Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT ABSTRAK:
Background: Prevalence of Chronic Kidney Disease in Latar Belakang: Prevalensi pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
dialysis’s patients in Indonesia has increased. Some of them yang menjalani hemodialisis di Indonesia mengalami peningkatan.
occurred with malnutrition inflammation complex syndrome and Beberapa diantaranya terjadi malnutrition inflammation
lead to death. This study aims to determine the intake of protein complex syndrome dan berujung pada kematian. Penelitian
and energy, and determine factors that cause the low intake bertujuan untuk mengetahui asupan protein dan energi, serta
of nutritions. mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
Methods: Design of the study was mixed methods using asupan nutrisi.
embedded conccurent strategy. Research paradigm was Metode: Desain penelitian adalah mixed method dengan
constructivism whereas qualitative research conducted in- menggunakan strategi conccurent embedded. Paradigma
depth interviews and observations. Quantitative research has penelitian adalah constructivisme. Penelitian kuantitatif dengan
been done with a descriptive approach, observational, using pendekatan deskriptif, observational menggunakan data
sec ondary data and perf orm 24 Hour Recall and Food skunder dan melakukan 24 Hour Recall dan Food Frequency
Frequency Questionnaire (FFQ). The study was conducted at Questionaire (FFQ). Penelitian kualitatif dilakukan dengan
Hemodialysis Unit, Hasan Sadikin Hospital from June to wawancara mendalam dan observasi. Penelitian dilakukan di
September 2013, with a total sampling. Qualitative and Unit Hemodialisis Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung bulan
quantitative data analysis has been done, followed by analysis Juni-September 2013 dengan total sampling. Dilakukan analisis
of policy and analysis for policy for establishing a medical data kualitatif dan kuantitatif yang diikuti analysis of policy dan
policy for chronic kidney disease patients receiving medical analysis for policy untuk merumuskan kebijakan medik pada
hemodialysis. pasien PGK yang menjalani hemodialisis.
Result: The average protein intake of the patients was 1.32 g/ Hasil: Rata-rata asupan protein pasien adalah 1,32 gr/kg BB/
kg/day. Interval of protein intake of 0.5 g/kg /day (lowest) untill Hari. Asupan protein terendah 0,5 gr/kg BB/hari, tertinggi 2,8
2.8 g/kg/day (highest). 24% of patients had protein intake gr/kg BB/hari. Asupan protein pada 24% pasien dibawah 1 gr/
under 1 g /kg BW/day and 22.8% was above 1.5 g/kg BW/day. kg BB/hari; 22,8% diatas 1,5 gr/kg BB/hari. Rata-rata asupan
Average energy intake was 2001 kcal patient/day (930 kcal/ energi pasien 2001 kkal/hari, asupan terendah 930 kkal/hari,
day - 3196.9 kcal/day). Qualitative analysis resulted in seven tertinggi 3196,9 kkal/hari. Analisis kualitatif menghasilkan 7 tema
themes which causes nutrient low intake. The themes were yang menjadi penyebab rendahnya asupan nutrisi yaitu penyakit
underlying diseases (such as diabetes mellitus and dasar (diabetes mellitus, hipertensi), lama dialisis, frekuensi
hypertension), length of dialysis, frequency and number of dan jumlah dialisis, efek dialisis, respon tubuh, faktor biaya
dialysis, effects of dialysis, body’s response, cost factor, dan konseling serta edukasi. Efek dialisis yang paling dikeluhkan
counseling and education. Most of respondens felt suffer from adalah anemia, mual dan muntah. Respon tubuh diantara pasien
anemia and complined of nausea and vomiting. Body responses sangat bervariasi. Konseling dan edukasi dari pihak rumah
varied widely among them. sakit sangat dibutuhkan pasien.
Conclusion: Protein intake of dialysis patients as recomendded Kesimpulan: Asupan protein pasien sesuai rekomendasi K/
by K/DOQI, but not accordance to energy intake. Protein and DOQI, namun belum sesuai untuk asupan energi. Asupan protein
energy intake of Jamkesmas’s holder patients were lower dan energi pasien Jamkesmas lebih rendah dari rekomendasi
than recommendation of K/DOQI. The cause of lower intake of K/DOQI. Penyebab rendahnya asupan nutrisi disebabkan
nutrients due to the underlying disease, length of dialysis, karena penyakit dasar yang menjadi penyebab PGK, lama
frequency and number of dialysis, effects of dialysis, body dialisis, frekuensi dan jumlah dialisis, efek dialisis, respon tubuh,
responses, cost factors and lack of counseling and education. faktor biaya dan tidak adanya kons eling dan edukas i.
Counseling and education of the patients hospital is needed. Pemerintah harus mendorong kebijakan medik dalam
Government should be encourage medical policy in the penanganan pasien gagal ginjal kronik yang komprehensif, di
management of patients with chronic kidney failure are pelayanan primer, skunder dan tertier. Untuk tercapainya
comprehensive, in primary care, secondary and tertiary. kebijakan medik tersebut pemerintah harus menyediakan tenaga
Government must provide competent personnel, facilities and yang kompeten, sarana dan prasarana pendukung, standar
supporting infrastructure, service standards and standard dan protap yang dibutuhkan untuk masing-mas ing level
operating procedures are required for each level of service. pelayanan.
Keywords: hemodialysis patients , malnutrition , medical Kata Kunci: pasien hemodialisis, malnutrisi, kebijakan medik
policy
pelayanan, kepala perawat ruang pelayanan dialisis Gambaran Asupan Protein dan Energi
dan beberapa perawat jaga. Ruang pelayanan Rata-rata asupan protein pasien adalah 1,32 gr/
dialisis untuk pasien Askes berbeda dengan pasien kg BB/Hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Jamkesmas, terlihat bahwa ruang pelayanan pasien rata-rata asupan protein pasien memang sesuai
Askes lebih baik, nyaman dan bersih dari pada ruang dengan standar yang telah direkomendaasikan K/
pelayanan pasien Jamkesmas. Tenaga yang mem- DOQI. Asupan protein pasien terendah adalah 0,5
berikan pelayanan dialisis pada pasien Askes dan gr/kg BB/hari sedang tertinggi adalah 2,8 gr/kg BB/
Jamkesmas adalah sama. Rumah Sakit belum me- hari. Pasien yang asupan proteinnya dibawah 1 gr/
miliki UPF Gizi, yang ada adalah instalasi gizi yang kg BB/hari ada 24% sedang yang asupan proteinnya
dikelola oleh dietisien. Oleh karena itu rumah sakit diatas 1,5 gr/kg BB/hari ada 22,8%.
belum memiliki dokter spesilais gizi. Dietisien yang Rata-rata asupan energi pasien adalah 2001
bertugas di instalasi gizi belum banyak terlibat di kkal/hari, asupan energi terendah adalah 930 kkal/
ruang pelayanan dialisis. hari sedang tertinggi adalah 3196,9 kkal/hari. Pasien
Pelayanan dialisis merupakan pelayanan “one yang asupan energinya 930 kal/hari memiliki berat
day care” karena pasien tidak membutuhkan rawat badan 42 kg, sehingga seharusnya asupan energi
inap. Hal tersebut, kemungkinan yang menjadi pe- pasien adalah 1260-1470 kkal. Asupan energi terse-
nyebab mengapa dietisien belum banyak terlibat but sangat kurang dibanding dengan energi yang di-
dalam ruang pelayanan dialisis. Belum adanya kebi- butuhkan pasien. Pasien yang asupan energi 3196,9
jakan medik bahwa terapi nutrisi menjadi bagian dari kkal/hari memiliki berat badan 85 kg, sehingga
terapi dialysis, diduga menjadi salah satu faktor yang idealnya asupan energi pasien adalah 2550-2975.
memengaruhi rendahnya asupan nutrisi pasien.
Hasil dari analisis kualitatif ditemukan beberapa Penyebab Rendahnya Asupan Nutrisi
kategori yang dapat digunakan untuk membuat Penyakit Dasar Penyakit Ginjal Kronik
kuesioner tentang Eating Pattern Recall (EPR). Ada- Mayoritas pasien sebelum didiagnosis Penyakit
pun kategori tersebut meliputi selera makan, faktor Ginjal Kronik (PGK), memiliki penyakit dasar seperti
pencetus gangguan makan, jumlah, waktu dan fre- diabetes mellitus, hipertensi dan infeksi ginjal,
kuensi makan, menu makan utama dan camilan dan penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya
konsumsi suplemen. Hasil analisis data kualitatif un- PGK. Berdasarkan data skunder yang diperoleh dari
tuk faktor yang menjadi penyebab rendahnya asupan rumah sakit, penyakit dasar terjadinya PGK tertinggi
nutrisi ditemukan tujuh tema yaitu: penyakit dasar, adalah hipertensi (41%), diabetes melitus (25%),
lama dialisis, frekuensi dan jumlah dialisis, efek hipertensi dan diabetes melitus (11%) serta penyakit
dialisis, respon tubuh, faktor biaya serta tidak adanya lainnya. Pada umumnya pasien tidak memahami
konseling dan edukasi. bahwa hipertensi atau diabetes mellitus kronis dapat
menyebabkan terjadinya PGK. Selama mereka
Karakteristik Pasien menderita penyakit tersebut, pasien tidak mendapat
Mayoritas pasien yang menjalani dialisis berusia informasi yang detil dari petugas kesehatan yang
diatas 55 tahun (42%), namun ada pasien yang ber- merawatnya tentang komplikasi yang akan mereka
usia kurang dari 25 tahun (4%). Penghasilan pasien alami. Pasien tidak melakukan upaya yang optimal
yang menjalani dialisis terbanyak adalah antara terhadap diet nutrisi, Hampir keseluruhan pasien
Rp1.000.000,00-Rp3.000.000,00 sangat jarang yang merasa sangat syok dan kaget terhadap komplikasi
memiliki penghasilan antara Rp5.000.000,00- dari penyakit kronis yang dideritanya.
Rp10.000.000,00. Mayoritas pasien berpendidikan “.......ya akhirnya pas pertama mah memang
SMA (40,96%), sedang terendah adalah berpendi- Dok... saya juga shock.... jadi hati belum bisa
menerima kenapa saya gini... gini... gini.......,
dikan SD (10,84). Hampir keseluruhan pasien tidak ya akhirny a tiap ada y ang nany a sama
mengeluarkan uang secara langsung untuk mem- ibu....ditanya kepala sekolah nangis....., tapi
biayai dialisisnya karena 91,57% telah dibiayai oleh mungkin ya setahunan kaya gitu..... sering
Askes dan Jamkesmas, namun masih ada sekitar dirawat akhirnya......” (R.6).
“.....terus memang pola makan dan pola yang dibutuhkan oleh pasien adalah untuk membeli
minum yang harus betul-betul dijaga. Tapi makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan
kadang makanan ini orang lain tidak bisa
menerima, kok tubuh saya bisa. Jadi saya itu oleh tubuh. Berdasarkan hasil observasi yang dilaku-
saja. Dulunya kan saya diet ketat sekali dok. kan di unit pelayanan dialisis pada umumnya pasien
tempe tahu ga boleh dulu waktu dirawat. Tapi banyak mengkonsumsi makanan camilan seperti
akhirnya setelah tiga bulan berjalan saya coba keripik.
makan tahu tempe satu kerat, oh kok bisa ga
ada apa-apa...” (R.2).
Konseling dan Edukasi
“....misalnya hari besokny a pepaya untuk Belum adanya konseling dan edukasi di ruang
dicoba dulu aja awal – awal Dok ....tapi kalau pelayanan dialisis menyebabkan pasien sering me-
misalkan gak lama kan kalau ada
pengaruhny a 1 jam juga udah langsung rasa kebingungan dengan jenis dan porsi makan yang
kerasa dingin badan teh kaya dari kulkas boleh dikonsumsi. Beberapa pasien berinisitaif sen-
gitu.... Nah itu berarti gak aman buat saya diri ataupun melalui keluarganya mencari informasi
makan lagi....” (R.6). asupan makanan yang tepat dan aman yang dapat
“.....kalau ibu kan yang menimbulkan sesek mereka konsumsi agar menu makan dapat lebih
terasa teh anggur, jeruk, terus duren sesek bervariasi. Pelayanan dialisis merupakan pelayanan
pisan. Tapi ada yang gak sesek gitu. Jadi “one day care”, setelah dialisis selesai pasien lang-
gimana kekuatan tubuh mungkin....” (R.8). sung pulang kerumah. Pada umumnya dialisis dila-
kukan selama empat jam, dimulai jam 8 sampai de-
Selain buah-buahan dan sayuran, ternyata bum- ngan jam 12. Tenaga yang bertugas di ruang pela-
bu masakan juga bisa menimbulkan rasa mual dan yanan dialisis adalah dokter jaga berjumlah sekitar
mau muntah. Pasien lebih senang makan masakan dua orang, kepala ruang pelayanan dialisis dan
dirumah yang diolah sendiri dibanding dengan beli beberapa tenaga perawat yang berjaga.
di rumah makan atau warung, karena bumbu masak- Rumah Sakit belum menyediakan sarana dan
an pada makanan yang beli di rumah makan atau prasarana ruang konseling pasien di unit pelayanan
warung makan lebih tajam dibanding memasak sen- dialisis. Keterbatasan jumlah tenaga dietisien me-
diri. Bumbu masakan yang tajam menjadi pemicu nyebabkan tidak seluruh ruang pelayanan mendapat
timbulnya rasa mual dan mau muntah. Selain bumbu tenaga dietisien yang mampu memberikan pelayan-
masakan ternyata selai roti juga dapat menimbulkan an konseling dan edukasi. Selain keterbatasan
respon tubuh menjadi mual dan ingin muntah. jumlah tenaga dietisien mungkin juga disebabkan
karena kemampuan tenaga dalam memberikan
Faktor Biaya konseling dan edukasi yang tepat juga menjadi salah
Faktor utama dari sisi non medis yang berpe- satu penyebab. Rumah sakit juga belum mempunyai
ngaruh terhadap terjadinya rendahnya asupan nutrisi dokter spesialis gizi yang dapat memberikan terapi
pada pasien PGK adalah masalah biaya. Biaya yang nutrisi yang tepat untuk pasien. Berdasarkan peng-
dibutuhkan untuk melakukan dialisis sangat tinggi amatan, dokter jaga yang ada lebih berkonsentrasi
sekali dan itu menyebabkan rumah tangga pasien pada proses dialisis yang dijalani pasien, begitu pula
menjadi “berantakan” karena seluruh harta yang perawat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh res-
dimiliki dijual untuk biaya dialisis. Stress yang tinggi ponden yang ada dalam ruang perawatan maupun
akibat kehilangan harta benda, menanggung biaya dokter yang menjadi narasumber.
keluarga serta rasa sakit yang dialaminya menye- Rumah sakit sebetulnya telah melakukan ke-
babkan pasien benar-benar kehilangan selera makan. giatan edukasi pada pasien dalam bentuk ceramah,
“......udah habis-habisan. Hah, ga keitung namun tempatnya bukan di ruang pelayanan dialisis
lah.....pesangon habis, tabungan habis, harta tetapi di aula rawat jalan rumah sakit. Materi yang
benda habis.... Ga mau bertengkar sama istri diberikan meliputi cara makan yang sehat dan cara
gimana... pasti bertengkar. Habis semua.... beristirahat. Hanya ada beberapa pasien yang pernah
Saya dulu nyicil-nyicil tuh habis.... Mana anak
saya harus sekolah... M asa anak saya ga mengikuti kegiatan ceramah, namun karena
sekolah... Tiga tuh. M akanya aduh, kurang- materinya tidak spesifik untuk pasien PGK yang
kurangnya...saya jadi gak doyan makan.... menjalani hemodialisis serta asupan nutrisi yang
sampai kurus sekali.... Hampir-hampir saya tepat, maka banyak pasien yang tidak mau mengikuti
bunuh diri dulu.....” (R.7).
ceramah tersebut.
Pasien Jamkesmas tidak bermasalah dengan biaya “......saya tidak ikut, tapi orang mah ada
dialisis, karena sudah ditanggung pemerintah. Biaya pernah ikut. Tapi ga disini dok, di aula
katanya..... Jadi cara-caranya makan sehat....., energi sangat dibutuhkan karena digunakan untuk
katanya gitu, y ang ikut kesana..... Cara- menjaga keseimbangan berat badan dan lemak
caranya beristrahat..... Ada ceramahnya....
bukan tentang penyakit saya dan gimana tubuh8.
supaya saya dapat makan lebih baik...........” Hasil wawancara mendalam terhadap pasien
(R.4). Jamkesmas, terlihat bahwa asupan energi maupun
protein pasien sangat kurang, karena pasien tidak
Dari hasil analisis kualitatif ini maka peta konsep mempunyai uang untuk membeli makanan yang me-
yang diperoleh adalah sebagai berikut: miliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan. Keadaan
ini diperberat dengan kondisi pasien karena terjadi
perubahan pada indra perasa dan adanya gangguan
Penyakit gastrointestinal akibat proses dialisis9. Hampir kese-
Penyebab luruhan pasien Jamkesmas yang menjalani dialisis
Lama Dialisis
memiliki status gizi kurang, dimana status gizi
kurang dapat menjadi prediktor terjadinya mortalitas.
Frekuensi dan Kondisi fisik pasien Jamkesmas terlihat lebih kurus,
Jumlah Dialisis kulit hitam dan bersisik, sangat jauh berbeda dengan
Efek pasien Askes yang nampak lebih sehat. Beberapa
Asupan
Dialisis Malnutrisi pasien askes terlihat kelebihan berat badan baik
Nutrisi
Respon
overweight maupun obese.
Tubuh Pasien yang menjalani dialisis membutuhkan
biaya yang sangat tinggi, karena biaya tersebut digu-
Faktor
Biaya nakan untuk pemeriksaan laboratorium, bahan habis
Konseling pakai, tenaga, dokter dan pendaftaran dan biaya ti-
dan Edukasi dak langsung seperti biaya listrik, depresiasi, peme-
liharaan, kebesihan, pengadaan alat serta biaya linen
Gambar 1. Peta Konsep dan laundry11. Rata-rata pasien yang menjadi respon-
den dalam penelitian ini membutuhkan 2 kali dialisis
Hipotesis yang dibangun dari hasil penelitian perminggu, ada pasien yang telah menjalani dialisis
kualitatif adalah bahwa rendahnya asupan nutrisi diatas 15 tahun. Rata-rata lama pasien menjalani
pasien CKD yang menjalani dialisis disebabkan oleh dialisis adalah 33,3 bulan. Jika dalam 1 minggu pa-
karena penyakit penyebab, lama dialisis, frekuensi sien menjalani dua kali dialisis maka rata-rata pasien
dan jumlah dialisis, efek dialisis, respon tubuh, faktor menjalani dialisis selama 333 kali. Biaya yang
biaya serta konseling dan edukasi. Rendahnya asup- dibutuhkan untuk sekali dialisis sangat bervariasi
an nutrisi dapat berpengaruh terhadap kejadian tergantung dari tipe dan jenis rumah sakit yang
malnutrisi. melayani. Penelitian yang dilakukan di RS PKU
Muhamadiyah Yogyakarta terhadap kebutuhan
Pembahasan seluruh biaya dialisis adalah Rp912.751,0011.
Hasil penelitian menunjukkan asupan nutrisi pa- Berdasarkan data yang diperoleh dari unit di-
da 24% pasien berada dibawah standar yang dire- alisis RS Hasan Sadikin rata-rata pasien Jamkesmas
komendasikan. Kebutuhan asupan protein untuk hanya mampu bertahan menjalani dialisis selama 3
pasien dialisis adalah 1,2-1,4 gr/kg BB/hari8. Asupan tahun, sedang pasien Askes mampu bertahan se-
protein yang direkomendasikan oleh K/DOQI untuk lama 6-8 tahun. Kebutuhan biaya dialisis selama 3
pasien hemodialisis berkesinambungan adalah lebih tahun untuk pasien Jamkesmas adalah
dari atau sama dengan 1,2 gr/kgBB/hari9. Reko- Rp328.590.360,00 per pasien. Kebutuhan biaya di-
mendasi K/DOGI untuk asupan energi adalah 30-35 alisis untuk pasien Askes selama 6-8 tahun berkisar
kkal/hari9. Masih banyak pasien yang asupan ener- antara Rp657.180.720,00–Rp876.040.960,00 per
ginya dibawah rekomendasi K/DOGI. Kecukupan pasien. Saat ini Pemerintah melalui Kemenkes
energi dan protein untuk pasien dialisis sangat di- menetapkan tarif untuk dialisis adalah sekitar
perlukan, dimana kecukupan energi digunakan untuk Rp600.000,00 sehingga biaya yang dibutuhkan
mencegah katabolisme jaringan tubuh sedang ke- untuk membiayai pasien Jamkesmas adalah
cukupan protein digunakan untuk menjaga keseim- Rp216.000.000,00 per pasien. Kebutuhan biaya pa-
bangan nitrogen dan mencegah berlebihnya akumu- sien Askes yang menjalani dialisis berdasar tarif yang
lasi sisa metabolisme saat dialisis10. Kecukupan ditetapkan oleh Kemenkes adalah
dilakukan pada pasien yang kondisi umumnya masih dar dan protap yang dibutuhkan untuk masing-
sangat baik dan masih usia produktif. Pilihan kebi- masing level pelayanan.
jakan untuk transplantasi bukan merupakan pilihan
yang mudah. Beberapa konsekwensi yang harus REFERENSI
dihitung dengan detil adalah adanya beberapa tahap 1. Widiana IGR. Distribusi geografis penyakit ginjal
pemeriksaaan sebelum mendapat tindakan trans- kronik di Bali: komparasi formula Cockcroft-
plantasi. Pemeriksaan tersebut meliputi golongan Gault dan formula modification of diet in renal
darah resepien harus sama dengan pendonor, tes disease. J Peny Dalam. 2007;8(3):198-204.
Human Leucocyte Antigens (HLAs) dan tes uji silang 2. Suhardjono. Penyakit ginjal kronik adalah suatu
organ untuk mengetahui adanya kesamaan antara wabah baru (global epidemic) di seluruh dunia.
resepien dan pendonor. Perlu dipikirkan apakah ginjal Annual meeting Perhimpunan Nefrologi
berasal dari pendonor yang masih hidup atau pen- Indonesia. 2009;1-9.
donor yang baru saja meninggal, untuk itu dibutuh- 3. Joel D. Pathophsyology of protein energy
kan informed consent dari pihak keluarga pendonor. wasting in chronic renal failure. The Journal of
Dampak positif dari transplantasi ini adalah biaya Nutrition. 1999;129:247S-51S.
lebih murah dibanding hemodialisis, kualitas hidup 4. Creswell JW, editor. Research Design:
pasien menjadi jauh lebih baik. Dampak negatif dari Qualitative, quantitaive and mixed methods
transplantasi adalah pasien harus minum obat approach.Third ed. Calif ornia: SAGE
imunosupresan seumur hidup, dimana obat tersebut Publications, Inc; 2009.
dapat mengakibatkan efek samping seperti katarak 5. Denzin NK, Lincoln YS. Qualitative research.
dan lain-lain. Selain itu, kualitas hidup pendonor akan Pustaka Pelajar. 2009.
menurun dibanding sebelumnya. 6. Alwasilah, A.C. Pokoknya kualitatif, dasar-
dasar merancang dan melakukan penelitian
KESIMPULAN DAN SARAN kualitatif. Pustaka Jaya. Bandung. 2002.
Rata-rata asupan protein pasien sudah sesuai 7. Buse K, Mays N, Walt G. Making health policy.
dengan rekomendasi K/DOQI sedang asupan energi London School of Hygiene and Tropical
belum sesuai dengan rekomendasi K/DOQI. Namun Medicine. 2005.
demikian masih banyak pasien terutama pasien 8. Cano E, Fiaccadori E, Tesinsky P, Toigo G,
Jamkesmas yang asupan protein dan energinya lebih Druml W. ESPEN Guidelines on enteral nutrition:
rendah dari rekomendasi K/DOQI. Asupan protein adult renal failure clinical nutrition. 2006;25:295-
dan energi sebagian pasien Askes melebihi rekom- 310.
endasi K/DOQI. Penyebab rendahnya asupan nutrisi 9. National Kidney Foundation. K/DOQI clinical
disebabkan karena penyakit dasar yang menjadi practice guidlines for bone metabolism and
penyebab PGK, lama dialisis, frekuensi dan jumlah disease in chronic kidney disease. Am J Kidney
dialisis, efek dialisis, respon tubuh, faktor biaya dan Dis 2003;42(4 suppl 3):S1-201.
tidak adanya konseling dan edukasi. 10. Kartono SD, Darmini F, RR. Penyusunan diet
Untuk mencegah peningkatan pasien gagal pada gagal ginjal kronik denagn dialisis. In
ginjal terminal, pemerintah harus mendorong ter- Sediabutar RP, editor. Gizi pada gagal ginjal
wujudnya kebijakan medik di semua tingkat pelayan- kronik. Jakarta: Perhimpunan Nefrologi
an kesehatan meliputi pelayanan primer, sekunder Indonesia. 1992.
dan tertier. Pelayanan primer harus mampu membe- 11. Primadinta, Marwati T, Solikhah. Analisa cost
rikan pelayanan secara komprehensif meliputi pe- sharing perhitungan tarif hemodialisis
meriksaan fisik, laboratorium, farmakologi maupun masyarakat miskin di Rumah Sakit Umum PKU
pemberian konseling diet asupan nutrisi yang tepat. Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta. Jurnal
Pelayanan sekunder harus mampu melakukan Kesmas. 2011; 5(3):162-232.
penapisan kepada pasien yang terindikasi PGK serta 12. Kusek JW. Cross-sectional study of health-
mampu memberikan pelayanan secara komprehensif related quality of life in African Americans with
pada pasien gagal ginjal terminal. Pelayanan tertier chronic renal insufficiency: The African American
mampu memberikan pelayanan hemodialisis, peri- study of kidney disease and hypertension trial.
toneal dialisis dan transplantasi ginjal secara kom- Am J Kidney Dis. 2002;39(3):513-24.
prehensif. Untuk tercapainya kebijakan medik terse- 13. Maor Y, King M, Olmer L, Mozes B. A
but pemerintah harus menyediakan tenaga yang Comparison of three measures: the time trade-
kompeten, sarana dan prasarana pendukung, stan- off technique, global health-related quality of life
and the SF-36 in dialysis patients. J Clin quality of life in patients on hemodialysis. Iranian
Epidemiologi. 2001;54(6):565-70. Journal of Kidney Diseases. 2011;5(1)1:9-14.
14. Anees M, Hameed F, Mumtaz A, Ibrahim M, 15. Laporan Khusus Symposium international so-
Khan M. Dialysis-related factors affecting ciety of peritoneal dialysis. CDK-198. 2012;39
(10):788-791.