You are on page 1of 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: HIPERTHYROID

I. KONSEP DSAR
A. Pengertian
Hyperthyroidism adalah aktivitas fungsional yang berlebihan dari kelenjar tiroid, ditandai
oleh peninggian metabolisme basal gondok dan gangguan sistem syaraf otonom dan
metabolisme keratin (Doorland, 888)
Hyperthyroidism (hipersekresi hormon tiroid) adalah peningkatan produksi dan sekresi
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid (Mary Baradero, dkk, 2009: 37).
Hyperthyroidism adalah tiroktoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif (Aru W. Sudoyo, 2007: 1939).
Hyperthyroidism biasa disebut tirotaksikosis, merupakan respons jaringan-jaringan tubuh
terhadap pengaruh metabolic hormon tiroid yang berlebihan. (Price Sylcia Anderson,
Patofisiologi, 1074).
Jadi, hipertiroid adalah suatu aktivitas fungsional yang hiperaktif atau berlebihan dari
produksi dan sekresi (secara metabolic) kelenjar tiroid yang ditandai dengan peninggian
metabolisme basal gondok dan gangguan system syaraf otonom dan metabolisme keratin.

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher yang terdiri dari dua lobus yang dihubungkan
oleh ismus dan menutupi cincin trakea 2 dan 3, kelenjar tiroid ini berasal dari satu kantong yang
menonjol keluar pada dasar faring yang tumbuh ke bawah anterior trakea dan mengalami
bifurkasi dan membentuk suatu rangkaian pita selular dan berada tepat dibawah laring.
Kelenjar tiroid terbentuk dari bola-bola kecil/ folikel, dimana folikel tersebut berasal dari sel-
sel sekretonik yang tersusun menjadi gelombang-gelombang berongga yang masing-masing
membentuk unit fungsional yang disebut folikel tersebut, tiap folikel yang berbentuk bulat
dikelilingi oleh lapisan sel dan mengandung bahan yang mirip protein yang berwarna merah
jamu yang disebut koloid.
Folikel/ bola-bola kecil berkembang menjadi 2 lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu
ismus tipis. Ismus kelenjar tiroid terletak dibawah kartilago tiroid di pertengahan antara apeks
kartilago tiroid. 2 lobus yang dihbuungkan oleh ismus tersebut adalah yang menutupi cincin
trakhea 2 dan 3, sel-sel tiroid itu sendiri berada diatas lamina basalis yang memisahkan dari
kapiler dan apabila dilihat dari puncak, sel tiroid akan tampak mikrovili menyembul ke dalam
tiroid, yang akan berhubungan dengan kanalikuli. Maka jelas tampak adanya retikulum
endoplasma, gambaran umum untuk kebanyakan sel kelenjar dan terlihat juga busik tirragla
bulin. (Aru W Sudoyo dkk, 1933).

2. Fisiologi
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin atau
yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan asam
amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (triiodotiroksin).
Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah
hormon-hormon lain seperti T2.
T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin
tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh
enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain
seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.
Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (tiroid releasing
hormon)dan TSH (tiroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini membentuk satu sistem aksis
otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang
kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan
merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh karena itu hal yang mengganggu jalur
diats akan mentyebabkan produksi T3 dan T4

(www.wikipedia.com)
C. Klasifikasi
Hipertiroidisme (tiroktosikosis) dibagi dalam 2 kategori:
1. jenis yang berkaitan dengan hipertiroidisme
a. Penyakit graves
b. Tiroiditis
c. Gondok multinodular
d. Hiperfungsional (“toksik”)
e. Adenoma hiperfungsional (“toksik”)
2. jenis yang tidak berkaitan dengan hipertiroidisme:
a. Tiroiditis limfositik sub akut
b. Tiroiditis granulomatosa sub akut
c. Hiprtiroidisme sub klinis
(www.wrongdiagnosis.com)

D. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertiroidisme di antaranya ialah:
1. Produksi berlebihan hormone tiroid (T3 dan T4)
Produksi hormone T3 dan T4 menjadi hiperaktif karena produksi hormone tidak dipengaruhi
oleh system umpan balik hipofiisis sebab rangsangan tidak berasal dari TSH hipofisis melainkan
dari zat tertentu yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immuno-globulin), sehingga kerja
hormone menjadi tidak terkendali oleh kelenjar hipofiisis.
Beberapa penyakit yang menyebabkan produksi hormone tiroid berlebih, antara lain:

Grave’s Disease
Merupakan kelainan auto imun yang terjadi karena adanya auto antibodi terhadap reseptor TSH,
tiroglobulin dan terhadap hormon tiroid (T3 dan T4). Penyakit Grave’s sebagai penyebab
hipertiroidisme endogen yang paling sering ditemukan, ditandai oleh :
1) Hipertiroidisme yang terjadi karena pembesaran tiroid yang difus dan
hiperfungsional.
2) Oftalmopati infiltratif yang menyebabkan eksoftalmus (pada sebagian besar, tapi tidak
semua kasus)
3) Dermatopati infiltratif setempat yang kadang dinamakan miksedema pretibialis,
ditemukan pada sejumlah kecil pasien.

Gondok Multi Nodular Hiperfungsional (Toksik)


Merupakan kelenjar multi nobuler dengan pembesarana asmiteris. Dalam mengalami
hiperfungsi terjadi pemekatan radioiudium dan terlihat “panas”. Gondok multi noduler
menghasilkan pembesaran kelenjar tiroid yang paling ekstrem dan kerap kali dikelirukan dengan
pembesaran neoplastik. Mutasi pada protein dalam lintasan penyampaian sinyal TSH
(menimbulkan aktivitas konstitutif) telah ditemukan pada sebuah subkelompok penyakit gondok
toksik.
(Robins & Cotran, 2009: 653).

2. Keluarnya hormone secara lebih, mendadak dan sepintas karena kebocoran, misalnya dalam
penyakit tiroiditis
Tiroiditis
Merupakan peradangan kelenjar tiroid, dapat timbul pada beberapa keadaan. Kondisi ini
berhubungan dengan suatu demam dan suatu sakit leher yang seringkali sakit pada waktu
menelan. Kelenjar tiroid juga lunak jika disentuh. Mungkin ada sakit-sakit leher dan nyeri-nyeri
yang disama ratakan. Peradangan kelenjar dengan suatu akumulasi sel-sel darah putih dikenal
sebagai lymphocytes (lymphocytic thyroiditis) mungkin juga terjadi. Pada kedua kondisi-
kondisi ini, peradangan meninggalkan kelenjar tiroid "bocor", sehingga jumlah hormon tiroid
yang masuk ke darah meningkat. Lymphocytic thyroiditis adalah paling umum setelah suatu
kehamilan dan dapat sebenarnya terjadi pada sampai dengan 8 % dari wanita-wanita setelah
melahirkan.
Tiroiditis dapat didiagnosis dengan suatu thyroid scan.

Tiroditis terdapat dalam beberapa bentuk:


a)Akut ( supuratif )
b)Subakut ( DeQuervain )
Tiroiditis DeQuervain yang juga dikenal sebagai tiroiditis sel raksasa atau gronulomatosa,
ditandai oleh pembesaran tiroid mendadak dan nyeri. Penyakit ini diduga disebabkan oleh
inveksi virus.Folikel yang rusak akibay infeksi mengalami rupture dan mengeluarkan
tiroglobulin, yang mencetuskan reaksi sel raksasa benda asing.
Perjalanan penyakit khas yaitu pada permulaan penyalit, pasien mengeluh nyeri dileher bagian
depan menjalar ketelingga, demam, malaise, disertai gejala hipertiroidisme ringan atau sedang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tiroid yang membesar, nyeri tekan disertai takikardi
berkeringat, demam, tremor. Penyembuhan biasanya sejajar dengan perbaikan uji tangkap
iodium.
c)Menahun
1.Limfositik (Hashimoto)
Tiroiditis Hosimoto adalah suatu penyakit peradangan autoimun pada tiroid, seperti pada kasus
penyakit graves, frekuensi gangguan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik dan arthritis
rematoid juga meningkat pada pasien dengan tiroiditis Hashimoto.
Pada tahap awal, tiroid mungkin membesar dan hiperfungsi. Pada tahap-tahap lebih lanjut
terjadi kerusakan parenkim dan hipotiroidisme. Secara histologis, tiroid mengalami sebukan
padat oleh limfosit. Terjadi kerusakan folikel tiroid, disertai penggantian oleh limfosit dan
jarinagn fibrosa. Folikel yang tersisa mengalami transformasi onkositik. Onkosit atau sel
Hurthle, memiliki sitoplasma granular eosinofil. Berdasarkan mikroskop elektron granularitas ini
dibuktikan oleh penumpukan mitokondria.
Diagnostic dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis dan biopsy, namun hasil biopsy
erring tidak dapat dipercaya. Diagnosis presumptive dapat dibuat atas dasar gambaran klinis dan
tingginya titer antibody yaitu lebih dari 1/32 untuk antibody mikrosomal atau 1/100 untuk
antibody tiroglobulin.
2.Non-spesifik
3.Fibrosa-invasif (Riedel)
Tiroiditis Riedel adalah suatu proses fibrosis kronik dimana jaringan fibrosa dapat
menggantikan folikel tiroid yang rusak. Pada penyakit ini tidak dijumpai antibody antitiroid, dan
penyakit ini mungkin bukan suatu penyakit autoimun. Keterkaitan dengan fibromatosis lain
mengisyaratkan bahwa penyakit ini mungkin merupakan suatu kelinan multisistemik berupa
proliferasi hebat fibroblast dan pengendapan klogen yang tidak wajar.
3. Penggunaan hormone tiroid dengan dosis berlebihan
Penggunanaan hormon berlebih dapat menjadi penyebab hipertiroidisme. Kesalahan ini dapat
terjadi karena dokter member dosis terlalu banyak dan lama, apoteker tanpa disengaja memberi
dosis hormone yang lebih besar daipada yang tertulis dalam resep, atau karena pasien dengan
tidak sengaja mengunakan obat hormone ini.
(RJ. Djokomoeljanto.2007:6)

E. Tanda dan Gejala


1. Gejala:
a. Sering gelisah dan mudah tersinggung, sulit tidur.
b. Berat badan yang cepat menurun
c. Badan terasa panas, dengan keringat yang banyak
d. Tremor, terutama pada jari tangan
e. Palpitasi, jantung yang berdebar
f. Buang air besar berkali-kali, meskipun bukan diare. Ia mengeluh setiap habis makan cenderung
untuk berak.
g. Bagi wanita gangguan mnestruasi sering terjadi. Libido berkurang.
h. Otot dirasakan kurang kuat/ lemah
i. Eksoftalmus. Keadaan ini hanya terdapat pada penyakt graves. Disamping keluhan bahwa mata
melotot, terdapat juga keluhan mata berair (terbendungnya saluran air mata)

2. Tanda:
Pasien tampak gelisah, hiperaktif, duduk tidak tenang, berkeringat berlebihan mengeluh cepat
capek,serta menatap dengan tatapan lebar, gondok membesar, menunjukkan trermor tangan
sewaktu lengannya direntangkan, reflex lutut tinggi, dan denyut nadi bertambah.
(RJ. Djokomoeljanto.2007:26-28)

Gondok miksedema pretibialis

Eksoftalmus

F. Tes Diagnostik
Tes Diagnostik Hipertiroid ada 2, yaitu :
1. Tes darah hormon tiroid, meliputi :
a. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH dan TRH akan memastikan
keadaan dan idealisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
b. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
(www.iwansaing.wordpress.com)
2. Pemeriksaan radiologi hormon tiroid, meliputi :
a. X-ray scan, untuk mendeteksi adanya tumor
b. CT scan, untuk mendeteksi adanya tumor
c. MRI scan, untuk mendeteksi adanya tumor
d. Tiroid scan, untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
e. Ambilan radioaktif iodine (absorbsi) meningkat pada semua macam penyebab hipertiroidisme,
kecuali tiroidistis. Pemeriksaan ini tidak akurat apabila pasien menerima iodine dalam beberapa
hari sebelum pemeriksaan.
(www.wrongdiagnosis.com)

G. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
a. Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori perhari baik
dari makanan maupun dari suplemen.
b. Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 hr (2,5 gr/kg) berat badan) per hari untuk mengatasi
proses pemecahan protein jaringan seperti: susu dan telur.
c. Olahraga secara teratur
d. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme
2.
Farmakologi
Obat Antitiroid
Obat antitiroid bekerja dengan cara menghambat pengikatan (inkanpanasi) yodium pada TBG (thyraxine binding globulin) sehingga
akan menghambat sekresi TSH (Thyroid Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan berkurangnya produksi atau sekresi hormon
tiroid. Antitiroid digunakan untuk :
 Mempertahankan remisi pada trauma dengan tiraksikkosis
 Mengendalikan kadar hormon pada pasien yang mendapat yodium radioaktif
 Menjelang pengangkatan tiroid
Adapun obat-obat yang termasuk obat antitiroid:
- Propiltiourasil (PTU)
Nama generik : Propiltiourasil
Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil (generik)
Indikasi : Hipertiroidisme
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap propilltiourasil, blacking replacement regimen tidak boleh
diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : tablet 50 mg dan 100 mg
Dosis dan aturan pakai :
Untuk anak-anak : 5-7 mg/kg/hr
Untuk orang dewasa : 3000 mg/hr
Untuk orang tua : 150 – 300 mg/hr
Efek samping : Ruam kulit, nyeri sendi, demam, sakit kepala
Mekanisme obat : Menghambat sintesis hormon tiroid dengan menghambat oksidasi dari iodium dan
menghambat sintesistiraksin dan triadathyranin.
- Methimazale
Nama generik : Methimazale
Nama dagang di Indonesia : Tapazale
Indikasi : Agent Antitiroid
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap methimazale dan wanita hamil
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg dan 20 mg
Dosis dan aturan pakai :
Untuk anak-anak : 0,4 mg/kg/kg/hr (3 x sehari)
Untuk orang dewasa : Hipertiroidisme ringan 15 mg/hr
Untuk orang tua : 150 – 300 mg/hr
Efek samping : Sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi nyeri lambung, edema
- Karbimazale
Nama generik : Karbimazale
Nama dagang di Indonesia : Nea mecanzale (nichalas)
: Hipertiroidisme
Kontra indikasi : Blacking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan menyusui.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg
Dosis dan aturan pakai : 30-60 mg/hr sampai dicapai eutiroid lalu dosis diturunkan menjadi 5-20 mg/hr
Efek samping : Ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, mual, muntah.
Obat Penyekat beta (beta bloking drugs)

Obat ini membemblok efek hormone yang dihasilkan oleh sebagian inti kelenjar
adrenal (anak ginjal)misalnya epineprin dan norepineprin. Pada penyakit hipertiroid tubuh
bereaksi seperti layaknya kebanyakan epineprin dan norepineprin, yang ditujukan dengan jari
yang tremor-gemetar sedangkan jantung berdebar. Obat yang banyak digunakan adalah
propanolol(inderal)mengurangi gejala diatas. Propanolol dapat juga digunakan pada hipertiroid
sepintas akibat hipertitoiditis.
3. Pembedahan/ Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan operasi kelenjar gondok yang pada umumnya disebabkan berikut:
membuang kanker tiroid, dalam rangka pengobatan penyakit hipertiroidisme dimana pengobatan
dengan cara radioaktif atau obat antitiroid dirasakan tidak tepat bagi kasus tersebut. Untuk
membuang gondok yang besar yang mengganggu pernapasan atau proses menelan.
Ada 2 jenis tiroidektomi, yaitu:
a. Tiroidektomi total
Tindakan membuang seluruh kelenjar tiroid, yang dianjurkan ada kanker tiroid
b. Tiroidektomi subtotal
Tindakan membuang sebagian besar kelenjar gondok kiri maupun kanan, dengan
meninggalkan sedikit jaringan tiroid.

(RJ. Djokomoeljanto.2007:61)
Gambar Tiroidektomi

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh penyakit hipertiroidisme, meliputi:
1. Krisis tirotoksik
2. Takikardi
3. Hipertermia
4. Oftalmopati Graves
5. Dermopati Graves
6. Sinus takikardia
(www.wrongdiagnosis.com)
Komplikasi tiroidektomi, meliputi:
1.Gangguan suara
Operasi, terutama opersai tiroid yang besar atau operasi tiroid ulang sering
memberikan gangguan suara, terutama suara nyanyi, sedangkan bicara jarang terganggu. Hanya
kira-kira kurang dari 2% mengalami gangguan suara bicara.

2.Kerusakan kelenjar paratiroid


Terambilnya kelenjar paratiroid yang menghasilkan hormone paratiroid yang
berfungsi mengatur kadar kalsium darah, secara tidak sengaja pada operasi, akan menyebabkan
kadar kalsium darah menurun. Akibat menrun kalsium ini akan dirasakan kesemutan, kejag-
kejang. Kalau terlalu lama akan member pengaturan otak, katarak pada mata dan sebagainya.
3.Hipotiroidisme dan gondok nodular yang kambuh
Sebagian besar orang yang telah mengalami operasi kelenjar tiroid memerlukan
dimonitor kadar hormone tiroidnya. Mungkin sekali operasi terdahulu mengambil terlalu banyak
jaringan sehingga produksi hormone jarinagn tersisa tidak dapat mencukupi kebutuhan
metaboliknya, sehingga terjadi keadaan hipotiroidisme.

4.Komplikasi ringan lainnya


Komplikasi lain yang dapat terjadi, namun bersifat rinagn secara medis yaitu
perdarahan pada luka operasi tejadinya infeksi bekas luka yang tidak baik.

5.Kematian Operatif
Kematian yang terjadi sesudah orang menjalani operasi memang ada, sering kali
tidak dibayangkan sebelumnya hal ini dapat terjadi pada operasi tiroid. Namun resiko kematian
akibat operasi tiroid ini ternyata amat kecil.
PATHWAY
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Pre Operatif
1. Persepsi kesehatan
Pengetahuan tentang sifat penyakit dan efek samping obat.
2. Nutrisi metabolik
Perubahan asupan makanan, seperti nafsu makan dan asupan makanan bertambah, berat
badan menurun.
3. Eliminasi
Perubahan eliminasi feses, frekuensi BAB meningkat atau berkali-kali. Setiap habis makan
cenderung untuk berak, urine dalam jumlah banyak.
4. Aktivitas dan latihan
Mengalami sakit dada/angina, takikardia walaupun waktu istirahat, disritmia, dan murmur
mengalami dispnea ketika melakukan aktivitas/istirahat otot lemah, kecelakaan berat, atrofi
otot.
5. Istirahat tidur
Insomnia.
6. Kognitif sensori
Mengeluh gangguan penglihatan mata cepat lelah, penglihatan kabur, lid-lag, nyeri orbital,
eksoftalmus.
7. Mekanisme koping
Emosi labil, mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik, kondisi psikologis.
8. Hubungan seks
Penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten.
9. Konsep diri
Percaya diri kurang karena perubahan fisik seperti pada mata.
Pengkajian Post Operatif

1. Pola persepsi kesehatan


Pengetahuan tentang sifat penyakit dan efek samping obat.
2. Nutrisi metabolik
Kesulitan menelan, lebih menyukai makanan lunak.
3. Eliminasi
Perubahan eliminasi feses, frekuensi BAB meningkat atau berkali-kali. Setiap habis makan
cenderung untuk berak, urine dalam jumlah banyak.
4. Aktivitas latihan
Kesulitan bernapas, lemah, denyut nadi menurun dan tekanan darah menurun.
5. Istirahat
Insomnia.
6. Kognitif sensori
Perubahan suara, nyeri.
7. Mekanisme koping
Khawatir/cemas.
Diagnosa Pre Operasi
1. Dx : Cemas/ansietas berhubungan dengan stress
Tujuan : Pasien akan mengenali dan mengatasi ansietas yang berhubungan
dengan pembedahan secara efektif
Kriteria hasil : a. Kemampuan untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan
khawatir dan terganggu
b. Tampil santai dapat beristirahat dengan cukup
c. Dapat mengkomunikasikan dan perasaan negatif secara tepat
Intervensi :
1) Sediakan waktu kunjungan oleh personel kamar operasi sebelum pembedahan jika
memungkinkan
Rasional :
Dapat menjamin dan meredakan keresahan pasien dan juga menyediakan informasi untuk
perawatan intra operasi formulatif.
2) Informasikan pasien/orang terdekat tentang peran advokat perawat intra operasi
Rasional :
Kembangkan rasa percaya/hubungan, turunkan rasa takut kehilangan kontrol pada lingkungan
yang asing.
3) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan prosedur
pembedahan.
Rasional :
Mengidentifikasi rasa takut yang berlebihan atau terus menerus akan mengakibatkan reaksi
stres yang berlebihan, resiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/zat-zat
anestesi.
4) Beritahu pasien kemungkinan dilakukannya anestesi lokal atau spiral dimana rasa pusing
atau mengantuk mungkin saja terjadi.
Rasional :
Mengurangi arsietas/rasa takut bahwa pasien mungkin ”melihat” prosedur.
5) Berikan petunjuk/penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang.
Rasional :
Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas.
6) Rujuk pada perawatan oleh rohaniawan/spiritual, spesialis klinis perawat psikiatri, konseling,
psikiatri jika diperlukan.
Rasional :
Konseling profesional mungkin dibutuhkan pasien untuk mengatasi rasa takut.
7) Berikan obat sesuai petunjuk, misalnya zat-zat sedatif, hipnotis, tranguilizer IV.
Rasional :
Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan, meningkatkan kemampuan
koping.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing di jalan napas.
Tujuan : pasien dapat mempertahankan jalan napas yang paten dan dapat mengeluarkan
sekresi secara efektif.
Kriteria hasil :
a. Mempunyai jalan napas yang paten
b. Mengeluarkan sekresi secara efektif
c. Mempunyai irama/frekuensi pernapasan dalam rentang yang normal (RR: 16-20 x/menit)
d. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah
Intervensi:
1). Pantau frekuensi pernapasan, kedalaman dan kerja pernapasan
Rasional :
Pernapasan secara normal kadang-kadang tepat, tetapi berkembangnya distres pada
pernapasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema.
2). Auskultasi suara napas, catat adanya suara ronkhi
Rasional :
Ronkhi merupakan indikasi dengan adanya obstruksi/spasme laringeal yang membutuhkan
evaluasi dan intervensi yang cepat.
3). Bantu dalam perubahan posisi latihan napas dalam dan batuk efektif sesuai indikasi
Rasional :
Mempertahankan kebersihan jalan napas dan ventilasi. Namun batuk tidak dianjurkan dapat
menimbulkan nyeri yang berat.
4). Selidiki keluhan kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarhan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.

3. DX : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak


mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi
Tujuan: Pasien akan menunjukkan berat badan yang stabil
Kriteria hasil :
a. Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
b. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
c. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Intervensi:

a. Pantau masukan makanan setiap hari. Dan timbang berat badan setiap hari serta
laporkan adanya penurunan
Rasional:
Penurunan berat badan terus-menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan
indikasi kegagalan terhadap terapi tiroid.

b. Dorong pasien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga makanan kecil
dengan menggunakan kalori yang mudah dicerna.
Rasional:
Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambahkan kalori tetap tinggi
pada penggunaan kalori yang disebabkan oleh adanya hipermetabolik.

c. Hindari pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (misal teh,
kopi, dan makanan berserat lainnya) dan cairan menyebabkan diare dan gangguan
absorbsi nutrisi yang diperlukan.
Rasional :
Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan obsorbsi nutrisi
yang diperlukan.

d. Berikan obat sesuai indikasi: glukosa, vitamin B kompleks


Rasional:
Diberikan untuk memenuhi kalori yang diperlukan dan mencegah atau mengatasi
hipaglikemia.
Discharge planning :
a. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang keharusan untuk istirahat relaksasi dan asupan
nutrisi
b. Informasikan yang spesifik mengenai kunjungan tindak lanjut ke dokter atau klinik harus
disampaikan karena hal ini penting untuk memantau keadaan tiroid pasien
c. Pasien dan keluarga harus sudah mengetahui tanda-tanda serta gejala komplikasi yang dapat
terjadi yang harus dilaporkan

Diagnosa Post Operasi


1. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera (fisik)
Tujuan : Pasien dapat melaporkan nyeri hiang atau terkontrol
Kriteria hasil : Dapat menunjukkan/melaporkan nyeri secara verbal atau non verbal
dibuktikan dengan indikator
Intervensi:
- Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi intensitas (skala
0-10) dan lamanya
Rasional:
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi.
- Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir atau
bantal kecil
Rasional:
Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas garis jahitan.
- Pertahankan bel pemanggil dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang
mudah.
Rasional:
Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.

2. DX: Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


Tujuan: Klien dapat terhindar dari ancaman aktual, pribadi
Kriteria hasil:
a. Klien terbebas dari tanda atau gejala infeksi
b. Klien menunjukkan higiene pribadi yang adekuat
c. Faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien
d. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imun dalam batas
normal.

Intervensi:
a. Tetap pada fasilitas, kontrol infeksi, sterilisasi dan prosedur/kebijakan aseptik
Rasional:
Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi
b. Uji kesterilan semua peralatan
Rasional:
Benda-benda yang dipaket mungkin tampak steril, meskipun demikian, setiap harus secara
teliti diperiksa kesterilannya, adanya kerusakan pada pemaketan, efek lingkungan pada paket
dan teknik pengiriman.
c. Siapkan lokasi operasi menurut prosedur khusus
Rasional:
Minimalkan jumlah bakteri pada lokasi operasi.
d. Identifikasi gangguan pada teknik aseptik dan atasi dengan segera pada waktu terjadi.
Rasional:
Kontaminasi dengan lingkungan/kontak personal akan menyebabkan daerah yang steril
menjadi tidak steril sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi.
e. Tampung cairan/sisa terkontaminasi pada tempat-tempat tertentu di dalam ruang operasi dan
kemudian dibuang sesuai dengan metode pembuangan yang telah ditetapkan rumah sakit.
Rasional:
Penampungan dan cairan tubuh, jaringan dan sisa-sisa dalam kontak dengan luka/pasien yang
terinfeksi akan mencegah penyebaran infeksi pada lingkungan/pasien lainnya/personil.
f. Sediakan pembalut yang steril
Rasional:
Mencegah kontaminasi lingkungan pada luka yang baru.
g. Kolaborasi melakukan irigasi luka yang banyak, misalnya salin, air, antibiotik atau
antiseptik.
Rasional:
Pada intraoperasi untuk mengurangi jumlah bakteri pada lokasi dan pembersihan luka debris,
misalnya tulang, jaringan iskemik, kontaminan usus, toksin.
h. Kolaborasikan berikan antibiotik sesuai petunjuk
Rasional:
Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi atau kontaminasi.

3. DX: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak.
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan jalan napas yang paten dan dapat mengeluarkan
sekresi secara efektif.
Kriteria hasil:
1. Mempunyai jalan napas yang paten
2. Mengeluarkan sekresi secara efektif
3. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang yang normal (RR: 16-20 k/menit)
4. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah.

Intervensi:
1. Pantau frekuensi pernapasan, kedalaman dan kerja pernapasan
Rasional:
Pernapasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada
pernapasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau pernapasan.
2. Auskultasi suara napas, catat adanya suara ronki
Rasional:
Ronki merupakan indikasi adanya obstruksi/spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi
dan intervensi yang cepat.
3. Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher menyokong kepala dengan bantal.
Rasional:
Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
4. Bantu dlaam perubahan posisi latihan napas dalam dan/batuk efektif sesuai indikasi.
Rasional:
Mempertahankan kebersihan jalan napas dan ventilasi, namun batuk tidak dianjurkan dan
dapat menimbulkan nyeri yang berat hal itu perlu untuk membersihkan jalan napas.
5. Selidiki keluhan kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral
Rasional:
Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.

Discharge Planning
a. Ajarkan cara menyangga leher dengan kedua belah tangan untuk mengurangi tarikan pada
luka insisi sesudah pembedahan
b. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang keharusan untuk istirahat, relaksasi dan asupan
nutrisi
c. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas yang tidak banyak menimbulkan regangan pada
luka insisi serta jahitannya
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid 1 Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Baradero, Spc, MM. Mary dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin. Jakarta:
EGC.
Catran & Robins. 2008.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.
Djokomoeljanto, RJ. 2007. Penyakit Kelenjar Gondok Sebuah Tinjauan Populer. Semarang: CV.
Agung
Doengoes, Marilynn E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Kshatnti. Ida Ayu. 2008. Penatalaksanaan Penyakit. Penyakit Tiroid bagi Dokter. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Nanda Internasional. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Defini dan
Klasifikasi.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.

You might also like