You are on page 1of 18

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. K

Umur : 68 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Magelang

Tgl MRS : 28 Januari 2018

Ruangan : Seruni

No. Rekam Medik : 0231xx

SUBJEKTIF

Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kiri

Anamnesis:

Di alami sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, Pasien mengeluh sulit

menggerakkan kakinya. Awalnya pasien mengeluh nyeri ketika berjalan, nyeri

dirasakan seperti tertusuk- tusuk pada bagian bawah lututnya yang menjalar hingga ke

ujung kaki kiri. nyeri dirasakan secara terus menerus walaupun sedang beristirahat,

terjadi perubahan warna pada kaki kiri menjadi kebiruan,dan 2 hari kemudian, kaki

kiri semakin menghitam dan teraba dingin. Sesak napas (+), jantung berdebar- debar

(+)

Batuk (-), mual (-), muntah(-), NUH(-). Nyeri dada (-). Riwayat nyeri dada (-)

BAB : biasa, kesan cukup

BAK : kesan lancar, warna kekuningan, nyeri (-), riwayat kencing berpasir (-)
- Riwayat Diabetes Melitus (+) yang baru diketahui 1 minggu yang lalu saat pasien

dirawat di RS.

- Riwayat Hipertensi (+)

- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.

- Riwayat merokok (-) minum berakohol (-) minum jamu- jamuan (-).

Faktor Resiko

Modifikasi :

Hipertensi (+) Diabetes Mellitus (+)

Dislipidemia (-) Obesitas (-)

Merokok (-) Riwayat Penyakit Jantung (-)

Tidak Modifikasi :

Jenis Kelamin : perempuan

Umur : 68 tahun

Riwayat keluarga penyakit jantung (-)

OBJEKTIF

a) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, CM

b) Tanda Vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Heart Rate : 120x / menit

Nadi : 60 x/ menit

Pernapasan : 28 x/menit

Suhu ( axilla) : 36,5 º C

c) Pemeriksaan Fisis

Kepala dan Leher :

Mata : Anemis (-), Ikterus (-)


Bibir : Sianosis (-)

Leher : DVS R+2 cmH20, deviasi trachea (-)

Thorax :

Inspeksi : Simetris kiri = kanan

Palpasi : Massa tumor(-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri=kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Batas paru-hepar ICS IV anterior kanan

Auskultasi : BP : Vesikuler

BT : Ronki - /-, Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Apex Cordis tidak tampak

Palpasi : Apex Cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak, batas jantung kanan linea parasternal kanan, batas jantung

kiri 1 jari ke lateral dari linea midclavicularis kiri ICS V

Auskultasi : BJ I/II murni regular, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, simetris, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), Hepar dan Lien tidak teraba

Perkusi : Timpani (+), Ascites (-)

Ekstremitas

Ekstremitas superior kanan dan kiri :

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada

Ekstremitas Inferior kiri :


Inspeksi : Tampak eritema pada dorsum pedis hingga 1/3 distal bagian cruris

sinistra. Tampak nekrosis pada bagian plantar pedis sinistra hingga ke phalanges.

Edema (+) bulla (+)

Palpasi : teraba dingin pada regio cruris sinistra, dorsum pedis, dan plantar

pedis. Pulsasi arteri poplitea (-), pulsasi arteri dorsalis pedis (-)

d) Pemeriksaan Elektrokardiografi

Interpretasi EKG

Irama dasar : asinus

P wave : tidak ditemukan

Heart rate : 170 x/menit, irreguler

PR interval : tidak ditemukan

Axis : Right Axis Deviation (+120)

QRS complex : 0,06 sec

Kesimpulan : irama asinus, HR 170 x/menit, Right axis Deviation, Atrial

Fibrilasi
e) Pemeriksaan Laboratorium

HEMATOLOGI HASIL NILAI UNIT

RUJUKAN

WBC 15,5 4,00-10,0 (10³/UI)

RBC 5,46 4,00-6,00 (106/UI)

HGB 12,9 12,0-16,0 (gr/dL)

HCT 48,9% 37,0-48,0 (%)

PLT 353 150-400 (103/uL)

Ureum 18 10-50 Mg/Dl

Kreatinin 0,8 <1,3 Mg/dL

GDS 216 140 Mg/dL

Natrium 140 136-145 Mmol/L

Kalium 4,10 3,5-5,1 Mmol/L

Klorida 106 97-111 Mmol/L

SGOT 64 <41 u/L

SGPT 51 <38 u/L

CK 85 L<190,P<167 U/L

CK-MB 15 <25 U/L

Troponin T <0,1 <0,05 ----

PT 13,2 c 11,2 10-14 detik

APTT 23,9 c 27,2 22,0-30,0 detik

Albumin 2,7 3,5-5,0 gr/dL


f) Pemeriksaan Radiologi Foto Thorax PA

h) Diagnosis Kerja

PAD (Peripheral Artery Disease )


i) Penatalaksanaan
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc/day
- O2 4 lpm via NC
- Anticoagulant
Heparin 600 IU / jam /via SP intra artery
- Antiaritmia
Amiodaron 3x200mg
Digoxin 0,25 mg 1-0-0
- Anti cholesterol
HMG-Co A reductase inhibitor (Simvastatin) 20 mg 0-0-1
- ARB
Canderin (candesartan) 1 x 8 mg
- Anti platelet
Pletal (cilostazol) 2 x 50 mg
Dorner ( beraprost Na.) 2 mg 2-0-2
- Proton pump inhibitor
Pantoprazole 40 mg / 12 h/ IV
- Anxiolytic
Alprazolam 1 x 0,5 g
- Antibiotic
Meropenem 1gr / 12h/ IV
DISKUSI
1. Definisi
PAOD (Perifer Arterial Occlusive Disease) atau bisa juga disebut PAD ( Perifer
Arterial Disease) adalah penyumbatan pada arteri perifer yang dihasilkan dari
proses atherosklerosis atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit
(stenosis), atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko
yang menjadi dasar timbulnya atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul maka
akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan
penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Studi menunjukkan bahwa
kondisi atherosklerosis kronik pada tungkai bawah yang menghasilkan lesi stenosis.
Mekanisme dan proses hemodinamik yng terjadi pada PAOD sangat mirip dengan
yang terjadi pada penyakit arteri koroner.
Tempat tersering terjadinya PAOD adalah daerah tungkai bawah. Sirkulasi pada
tungkai bawah berasal dari arteri femoralis yang merupakan lanjutan dari arteri
eksternal iliaka. Pecabangan utama dari arteri femoralis adalah arteri femoralis
distal (yang biasanya dimaksudkan sebagai sreri femoralis superfisial) yang
berlanjut k bagian bawah tungkai dan menjadi arteri popliteal tepat diatas lutut.
Dua arteri utama pada akhir popliteal arteri adalah arteri posterior dan anterior
tibial yang menyuplai darah kebagian bawah tungkai dan kaki. Berikut adalah
gambar vaskularisasi tungkai
2. Etiologi
Penyebab dari oklusi arteri perifer adalah danya stenosis (penyempitan) pada arteri
yang dapat disebabkan oleh reaksi atherosklerosis atau reaksi inflamasi pembuluh
darah yang menyebabkan lumen menyempit.
Faktor resiko dari penyakit oklusi arteri perifer adalah
1. Merokok
2. Diet tinggi lemak atau kolesterol
3. Stress
4. Riwayat penyakit jantung, serangan jantung, atau stroke
5. Obesitas
6. Diabetes
7. Rheumatoid arthritis

3. Tanda Gejala
Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mnegalami penyempitan pembuluh
darah. Tanda gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi lelah pada otot yang
terpengaruh. Karena pada umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi
terasa saat berjalan. Gejala mungkin menghilang saat beristirahat. Saat penyakit
bertambah buruk gejala mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan bahkan setiap
saat meskipun beristirahat.
Pada tahap yang parah kaki dan tungkai akan menjadi dingin dan kebas. Kulit akan
menjadi kering dan bersisik bahkan saat terkena luka kecil dapat terjadi ulcer
karena tanpa suplai darah yang baik maka proses penyembuhan luka tidak akan
berjalan dengan baik.
Pada fase yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan dapat terbentuk
gangren pada area yang kekurangan suplai darah.
Pada beberapa kasus penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal ini
terjadi saat ada emboli yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan mengalami
nyeri yang tajam diikuti hilangnya sensari di area yang kekurangan suplai darah.
Tungkai akan menjadi dingin dan kebas serta terjadi perubahan warna menjadi
kebiruan

.
4. Klasifikasi

5. Patofisiologi
Patofisiologi Penyakit Arteri Perifer Pada Diabetes
Diabetes dan Inflamasi Vaskuler Inflamasi telah menjadi petanda resiko
bahkan faktor resiko penyakit aterotrombosis termasuk PAD. Diabetes mellitus
meningkatkan proses pembentukan ateroma. Terdapat peningkatan kadar histamin
pada plasma dan sel pada pasien diabetes dengan PAD sehingga dapat
menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel. Akibatnya, migrasi limfosit T ke
dalam tunika intima serta sekresi dan aktivasi sitokin meningkat. Monosit/makrofag
menelan molekullow-density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi yang kemudian
berubah menjadi sel busa dimana akumulasi dari sel ini akan membentuk fatty
streakyang merupakan prekursor dari ateroma. Plak ateroma akan menjadi tidak
stabil oleh karena sel endotel pada pasien diabetes ini mengeluarkan sitokin yang
menghambat produksi kolagen oleh sel otot polos pembuluh darah. Selain itu
metalloproteinase juga dikeluarkan oleh sel-sel inflamasi ini dimana zat ini dapat
menghancurkan kolagenfibrous cap plak ateroma sehingga meningkatkan
kecenderungan untuk terjadinya ruptur plak dan pembentukan trombus
Kelainan fungsi sel endotel dan otot polos pembuluh darah serta adanya
kecenderungan terjadinya trombosis memberikan dampak terhadap kejadian
aterosklerosis dan komplikasinya. Oleh karena posisi anatomis yang strategis antara
dinding pembuluh darah dengan aliran darah, sel endotel dapat mengatur fungsi dan
struktur pembuluh darah. Pada keadaan normal, banyak zat aktif disintesis dan
dilepaskan oleh sel endotel untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah
sehingga dapat mempertahankan aliran darah serta nutrisi ke jaringan sekaligus
mencegah terjadinya trombosis dan diapedesis leukosit

6. Pemeriksaan diagnostik
1. Ankle Brachial Indeks
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi
adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan
pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah
sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik padalengan. Kriteria diagnostik
PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan sebagai berikut:

2. Toe-Brachial Index (TBI)


TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien
diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada
pembuluh darah ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat
tertekan dengan menggunakan teknik tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30)
sehingga pemeriksaan ini lebih terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan
ABI. Nilai TBI yang ≥ 0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.
3. Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR) Pulse volume
recording (PVR) yang juga disebut plethysmography merupakan suatu tes yang
mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas bawah dimana pulsasi yang
mewakili aliran darah pada arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk
gelombang. PVR juga dapat digunakan pada pasien PAD yang mengalami
kalsifikasi pada arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada
pasien usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang
menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga dapat
memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran darah atau
tidak untuk bertahan atau jika akan dilakukan amputasi pada kaki tersebut.
Interpretasi dari tes ini dapat menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi
PAD secara spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi akan terlihat
tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah mengalir dengan
lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami penyempitan atau obstruksi maka
akan terlihat gelombang yang pendek dan memiliki puncak yang kecil dan datar.
Tingkat keakuratan pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD berkisar
antara 90-95%.
4. Ultrasonografi dupleks
Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam menilai sistem arteri
perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak memerlukan bahan kontras yang
nefrotoksik sehingga alat skrining ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan
penggunaan angiografi dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas diagnostik ini
juga dapat digunakan sebagai alat pencitraan tunggal sebelum dilakukan intervensi
pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas dan spesifisitas untuk
mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD berkisar antara 70% dan
90% (Favaretto et al, 2007) Dupleks ultrasonografi juga dapat menggambarkan
karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah pembuluh darah
tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat ini juga
dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut
merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh
darah pada saat dilakukan intervensi endovascular.
5. Computed Tomographic Angiography (CTA)
Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang
seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-slice).Sensitivitas dan
spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu stenosis 50% atau oklusi adalah
sekitar 95-99%. Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan
gambaran dinding arteri dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya
aneurisma arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak
yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur stent. CTA
tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien dengan
insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.
6. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah terhadap
kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari ACC/AHA
(Class I Level of Evidence A)ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah
yang hampir sama dengan gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi
(Hirsch et al, 2006). Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan
media kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak terlalu
nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada CTA maupun
angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi stenosis
arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar 80-90%.
7. Contrast Angiography
Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup aman dan
merupakan teknologi yang cukup menjanjikan namun pemeriksaan yang masih
merupakan standar baku emas untuk mendiagnosis PAD adalah angiografi
kontras.Pemeriksaan ini menyediakan informasi rinci mengenai anatomi arteri dan
direkomendasikan oleh ACC/AHA (Class I, Level of Evidence A) untuk pasien
PAD khususnya yang akan menjalani tindakan revaskularisasi. Seperti halnya
pemeriksaan yang menggunakan media kontras, prosedur angiografi kontras juga
memerlukan perhatian khusus mengenai resiko terjadinya nefropati kontras. Pasien
dengan insufisiensi ginjal sebaiknya mendapatkan hidrasi yang cukup sebelum
tindakan. Pemberian n-acetylcysteinesebelum dan setelah tindakan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih dari 2,0 mg/dl) dapat dilakukan
sebagai tindakan pencegahan perburukan fungsi ginjal. Selain itu pasien diabetes
yang menggunakan obat metformin memiliki resiko menderita asidosis laktat
setelah angiografi. Metformin sebaiknya dihentikan sehari sebelum tindakan dan 2
hari setelah tindakan untuk menurunkan resiko asidosis laktat. Insulin dan obat
hipoglikemik oral sebaiknya dihentikan penggunaannya pada pagi hari menjelang
tindakan. Evaluasi klinis termasuk pemeriksaan fisik dan pengukuran fungsi ginjal
direkomendasikan untuk dilakukan dua minggu setelah prosedur angiografi untuk
mendeteksi adanya efek samping lanjut seperti perburukan fungsi ginjal atau
adanya cedera pada daerah akses kateter pembuluh darah
8. Pemeriksaan laboratorium dievaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen darah,
fungsi ginjal, fungsi jantung dan kerusakan otot.
9. Diperiksa foto toraks untuk melihat kardiomegali,
10. Hematokrit untuk melihat polisitemia,
11. Analisa urine untuk melihat protein dan pigmen untuk melihat mioglobin di
urine.
12. Creatinine phosphokinase untuk menilai nekrosis.
13. Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal.
14. Arteriografi dapat mengetahui dengan jelas tempat sumbatan dan
penyempitan.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan PAD adalah untuk mengurangi gejala klinis seperti
klaudikasio, meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi,
serangan penyakit jantung , stroke dan amputasi . pengobatan dilakukan
berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, faktor resiko dan dari hasil
pemeriksaan klinis dan penunjang. 3 pendekatan utama pengobatan PAD
adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi farmakologis dan jika dibutuhkan,
dilakukan terapi intervensi dengan operasi.
Terapi Non-farmakologi
1. Perubahan pola hidup
- Berhenti merokok

- Menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan olahraga)


- Menurunkan tekanan darah
- Menurunkan kadar kolesterol dalam darah
- Menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes
- Olahraga teratur

2. Terapi suportif
- Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan
krim pelembab.
- Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pasa dari bahan sintetis yang
berventilasi
- Hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah ke kulit
- Latihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40 menit

Terapi farmakologis
Terapi Farmakologi Dapat diberikan untuk menurunkan faktor resikoyang ada seperti
menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati diabetes. Selain itu,
terapi farmakologis juga diberikan untuk mencegah terjadinya thrombus pada arteri
yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri
pada pasien ketika berjalan.

 Anti cholesterol
Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala klaudikasio
intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama. HMG-Co A reductase
inhibitor (Simvastatin) secara signifikan mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular
iskemik sebesar 23%. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga
meningkatkan jarak berjalan bebas rasa sakit dan aktivitas rawat jalan
 Anti hipertensi
Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta blocker,
angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin receptor blocker
(ARB), dan calcium channel blockers semua efektif. Penggunaan beta blockers aman
dan efektif; mengurangi kejadian koroner baru sebesar 53% pada mereka dengan MI
sebelumnya dan gejala PAD yang bersamaan.
 Anti platelet
Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI, stroke dan
kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines telah
merekomendasikan penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily,
or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan aterosklerosis pada
ekstrimitas bawah.
Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang
menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi otot polos
pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan meningkatkan HDL dan menurunkan
kadar TG. Pedoman ACC / AHA telah memberikan cilostazol sebagai
rekomendasi grade IA kelas untuk pasien dengan klaudikasio intermiten dengan
dosis 100 mg dua kali sehari (diminum pada saat perut kosong setidaknya ½ jam
sebelum atau 2 jam setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang umum
dari cilostazol termasuk sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan lambung
(15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka pendek dan jarang
dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan gagal
jantung.
Operasi
1. Angioplasti
Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka sumbatan
dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.

2. Operasi By-pass
Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi
dengan angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas dari gejala
dan tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association. Management of patients with perhiperal artery


disease. —2011; Dallas.
2. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer . In: Rilantono LI, Baraas F, Karo
SK,eds. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2003. h. 185-9
3. Kabo Peter, Prof. atherosclerosis dan atherotrombosis. In: Bagaimana
menggunakan obat- obat kardiovaskular secara rasional. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012 h. 38-59
4. Management of peripheral arterial disease (PAD). TASC Working Group.
TransAtlantic Inter-Society Concensus (TASC). J Vasc Surg. 31: 2000.
5. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral arterial
disease : diagnosis and management. August, 2012. UK
6. Daniela C.Gey. in : management of peripheral arterial disease. Vol 69,
Germany.University of Heidelberg School of Medicine, Heidelberg, 2004.
7. Mahameed AA, Peripheral Arterial Disease. 2009. Available from :
http://www.clevelandclinicmeded.com/

You might also like