You are on page 1of 13

1.

Definisi
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan yang ditandai dengan hasil konsepsi yang
tidak berkembang menjadi embrio setelah fertilisasi, namun terjadi proliferasi dari vili korialis
disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia
gestasi normal, tidak dijumpai adanya janin, dan kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti
rangkaian buah anggur (yulaikhah, 2009:90).
Jonjot-jonjot korion yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang
mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan sehingga sering
disebut hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak
(yulaikhah, 2009:90).
Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik gestasional, yang disebabkan
oleh kelainan pada villi khorionik yang disebabkan oleh proliferasi trofoblastik dan edem (buku
saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar rujukan).
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2010).
Mola hidatidosa adalah kelainan abnormal dengan cirri-ciri stoma vilus kapilaris langka
vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal dan tepi vilus-vilusnya membesar dan
mengalami udematus, tetap hidup dan tembuh terus. Vilus-vilus ini di gambarkan dalam bentuk
gugusan anggur, jaringan troboflas vilus kadang-kadang berpolarisasi ringan, kadang-kadang
keras dan mengeluarkan hormone HCG dalam jumlah yang sangat besar dari kehamilan biasa.
(Purwaningsih, dkk. 2010).
Dari pengertian di atas dapat disimpulan bahwa molahidatidosa atau hamil anggur
adalah kehamilan abnormal dimana terjadi kematian janin tetapi villus-villusnya terus
membesar dan tetap hidup sehingga membentuk gelembung-gelembung yang berisi cairan
yang disertai dengan pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG.
2. Etiologi

Menurut yulaikhah dalam bukunya menyebutkan bahwa, Penyebab pasti mola hidatidosa tidak
diketahui. Faktor-faktor penyebab kehamilan ini, meliputi:

1. Ovum
Ovum sudah patologis sehingga mati, namun terlambat dikeluarkan. Pembuahan sel telur
dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu
terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah
primitive di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan
diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi
kejaringan ibu.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi
yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga
mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
4. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan
dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun juga
tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan molahidatidosa.
5. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan
pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada
waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan
pertumbuhan pada janin tidak sempurna.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat
tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya
tahan tubuh.
3. Faktor predisposisi
(buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar rujukan).
 Usia kehamilan terlalu muda dan tua
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola.
Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur
relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur
dapat terjadi kehamilan mola.
 Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu kejadian
terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola
adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang
berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.
 Beberapa penelitian menunjukan penggunaan kontraseptif oral
4. Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion yang tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti
anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik, kadang-kadang ditemukan
jaringan mola pada plasenta dengtan bayi normal. Selain itu, dapat terjadi kehamilan ganda mola, yaitu
satu janin tumbuh dan yang lainnya menjadi molahidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi,
mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis diketahui jika dijumpai janin
dan gelembung-gelembung mola (yulaikhah, 2009:91-92).

Secara mikroskopik, terlihat trias yang mencangkup:

1. Proliferasi dari trofoblas


2. Degenerasi hidropik dari stoma vili dan kesembapan
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Sel-sel langans tampak seperti sel prolidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial giantik. Pada
kasus mola, banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih. Kista
lutein akan berangsur-angsur mengecil, kemudian hilang setelah molahidatidosa sembuh.

Ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan
dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing membelah lagi menjadi 4,8,16,32, dan
seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri
kurang lebih 3 hari. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar
yang merupakan dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik atau nodus embrionale (sel yang terdapat
disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi
karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili
dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berfoliferasi
ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas
juga mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada
molahidatidosa tidak jarang terjadi pendarahan pervagina, ini juga dikarenakan proliferasi troboflas
yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan
diagnose molahidatidosa. (Purwaningsih, 2010).

5. Tanda dan gejala


6. Jenis-jenis mola hidatidosa

Mola hidatidosa terjadi pada sekitar 1 dalam 1000 kehamilan kehamilan mola secara histologis ditandai
oleh proliferasi tropoblastik dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilosa. Mola biasanya terdapat
di rongga uterus, namun, mola kadang-kadang terletak di tuba falopii atau bahkan di ovarium. Ada
tidaknya janin atau elemen mudigah digunakan untuk mengklasifikasikan mola menjadi mola komplet
dan mola parsial (Leveno, 2009:524)

a. Mola hidatidosa komplet

Secara histologis, mola komplet ditandai oleh:

1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus,


2. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak,
3. Proliferasi epitel trofoblastik dengan derajat bervariasi, dan
4. Tidak adanya janin dan amnion.
Vilus korion suatu massa vesikel jernih yang ukurannya berbeda-beda dari sulit terlihat hingga
bergaris tengah beberapa centimeter.

Komposisi kromosom mola hidatidosa komplet umumnya adalah 46,XX, dan kromosom semuanya
berasal dari ayah. Fenomena ini disebut juga sebagai androgenesis. Risiko terbentuknya tumor
trofoblastik dari mola komplet adalah sekitar 20%.

b. Mola hidatidosa parsial

Pada mola parsial, perubahan hidratidosa bersifat fokal dan kurang lanjut, dan biasanya dijumpai
jaringan janin. Seperti dinyatakan di tabel 76-2, kariotipe biasanya adalah triploid 69, XXX, 69, XXY,
atau 69 XYY dengan satu komplemen satu haploid ibu dan dua haploid ayah. Janin pada mola
parsial memiliki stigmata triploidi, yaitu malformasi kongenital multipel dan hambatan pertumbuhan,
serta tidak mungkin hidup. Pada 4 hingga 8% kasus, dapat timbul tumor tropoblastik nonmetastatik
setelah mola hidatidosa. Risiko koriokarsinoma yang timbul dari mola parsial sangat rendah.

Gambaran klinis kehamilan mola

Gambaran klinis sebagian besar kehamilan mola telah berubah selama 20 tahun terakhir karena
pemeriksaan USG transvagina dan pengukuran kadar hCG serum telah menyebabkan diagnosis
dapat ditegakkan lebih dini. Perdarahan uterus hampir selalu terjadi dan dapat bervariasi dari
sekedar bercak hingga perdarahan hebat. Pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas
melebihi yang diperkirakan. Biasanya tidak dijumpai aktivitas jantung janin.

Hal yang paling penting adalah keterkaitan kehamilan mola dengan preeklamsia yang menetap
hingga ke trimester kedua. Memang, karena sebelum saat ini seyogyanya mengisyaratkan mola
hidatidosa. Mual dan muntah mungkin cukup hebat. Karena efek hCG yang mirip tirotropin, kadar
tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat, tetpi biasanya jarang terjadi
gejala klinis hipertiroidisme.

Hal 525

Gambaran Diagnostik
Pada sebagian kasus, volikel-volikel hidatid yang mirip anggur keluar dari vagina sebelum mola
mengalami abortus spontan atau diangkat melalui operasi. Tingkat tertinggi diagnosis diperoleh
dari USG khas mola

Gambar .mola hidatidosa komplet yang secara makroskopis ditandai oleh vilus korion yang
membesar edematosa dalam julmah besar tetapi tanpa janin atau membran janin.

7. Deteksi dini
8. Tanda dan gejala

Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah sebagai berikut :
a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan

b. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang
keluar gelembung mola.

c. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah
membesar setinggi pusat atau lebih.

e. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

f. Hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.

g. Mungkin timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia dan Eklampsia sebelum
minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.

h. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah periode
menstruasi terakhir.

9. Gejala klinik

a. Perdarahan vaginal
Perdarahan vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai
perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan gejala yang
paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola.

Tiga perempat pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga pasien
yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak
sering dijumpai lebih jauh. Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di
dalam uterus.

Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal, hal ini
ditemukan pada setengah kasus pasien mola. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau
sama dengan besarnya kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.

b. Hiperemesis gravidarum

Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan
dan akibatnya memproduksi terus menerus HCG yang menyebabkan peningkatan HCG hiperemesis
gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa.

c. Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan

Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii yang besar
rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien
ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.

d. Aktifitas janin

Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin
sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba
gerakan janin.

e. Pre-eklamsia

Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul pada 10-
12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia
yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan
hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.

f. Hipertiroid

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%), namun gejala
hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan
besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena
kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus
mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena
gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian
maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan
normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin – like effect dari Chorionic
Gonadotropin Hormon.

Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi
100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan
seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin

g. Kista teka lutein

Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak
dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien dapat memberikan tekanan
dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista ini
terjadi akibat respon Beta HCG yang sangat meningkat dan secara spontan mengalami penurunan
(regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik
gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi.

Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista
lutein baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali
lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah jumlah kasus,
kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring
dengan penurunan kadar βHCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau
pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi.

h. Embolisasi

Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi.
Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke
paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini
sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan
kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan akibat
yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.

10. Diagnosis

Diagnosis (buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar rujukan)

 Perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah banyak


 Mual dan muntah hebat
 Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
 Tidak ditemukan janin intrauteri
 Nyeri perut
 Serviks terbuka
 Keluar jaringan seperti anggur, tidak ada janin
 Takikardi, berdebar-debar ( tanda-tanda tirotoksikosis)

Penegakkan diagnosis kehamilan mola dapat dibantu dengan pemeriksaan USG

Dalam buku asuhan kebidanan kehamilan yulaikhah menyebutkan diagnosis untuk mengetahui
kehamilan mola hidatidosa, yaitu:

1. Anamnesis/keluhan
 Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan
biasa.
 Kadangkala terdapat tanda toksemia gravidarum.
 Terdapat perdarahan sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau
kecoklatan seperti bumbu rujak.
 Pembesaran uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan (lebih besar) dengan tua
kehamilan yang seharusnya.
 Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang
merupakan diagnosis pasti.
2. Inspeksi
 Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuningan, yang disebut muka mola
(mola face)
 Jika gelembung mola yang sudah keluar dapat dilihat jelas.
3. Palpasi
 Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilannya, terasa lembek.
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotmen, juga gerakan janin.
 Adanya fenomena harmonica, yaitu darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
4. Auskulktasi
 Tidak terdengar denyut jantung janin
 Terdengar bising dan bunyi khas.
5. Reaksi kehamilan: karena kadar HCG tinggi maka uji biologik dan uji imunologik akan positif
setelah pengenceran.
6. Pemeriksaan dalam
 Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina serta evaluasi keadaan
serviks.
 Uji sonde:sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan
kavum uteri. Jika tidak ada tahanan, sonde diputar serta ditarik sedikit. Jika tidak ada
tahanan, kemungkinan mola
7. Foto ronsen abdomen: tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan)
8. Arteriogram khusus pelvik
9. USG pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin.

Adapun diagnosis banding yaitu:

1. Kehamilan ganda
2. Hidramnion
3. Abortus
11. Komplikasi

Menurut yulaikhah ada bebera komplikasi yang mungkin terjadi, diantaranya:

1. perdarahan hebat sampai syok, yang jika tidak segera ditangani dapat berakibat fatal.
2. Perdarahan berulang-ulang dapat menyebabkan anemia.
3. Infeksi sekunder.
4. Perforasi karena keganasan dan tindakan.
5. Menjadi ganas pada kira-kira 18-20% kasus, yang akan menjadi mola destruens atau
koriokarsinoma.

1. Komplikasi non maligna


a. Perforasi uterus Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus ,
kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui
tempat terjadinya perforasi.
b. Perdarahan Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah
tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan
kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.
c. DIC Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua pasien di-
skreening untuk melihat adanya koagulopati.
d. Embolisme tropoblastik Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko
terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16
minggu. Keadaan ini bisa fatal.
e. Infeksi pada sevikal atau vaginal. Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi
mola dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola
benigna dan mola maligna.
2. Komplikasi maligna Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola
dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri
terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang
dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik
non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
a. Anemia
b. Syok
c. Preeklampsi atau Eklampsia
d. Tirotoksikosis
e. Infeksi sekunder.
f. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
g. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira – kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau
koriokarsinoma.

12. Penanganan awal dan penanganan lanjut

Tatalaksana (buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar rujukan).

a. Tatalaksana Umum

 Perhatian, kasus ini tidak boleh ditataksanakan pada fasilitas kesehatan dasar, ibu harus
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
 Jika serviks tertutup, pasang batang laminaria selama 24 jam untuk mendilatasi serviks
 Siapkan darah untuk transfusi, terutama pada mola berukuran besar.

b. Tatalaksana Khusus

 Lakukan evakuasi dengan menggunakan aspirasi vakum manual (AVM) dan kosongkan isi
uterus secara cepat. Pastikan tersedia tabung AVM yang siap dipakai karena banyaknya
jaringan yang dievakuasi. Aspirasi vakum elektrik lebih diutamakan bila tersedia
 Sementara 10 unit dalam 500 ml NaCl 0.9% atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit
untuk mencegah perdarahan.
 Ibu dianjurkan menggunakan kontrasepsi hormonal bila masih ingin memiliki anak, atau
tubektomi bila ingin menghentikan kesuburan
 Selanjutnya ibu dipantau:
o Pemeriksaan HCG serum setiap 2 minggu.
o Bila hasil HCG serum terus menetap atau naik dalam dua kali pemeriksaan berturut-
turut, ibu dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier yang mempunyai fasilitas kemoterapi
o HCG urin yang belum memberi hasil negatif setelah 8 minggu juga mengindikasikan
ibu perlu dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier.

Menurut Lenovo et all, Terapi mola hidatidosa terdiri atas dua tahap yaitu:

1. Evakuasi segera molasegera mola


2. Tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblastik persisten atau perubahan
keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau histerektomi mencangkup paling sedikit
pemeriksaan sepintas untuk mendeteksi metastasis dengan menggunakan foto sinar-X
toraks untuk lesi paru.
13. Manajemen kebidanan

Tanggal Pengkajian : 17 Februari 2018

Jam : 14.00 WIB

I. DATA SUBJEKTIF

A. Identitas Istri/Suami

Istri Suami
Nama Ny. S Tn. T
Umur 21 tahun 30 tahun
Suku/bangsa Jawa/Indonesia Sunda/Indonesia
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Pekerjaan IRT Buruh
Alamat Kp. Cikandang Rt. 02/Rw. 09 Desa Cikandang Kecamatan Cikajang
Kabupaten Garut
B. Alasan datang

Ibu datang ke RS rujukan dari Klinik dengan diagnosa perdarahan.

C. Keluhan Utama

Ibu mengaku hamil 8 minggu 4 hari, mengeluh keluar darah seperti ati ayam dari jalan lahir, ada
gelembung seperti telur ikan, darah membasahi 1 pembalut per hari, ibu mengaku mengalami
perdarahan ± 10 hari.

D. Riwayat Haid

Ibu mengatakan pertama kali mendapatkan haid pada saat usia 14 tahun, siklusnya teratur, lamanya
7 hari, banyaknya darah biasa dan tidak ada keluhan nyeri haid.

E. Riwayat Kehamilan Sekarang

• Jumlah kehamilan: Ibu mengatakan ini kehamilannya yang pertama, tidak pernah mengalami
keguguran (G1P0A0)

• HPHT : 18 Desember 2017

• TP : 25 September 2018

• Pemeriksaan Kehamilan: Ibu mengatakan telah memeriksakan kehamilannya 1 kali ke Bidan,


4 hari yang lalu.

• Keluhan selama hamil : Ibu mengatakan selama hamil sering pusing.

F. Riwayat Kesehatan/Penyakit yang di derita sekarang dan dulu

Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, penyakit
liver, penyakit DM, penyakit tiroid, Epilepsi, Hipertensi, Asma dan penyakit lainnya.
G. Riwayat Sosial Ekonomi

• Status Perkawinan: Ibu mengatakan ini pernikahannya yang pertama, lama menikah 1 tahun.
Usia ibu saat menikah 20 tahun.

• Riwayat KB: Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnnya.

II. DATA OBJEKTIF

• Keadaan Umum: Baik

• Kesadaran: Compos Mentis

• Tanda-tanda Vital:

TD: 110/60 mmHg, N: 88 x/menit, R: 20 x/menit, S: 37 ºC

• Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera putih.

• Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar tirod, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

• Dada :Bentuk simetris, jantung : bunyi jantung normal (reguler), paru-paru : normal, tidak
ditemukan adanya sesak nafas maupun whezing.

• Abdomen :Cembung dan lembek

• Ekstremitas

Atas: Tidak ada oedema

Bawah: Tidak ada oedem dan tidak ada varises

• Genetalia

Pemeriksaan dalam: Vulva dan Vagina tidak ada keluhan, pembukaan tertutup.

III. ASESSMENT/DIAGNOSA

Ny. S, 21 Tahun, G1 P0A0 umur kehamilan 8 minggu 4 hari, keadaan umum baik dengan Mola
hidatidosa.

IV. PLANING

Melakukan asuhan sesuai dengan advis dokter, yaitu:

1. Melakukan persetujuan dengan ibu dan keluarga, bahwa akan dilakukan pemeriksaan dan
pengobatan kepada ibu. (ibu menyetujui dan bersedia untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan).

2. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu akan di rawat inap selama beberapa hari demi
kesembuhan ibu. (Ibu setuju untuk dilakukan rawat inap)

3. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu akan dilakukan kuretase demi keselamatan jiwa ibu. (Ibu
dan keluarga menyetujui dengan tindakan yang akan dilakukan)

4. Memasang infus RL.

5. Memantau tanda-tanda vital ibu.

6. Memantau perdarahan.
7. Melakukan pemeriksaan Lab (Hematologi)

a. Hasil: Hemoglobin = 12.6 gr/dl

b. Hematokrit = 37 %

c. Leukosit = 8.200/mm3

d. Trombosit = 335.000/mm3

e. Eritrosit = 4.23 juta/mm3

Sumber:
Yulaikhah, Lily. (2009). Kehamilan: seri asyhan kebidanan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC
Leveno, Kenneth J. (et al). (2009). Obstetri Wiliams: Panduan ringkas. Jakarta:EGC
WHO. (). Buku saku: Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar rujukan. Jakarta:
EGC
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

You might also like