You are on page 1of 15

KATA PENGANTAR

Bissmillahirahmanirahim
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur patut kami panjatkan kehadirat Allah s.w.t yang telah mengijinkan dan
memberi nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun dan menulis makalah Ilmu Sosial
Budaya Dasar yang berjudul Manusia, Nilai, Moral, & Hukum.
Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas
dari mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), untuk mencapai nilai yang memenuhi
syarat perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga
atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan
baik
Andai ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatu.
Reuluet , Oktober 2013

Kelompok penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................
DAFTAR ISI...........................................................
BAB I.......................................................................
PENDAHULUAN...................................................
a. Latar Belakang Masalah............................................
b. Rumusan Masalah.....................................................
BAB II .....................................................................
PEMBAHASAN......................................................
a. Manusia
b. Nilai
c. Moral
d. Hukum
BAB III.....................................................................
PENUTUP.................................................................
a. Kesimpulan ................................................................
b. Saran – saran ..............................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya untuk menjadikan manusia berbudaya.
Budaya dalam pengertian yang sangat luas mencakup segala aspek kehidupan manusia, yang
dimulai dari cara berpikir,bertingkah laku sampai produk-produk berpikir manusia yang
berwujud dalam bentuk benda (materil)maupun dalam bentuk sistem nilai.
Pergaulan antar umat di dunia yang semakin intensif akan melahirkan budaya-budaya
baru, baik berupa pencampuran budaya, penerimaan budaya oleh salah satu pihak atau
keduanya, dominasi budaya, atau munculnya budaya baru.
Keseluruhan proses ini tentu saja dipengaruhi oleh proses pendidikan di masyarakat.
Pemunculan kebudayaan baru tidak sepenuhnya memberikan efek positif terhadap
perkembangan suatu bangsa, tetapi ada juga yang berdampak negative. Untuk menghindari
hal-hal negatif dari suatu kebudayaan
baru, diperlukan berbagai upaya untuk mengadakan saringan kebudayaan yang dianggap
paling tepat untuk diterapkan . Oleh karena , pemahaman terhadap kebudayaan menjadi
penting bagi seorang pendidik agar pendidik memahami secara persis kebudayaan dan
pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi
manusia.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia.
Hukum adalah mengatur masyarakat agar mengikuti pola perilaku yang disepakati
oleh system social dan budaya yang berlaku pada masyarakat tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk
lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan
atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan
lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim
dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal
(genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang
bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia
menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana
timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan untuk membedakan
(sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan
sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain. Ia
belajar berjalan,belajar makan,belajar berpakaian,belajar membaca,belajar membuat sesuatu
dan sebagainya,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.Malinowski(1949), salah
satu tokoh ilmu Antropologi dari Polandia menyatakan bahwa ketergantungan individu
terhadap individu lain dalam kelompoknya dapat terlihat dari usaha-usaha manusia dalam
memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosialnya yang dilakukan melalui perantaraan
kebudayaan. Rasa aman secara khusus tergantung kepada adanya system perlindungan dalam
rumah,pakaian dan peralatan. Perlindungan secara umum, dalam pengertian
gangguan/kelompok lain akan lebih mudah diwujudkan kalau manusia berkelompok. Untuk
menghasilkan keamanan dan kenyamanan hidup berkelompok ini, diciptakan aturan-aturan
dan kontrol-kontrol social tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap
anggota kelompok. Selain itu ditentukan pula siapa yang berhak mengatur kehidupan
kelompok untuk tercapainya tujuan bersama.
2.2. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi
manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan
manusia. Sifat-sifat nilai adalah Sebagai berikut.
1. Nilai itu suatu relitas abstrak dan ad dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat
abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu.
Misalnya orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bias
menindra kejujuran itu.
2. Nilai memiliki sifat normative, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita dan
suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal das sollen. Nilai diwujudkan dalam
bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
Misalnya nilai keadilan. Semua orang berharap manusia dan mendapatkan dan
berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
3. Niliai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia
bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya nilai ketakwaan.
Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
Menurut Cheng(1995): Nilai merupakan sesuatu yang potensial,dalam arti terdapatnya
hubungan yang harmonis dan kreatif ,sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia
,sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki. Menurut
Lasyo(1999,hlm.9)sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau
motivasidalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai
yaitu sesuatu yang menjadi etikaatau estetika yang menjadi dalam berperilaku. Manusia
sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks,pertama akan
memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif,apabila dia memandang nilai itu ada
meskipun tanpa ada yang menilainya,bahkan memandang nilai telah ada sebelum adanya
manusia sebagai penilai.Baik dan buruk,benar dan salah bukan hadir karena hasil persepsi
dan penafsiran manusia,tetapi ada sebagai sesuatu yang ada dan menuntun manusia dalam
kehidupannya.Pandangan kedua memandang nilai itu subjektif,artinya nilai sangat tergantung
pada subjek yang menilainya.Jadi nilai memang tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa
hadirnya penilai.Oleh karena itu nilai melekat dengan subjek penilai.
2.3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.Kata mores ini
mempunyai sinonim mos,moris,manner mores atau manners,morals.
Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing
tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang
menjadi etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima
masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya. Moral secara ekplisit
adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia
tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai
implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut
pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia
harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-
absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang
baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah
tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk
melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi
manusia yang baik.
2.4. Pengertian Hukum
Disamping adat istiadat tadi ,ada kaidah yang mengatur kehidupan manusia yaitu
hukum, yang biasanya dibuat dengan sengaja danmempunyai sanksi yang jelas.Hukum dibuat
dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian diantara wrga
masyarakat dan system social yang dibangun oleh suatu masyarakat.Pada masyarakat modern
hukum dibuat oleh lembaga – lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.
Keseluruhan kaidah dalam masyarakat pada intinya adalah mengatur masyarakat agar
mengikuti pola perilaku yang disepakati oleh system social dan budaya yang berlaku pada
masyarakat tersebut. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau
berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.Setiap
tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat tadi.
Pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak
seseorang yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan
norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang
berhubungan dengan orang lain, dinamakan social organization.
2.5 Manusia, Nilai, Hukum dan Moral
Meskipun banyak pakar yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada yang telah
disepakati dari semua pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan manusia, dan
selanjutnya nilai itu penting. Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada
dasarnya adalah upaya dalam memberikan pengertian secara holistik terhadap nilai, akan
tetapi setiap orang tertarik pada bagian bagian yang “relatif belum tersentuh” oleh
pemikir lain. Definisi yang mengarah pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat pada
pengertian nilai yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of Social
Interest, karena ia melihat nilai dari sudut kepentingannya.
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan,
alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak. Nilai
itu penting bagi manusia. Apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena
dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar
manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai.
Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam
perbuatan. Menilai dapat diartikan menimbang yakni suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu lainnya yang kemudian dilanjutkan dengan
memberikan keputusan. Keputusan itu menyatakan apakah sesuatu itu bernilai positif
(berguna, baik, indah) atau sebaliknya bernilai negatif. Hal ini dihubungkan dengan unsur-
unsur yang ada pada diri manusia yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan.
Nilai memiliki polaritas dan hirarki, antara lain:
1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai polaritas seperti
baik dan buruk; keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis yaitu hierarki urutan pentingnya.
Nilai (value) biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda abstrak yang dapat diartikan
sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness).
3. Nilai material yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
4. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
5. Nilai kerohanian yaitu sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:
1. Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
2. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
3. Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
4. Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan
melalui akal budi dan nuraninya
Hal-hal yang mempunyai nilai tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda material) saja,
bahkan sesuatu yang immaterial seringkali menjadi nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi
manusia seperti nilai religius. Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, keinginan, harapan, dan
segala sesuatu pertimbangan internal (batiniah) manusia.
Dengan demikian nilai itu tidak konkret dan pada dasarnya bersifat subyektif. Nilai
yang abstrak dan subyektif ini perlu lebih dikonkretkan serta dibentuk menjadi lebih objektif.
Wujud yang lebih konkret dan objektif dari nilai adalah norma/kaedah. Norma berasal dari
bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang
digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman,
ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu
yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau
keburukan suatu perbuatan.
Ada beberapa macam norma/kaidah dalam masyarakat, yaitu:
1. Norma kepercayaan atau keagamaan
2. Norma kesusilaan
3. Norma sopan santun/adab
4. Norma hukum
Dari norma-norma yang ada, norma hukum adalah norma yang paling kuat karena
dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh penguasa (kekuasaan eksternal). Nilai dan norma
selanjutnya berkaitan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak
dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan
dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Istilah moral mengandung integritas
dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh
moralitas yang dimilikinya.
Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap
dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusia yang bermoral adalah manusia yang sikap dan
tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.6 Hubungan Manusia dengan Moral
Moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika. Etika berasal daribahasa kuno
yang berarti ethos dalambentuk tunggal ethos memiliki banyak artiyaitu tempat tinggal biasa,
padang rumput, kebiasaan, adat, watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuj jamak ethos (ta
etha) yang artinya adat kebiasaan. Moralberasal dari bahsa latin yaitu mos (jamaknya mores)
yang berarti adat, cara, dantampat tinggal. Dengan demikian secara etismologi kedua kata
tersebut bermaknasama hannya asal uasul bahasanya yang berbeda dimana etika dari
bahasa yunanisementara moral dari bahasa latin. Moral yang pengertiaannya sama dengan
etika dalam makna nilai-nilaidan orma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok dalammengatur tingkah lakunya.
Dalam ilmu filsafat moral banyak unsur yang dikajisecara kritis, di landasi
rasionalitas manusia seperti sifat hakiki manusia, prinsipkebaikan, pertimbangan etis dalam
pengambilan keputusan terhadap sesuatu dansebagainya. Moral lebih kepada sifat aplikatif
yaitu berupa nasehat tentang hal-halyang baik.
Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :
1. Hati NuraniMerupakan fenomena moral yang sangat hakiki.
Hati nurani merupakanpenghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku
manusia dan hati nuraniini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait
dalam dengan situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggup merer fleksikan
dirinya terutama dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.
2. Kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dankarena
manusia pada dasar nya adal;ah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasanitu juga terbatas
karena tidak boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lainketika mereka melakukan
interaksi. Jadi, manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai
akibat tidak mampunya ia untuk hidupsendiri.
3. Nilai dan Norma Moral.
Nilai dan moral akan muncul ketika berada pada orang lain dan ia akanbergabung
dengan nilai lain seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moralterkait dalam tanggung
jawab seseorang. Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah
roma yang mengatakan.
Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu
kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral
harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya
angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat. Meskipun
hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam
kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-
undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk
itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks
membutuhkan hukum. Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa
moralitas hukum tampak kosong dan hampa. Namun demikian perbedaan antara hukum dan
moral sangat jelas.

Perbedaan antara hukum dan moral :


1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis
dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian
dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan
akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang
harus dianggap utis dan tidak etis.
2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri
sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan, pelanggar akan terkena hukuman.
Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar,
sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas
hanya hati yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara.
Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu
harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-
norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau
dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah
atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
2.7 Hubungan Manusia dengan Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidup manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat,
dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban
dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam
masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi
akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya. Hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat,
yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam
ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang
bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu,
dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum. Untuk mewujudkan
keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di
antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama:
masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur
ini, maka manusia membutuhkan
pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).

2.8 Tujuan Hukum


1.Untuk mendapatkan keadilan
2.Kegunaan
3.Kepastian hukum
4.Mencapai ketertiban

Tujuan hukum menurut hukum positif Indonesia termuat dalam pembukaan UUD
1945 alinea keempat yang berbunyi “..untuk membentuk suatu pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Pada umumnya
hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya
sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang
sedang berlaku.
2.9 Penegakan Hukum
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan
kekuasaan (machstaat) apalagi bercirikan negara penjaga malam (nachtwachterstaat). Sejak
awal kemerdekaan, para bapak bangsa ini sudah menginginkan bahwa negara Indonesia harus
dikelola berdasarkan hukum. Ketika memilih bentuk negara hukum, otomatis keseluruhan
penyelenggaraan negara ini harus sedapat mungkin berada dalam koridor hukum. Semua
harus diselenggarakan secara teratur (in order) dan setiap pelanggaran terhadapnya haruslah
dikenakan sanksi yang sepadan. Penegakkan hukum, dengan demikian, adalah suatu
kemestian dalam suatu negara hukum. Penegakan hukum adalah juga ukuran untuk kemajuan
dan kesejahteraan suatu negara. Karena, negara-negara maju di dunia biasanya ditandai, tidak
sekedar perekonomiannya maju, namun juga penegakan hukum dan perlindungan hak asasi
manusia (HAM) –nya berjalan baik.
Maka, program penyadaran, kampanye, pendidikan, apapun namanya, harus terus
menerus digalakkan dengan metode yang partisipatif. Karena, adalah hak dari warganegara
untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang tepat dan benar akan hal-hal yang
penting dan berguna bagi kelangsungan hidupnya.

2.10 Problematika Hukum


Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi
hokum oleh pengemban kekuasaan.

Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:


1. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia yang
berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang
banyak sangat dibutuhkan.
2. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami
intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu
mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini
berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang dianggap
adil.
4. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan
aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
5. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman
aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan
tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.
Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak
berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan
simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status
sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu
dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan
apa yang dijanjikan dalam hukum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling
menunjang.
Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan
ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
Di dalam kehidupan juga kita tidak luput dari sebuah permasalahan yang ada di mulai
dari masalah sosial, masalah keluarga, masalah budaya,masalah tingkah laku itu semua
disebabkan akibat tingkah laku seseorang sendiri,sementara masalah sosial disebabkan karena
adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaan, sifat kependudukannya dan
keadaan lingkungan sekitarnya sehngga kita harus menempatkan diri dengan sebaik –
baiknya berbaur dengan yang bak agar dapat berfikir dan mengarjakan sesuatu denga cara
positif.

3.2 Saran
Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian
hukum. Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan
(justice), kepastian hukum, dan kesebandingan hukum.
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan
hak asasi manusia. Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif,
menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender. Penegakan hukum jangan dipertentangkan
dengan penegakan HAM. Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para
penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara
negara hukum dengan masyarakat sipil.
DAFTAR PUSTAKA

INTERNET :

http://efriawan.wordpress.com/2012/02/02/makalah isbd-manusia-nilai-moral-dan-hukum.
http://grms.multiply.com/journal/item/26.
http://bambang1988.wordpress.com/2009/04/13/manusia-nilai-moral-dan-hukum.

You might also like