You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sediaan parental yang diberikan secara penyuntikan intravena, subkutan, dan
intramuscular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika dibandingkan
dengan pemberian obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya perkembangan
ilmu bioteknologi telah meningkat pula jumlah yang diproduksi secara
bioteknologi seperti obat peptide dan atau produk gen. pada abad mendatang
(sekarang sudah mulai) beberapa obat peptide dan obat lainnya akan dihasilkan
menurut prinsip bioteknologi.
Penyuntikan yang diperlukan, baik untuk respon terapeutik yang cepat
maupun untuk obat yang tidak tersedia untuk rute non-injeksi. Penggunaan awal
sediaan parental menimbulkan banyak masalah dan berkembang relative lambat.
Padahal Pasteur dan Lister telah mengetahui pentingnya melakukan sterilisasi
untuk mengeliminasi mikroorganisme pathogen sejak tahun 1860-an. Tetapi,
teknologi sterilisasi tidak berkembang secara signifikan. Sebagai contoh, autoklaf
sudah ditemukan sejak tahun 1884, filtrasi membrane pada tahun 1918,
etilenoksida pada tahun 1944, penyaring udara berefisiensi tinggi ( HEPA, high
effiency particulate air ) pada tahun 1952, dan sungkup aliran udara laminar
( LAF ) pada tahun 1961.
Peningkatan suhu tubuh dan dingin menggigil pada pasien yang menerima
penyuntikan obat sudah teramati sejak tahun 1911, dan pada tahun 1923 diketahui
penyebabnya yaitu pirogen yang dihasilkan bakteri.
Produksi injeksi mempunyai beberapa karakteristik khusus, seperti :
Aman secara toksikologi :
· tetapi beberapa bahan tambahan formulasi tidak cukup aman jika diberikan
dengan cara penyuntikan
Steril :
· bebas dari kontaminasi bahan pirogen ( termasuk endotoksin )
· bebas dari partikel partikulat asing
Stabil :
· tidak hanya secara fisika dan kimia tetapi juga secara mikrobiologi

1
· dapat dicampur (kompatibel) dengan obat lain jika diberikan dalam bentuk
campuran (admikur) untuk pemberian obat secara intravena (jika diindikasikan
dan diperlukan
Isotonis
Setiap karakteristik menimbulkan tantangan unik selama proses
pengembangan, manufaktur, pengujian, dan penggunaan sediaan steril ini.

Adapun beberapa tantangan yang akan muncul di antaranya sebagai berikut :


1. Tantangan umum
2. Petimbangan keamanan
3. Tantangan mikroba dan kontaminasi lain
4. Tantangan stabilitas
5. Tantangan kelarutan
6. Tantangan kemasan
7. Tantangan manufacturing
8. Tantangan pemberian injeksi

I.2 Tujuan Penyusunan


1. Untuk mengetahui pengertian sediaan steril
2. Untuk mengetahui macam-macam sediaan steril

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1 Pengertian
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik
diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit
atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis
pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan
mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa.
Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus
dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik,
kimia atau mikrobiologi.

Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental
bisa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena,
intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian
secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti
pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik,
tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau
bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain. Injeksi diracik
dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke
dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah
dosis tunggal atau wadah dosis ganda.

Sediaan steril dapat berwujud:


1. Padat steril : merupakan obat untuk injeksi, yaitu obat kering yang disuspensikan
bila akan digunakan. Contoh: sodium ampisilin. Karena ampisilin tidak stabil
dalam cairan, maka dibuat padat. Cara pembuatannya yaitu dengaa liofilisasi pada
suhu rendah dengan pengeringan steril, kemudian didinginkan sampai -60oC untuk
pembekuan. Selanutnya dilakukan sublimasi (dengan pengurangan tekanan secra
bertahap), cairan menguap, sodium ampisilin padat tertinggal.
2. Semi padat, misal salep mata.

3
3. Cair, misal injeksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan:

1. Terapi, meliputi:
· Dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan dosis
terapi efektif obat tersebut.
· Lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk
sediaan obat yang akan dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien tetap
merasa nyaman selama terapi.
2. Farmakokinetka obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl, dan
lain-lain.
3. Sifat fisika-kimia meliputi:
· Ukuran partikel
· Sifat alir
· Kompaktibilitas
· Ketahanan terhadap kelembapan
Sifat fisika kimia inilah yang menetukan formulasi dan pemilihan metode
pembuatan sediaan obat.

2.2 Syarat Sediaan Steril

1. Efikasi mencakup kemanjuran suatu obat yang dalam terapi termasuk efektivitas
obat dalam terapi.
2. Safety : keamanan ini antara lain meliputi: eamanan dosis obat dalam terapi,
memberikan efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan
efek toksik atau efek samping yang tidak diinginkan.
3. Aceeptable : maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian
menarik dan mudah dipakai konsumen.
4. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut
dalam sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berearna, tetap terlihat jernih
(tidak keruh).

4
5. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna
larutan sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain
dalam sediaan itu.
6. Bebas dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun obat.
Sumber partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja, seratr
dari alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
7. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
8. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul. Uji
kebocoran dapat dilakukan dengan:
 Uji dengan larutan warna (dye bath test)

 Metode penarikan vakum ganda (the double vacuum pull method)

9. Stabil. Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk
sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan
suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat dilihat
dari:
· Terjadi perubahan warna. Contoh: larutan adrenalin yang awalnya berwarna
jernih karena teroksidasi akan menjadi merah karena terbentuk adenokrom.
· Terjadi pengendapan. Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO 2,
karena jika tidak bebas CO2 maka akan terbewntuk theopilin yang kelarutannya
kecil dalam air sehingga kanmengendap. Akibatnya dosis menjadi berkurang.

.Persyaratan dalam larutan injeksi :

1. Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara
parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi
2. Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada
dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat
perusakan obat secara kimia dan sebagainya.
3. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi antarbahan obat dan material
dinding wadah.

5
4. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk beberapa faktor yang paling
menentukan: bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis,
isotonis , isohidris, bebas bahan melayang.

2.2 Rute Pemberian

1. Intravena

Merupakan larutan yang dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan


iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini
biasanya isotonis dan hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan
perlahan-lahan. Larutan injeksi intravena harus jernih betul, bebas dari endapan
atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian.
Penggunaan injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih
dari 10 ml harus bebas pirogen.

Pemberian obat intramuscular menghasilkan efek obat yang kurang cepat,


tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemerian
lewat IV.

Syarat pemerian obat secara IM :

· Dapat berupa larutan, air, minyak, atau suspensi. Biasanya dalam bentuk air
lebih cepat diabsorbsi dari pada bentuk suspensi dan minyak.
· Dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam otot rangka
· Tempat penyuntikan sebaiknya sejauh mungkin dari syaraf- syaraf utama dan
pembuluh-pembuluh darah utama.
· Pada orang dewasa, tempat yang paling sering digunakan utnuk suntik IM,
adalah seperempat bagian atas luar otot gluteus max. pada bayi, daerah glutel
sempit dan komponen utama adalah lemak, Bukan otot
· Tempat suntikan lebih baik dibagian atas atau bawah deltoid, karena lebih jauh
dari syaraf radial.
· Volume yang umum diberikan IM, sebaiknya dibatasi maximal 5 mili, bila
disuntuikan didaerah glutel dan 2 ml bila di deltoid.

Beberapa contoh Injeksi:

6
· Injeksi Antibiotik untuk Meningitis

Meningitis merupakan peradangan meningen biasanya disebabkan bakteri atau


virus.Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit ini adalah antara lain :
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae,
Mycobacterium tuberculosis. Sedangkan virus yang dapat menyebabkan
meningitis antara lain: virus coxsackie, virus gondongan dan virus
koriomeningitis limfositik.

Ampisilin merupakan salah satu antibiotik yang dapat digunakan untuk


mengobati meningitis. Penggunaanya biasa dikombinasi dengan sulbaktam untuk
meningkatkan aktivitas nya. Dosis lazim yang digunakan adalah: 1,5 gr – 3gr
kombinasi antara ampisilin dengan sulbaktam dengan perbandingan 2:1.
berdasarkan literatur 375 mg kombinasi tersebut larut dalam 1 ml air. Sehingga
bentuk sediaan yang dipakai adalah ampul rekonstitusi karena ampisilin tidak
stabil pada air pada waktu yang lama.

· Injeksi Antibiotik Golongan Beta Laktam

Suspensi kering adalah sediaan khusus dengan preparat berbentuk serbuk


kering yang baru dirubah menjadi suspensi dengan penambahan airr sesaat
sebelum digunakan.
Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat dari campuran kering untuk suspensi oral
adalah obat-obat anatibiotik karena obat-obat seperti antibiotik tidak stabil untuk
disimpan dalam periode tertentu dengan adanya cairan pembawa air maka lebih
sering diberikan sebagai campuran serbuk keringuntuk dibuat suspensi pada
waktu pada waktu akan diberikan. Alasan pembuatan suspensi kering salah
satunya adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam
larutan tapi stabil bila disuspensi.

Suspensi kering dibuat dengan granulasi maupun tanpa granukasi. Granulasi


adalah suatu metode yang memperbesar ukuran partikel serbuk guna memperbaiki
sifat alir serbuk.

Persyaratan pada sebuah granulat sebaiknya :

7
· Dalam bentuk dan warana yang sedapat mungkin teratur
· Memiliki sifat alir yang baik
· Tidak terlalu kering
· Hancur baik dalam air
· Menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan

· Injeksi Oxytocin (Intramuskular)

Oksitosin (ŏk'sĭ-tō'sĭn) (bahasa Yunani: "kelahiran cepat") adalah hormon pada


manusia yang berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding
rahim/uterus sehingga mempermudah dalam membantu proses kelahiran.

Injeksi oksitosin adalah larutan steril dalam pelarut yang sesuai, bahan yang
mengandung hormon polipeptida yang mempunyai sifat yang menyebabkan
kontraksi otot rahim, otot vaskular, dan otot halus lain, yang dibuat dengan
sintesis atau diperoleh dari globus posterior kelenjar pituitaria hewan peliharaan
sehat yang biasa dimakan.

· Injeksi Vitamin C

Vitamin C tidak boleh diberikan secara oral kepada pasien dalam kondisi
tertentu seperti pasien penderita maag. Namun pada keaadaan defisiensi vitamin C
pasien tersebut harus segera diberikan suplemen vitamin C. Oleh sebab itu
vitamin c dibuat dalam bentuk sediaan injeksi. Injeksi intravena vitamin C dapat
menyebabkan pusing dan pingsan, oleh sebab itu vitamin C dibuat dalam bentuk
injeksi intra muscular, walaupun pemmberian secara IM akan meninggalkan rasa
sakit ditempat suntikan. Pemerian obat IM memberikan efek obat yang kurang
tepat, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan

Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :

· Efek terapi lebih cepat didapat.


· Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan .
· Cocok untuk keadaan darurat
· Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.

2. Pemberian Subkutis (Subkutan)

Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang
dapat digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin, skopolamin,

8
dan epinefrin atau obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan dengan
volume samapi 2 ml (PTM membatasi tak boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik
yang digunakan yang panjangnya samapi ½ sampai 1 inci (1 inchi = 2,35 cm)

Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan (produk)


mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978) mensyaratkan
larutannya isotoni dan dapat ditambahkan bahan vasokontriktor seperti Epinefrin
untuk molekulisasi obat (efek obat)

Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila dibandingkan cara


intramuskuler atau intravena. Namun apabila cara intravena volume besar tidak
dimungkinkan cara ini seringkali digunakan untuk pemberian elektrolit atau
larutan infuse i.v sejenisnya. Cara ini disebut hipodermoklisis, dalam hal ini vena
sulit ditemukan. Karena pasti terjadi iritasi maka pemberiannya harus hati-hati.
Cara ini dpata dimanfaatkan untuk pemberian dalam jumlah 250 ml sampai 1 liter.

3. Pemberian Intramuskuler

Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan absorbsinya


terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan langsung pada
serabut otot yang letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di
pinggul, lengan bagian atas. Volume injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai
10 ml (PTM—volume injeksi tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml,
jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½ inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah
kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik
pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu
diperhatikan bagi Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan
intramuskuler, yaitu bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam
minyak atau suspensi baru dari puder steril. Pemberian intramuskuler memberikan
efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2
jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im) anatar
lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa,
bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk.

9
Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat
pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi ukuran partikel kurang

4. Pemberian intrathekal-intraspinal
Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa temapt.
Cara ini berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan
sediaan dengan kemurniaannya yang sangat tinggi, karena dearah ini ada barier
(sawar) darah sehingga daerahnya tertutup.

Sediaan intraspinal anastesi biasanya dibuat hiperbarik yaitu cairannya


mempunyai tekanan barik lebih tinggi dari tekanan barometer. Cairan sediaan
akan bergerak turun karena gravitasi, oleh sebab itu harus pada posisi pasien
tegak.

5. Intraperitoneal

Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat


diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im,sc,
dan intradermal

6. Intradermal

Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian


lebih kecil dan sc, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai
sangat lambat.

7. Intratekal

Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan
serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi
spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau
ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang
berkenaan langsung pada SSP.

10
2.2 Wadah
2.2.1 Vial

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya
digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial
dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk
bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar.
Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek
atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (R. Voight hal
464).

Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran
ganda):

1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya


kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya

2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis
(0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13)

3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya

4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang
cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah
ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida
tidak perlu ditambahkan pengawet.

2.2.2 Ampul

Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah
1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran
tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali
pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas
tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan

11
gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat
sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia

Ampul merupakan wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya untuk


satu kali injeksi. Ampul dibuat dari bahan gelas tidak berwarna akan tetapi untuk
bahan obat yang peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul yang terbuat dari
bahan gelas berwarna coklat tua.

2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk Sediaan Steril

Prinsip dari CPOB adalah memperkecil pencemaran mikroba, partikulat,


dan pirogen. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
· Keberadaan ruang penyangga untuk personil dan /atau peralatan dan bahan
· Pembuatan produk dan proses pengisian dilakukan pada ruangan terpisah
· Kondisi “operasional dan non operasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap
ruang bersih.

4 kelas kebersihan pada pembuatan produk steril:

1. Kelas A. Untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya pengisian wadah


tutup karet, ampul, dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik.
Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar
(laminar air flow) dengan kecpatan 0,36-0,54 m/detik. Contoh kegiatan:
pembuatan dan pengisian aseptik

2. Kelas B. Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A

3. Kelas C .Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat


risiko lebih rendah.Contoh kegiatan: Pembuatan larutan

12
4. Kelas D. Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat
risiko lebih rendah. Contoh kegiatan: penanganan komponen setelah
pencucian

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Steril adalah keadaan di mana terjadi pada kondisi konotasi


relative,ataupun pada kondisi mutlak bebas dari organisme. Sediaan steril
dapat berbentuk padat steril,semi padat,cair. Selain itu factor factor yang
mempengaruhi sediaan steril yakni farmakokinetika obat, terapi ( dosis
efektif obat, lama penggunaan obat),sifat fisika kimia ( ukuran partikel,
sifat alir, kompaktibilitas, ketahanann terhadap kelembaban). Kemudian
syarat sediaan steril juga meliputi efektivitas obat untuk mencapai terapi,

13
keamanan obat, ketertarika pasien, sediaann harus jernih, keseragaman
bobot, memenuhi uji kebocoran, dan stabil. Untuk rute/jalannya pemberian
sediaan steril berdasarkan tempatnya yakni meliputi Intravena,Subkutis
(Subkutan), Intramuskuler, intrathekal-intraspinal, Intraperitoneal,
Intradermal, Intratekal.

SARAN

Untuk pembuatan sediaan steril ada bebarapa hal yang harus di perhatikan
dalam sediaannya,di antaranya :

· Keamanan sediaan

· Kontaminasi terhadap mikroba,

· Stabilitas

· Kelarutan

· Kemasan sediaan

· Manufacturing

DAFTAR PUSTAKA

Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.


Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama.
Yogyakarta.
Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Voight. R,.(1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. Soendani
Noerono. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

14

You might also like