You are on page 1of 15

Web :http://asuhankeperawatanbyrivan.blogspot.co.

id/2011/06/askep-
trikomoniasis.html

askep trikomoniasis

A. Definisi
 Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh parasit Trichomonas
vaginalis. Parasit ini paling sering menyerang wanita, namun pria dapat terinfeksi dan
menularkan ke pasangannya lewat kontak seksual. Vagina merupakan tempat infeksi paling
sering pada wanita, sedangkan uretra (saluran kemih) merupakan tempat infeksi paling sering
pada pria.
 Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau kronis dan
merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis.
Parasit ini paling sering menyerang wanita, namun pria dapat terinfeksi dan menularkan ke
pasangannya lewat kontak seksual. Vagina merupakan tempat infeksi paling sering pada wanita,
sedangkan uretra (saluran kemih) merupakan tempat infeksi paling sering pada pria.
 Trikomoniasis adalah suatu penyakit menular seksual pada vagina atau uretra yang disebabkan
oleh Trichomonas vaginalis.
 Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari Vaginitis, merupakan penyakit infeksi protozoa yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, terutama
sebagai Penyakit Menular Sexual (PMS), dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian
bawah yang dapat bersifat akut atau kronik dan pada wanita maupun pria, namun pada pria
peranannya sebagai penyebab penyakit masih diragukan.
 Trikomoniasis (biasanya disebut sebagai “trich”) adalah penyakit menular seksual yang paling
umum dapat disembuhkan di dunia. Penyakit ini juga merupakan salah satu dari tiga infeksi
vagina yang paling umum pada wanita

B. Epidemiologi
 Angka kejadian di Amerika Serikat sekitar 7.4 juta kasus baru setiap tahun. Angka pastinya sukar
didapat karena kebanyakan kasus ini tidak dilaporkan atau tidak terdiagnosis. Secara global,
WHO memperkirakan terdapat sekitar 180 juta kasus baru tiap tahunnya di seluruh dunia.
Sementara angka prevalensinya bervariasi dari 5% pada klien klinik KB sampai 75% pada
pekerja seks. Trikomoniasis memiliki angka infeksi gabungan yang cukup tinggi dengan
penyakit menular lain, seperti dengan gonore, yang diketahui berhubungan secara signifikan
dengan infeksi trikomoniasis. Trikomoniasis juga memfasilitasi penularan human
immunodeficiency virus (HIV). Trikomoniasis terdapat baik pada laki-laki maupun perempuan,
namun lebih sering ditemukan pada perempuan.
 Terjadi diseluruh dunia , mengenai sekitar 180 juta/tahun , 15% pada wanita dan 10% pria dengan
seksualitas aktif . Di USA, infeksi ini merupakan salah satu penyebab terbanyak PMS dengan
insiden 2-3 juta/tahun.
 Trikomoniasis adalah PMS yang dapat diobati yang paling banyak terjadi pada perempuan muda
dan aktif seksual. Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki.

C. Etiologi
Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis. Parasit ini menyebar
melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terkena penyakit ini. Trikomoniasis
menyerang (uretra) saluran kemih pada pria, namun biasanya tanpa gejala, sedangkan pada
wanita, trikomoniasis lebih sering menyerang vagina. Resiko untuk terkena penyakit ini
tergantung aktivitas seksual orang tersebut. Beberapa faktor resiko untuk terkena penyakit ini
antara lain :
 Jumlah pasangan seksual selama hidupnya
 Pasangan seksual saat ini
 Tidak memakai kondom saat berhubungan seksual

Trichomonas vaginalis, organisme bersel tunggal yang memiliki ekor seperti cambuk. Meskipun
organisme ini bisa menginfeksi saluran kemih-kelamin pria dan wanita, tetapi gejala-gejalanya
lebih sering ditemukan pada wanita. Sekitar 20% wanita pernah mengalami trikomoniasis vagina
selama masa reproduktifnya. Pada pria, organisme ini menginfeksi uretra, prostat dan kandung
kemih, tetapi kasusnya jarang menimbulkan gejala. Organisme ini lebih sulit ditemukan pada
pria.
 T vaginalis adalah protozoa dengan flagela.
 Rata-rata masa inkubasi adalah 1 minggu namun dapat bervariasi antara 4-28 hari.
 Trikomoniasis umumnya merupakan penyakit menular seksual.
 Risiko untuk terkena infeksi ini tergantung pada aktifitas seksual klien.
 Faktor-faktor risiko untuk terkena T vaginalis termasuk hal berikut ini:
o Jumlah pasangan seks selama hidupnya
o Pasangan seksual saat ini
o Tidak memakai kondom saat hubungan seksual
 Memakai kontarsepsi oral (pil KB)

D. Patofisiologi
Pada wanita sebelum usia pubertas, dinding vagina yang sehat tipis dan hypoestrogenic,
dengan pH lebih besar dari 4,7, pemeriksaan dengan pembiakan (kultur) akan menunjukkan
beberapa mikroorganisma. Setelah gadis menjadi dewasa, dinding vagina menebal dan
laktobasilus menjadi mikroorganisma yang dominan, PH vagina menurun hingga kurang dari
4,5. Gambaran fisiologis discharge vagina normal terdiri dari sekresi vaginal, sel-sel exfoliated
dan mukosa serviks. Frekunsi discharge vagina bervariasi berdasar umur, siklus menstruasi dan
penggunaan kontrasepsi oral. Lingkungan vagina normal digambarkan oleh adanya hubungan
dinamis antara Lactobacillus acidophilus dan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina
dan produk metabolisme flora dan organisme patogen. L. acidophilus memproduksi hydrogen
peroxide (H2O2), yang bersifat toksik terhadap organisme patogen dan menjaga pH vagina sehat
antara 3.8 dan 4.2. Laktobasilus penting untuk melindungi vagina dari infeksi, dan laktobasilus
adalah flora dari vagina yang dominan (walaupun bukan merupakan stau-satunya flora vagina).
Masa inkubasi sebelum timbulnya gejala setelah adanya infeksi bervariasi antara 3-28 hari.
Vaginitis muncul karena flora vagina diganggu oleh adanya organisme patogen atau lingkungan
vagina berubah sehingga memungkinkan organisme patogen berkembang biak. Selama
terjadinya infeksi protozoa Trichomonas vaginalis, trikomonas yang bergerak-gerak (jerky
motile trichomonads) dapat dilihat dari pemeriksaan dengan sediaan basah. PH vagina naik,
sebagaimana halnya dengan jumlah lekosit polymorphonuclear (PMN). Lekosit PMN merupakan
mekanisme pertahanan utama dari pejamu (host/manuasia), dan mereka merespon terhadap
adanya substansi kimiawi yang dikeluarkan trichomonas. T. vaginalis merusak sel epitel dengan
cara kontak langsung dan dengan cara mengeluarkan substansi sitotoksik. T. vaginalis juga
menempel pada protein plasma pejamu, sehingga mencegah pengenalan oleh mekanisme
alternatif yang ada di pejamu dan proteinase pejamu terhadap masuknya .T vaginalis.
Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, douching, stress dan hormon dapat mengubah
lingkungan vagina dan memungkinkan organisme patogen tumbuh. Pada vaginosis bakterial,
dipercayai bahwa beberapa kejadian yang provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroxide
yang diproduksi L. acidophilus organisms. Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan
perkembangbiakan berbagai organisme yang biasanya ditekan pertumbuhannya seperti G.
vaginalis, M. hominis dan Mobiluncus species. Organisme tersebut memproduksi berbagai
produk metabolik seperti ‘amine’, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan
exfoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada
infeksi vaginosis bakterial. Dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina, seperti
peningkatan produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi
oral, memperkuat penempelan C. albicans ke sel epitel vagina dan memfasilitasi pertumbuhan
jamur. Perubahan-perubahan ini dapat mentransformasi kondisi kolonisasi organisme yang
asimptomatik menjadi infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis, perubahan
tingkat estrogen dan progesterone, sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat
glikogen, dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensiT. vaginalis.

E. Tanda dan Gejala


Pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut maupun kronik.
Pada kasus akut terlihat sekret vagina keruh kental berwarna kekuning-kuningan, kuning hijau,
berbau tidak enak dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Selain itu
didapatkan rasa gatal dan panas di vagina. Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual mungkin
juga merupakan keluhan utama yang dirasakan penderita dengan trikomoniasis. Pasien dengan
trikomoniasis dapat juga mengalami perdarahan pasca sanggama dan nyeri perut bagian bawah.
Bila sekret banyak yang keluar, dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar bibir vagina.
Pada kasus yang kronis, gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.Berbeda
dengan wanita, pada pria biasanya tidak memberikan gejala. Kalaupun ada, pada umumnya
gejala lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Gejalanya antara lain iritasi di dalam penis,
keluar cairan keruh namun tidak banyak, rasa panas dan nyeri setelah berkemih atau setelah
ejakulasi.
 Pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina.
 Pada kasus akut terlihat :
 Disini cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau,
seringkali lebih kental, berbusa, dan berbau. Trichomonas vaginalis menghasilkan produk
metabolit misalnya amin, yang menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel
vagina. Amin juga merupakan penyebab timbulnya bau pada flour albus pada vaginosis bacterial.
 Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab (Strawberry Appearance)
 Perdarahan kecil – kecil pada permukaan serviks.
 Didapatkan rasa gatal dan panas di vagina.
 Dysuria
 Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual (dispareunia) mungkin juga merupakan keluhan utama
yang dirasakan penderita dengan trikomoniasis.
 Dapat juga mengalami perdarahan pasca sanggama dan nyeri perut bagian bawah.
 Bila sekret banyak yang keluar, dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar bibir vagina.
 Pada kasus yang kronis, gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.
 Pada pria biasanya tidak memberikan gejala. Kalaupun ada, pada umumnya gejala lebih
ringan dibandingkan dengan wanita. Gejalanya antara lain :
 iritasi di dalam penis
 keluar cairan keruh namun tidak banyak
 rasa panas dan nyeri setelah berkemih atau setelah ejakulasi.

F. Pemeriksaan Diagnostic
 Pemeriksaan Spekulum; Pemeriksaan spekulum untuk menginspeksi vagina dan serviks secara
langsung. Ada beberapa macam, speculum metal cusco, atau bivalve adalah yang paling popular.
Speculum ini terdiri dari dua daun yang dimasukkan dalam keadaan tertutup, dan kemudian
dibuka dengan menekan pegangannya. 2 macam speculum dua daun yaitu :
1. Graves (speculum cocor bebek), speculum yang lebih umum digunakan. Daun – daunnya lebih
lebar dan melengkung pada sisinya.
2. Pedersen, mempunyai daun yang lebih sempit dan rata, dipakai untuk wanita dengan introitus
kecil.
Teknik Penggunaan :
1. pasien dibaringkan dalam posisi litotomi
2. cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir
3. keringkan tangan dengan handuk bersih
4. gunakan sarung tangan dengan benar
5. bersihkan vulva dan perineum dengan kasa kering
6. ambil spekulum cocor bebek (sesuaikan dengan ukuran yang dibutuhkan) dengan tangan kanan
dan masukkan ke dalam introitus vagina dengan posisi lebar spekulum pada sumbu vertikal
(anteroposterior)
7. Pemeriksa menggunakan jari telunjuk dan tengah kiri untuk memisahkan labia dan menekan
perineum, speculum yang masih tertutup, dengan dipegang oleh tangan kanan pemeriksa
dimasukkan secara miring dengan perlahan-lahan kr dalam introitus diatas jari-jari tangan kiri.
Speculum tidak boleh di masukkan secara vertical, karena dapat timbul sedera pada
uretra/meatus.
8. Spekulum dimasukkan sejauh mungkin kedalam vagina,kalau sudah masuk dengan lengkap,
speculum diputar ke posisi transversal, dengan peganganya sekarang mengarah ke bawah, dan
dibuka secara perlahan-lahan.
9. Dinding vagina dan serviks dapat divisualisasikan adanya :
 secret, eritema, erosi, ulserasi, leukoplakia, atau massa.
 Apa bentuk orifisium externum servisis?
 Apa warna serviks?
 Pemeriksaan Laboratorium; Dasar pemeriksaan adalah menyingkirkan kemungkinan lain.
 pH vagina; Menentukan pH vagina dengan mengambil apusan yang berisi sekret vagina pada
kertas pH dengan range 3,5 –5,5. pH yang lebih dari 4,5 dapat disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis dan bacterial vaginosis.
 Apusan basah/Wet mount; Apusan basah dapat digunakan untuk identifikasi dari flagel,
pergerakan dan bentuk teardrop dari protozoa dan untuk identifikasi sel. Tingkat sensitivitasnya
40–60 %, tingkat spesifiknya mendekati 100% jika dilakukan dengan segera.
 Pap Smear; Tingkat sensitivitasnya 40 – 60 %. Spesifikasinya mendekati 95–99%.
 Test Whiff; Tes ini digunakan untuk menunjukkan adanya amina-amina dengan menambahkan
Potassium hidroksid ke sampel yang diambil dari vagina dan untuk mengetahui bau yang tidak
sedap.
 Kultur; Dari penelitian Walner – Hanssen dkk, dari insiden Trikomoniasis dapat deteksi dengan
kultur dan tidak dapat dideteksi dengan Pap Smear atau apusan basah.Kebanyakan dokter tidak
mengadakan kultur dari sekresi vagina secara rutin.
 Direct Imunfluorescence assay; Cara ini lebih sensitive daripada apusan basah, tapi kurang
sensitive dibanding kultur. Cara ini dilakukan untuk mendiagnosa secara cepat tapi memerlukan
ahli yang terlatih dan mikroskop fluoresesensi.
 Polimerase Chain Reaction. Cara ini telah dibuktikan merupakan cara yang cepat mendeteksi
Trichomonas vaginalis.

G. Penatalaksanaan
a. Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik.
 Secara topikal dapat berupa :
1. Bahan cairan berupa irigasi,misalnya Hidrogen peroksida 1- 2 % dan larutan asam laktat 4%
2. Bahan berupa supositoria,bubuk yang bersifat trikomonoasidal
3. Jel dan krim yang berisi zat trikomonoasidal
 Secara sistemik (oral) :
Obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazol seperti :
 Metronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg / hari selama 7 hari
 Nimorazol : dosis tunggal 2 gram
 Tinidazol : dosis tunggal 2 gram
 Omidazol : dosis tunggal 1,5 gram
b. Pengobatan Mitra Seksual
Mitra seksual harus diobati sesuai dengan rejimen penderita. Dosis yang dianjurkan untuk mitra
seksual pria adalah dosis multiple selama 7 hari. Efektifitas dosis tunggal belum banyak diteliti.
Latief melaporkan 40% kegagalan pengobatan pada pria dengan dosis tunggal.
c. Pengobatan Pada Kehamilan
Pengobatan Trichomoniasis dalam kehamilan perlu dilakukan. Mengingat bahwa infeksi pada
bayi dapat mengakibatkan secret vagina yang berlebihan, piuria dan irritability. Metronidazol
kontra indikasi dalam kehamilan trimester I, sedangkan obat yang lain tidak ada yang manjur,
oleh karena itu metronidazol diberikan pada trimester II atau ke III dengan dosis tunggal
sebanyak 2 gram.
Pada waktu pengobatan perlu beberapa anjuran pada penderita :
 Pemeriksaan dan pengobatan kepada pasangan seksual untuk mencegah jangan terjadi infeksi
 Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan sebelum dinyatakan sembuh
 Hindari pemakaian barang – barang yang mudah menimbulkan transmisi.
 Infeksi Pada Neonatus
Bayi dengan trikomoniasis simtomatik atau dengan kolonisasi T. vaginalis melewati umur 4
bulan, harus diobati dengan metronidasol, 5 mg/kg oral, 3 x sehari selama 5 hari.
d. Infeksi Oleh Galur Resisten
Dengan munculnya laporan-laporan mengenai galur T. vaginalis yang resisten terhadap
metronidasol, maka dalam menghadapi kegagalan pengobatan selalu harus diperhatikan bahwa
pengobatan konvensional sampai saat ini sangat jarang mengalami kegagalan. Berdasarkan hal
tersebut, maka sebelum menyatakan galur penyebab tersebut resisten terhadap metronidasol,
hendaknya disingkirkan dahulu factor-faktor yang dapat menimbulkan kegagalan pengobatan,
yaitu:
 Konsentrasi metronidasol yang tidak mencukupi,
 Inaktivasi metronidasol oleh bakteri,
 Konsentrasi seng dalam serum yang rendah,
 Reinfeksi.
Pengobatan local tidak dianjurkan, karena jarang sekali diperlukan kecuali pada penderita yang
tidak tahan terhadap pemberian obat oral atau telah terjadi kegagalan pada pengobatan oral.
Infeksi dengan galur resisten kadang-kadang responsive dengan pengobatan local.
 Vaksinasi
Usaha mengadakan vaksinasi telah dilaksanakan dengan menggunakan vaksin Lactobacillus
acidophilus, namun kegagalan vaksiasi telah dilaporkan. Telah dilaporkan pula bahwa ternyata
tidak ada reaktivitas silang antara L. acidophilus dengan T. vaginalis.

H. Komplikasi
 Infeksi pelvis
 Pada kehamilan :
o lahir premature
o bayi berat lahir rendah
o selulitis posthysterectomy

I. Prognosis
Metronidazol menunjukkan angka kesembuhan 95 % . Angka kesembuhan meningkat bila
kontak seksual memakai pengaman.

J. Pencegahan
Karena trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual, cara terbaik menghindarinya adalah
tidak melakukan hubungan seksual. Beberapa cara untuk mengurangi tertularnya penyakit ini
antara lain:
o Pemakaian kondom dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit ini.
o Tidak pinjam meminjam alat-alat pribadi seperti handuk karena parasit ini dapat hidup di luar
tubuh manusia selama 45 menit.
o Bersihkan diri sendiri segera setelah berenang di tempat pemandian umum.
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
 Identitas Klien
 Keluhan Utama
a. Nyeri
b. Luka
c. Perubahan fungsi seksual
 Riwayat Penyakit
a. Sekarang Keluhan Klien menderita infeksi alat kelamin
b. Dahulu: Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan reproduksi
 Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Bagian Luar
 Inspeksi
a. Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
b. Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia dan eksoria
c. Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pemebengkakan ulkus, keluaran dan
nodul
b. Pemeriksaan Bagian Dalam
 Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan warnanya
 Palpasi
a. Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula.
b. Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan nyeri tekan
c. Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas
d. Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan
B. Diagnosa
1. Nyeri b/d reaksi infeksi
2. Cemas b/d penyakit
3. Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
4. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual
5. Resiko terhadap infeksi b/d kontak dengan mikroorganisme
6. Risiko penularan b/d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
7. Harga diri rendah b/d penyakit
8. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan

C. Intervensi
 Nyeri b/d reaksi infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
a. Mengenali faktor penyebab
b. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
c. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
d. Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol

Intervensi:
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, dan onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
b. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan untuk
komunikasi secara efektif.
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
d. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
e. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap
ketidaknyamanan (ex.: temperatur ruangan, penyinaran, dll)
f. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik (ex.: relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-dingin, massage, TENS, hipnotis, terapi aktivitas)
g. Berikan analgesik sesuai anjura.
h. Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
i. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.

 Cemas b/d penyakit


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
a. Tidak ada tanda-tanda kecemasan
b. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
c. Melaporkan pemenuhan kebutuhan tidur adekuat
d. Menunjukkan fleksibilitas peran
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipneu, ekspresi
cemas non verbal)
b. Temani klien untuk mendukung kecemasan dan rasa takut
c. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
d. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
e. Sediakan informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan prognosis

 Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi


Kriteria hasil:
Memperhatikan bahwa nyeri ini ada mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan
menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi dan menurunan sumber-sumber nyeri
Intervensi:
a. Berikan pengurang rasa nyeri yang optimal
b. Meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
c. Bicarakan mengenai ketakutan, marah dan rasa frustasi klien
d. Berikan privasi selama prosedur tindakan

 Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual


Kriteria hasil:
Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan
pola seksual. Melaporkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual
Intervensi:
a. Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual, masalah seksual
b. Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual
c. Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual

 Resiko terhadap infeksi b/d kontak dengan mikroorganisme


Kriteria hasil:
Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar, bebas dari proses infeksi
nasokomial selama perawatan dan memperlihatkan pengetahuan tentang fakor resiko yang
berkaitan dengan infeksi dan melakukan pencegahan yang tepat.
Intervensi:
a. Teknik antiseptik untuk membersihan alat genetalia.
b. Amati terhadap manefestasi kliniks infeksi.
c. Infomasikan kepada klien dan keluarga mengenai penyebab, resiko-resiko pada kekuatan
penularan dari infeksi.
d. Terapi antimikroba sesuai order dokter.

 Risiko penularan b.d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
Tujuan:
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang lain
Intervensi:
a. Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
b. Bahaya penyakit menular
c. Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
d. Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan
e. Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat
menghindarinya.

 Harga diri rendah b.d penyakit


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan mengekspresikan pandangan positif untuk
masa depan dan memulai kembali tingkatan fungsi sebelumnya dengan indikator:
a. Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
b. Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
c. Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan mempengaruhi hasil

Intervensi:
a. Bantu individu dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan
b. Dorong klien untuk membayangkan masa depan dan hasil positif dari kehidupan
c. Perkuat kemampuan dan karakter positif (misal: hobi, keterampilan, penampilan, pekerjaan)
d. Bantu klien menerima perasaan positif dan negative
e. Bantu dalam mengidentifikasi tanggung jawab sendiri dan kontrol situasi
 Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan
Kriteria hasil:
Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis, mampu menunjukan prosedur
yang diperlukan dan menjelaskan rasional dari tindakan dan pasien ikut serta dalam program
pengobatan.
Intervensi:
a. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
b. Berikan informasi mengenai terapi obat-obatan, interaksi, efek samping dan pentingnya pada
program.
c. Tinjau factor-faktor resiko individual dan bentuk penularan/tempat masuk infeksi
Tinjau perlunya pribadi dan kebersihan lingkungan.

D. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan
atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien
mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama
perawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan
perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan
keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.

E. Evaluasi
a. Klien dapat mengontrol nyeri dengan baik
b. Tingkat kecemasan klien dapat diatasi
c. Tingkat kenyamanan klien kembali seperti sebelum sakit
d. Pola seksualitas dapat berfungsi secara normal
e. Tidak terjadi infeksi
f. Klien mengerti tentang sifat menular dari penyakit sehingga tidak terjadi penularan
g. klien dapat memandang penyakit dengan positif dan memulai aktifitas seperti bias.
h. Klien mengerti mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Daftar Pustaka
 Fahmi, Sjaiful. 2001. Penyakit Menular Seksual, Edisi 2. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
 Mandals, dkk. 2006. Penyakit Infeksi, Edisi 6. Jakarta. Erlangga
 Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kebidanan, Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
 http://www.irwanashari.com/2009/11/trikomoniasis-vaginalis.html Diakses pada tanggal 17 Mei
2010
 http://www.kesrepro.info/?q=node/309 Diakses pada tanggal 17 Mei 2010
 http://ismailskep.wordpress.com/2008/11/07/trichomonas-vaginalis/ Diakses pada tanggal 17
Mei 2010
 http://nhanasunny.blogspot.com/2010/08/laporan-pendahuluan-trikomoniasis.html

You might also like