You are on page 1of 9

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA

VOLUME 03 No. 02 Juni  2014 Halaman 66 - 74


Dewi Marhaeni, dkk.: Kebijakan Medik pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Artikel Penelitian

KEBIJAKAN MEDIK PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN


HEMODIALISIS DI RS HASAN SADIKIN BANDUNG

MEDICAL POLICY IN CHRONIC KIDNEY DISEASE PATIENTS WITH HEMODIALISIS AT HASAN


SADIKIN HOSPITAL

Dewi Marhaeni Diah Herawati1, Eko Fuji Ariyanto1


1
Departemen Ilmu Gizi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran

ABSTRACT ABSTRAK:
Background: Prevalence of Chronic Kidney Disease in Latar Belakang: Prevalensi pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
dialysis’s patients in Indonesia has increased. Some of them yang menjalani hemodialisis di Indonesia mengalami peningkatan.
occurred with malnutrition inflammation complex syndrome and Beberapa diantaranya terjadi malnutrition inflammation
lead to death. This study aims to determine the intake of protein complex syndrome dan berujung pada kematian. Penelitian
and energy, and determine factors that cause the low intake bertujuan untuk mengetahui asupan protein dan energi, serta
of nutritions. mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
Methods: Design of the study was mixed methods using asupan nutrisi.
embedded conccurent strategy. Research paradigm was Metode: Desain penelitian adalah mixed method dengan
constructivism whereas qualitative research conducted in- menggunakan strategi conccurent embedded. Paradigma
depth interviews and observations. Quantitative research has penelitian adalah constructivisme. Penelitian kuantitatif dengan
been done with a descriptive approach, observational, using pendekatan deskriptif, observational menggunakan data
sec ondary data and perf orm 24 Hour Recall and Food skunder dan melakukan 24 Hour Recall dan Food Frequency
Frequency Questionnaire (FFQ). The study was conducted at Questionaire (FFQ). Penelitian kualitatif dilakukan dengan
Hemodialysis Unit, Hasan Sadikin Hospital from June to wawancara mendalam dan observasi. Penelitian dilakukan di
September 2013, with a total sampling. Qualitative and Unit Hemodialisis Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung bulan
quantitative data analysis has been done, followed by analysis Juni-September 2013 dengan total sampling. Dilakukan analisis
of policy and analysis for policy for establishing a medical data kualitatif dan kuantitatif yang diikuti analysis of policy dan
policy for chronic kidney disease patients receiving medical analysis for policy untuk merumuskan kebijakan medik pada
hemodialysis. pasien PGK yang menjalani hemodialisis.
Result: The average protein intake of the patients was 1.32 g/ Hasil: Rata-rata asupan protein pasien adalah 1,32 gr/kg BB/
kg/day. Interval of protein intake of 0.5 g/kg /day (lowest) untill Hari. Asupan protein terendah 0,5 gr/kg BB/hari, tertinggi 2,8
2.8 g/kg/day (highest). 24% of patients had protein intake gr/kg BB/hari. Asupan protein pada 24% pasien dibawah 1 gr/
under 1 g /kg BW/day and 22.8% was above 1.5 g/kg BW/day. kg BB/hari; 22,8% diatas 1,5 gr/kg BB/hari. Rata-rata asupan
Average energy intake was 2001 kcal patient/day (930 kcal/ energi pasien 2001 kkal/hari, asupan terendah 930 kkal/hari,
day - 3196.9 kcal/day). Qualitative analysis resulted in seven tertinggi 3196,9 kkal/hari. Analisis kualitatif menghasilkan 7 tema
themes which causes nutrient low intake. The themes were yang menjadi penyebab rendahnya asupan nutrisi yaitu penyakit
underlying diseases (such as diabetes mellitus and dasar (diabetes mellitus, hipertensi), lama dialisis, frekuensi
hypertension), length of dialysis, frequency and number of dan jumlah dialisis, efek dialisis, respon tubuh, faktor biaya
dialysis, effects of dialysis, body’s response, cost factor, dan konseling serta edukasi. Efek dialisis yang paling dikeluhkan
counseling and education. Most of respondens felt suffer from adalah anemia, mual dan muntah. Respon tubuh diantara pasien
anemia and complined of nausea and vomiting. Body responses sangat bervariasi. Konseling dan edukasi dari pihak rumah
varied widely among them. sakit sangat dibutuhkan pasien.
Conclusion: Protein intake of dialysis patients as recomendded Kesimpulan: Asupan protein pasien sesuai rekomendasi K/
by K/DOQI, but not accordance to energy intake. Protein and DOQI, namun belum sesuai untuk asupan energi. Asupan protein
energy intake of Jamkesmas’s holder patients were lower dan energi pasien Jamkesmas lebih rendah dari rekomendasi
than recommendation of K/DOQI. The cause of lower intake of K/DOQI. Penyebab rendahnya asupan nutrisi disebabkan
nutrients due to the underlying disease, length of dialysis, karena penyakit dasar yang menjadi penyebab PGK, lama
frequency and number of dialysis, effects of dialysis, body dialisis, frekuensi dan jumlah dialisis, efek dialisis, respon tubuh,
responses, cost factors and lack of counseling and education. faktor biaya dan tidak adanya kons eling dan edukas i.
Counseling and education of the patients hospital is needed. Pemerintah harus mendorong kebijakan medik dalam
Government should be encourage medical policy in the penanganan pasien gagal ginjal kronik yang komprehensif, di
management of patients with chronic kidney failure are pelayanan primer, skunder dan tertier. Untuk tercapainya
comprehensive, in primary care, secondary and tertiary. kebijakan medik tersebut pemerintah harus menyediakan tenaga
Government must provide competent personnel, facilities and yang kompeten, sarana dan prasarana pendukung, standar
supporting infrastructure, service standards and standard dan protap yang dibutuhkan untuk masing-mas ing level
operating procedures are required for each level of service. pelayanan.

Keywords: hemodialysis patients , malnutrition , medical Kata Kunci: pasien hemodialisis, malnutrisi, kebijakan medik
policy

66  Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

LATAR BELAKANG Penelitian tentang asupan zat gizi dan faktor-


Prevalensi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) me- faktor yang memengaruhi redahnya asupan zat gizi
ningkat baik di negara maju seperti di Amerika Seri- pada pasien Penyakit Ginjal Kronik yang menjalani
kat dan Jepang maupun negara berkembang seperti hemodialisis di Indonesia belum banyak dilakukan.
Afrika dan Indonesia. Menurut Widiana1, saat ini di Penelitian ini sangat penting karena dapat dijadikan
Indonesia diperkirakan ada 1: 10.000 orang yang dasar dalam merumuskan kebijakan medik untuk
menderita PGK. Kementerian Kesehatan belum pasien yang menjalani hemodialisis sehingga dapat
memiliki data yang tepat berapa jumlah penderita meningkatkan kualitas hidup pasien.
PGK di Indonesia. Data mengenai jumlah penyakit
tidak menular seperti hipertensi, Diabetes Mellitus, BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Jantung dan PGK masih sulit diketahui dengan Desain penelitian adalah mixed method dengan
pasti. Prevalensi PGK tahap akhir, berdasarkan data strategi conccurent embedded4, dimana penelitian
dari Perhimpunan Nefrologi di Indonesia, adalah kuantitatif embedded dalam penelitian kualitatif.
12,5% atau sekitar 18 juta orang2. Penelitian kualitatif digunakan untuk membuat
Hemodialisis dilakukan jika telah terjadi tahap kuesioner Eating Pattern Recall dan untuk
akhir kerusakan ginjal. Pada tahap ini fungsi ginjal mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
tidak dapat kembali normal, sehingga diperlukan rendahnya asupan zat gizi pada pasien penyakit
dialisis seumur hidup. Hemodialisis berfungsi untuk ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah
menyaring, membuang sisa metabolisme serta kele- Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Paradigma
bihan cairan dan unsur kimiawi dalam darah. Malnu- penelitian adalah constructivisme. Penelitian
trisi energi protein sering terjadi pada pasien yang kuantitatif dengan pendekatan deskriptif, observa-
menjalani dialisis3. tional. Dilakukan 24 Hour Recall selama tiga hari
Malnutrisi pada penderita hemodialisis disebab- yaitu dua hari kerja dan satu hari libur, selain itu
kan oleh beberapa faktor antara lain anorexia yang juga dilakukan Food Frequency Questionaire (FFQ).
merupakan efek dari penyakit kronik yang menjadi Subjek penelitian adalah pasien Penyakit Ginjal
dasar terjadinya PGK dan juga akibat proses dialisis Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis baik laki-
serta perubahan endokrin yang dapat meningkatkan laki maupun perempuan dari semua golongan usia
katabolisme asam amino dan glukoneogenesis3. Ter- di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Hasan Sadikin
jadinya malnutrisi juga disebabkan karena adanya Bandung pada periode Juni-September 2013 yang
respon inflamasi yang ditandai dengan peningkatan memenuhi kriteria dan bersedia mengikuti penelitian.
kadar C-Reactive Protein (CRP) plasma. Peningkatan Jumlah sampel yang diambil adalah total sampling.
level serum pro-inflamasi sitokin menyebabkan Analisis data dilakukan dengan transkripsi, reduksi,
pasien kehilangan nafsu makan dan mengakibatkan koding, kategorisasi, membuat tema dan memba-
perubahan pada asupan makanan. Reaksi inflamasi ngun teori4,5. Untuk menjamin trustworthiness dilaku-
yang kronik serta kurangnya nafsu makan dapat kan melalui credibility, transferability, dependability
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas. dan confirmability5,6. Analisis kebijakan dilakukan
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa preva- dalam dua tahap7, yaitu analysis of policy yang diper-
lensi gizi kurang sekitar 16-54%, dimana 30% pasien oleh dari hasil penelitian dan analysis for policy untuk
mengalami malnutrisi ringan sampai sedang dan 6- merumuskan kebijakan medik pada pasien PGK
8% pasien mengalami malnutrisi berat. Angka mor- yang menjalani hemodialisis serta mengusulkan al-
biditas dan mortalitas pada pasien hemodialisis di ternatif kebijakan lain yang lebih rasional serta ber-
Amerika Serikat cukup tinggi mencapai sekitar 24% manfaat untuk peningkatan quality of life dari pasien.
pertahun3. Keadaan ini juga terjadi di Indonesia.
Penatalaksanaan nutrisi sangat diperlukan da- HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
lam penatalaksanaan pasien hemodialisis. Asupan Hasil analysis of policy menunjukkan bahwa unit
gizi yang baik diharapkan dapat meningkatkan atau rawat jalan pelayanan dialisis belum memiliki protap
mempertahankan status gizi pasien hemodialisis dan penatalaksanaan nutrisi, protap yang ada adalah
merupakan suatu upaya dalam mencegah terjadinya untuk pelayanan dialisis. Terapi nutrisi belum menjadi
komplikasi. Status gizi yang baik juga mendukung bagian dari terapi dialisis, hal ini terlihat dari hasil
kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. Oleh karena wawancara maupun observasi yang dilakukan baik
itu pengaturan asupan zat gizi merupakan salah satu pada pasien Askes maupun Jamkesmas.
komponen penting dalam terapi penyakit ginjal kronik Aktor yang terlibat dalam pelayanan dialisis
yang menjalani dialisis. adalah dokter subspesialis ginjal, dokter jaga ruang

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014  67


Dewi Marhaeni, dkk.: Kebijakan Medik pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

pelayanan, kepala perawat ruang pelayanan dialisis Gambaran Asupan Protein dan Energi
dan beberapa perawat jaga. Ruang pelayanan Rata-rata asupan protein pasien adalah 1,32 gr/
dialisis untuk pasien Askes berbeda dengan pasien kg BB/Hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Jamkesmas, terlihat bahwa ruang pelayanan pasien rata-rata asupan protein pasien memang sesuai
Askes lebih baik, nyaman dan bersih dari pada ruang dengan standar yang telah direkomendaasikan K/
pelayanan pasien Jamkesmas. Tenaga yang mem- DOQI. Asupan protein pasien terendah adalah 0,5
berikan pelayanan dialisis pada pasien Askes dan gr/kg BB/hari sedang tertinggi adalah 2,8 gr/kg BB/
Jamkesmas adalah sama. Rumah Sakit belum me- hari. Pasien yang asupan proteinnya dibawah 1 gr/
miliki UPF Gizi, yang ada adalah instalasi gizi yang kg BB/hari ada 24% sedang yang asupan proteinnya
dikelola oleh dietisien. Oleh karena itu rumah sakit diatas 1,5 gr/kg BB/hari ada 22,8%.
belum memiliki dokter spesilais gizi. Dietisien yang Rata-rata asupan energi pasien adalah 2001
bertugas di instalasi gizi belum banyak terlibat di kkal/hari, asupan energi terendah adalah 930 kkal/
ruang pelayanan dialisis. hari sedang tertinggi adalah 3196,9 kkal/hari. Pasien
Pelayanan dialisis merupakan pelayanan “one yang asupan energinya 930 kal/hari memiliki berat
day care” karena pasien tidak membutuhkan rawat badan 42 kg, sehingga seharusnya asupan energi
inap. Hal tersebut, kemungkinan yang menjadi pe- pasien adalah 1260-1470 kkal. Asupan energi terse-
nyebab mengapa dietisien belum banyak terlibat but sangat kurang dibanding dengan energi yang di-
dalam ruang pelayanan dialisis. Belum adanya kebi- butuhkan pasien. Pasien yang asupan energi 3196,9
jakan medik bahwa terapi nutrisi menjadi bagian dari kkal/hari memiliki berat badan 85 kg, sehingga
terapi dialysis, diduga menjadi salah satu faktor yang idealnya asupan energi pasien adalah 2550-2975.
memengaruhi rendahnya asupan nutrisi pasien.
Hasil dari analisis kualitatif ditemukan beberapa Penyebab Rendahnya Asupan Nutrisi
kategori yang dapat digunakan untuk membuat Penyakit Dasar Penyakit Ginjal Kronik
kuesioner tentang Eating Pattern Recall (EPR). Ada- Mayoritas pasien sebelum didiagnosis Penyakit
pun kategori tersebut meliputi selera makan, faktor Ginjal Kronik (PGK), memiliki penyakit dasar seperti
pencetus gangguan makan, jumlah, waktu dan fre- diabetes mellitus, hipertensi dan infeksi ginjal,
kuensi makan, menu makan utama dan camilan dan penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya
konsumsi suplemen. Hasil analisis data kualitatif un- PGK. Berdasarkan data skunder yang diperoleh dari
tuk faktor yang menjadi penyebab rendahnya asupan rumah sakit, penyakit dasar terjadinya PGK tertinggi
nutrisi ditemukan tujuh tema yaitu: penyakit dasar, adalah hipertensi (41%), diabetes melitus (25%),
lama dialisis, frekuensi dan jumlah dialisis, efek hipertensi dan diabetes melitus (11%) serta penyakit
dialisis, respon tubuh, faktor biaya serta tidak adanya lainnya. Pada umumnya pasien tidak memahami
konseling dan edukasi. bahwa hipertensi atau diabetes mellitus kronis dapat
menyebabkan terjadinya PGK. Selama mereka
Karakteristik Pasien menderita penyakit tersebut, pasien tidak mendapat
Mayoritas pasien yang menjalani dialisis berusia informasi yang detil dari petugas kesehatan yang
diatas 55 tahun (42%), namun ada pasien yang ber- merawatnya tentang komplikasi yang akan mereka
usia kurang dari 25 tahun (4%). Penghasilan pasien alami. Pasien tidak melakukan upaya yang optimal
yang menjalani dialisis terbanyak adalah antara terhadap diet nutrisi, Hampir keseluruhan pasien
Rp1.000.000,00-Rp3.000.000,00 sangat jarang yang merasa sangat syok dan kaget terhadap komplikasi
memiliki penghasilan antara Rp5.000.000,00- dari penyakit kronis yang dideritanya.
Rp10.000.000,00. Mayoritas pasien berpendidikan “.......ya akhirnya pas pertama mah memang
SMA (40,96%), sedang terendah adalah berpendi- Dok... saya juga shock.... jadi hati belum bisa
menerima kenapa saya gini... gini... gini.......,
dikan SD (10,84). Hampir keseluruhan pasien tidak ya akhirny a tiap ada y ang nany a sama
mengeluarkan uang secara langsung untuk mem- ibu....ditanya kepala sekolah nangis....., tapi
biayai dialisisnya karena 91,57% telah dibiayai oleh mungkin ya setahunan kaya gitu..... sering
Askes dan Jamkesmas, namun masih ada sekitar dirawat akhirnya......” (R.6).

3,6% pasien yang mengeluarkan uang secara lang-


sung. Berdasarkan pengukuran status gizi, 34,9% Etiologi terjadinya PGK paling tinggi disebabkan
pasien masuk dalam kategori gizi kurang, 9,6% gizi karena nefropati diabetikum (41%), HRD (19%),
lebih dan 16,85% termasuk kategori obese. glomerulapati primer (17%) dan glomerulo nephrotic
kronis (11%). Kejadian nefrotic diabetikum lebih tinggi

68  Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

pada perempuan (49%) dibanding dengan laki-laki Efek Dialisis


(32%), glomerulopati primer lebih tinggi pada Efek yang ditimbulkan sejak pasien menderita
perempuan (26%) dibanding dengan laki-laki (7,5%), PGK dan menjalani dialisis sangat bervariasi. Pada
namun glomerulo nephrotic kronis lebih tinggi pada umumnya pasien mengeluh lemes, mual, mau
laki-laki (18%) dibanding perempuan (5%). muntah, sakit kepala, tidak punya nafsu makan,
sesak nafas, sembelit, rasa haus terus, kulit kering,
Lama Dialisis bersisik dan gatal, sakit di daerah perut, anemia,
Lama pasien menjalani dialisis sangat bervariasi insomnia namun ada juga yang mengeluh menjadi
ada yang kurang dari 1 tahun, bahkan ada yang lebih impotensi. Keluhan yang paling sering adalah mual
dari 10 tahun. Berdasarkan informasi dari responden dan pengin muntah, hal ini dirasakan oleh seluruh
rumah sakit, bahwa lama pasien menjalani dialisis pasien. Efek yang menonjol yang dikeluhkan oleh
antara pasien Askes dan Jamkesmas berbeda. Pa- pasien adalah anemia, namun pada pasien laki-laki
sien Askes rata-rata bisa bertahan antara 6-8 tahun ada yang mengeluh impotensi.
sedang pasien Jamkesmas rata-rata hanya bertahan
3 tahun. Perbedaan tersebut disebabkan karena “.....cuma kaya sekarang nih ini Hb nya lagi
turun gak tau kenapa gara – garanya karna
asupan nutrisi pasien Jamkesmas jauh lebih buruk kecapean itu mungkin kan makannya kurang
dari pada pasien Askes. bener, Hb nya turun 7,7..... kalau udah turun
kan susah makan....gak selera makan......”
Frekuensi dan Jumlah Dialisis (R.6).
Frekuensi hemodialisis rata-rata dilakukan se- “......Satu tahun say a sudah tidak bisa
minggu dua kali. Lama dialisis pasien Askes adalah hubungan sama istri. Percuma... ah udah...
6-8 tahun, sehingga rata-rata jumlah dialisis adalah sampe nangis-nangis. Untung ini istri saya
720-960 kali, sedangkan pasien Jamkesmas rata- ga kabur. Banyak teman-teman saya yang
istrinya kabur, kawin lagi. Wah. Banyak dulu.
rata jumlah dialisis 360 kali. Wawancara dilakukan Haji juga rek kawin lagi. Ga kuat. Di situ
pada pasien yang menjalani dialisis dibawah 100 bebannya beratnya tu.....”(R.7).
kali dan diatas 1000 kali. Pasien yang menjalani
HD kurang dari 100 kali pada umumnya masih Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pada
kebingungan dan kesulitan dengan diet makannya. umumnya pasien Jamkesmas kulitnya terlihat lebih
hitam, kusam, bersisik, kering dan sangat kurus
“.......memang sebelum di HD itu sekitar dibanding pasien Askes. Hal tersebut disebabkan
Januari Februari ini...nafsu makan masih
kurang..... Apalagi waktu itu kan harus diet karena asupan nutrisi pasien Askes jauh lebih baik
katany a gitu. Tapi setelah HD diet tidak dari pada pasien Jamkesmas.
seketat sebelumnya...... jadi masih suka
bingung makan apa....... kesini-kesininya sih Respon Tubuh
sudah agak mendingan, tapi tidak
semaksimal dulu sewaktu sehat.......Tapi Pasien merasa bingung dengan perubahan diet
memang kalau makanan sekarang juga tidak yang harus dilakukan. Pada stage 2-3 PGK pasien
seperti waktu sehat dulu. Susah sekali diminta untuk diet ketat rendah protein, stage 4 PGK
makan.......Kalau ingin nafsu makan mesti di.. pasien diwajibkan diet sangat rendah protein. Pada
....apa nih makan yang enak...” (R.2).
stage 5 PGK, pasien tidak lagi diwajibkan diet sangat
Pada pasien yang sudah menjalani dialisis diatas rendah protein tetapi diet cukup protein dan energi,
1000 kali pada umumnya terjadi penurunan nafsu meskipun terbatas. Pasien tetap harus diet rendah
makan yang cukup drastis. kalium, yang banyak terdapat pada sayuran dan
buah-buahan. Oleh karena itu pasien harus berhati-
“......Pas kesini... nah... sekitar dua tahun tiga hati dalam mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.
tahun sekarang ini saya makan terus Respon tubuh pasien terhadap sayur dan buah-
drastis... makanya say a kurus sekali buahan sangat bervariasi. Ada pasien yang makan
sekarang. Jadi... satu... satu piring itu ga habis.
Ya.. memang ga nafsu, gitu... sekarang. Sudah buah anggur, pepaya atau sayur tidak masalah,
pake ayam pake itu pake ini... ya... divariasi namun beberapa pasien merasakan hal tersebut
lah... Pakai sop, pakai itu... Tetap ga menjadi masalah. Respon tubuh yang diberikan juga
nafsu.......saya lemas sekali, kurus... Kalau sangat bervariasi, mulai dari sesek, mual, mau
makan banyak saya ga kuat sekarang.....”
(R.7). muntah dan menggigil kedinginan.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014  69


Dewi Marhaeni, dkk.: Kebijakan Medik pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

“.....terus memang pola makan dan pola yang dibutuhkan oleh pasien adalah untuk membeli
minum yang harus betul-betul dijaga. Tapi makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan
kadang makanan ini orang lain tidak bisa
menerima, kok tubuh saya bisa. Jadi saya itu oleh tubuh. Berdasarkan hasil observasi yang dilaku-
saja. Dulunya kan saya diet ketat sekali dok. kan di unit pelayanan dialisis pada umumnya pasien
tempe tahu ga boleh dulu waktu dirawat. Tapi banyak mengkonsumsi makanan camilan seperti
akhirnya setelah tiga bulan berjalan saya coba keripik.
makan tahu tempe satu kerat, oh kok bisa ga
ada apa-apa...” (R.2).
Konseling dan Edukasi
“....misalnya hari besokny a pepaya untuk Belum adanya konseling dan edukasi di ruang
dicoba dulu aja awal – awal Dok ....tapi kalau pelayanan dialisis menyebabkan pasien sering me-
misalkan gak lama kan kalau ada
pengaruhny a 1 jam juga udah langsung rasa kebingungan dengan jenis dan porsi makan yang
kerasa dingin badan teh kaya dari kulkas boleh dikonsumsi. Beberapa pasien berinisitaif sen-
gitu.... Nah itu berarti gak aman buat saya diri ataupun melalui keluarganya mencari informasi
makan lagi....” (R.6). asupan makanan yang tepat dan aman yang dapat
“.....kalau ibu kan yang menimbulkan sesek mereka konsumsi agar menu makan dapat lebih
terasa teh anggur, jeruk, terus duren sesek bervariasi. Pelayanan dialisis merupakan pelayanan
pisan. Tapi ada yang gak sesek gitu. Jadi “one day care”, setelah dialisis selesai pasien lang-
gimana kekuatan tubuh mungkin....” (R.8). sung pulang kerumah. Pada umumnya dialisis dila-
kukan selama empat jam, dimulai jam 8 sampai de-
Selain buah-buahan dan sayuran, ternyata bum- ngan jam 12. Tenaga yang bertugas di ruang pela-
bu masakan juga bisa menimbulkan rasa mual dan yanan dialisis adalah dokter jaga berjumlah sekitar
mau muntah. Pasien lebih senang makan masakan dua orang, kepala ruang pelayanan dialisis dan
dirumah yang diolah sendiri dibanding dengan beli beberapa tenaga perawat yang berjaga.
di rumah makan atau warung, karena bumbu masak- Rumah Sakit belum menyediakan sarana dan
an pada makanan yang beli di rumah makan atau prasarana ruang konseling pasien di unit pelayanan
warung makan lebih tajam dibanding memasak sen- dialisis. Keterbatasan jumlah tenaga dietisien me-
diri. Bumbu masakan yang tajam menjadi pemicu nyebabkan tidak seluruh ruang pelayanan mendapat
timbulnya rasa mual dan mau muntah. Selain bumbu tenaga dietisien yang mampu memberikan pelayan-
masakan ternyata selai roti juga dapat menimbulkan an konseling dan edukasi. Selain keterbatasan
respon tubuh menjadi mual dan ingin muntah. jumlah tenaga dietisien mungkin juga disebabkan
karena kemampuan tenaga dalam memberikan
Faktor Biaya konseling dan edukasi yang tepat juga menjadi salah
Faktor utama dari sisi non medis yang berpe- satu penyebab. Rumah sakit juga belum mempunyai
ngaruh terhadap terjadinya rendahnya asupan nutrisi dokter spesialis gizi yang dapat memberikan terapi
pada pasien PGK adalah masalah biaya. Biaya yang nutrisi yang tepat untuk pasien. Berdasarkan peng-
dibutuhkan untuk melakukan dialisis sangat tinggi amatan, dokter jaga yang ada lebih berkonsentrasi
sekali dan itu menyebabkan rumah tangga pasien pada proses dialisis yang dijalani pasien, begitu pula
menjadi “berantakan” karena seluruh harta yang perawat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh res-
dimiliki dijual untuk biaya dialisis. Stress yang tinggi ponden yang ada dalam ruang perawatan maupun
akibat kehilangan harta benda, menanggung biaya dokter yang menjadi narasumber.
keluarga serta rasa sakit yang dialaminya menye- Rumah sakit sebetulnya telah melakukan ke-
babkan pasien benar-benar kehilangan selera makan. giatan edukasi pada pasien dalam bentuk ceramah,
“......udah habis-habisan. Hah, ga keitung namun tempatnya bukan di ruang pelayanan dialisis
lah.....pesangon habis, tabungan habis, harta tetapi di aula rawat jalan rumah sakit. Materi yang
benda habis.... Ga mau bertengkar sama istri diberikan meliputi cara makan yang sehat dan cara
gimana... pasti bertengkar. Habis semua.... beristirahat. Hanya ada beberapa pasien yang pernah
Saya dulu nyicil-nyicil tuh habis.... Mana anak
saya harus sekolah... M asa anak saya ga mengikuti kegiatan ceramah, namun karena
sekolah... Tiga tuh. M akanya aduh, kurang- materinya tidak spesifik untuk pasien PGK yang
kurangnya...saya jadi gak doyan makan.... menjalani hemodialisis serta asupan nutrisi yang
sampai kurus sekali.... Hampir-hampir saya tepat, maka banyak pasien yang tidak mau mengikuti
bunuh diri dulu.....” (R.7).
ceramah tersebut.
Pasien Jamkesmas tidak bermasalah dengan biaya “......saya tidak ikut, tapi orang mah ada
dialisis, karena sudah ditanggung pemerintah. Biaya pernah ikut. Tapi ga disini dok, di aula

70  Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

katanya..... Jadi cara-caranya makan sehat....., energi sangat dibutuhkan karena digunakan untuk
katanya gitu, y ang ikut kesana..... Cara- menjaga keseimbangan berat badan dan lemak
caranya beristrahat..... Ada ceramahnya....
bukan tentang penyakit saya dan gimana tubuh8.
supaya saya dapat makan lebih baik...........” Hasil wawancara mendalam terhadap pasien
(R.4). Jamkesmas, terlihat bahwa asupan energi maupun
protein pasien sangat kurang, karena pasien tidak
Dari hasil analisis kualitatif ini maka peta konsep mempunyai uang untuk membeli makanan yang me-
yang diperoleh adalah sebagai berikut: miliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan. Keadaan
ini diperberat dengan kondisi pasien karena terjadi
perubahan pada indra perasa dan adanya gangguan
Penyakit gastrointestinal akibat proses dialisis9. Hampir kese-
Penyebab luruhan pasien Jamkesmas yang menjalani dialisis
Lama Dialisis
memiliki status gizi kurang, dimana status gizi
kurang dapat menjadi prediktor terjadinya mortalitas.
Frekuensi dan Kondisi fisik pasien Jamkesmas terlihat lebih kurus,
Jumlah Dialisis kulit hitam dan bersisik, sangat jauh berbeda dengan
Efek pasien Askes yang nampak lebih sehat. Beberapa
Asupan
Dialisis Malnutrisi pasien askes terlihat kelebihan berat badan baik
Nutrisi

Respon
overweight maupun obese.
Tubuh Pasien yang menjalani dialisis membutuhkan
biaya yang sangat tinggi, karena biaya tersebut digu-
Faktor
Biaya nakan untuk pemeriksaan laboratorium, bahan habis
Konseling pakai, tenaga, dokter dan pendaftaran dan biaya ti-
dan Edukasi dak langsung seperti biaya listrik, depresiasi, peme-
liharaan, kebesihan, pengadaan alat serta biaya linen
Gambar 1. Peta Konsep dan laundry11. Rata-rata pasien yang menjadi respon-
den dalam penelitian ini membutuhkan 2 kali dialisis
Hipotesis yang dibangun dari hasil penelitian perminggu, ada pasien yang telah menjalani dialisis
kualitatif adalah bahwa rendahnya asupan nutrisi diatas 15 tahun. Rata-rata lama pasien menjalani
pasien CKD yang menjalani dialisis disebabkan oleh dialisis adalah 33,3 bulan. Jika dalam 1 minggu pa-
karena penyakit penyebab, lama dialisis, frekuensi sien menjalani dua kali dialisis maka rata-rata pasien
dan jumlah dialisis, efek dialisis, respon tubuh, faktor menjalani dialisis selama 333 kali. Biaya yang
biaya serta konseling dan edukasi. Rendahnya asup- dibutuhkan untuk sekali dialisis sangat bervariasi
an nutrisi dapat berpengaruh terhadap kejadian tergantung dari tipe dan jenis rumah sakit yang
malnutrisi. melayani. Penelitian yang dilakukan di RS PKU
Muhamadiyah Yogyakarta terhadap kebutuhan
Pembahasan seluruh biaya dialisis adalah Rp912.751,0011.
Hasil penelitian menunjukkan asupan nutrisi pa- Berdasarkan data yang diperoleh dari unit di-
da 24% pasien berada dibawah standar yang dire- alisis RS Hasan Sadikin rata-rata pasien Jamkesmas
komendasikan. Kebutuhan asupan protein untuk hanya mampu bertahan menjalani dialisis selama 3
pasien dialisis adalah 1,2-1,4 gr/kg BB/hari8. Asupan tahun, sedang pasien Askes mampu bertahan se-
protein yang direkomendasikan oleh K/DOQI untuk lama 6-8 tahun. Kebutuhan biaya dialisis selama 3
pasien hemodialisis berkesinambungan adalah lebih tahun untuk pasien Jamkesmas adalah
dari atau sama dengan 1,2 gr/kgBB/hari9. Reko- Rp328.590.360,00 per pasien. Kebutuhan biaya di-
mendasi K/DOGI untuk asupan energi adalah 30-35 alisis untuk pasien Askes selama 6-8 tahun berkisar
kkal/hari9. Masih banyak pasien yang asupan ener- antara Rp657.180.720,00–Rp876.040.960,00 per
ginya dibawah rekomendasi K/DOGI. Kecukupan pasien. Saat ini Pemerintah melalui Kemenkes
energi dan protein untuk pasien dialisis sangat di- menetapkan tarif untuk dialisis adalah sekitar
perlukan, dimana kecukupan energi digunakan untuk Rp600.000,00 sehingga biaya yang dibutuhkan
mencegah katabolisme jaringan tubuh sedang ke- untuk membiayai pasien Jamkesmas adalah
cukupan protein digunakan untuk menjaga keseim- Rp216.000.000,00 per pasien. Kebutuhan biaya pa-
bangan nitrogen dan mencegah berlebihnya akumu- sien Askes yang menjalani dialisis berdasar tarif yang
lasi sisa metabolisme saat dialisis10. Kecukupan ditetapkan oleh Kemenkes adalah

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014  71


Dewi Marhaeni, dkk.: Kebijakan Medik pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Rp432.000.000,00–Rp576.000.000,00 per pasien. lainnya yang menjadi penyebab terjadinya PGK.


Jika dibandingkan dengan tarif untuk transplantasi Dampak kebijakan ini adalah adanya pengembangan
ginjal adalah sekitar Rp200.000.000,00 sampai de- program home care dan SDM harus profesional.
ngan Rp300.000.000,00 maka biaya yang dibutuh- Kebijakan medik dalam pelayanan skunder ada-
kan untuk hemodialisis jauh lebih besar dari pada lah seluruh pelayanan sekunder mampu melakukan
transplantasi ginjal. Kebutuhan biaya untuk pasien penapisan kepada pasien yang terindikasi PGK.
gagal ginjal terminal yang dilakukan terapi dengan Pelayanan sekunder juga mampu memberikan terapi
peritoneal dialisis lebih murah dari pada dengan hemodialisis pada pasien yang terkena gagal ginjal
hemodialisis. terminal. Konsekwensi kebijakan tersebut adalah
Pada umumnya kualitas hidup pasien yang pemerintah menyediakan sarana dan prasarana un-
menjalani dialisis menurun cukup drastis dibanding tuk pelayanan dialisis, membuat protap dan standar
ketika masih sehat. Hal ini disebabkan adanya pelayanan, menyediakan tenaga dokter spesialis
inflamasi yang diakibatkan oleh akumulasi toksin penyakit dalam dan subspesialis ginjal, dokter spe-
uremia, under weight, stres oksidatif, disregulasi sialis gizi dan dietisien. Dampak kebijakan ini adalah
metabolik dan nutrisi, disfungsi imun serta terapi adanya pelayanan home care yang dilakukan oleh
farmakologi.12,13 Hasil penelitian ini menunjukkan bah- tenaga kesehatan rumah sakit, SDM lebih komuni-
wa kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis katif dan profesional, beban pekerjaan petugas lebih
mengalami penurunan, dimana pasien Askes me- berat.
miliki kualitas hidup yang lebih baik dari pada pasien Kebijakan dalam pelayanan tertier ada tiga alter-
Jamkesmas. Pasien Askes pada umumnya masih natif yang dapat dilakukan oleh pihak rumah sakit
dapat melakukan aktifitas baik di rumah maupun yaitu melakukan hemodialisis, peritoneal dialisis dan
kantor, meskipun tidak seaktif ketika belum terkena transplantasi ginjal. Terapi hemodialisis dilakukan
PGK. Pasien Jamkesmas karena kebanyakan memi- pada pasien yang kondisi umumnya sudah kurang
liki status gizi kurang maka aktifitas fisiknya menjadi baik. Konsekwensi dari kebijakan ini adalah bahwa
sangat terbatas. Penelitian yang dilakukan di Lahore paket pelayanan hemodialisis meliputi pelayanan
Pakistan menunjukkan kesamaan dengan penelitian dialisis dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
ini, kualitas hidup pasien yang telah menjalani diali- serta konseling dan edukasi. Selain itu, setiap bulan
sis selama lebih dari 8 bulan mengalami penurunan, dilakukan pemeriksaan antropometri dan laboratorik
durasi dialisis berbanding terbalik dengan kualitas serta pemberian konseling nutrisi. Dampak kebijakan
hidup, selain itu pasien yang memiliki penyakit dia- ini adalah penghitungan unit cost INA CBG untuk
betes kualitas hidupnya lebih jelek dari pada yang pasien dialisis harus lebih detil.
tidak memiliki diabetes14. Peritoneal dialisis dapat menjadi alternatif dari
Analysis of policy yang diusulkan adalah, pe- terapi dialisis. Konsekwensi dari kebijakan ini dibu-
merintah mendorong kebijakan medik dalam meng- tuhkan dokter dan perawat yang terlatih dan siap
atasi permasalahan pasien dialisis baik di pelayanan menjadi pendamping pasien serta melakukan moni-
primer, skunder dan tertier. Pelayanan primer lebih tor terhadap kesehatan pasien. Program home care
ditujukan untuk pelayanan promotif dan preventif sangat dibutuhkan, dimana dokter atau perawat
terjadinya PGK. Pelayanan skunder dan tertier melakukan konseling dan edukasi nutrisi, melakukan
ditujukan untuk terapi pasien gagal ginjal kronik. monitoring terhadap asupan nutrisi serta status gizi
Kebijakan medik dalam pelayanan primer adalah pasien. Pemerintah memberikan PMT pada pasien.
seluruh fasilitas pelayanan primer melakukan pela- Dampak positip dari kebijakan ini adalah terapi dila-
yanan secara komprehensif dan reguler pada seluruh kukan sendiri oleh pasien baik di rumah maupun di
pasien hipertensi dan diabetes melitus. Pelayanan kantor, biaya relatif lebih murah dari pada hemodia-
yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik, labora- lisis. Pasien dapat lebih bebas mendapat asupan
torium, farmakologi maupun pemberian konseling makanan dan minuman dibanding dengan terapi he-
diet untuk asupan nutrisi. Konsekwensi dari kebi- modialisis. Terapi ini juga lebih baik dalam mem-
jakan ini adalah pemerintah menyediakan dan me- pertahankan fungsi ginjal sisa, bersifat kontinu, efek
ningkatkan kualitas tenaga kesehatan dalam penata- toksisitas kepada jantung lebih sedikit serta meng-
laksanaan pasien hipertensi dan diabetes melitus hindari komplikasi hemodialisis15. Dampak negatif
secara komprehensif. Selain itu pemerintah harus dari terapi ini adalah adanya kegagalan teknis dalam
menyediakan sarana prasarana penunjang, serta pemakian alat dan komplikasi metabolik.
menyediakan protap dan standar pelayanan untuk Transplantasi ginjal dapat menjadi alternatif lain
penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit setelah dialisis. Terapi transplantasi sebaiknya

72  Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

dilakukan pada pasien yang kondisi umumnya masih dar dan protap yang dibutuhkan untuk masing-
sangat baik dan masih usia produktif. Pilihan kebi- masing level pelayanan.
jakan untuk transplantasi bukan merupakan pilihan
yang mudah. Beberapa konsekwensi yang harus REFERENSI
dihitung dengan detil adalah adanya beberapa tahap 1. Widiana IGR. Distribusi geografis penyakit ginjal
pemeriksaaan sebelum mendapat tindakan trans- kronik di Bali: komparasi formula Cockcroft-
plantasi. Pemeriksaan tersebut meliputi golongan Gault dan formula modification of diet in renal
darah resepien harus sama dengan pendonor, tes disease. J Peny Dalam. 2007;8(3):198-204.
Human Leucocyte Antigens (HLAs) dan tes uji silang 2. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik adalah suatu
organ untuk mengetahui adanya kesamaan antara wabah baru (global epidemic) di seluruh dunia.
resepien dan pendonor. Perlu dipikirkan apakah ginjal Annual meeting Perhimpunan Nefrologi
berasal dari pendonor yang masih hidup atau pen- Indonesia. 2009;1-9.
donor yang baru saja meninggal, untuk itu dibutuh- 3. Joel D. Pathophsyology of protein energy
kan informed consent dari pihak keluarga pendonor. wasting in chronic renal failure. The Journal of
Dampak positif dari transplantasi ini adalah biaya Nutrition. 1999;129:247S-51S.
lebih murah dibanding hemodialisis, kualitas hidup 4. Creswell JW, editor. Research Design:
pasien menjadi jauh lebih baik. Dampak negatif dari Qualitative, quantitaive and mixed methods
transplantasi adalah pasien harus minum obat approach.Third ed. Calif ornia: SAGE
imunosupresan seumur hidup, dimana obat tersebut Publications, Inc; 2009.
dapat mengakibatkan efek samping seperti katarak 5. Denzin NK, Lincoln YS. Qualitative research.
dan lain-lain. Selain itu, kualitas hidup pendonor akan Pustaka Pelajar. 2009.
menurun dibanding sebelumnya. 6. Alwasilah, A.C. Pokoknya kualitatif, dasar-
dasar merancang dan melakukan penelitian
KESIMPULAN DAN SARAN kualitatif. Pustaka Jaya. Bandung. 2002.
Rata-rata asupan protein pasien sudah sesuai 7. Buse K, Mays N, Walt G. Making health policy.
dengan rekomendasi K/DOQI sedang asupan energi London School of Hygiene and Tropical
belum sesuai dengan rekomendasi K/DOQI. Namun Medicine. 2005.
demikian masih banyak pasien terutama pasien 8. Cano E, Fiaccadori E, Tesinsky P, Toigo G,
Jamkesmas yang asupan protein dan energinya lebih Druml W. ESPEN Guidelines on enteral nutrition:
rendah dari rekomendasi K/DOQI. Asupan protein adult renal failure clinical nutrition. 2006;25:295-
dan energi sebagian pasien Askes melebihi rekom- 310.
endasi K/DOQI. Penyebab rendahnya asupan nutrisi 9. National Kidney Foundation. K/DOQI clinical
disebabkan karena penyakit dasar yang menjadi practice guidlines for bone metabolism and
penyebab PGK, lama dialisis, frekuensi dan jumlah disease in chronic kidney disease. Am J Kidney
dialisis, efek dialisis, respon tubuh, faktor biaya dan Dis 2003;42(4 suppl 3):S1-201.
tidak adanya konseling dan edukasi. 10. Kartono SD, Darmini F, RR. Penyusunan diet
Untuk mencegah peningkatan pasien gagal pada gagal ginjal kronik denagn dialisis. In
ginjal terminal, pemerintah harus mendorong ter- Sediabutar RP, editor. Gizi pada gagal ginjal
wujudnya kebijakan medik di semua tingkat pelayan- kronik. Jakarta: Perhimpunan Nefrologi
an kesehatan meliputi pelayanan primer, sekunder Indonesia. 1992.
dan tertier. Pelayanan primer harus mampu membe- 11. Primadinta, Marwati T, Solikhah. Analisa cost
rikan pelayanan secara komprehensif meliputi pe- sharing perhitungan tarif hemodialisis
meriksaan fisik, laboratorium, farmakologi maupun masyarakat miskin di Rumah Sakit Umum PKU
pemberian konseling diet asupan nutrisi yang tepat. Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta. Jurnal
Pelayanan sekunder harus mampu melakukan Kesmas. 2011; 5(3):162-232.
penapisan kepada pasien yang terindikasi PGK serta 12. Kusek JW. Cross-sectional study of health-
mampu memberikan pelayanan secara komprehensif related quality of life in African Americans with
pada pasien gagal ginjal terminal. Pelayanan tertier chronic renal insufficiency: The African American
mampu memberikan pelayanan hemodialisis, peri- study of kidney disease and hypertension trial.
toneal dialisis dan transplantasi ginjal secara kom- Am J Kidney Dis. 2002;39(3):513-24.
prehensif. Untuk tercapainya kebijakan medik terse- 13. Maor Y, King M, Olmer L, Mozes B. A
but pemerintah harus menyediakan tenaga yang Comparison of three measures: the time trade-
kompeten, sarana dan prasarana pendukung, stan- off technique, global health-related quality of life

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014  73


Dewi Marhaeni, dkk.: Kebijakan Medik pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

and the SF-36 in dialysis patients. J Clin quality of life in patients on hemodialysis. Iranian
Epidemiologi. 2001;54(6):565-70. Journal of Kidney Diseases. 2011;5(1)1:9-14.
14. Anees M, Hameed F, Mumtaz A, Ibrahim M, 15. Laporan Khusus Symposium international so-
Khan M. Dialysis-related factors affecting ciety of peritoneal dialysis. CDK-198. 2012;39
(10):788-791.

74  Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 2 Juni 2014

You might also like