi, kualitas dan
level faktor presipitasi
Setelah dilakukan Observasi reaksi
tinfakan nonverbal dari
keperawatan ketidaknyamanan
selama …. Pasien Bantu pasien dan
tidak mengalami keluarga untuk mencari dan
nyeri, dengan menemukan dukungan
kriteria hasil: Kontrol

Mampu lingkungan yang dapat


mengontrol nyeri mempengaruhi nyeri seperti
(tahu penyebab suhu ruangan,
nyeri, mampu pencahayaan dan
menggunakan kebisingan
tehnik Kurangi faktor
nonfarmakologi presipitasi nyeri
untuk mengurangi Kaji tipe dan
nyeri, mencari sumber nyeri untuk
bantuan) menentukan intervensi
Melapork Ajarkan tentang
an bahwa nyeri teknik non farmakologi:
berkurang dengan napas dala, relaksasi,
menggunakan distraksi, kompres hangat/
manajemen nyeri dingin
Mampu Berikan analgetik
mengenali nyeri untuk mengurangi nyeri:
(skala, intensitas, ……...
frekuensi dan tanda Tingkatkan
nyeri) istirahat
Menyatak Berikan informasi
an rasa nyaman tentang nyeri seperti
setelah nyeri penyebab nyeri, berapa
berkurang lama nyeri akan berkurang
Tanda dan antisipasi
vital dalam rentang ketidaknyamanan dari
normal prosedur
Tidak Monitor vital sign
mengalami sebelum dan sesudah
gangguan tidur pemberian analgesik
pertama kali

d. Kerusakan integritas jaringan

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kerusakan integritas NOC: NIC :
jaringan Tissue Pressure ulcer prevention
berhubungan dengan: integrity : skin and Wound care
Gangguan sirkulasi, iritasi mucous membranes Anjurkan pasien untuk
kimia (ekskresi dan sekresi Wound menggunakan pakaian yang
tubuh, medikasi), defisit healing : primary and longgar
cairan, kerusakan mobilitas secondary intention Jaga kulit agar tetap
fisik, keterbatasan Setelah dilakukan bersih dan kering
pengetahuan, faktor mekanik tindakan keperawatan Mobilisasi pasien (ubah
(tekanan, selama …. kerusakan posisi pasien) setiap dua jam sekali
gesekan),kurangnya nutrisi, integritas jaringan Monitor kulit akan
radiasi, faktor suhu (suhu pasien teratasi dengan adanya kemerahan
yang ekstrim) kriteria hasil: Oleskan lotion atau
Perfusi minyak/baby oil pada daerah yang
jaringan normal tertekan
Tidak ada Monitor aktivitas dan
tanda-tanda infeksi mobilisasi pasien
Ketebalan Monitor status nutrisi
dan tekstur jaringan pasien
normal Memandikan pasien
Menunjukka dengan sabun dan air hangat
n pemahaman dalam Kaji lingkungan dan
proses perbaikan kulit peralatan yang menyebabkan
dan mencegah tekanan
terjadinya cidera Observasi luka : lokasi,
berulang dimensi, kedalaman luka,
Menunjukka karakteristik,warna cairan,
n terjadinya proses granulasi, jaringan nekrotik, tanda-
penyembuhan luka tanda infeksi lokal, formasi traktus
Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan perawatan luka
Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP, vitamin
Cegah kontaminasi
feses dan urin
Lakukan tehnik
perawatan luka dengan steril
Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada luka
Hindari kerutan pada
tempat tidur

e. Gangguan body image

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan body image NOC: NIC :
berhubungan dengan: Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis), Self esteem Kaji secara verbal dan
kognitif/persepsi (nyeri kronis), Setelah dilakukan nonverbal respon klien terhadap
kultural/spiritual, penyakit, tindakan keperawatan tubuhnya
krisis situasional, selama …. gangguan Monitor frekuensi
trauma/injury, pengobatan body image mengkritik dirinya
(pembedahan, kemoterapi, pasien teratasi dengan Jelaskan tentang
radiasi) kriteria hasil: pengobatan, perawatan, kemajuan
Body image dan prognosis penyakit
positif Dorong klien
Mampu mengungkapkan perasaannya
mengidentifikasi Identifikasi arti
kekuatan personal pengurangan melalui pemakaian
Mendiskripsi alat bantu
kan secara faktual Fasilitasi kontak dengan
perubahan fungsi individu lain dalam kelompok kecil
tubuh
Mempertah

ankan interaksi sosial


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), Ninuk Dian K, S.Kep.Ners, Asuhan Keperawatan Pada

Pasien Terinfeksi HIV, Salemba Medika, Jakarta 2013

Nursalam, S.Kep.Ners dkk, Jurnal Keperawatan edisi bulan November,Fakultas

Keperawatan Universitas Airlangga 2007

Adler, M. W. (1996). Petunjuk Penting AIDS. EGC. Jakarta. Arif Mansjoer. (2000). Kapita

Selekta Kedokteran. Media Aesculapiuus. Jakarta.

Diagnosa nanda nic-noc, 2010.

You might also like