You are on page 1of 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Lanskap


Perencanaan lanskap adalah kemampuan untuk mengumpulkan dan
menginterpretasikan data, memproyeksikan masa depan, mengidentifikasi
masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-
masalah tersebut (Knudson, 1980). Perencanaan merupakan urutan-urutan
pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan yang tersusun sedemikian rupa
sehingga apabila terjadi perubahan pada suatu bagian, akan mempengaruhi bagian
lainnya (Simonds, 1983). Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat
yang sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan
cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dapat
dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas
rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi
sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas
berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan
kemungkinan yang dapat dilakukan pada masa mendatang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan
aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas berdasarkan
pertimbangan perilaku manusia.
Menurut Laurie (1994), perencanaan tapak merupakan bentuk pendekatan
ke masa depan terhadap suatu lahan yang diikuti imajinasi dan kepekaan terhadap
analisis tapak. Untuk menghasilkan rencana dan rancangan area rekreasi yang
baik, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, dipelajari, dan dianalisis.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
potensi dan kendala tersedia, potensi pengunjung, kebijakan dan peraturan yang
terkait dengan sumberdaya dan penggunanya, alternatif dan dampak dari
perencanaan dan pelaksanaan ulang yang dilakukan, dan pemantauan hasil
6

perencanaan dan perancangan. Untuk itu perlu mengetahui dan memahami prinsip
dasar dalam perencanaan. Menurut Gold (1980), prinsip umum dalam
perencanaan terutama perencanaan suatu kawasan rekreasi adalah:
1. Semua orang harus melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi.
2. Rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemungkinan rekreasi
yang lain untuk menghindari duplikasi.
3. Rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan,
pendidikan, dan transportasi.
4. Fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang
akan datang.
5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat
dilaksanakan.
6. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan.
7. Perencanaan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan membutuhkan
evaluasi.
8. Perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi.
9. Terlebih dahulu harus ada lahan yang akan dikembangkan menjadi taman
atau tempat wisata.
10. Fasilitas-fasilitas yang ada harus membuat lahan menjadi seefektif mungkin
dalam menyediakan tempat yang sebaik-baiknya demi kenyamanan,
keamanan, dan kebahagiaan pengunjung.
Perencanaan lanskap kawasan wisata alam merupakan suatu perencanaan
yang menyesuaikan dengan bentuk program rekreasi yang menjaga kelestarian
suatu lanskap. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik
luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi
manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana
proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan
manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson, 1980).

2.2 Rekreasi dan Wisata


Rekreasi merupakan apa yang terjadi yang berhubungan dengan kepuasan
diri dari sebuah pengalaman (Gold, 1980). Selanjutnya, menurut Douglass (1992),
7

rekreasi adalah kegiatan yang menyenangkan dan konstruktif serta menambah


pengetahuan dan pengalaman mental dari sumberdaya alam dalam ruang dan
waktu yang terluang. Dilihat dari sudut tempat kegiatan rekreasi dilakukan,
terdapat rekreasi di dalam ruangan dan rekreasi di luar ruangan. Rekreasi di luar
ruangan termasuk di dalamnya rekreasi alam. Rekreasi alam terbuka merupakan
suatu kegiatan rekreasi yang dilakukan tanpa dibatasi adanya bangunan, yang
berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya
alam seperti air, hujan, pemandangan alam, atau kehidupan bebas.
Rekreasi menuntut pilihan berbagai aktivitas oleh individu atau kelompok,
baik yang aktif maupun pasif (Gold, 1980). Aktivitas rekreasi terjadi pada
berbagai tingkatan umur manusia, ditentukan elemen waktu, kondisi dan sikap
manusia serta situasi lingkungan. Rekreasi aktif lebih berorientasi pada manfaat
fisik dan pelakunya aktif secara fisik. Sedangkan rekreasi pasif lebih berorientasi
pada mental. Pada praktiknya, kegiatan rekreasi dapat berupa aktivitas berenang,
memancing, berperahu, berpiknik, jogging, berkemah, mendaki gunung, dan
sebagainya.
Pariwisata adalah industri yang berkaitan dengan perjalanan untuk
mendapatkan rekreasi. Menurut Adisasmita (2010) pariwisata meliputi berbagai
jenis karena beragamnya keperluan dan motif perjalanan wisata, misalnya
pariwisata pantai, pariwisata etnik, pariwisata agro, pariwisata perkotaan,
pariwisata sosial dan pariwisata alternatif. Dan menurut Soemarno (2008),
pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke
tempat lain dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi kunjungan.
Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktifitas lainnya.
Selanjutnya sebagai sektor yang komplek juga meliputi industri-industri klasik
yang sebenarnya seperti industri kerajinan dan cinderamata, penginapan dan
transportasi, secara ekonomis juga dipandang sebagai industri. Hakekat pariwisata
dapat dirumuskan sebagai seluruh kegiatan wisatawan dalam perjalanan dan
persinggahan sementara dengan motivasi yang beraneka ragam sehingga
menimbulkan permintaan barang dan jasa.
8

Kawasan yang ditunjuk sebagai obyek wisata alam harus mengandung


potensi daya tarik alam, baik flora, fauna beserta ekosistemnya, formasi geologi,
dan gejala alam. Kawasan yang demikian nantinya mampu mendukung
pengembangan selanjutnya sesuai dengan fungsi dan memenuhi motivasi
pengunjung. Motivasi pengunjung pada hakekatnya akan timbul karena 5
kelompok kebutuhan (Soemarno, 2008), yaitu :
1. adanya daya tarik,
2. angkutan dan jasa kemudahan yang melancarkan perjalanan,
3. perjalanan,
4. akomodasi, serta
5. makanan dan minuman.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pengembangan
pariwisata menurut Soemarno (2008) adalah :
1. tersedianya obyek dan atraksi wisata, yaitu segala sesuatu yang menjadi
daya tarik bagi orang yang mengunjungi suatu kawasan wisata, misalnya
keindahan alam kebun buah-buahan, taman teknologi, tata cara produksi,
adat istiadat masyarakat, festival tradisional produk buah,
2. adanya fasilitas aksesibilitas, yaitu sarana dan prasarana perhubungan
dengan segala fasilitasnya, sehingga memungkinkan para wisatawan dapat
mengunjungi suatu kawasan wisata tertentu, dan
3. tersedianya fasilitas amenitas, yaitu sarana kepariwisataan yang dapat
memberi pelayanan pada wisatawan selama dalam perjalanan wisata yang
dilaksanakannya.

2.3 Agrowisata
Agrowisata atau disebut pula wisata agro merupakan suatu perjalanan untuk
meresapi dan mempelajari kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, dan
kehutanan yang bertujuan untuk mengajak wisatawan ikut memikirkan
sumberdaya alam dan kelestariannya (Adisasmita, 2010). Wisatawan tinggal
bersama keluarga petani atau tinggal di perkebunan untuk ikut merasakan
kehidupan dan kegiatannya. Menurut Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan
Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. 204/KPTS/HK050/4/1989 dan
9

No. KM.47/PW.004/MPPT-89 tanggal 6 April 1989, bahwa wisata agro adalah


suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek
wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan
hubungan usaha dibidang agro yang dilakukan secara terus menerus.
Ditambahkan oleh Tirtawinata dan Fachruddin (1996) bahwa agrowisata
merupakan upaya dalam rangka menciptakan produk wisata baru (diversifikasi).
Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata, yaitu
sebagai berikut:
1. perencanaan agrowisata sesuai dengan rencana pengembangan wilayah
tempat agrowisata itu berada,
2. perencanaan dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin,
3. perencanaan mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial
masyarakat sekitar,
4. perencanaan selaras dengan sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
sumber dana dan teknik-teknik yang ada, selanjutnya
5. perlu dilakukan evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada.
Lebih lanjut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) menjelaskan ruang lingkup
dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan di Indonesia meliputi bidang
sebagai berikut :
1. Kebun Raya. Obyek wisata kebun raya memiliki kekayaan berupa tanaman
yang berasal dari berbagai spesies. Daya tarik yang dapat ditawarkan kepada
wisatawan mencakup kekayaan flora yang ada, keindahan pemandangan di
dalamnya dan kesegaran udara yang memberikan rasa nyaman.
2. Perkebunan. Kegiatan usaha perkebunan meliputi perkebunan tanaman
keras dan tanaman lainnya oleh perkebunan swasta nasional maupun asing,
BUMN, dan perkebunan rakyat. Berbagai kegiatan obyek wisata
perkebunan dapat berupa pra produksi, produksi, dan pasca produksi.
3. Tanaman pangan dan hortikultura. Lingkup kegiatan wisata tanaman pangan
meliputi usaha tanaman padi dan palawija serta hortikultura yakni bunga,
buah, sayur, dan jamu-jamuan. Berbagai proses kegiatan mulai dari pra
panen, pasca panen berupa pengolahan hasil, sampai kegiatan pemasarannya
dapat dijadikan obyek agrowisata.
10

4. Perikanan. Ruang lingkup kegiatan wisata perikanan dapat berupa kegiatan


budidaya perikanan sampai proses pasca panen. Daya tarik perikanan
sebagai sumberdaya wisata diantaranya pola tradisional dalam perikanan
serta kegiatan lain, seperti memancing ikan.
5. Peternakan. Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain
pola beternak, cara tradisonal dalam peternakan serta budidaya hewan
ternak.
Dalam mewujudkan suatu kawasan wisata yang baik harus memperhatikan
daya dukung dari kawasan tersebut. Daya dukung rekreasi menurut Gold (1980)
merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami dari segi fisik dan sosial
untuk dapat mendukung aktivitas rekreasi dan dapat memberikan kualitas
pengalaman rekreasi yang diinginkan.
Adanya agrowisata mampu memberikan manfaat sebagai berikut
(Tirtawinata dan Fachruddin, 1996) :
1. meningkatkan konservasi lingkungan,
2. meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam,
3. memberikan nilai rekreasi,
4. meningkatkan kegiatan ilmiah dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan
5. mendapatkan keuntungan ekonomi.

2.4 Produksi Rambutan


Rambutan (Nephellium lappaceum L.) merupakan tanaman buah
hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindacaeae. Tanaman buah tropis
yang dalam bahasa Inggrisnya disebut Hairy Fruit merupakan tanaman asli
Indonesia dan Malaysia. Hingga saat ini rambutan telah menyebar luas di daerah
yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan
ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-tropis. Menurut Kalie
(1994), beberapa wilayah di Indonesia bagian barat memiliki ekologi yang sesuai
untuk pertumbuhan rambutan, seperti Jawa, Kalimantan, dan Sumatra yang
memiliki iklim relatif basah sepanjang tahun sehingga merupakan sentra produksi
rambutan. Rambutan dapat tumbuh dengan baik pada daerah dataran rendah
11

hingga daerah dengan ketinggian 600 mdpl (meter di atas permukaan laut) dengan
iklim basah merata sepanjang tahun hingga iklim yang memiliki 1-3 bulan kering.
Tanaman buah rambutan sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan
buahnya yang mempunyai gizi, zat tepung, sejenis gula yang mudah terlarut
dalam air, zat protein dan asam amino, zat lemak, zat enzim-enzim yang esensial
dan nonesensial, vitamin serta zat mineral makro dan mikro yang menyehatkan
keluarga (Anonim, 2000). Selanjutnya menurut Kalie (1994), buah rambutan
memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi. Buah ini cukup digemari
masyarakat sebagai buah segar maupun buah olahan. Selain buahnya, bagian
tubuh lain dari pohon rambutan dapat bermanfaat. Tunas atau pucuk daun muda
pohon rambutan bermanfaat untuk mengubah warna kain sutra yang telah berubah
kuning menjadi hijau. Akar pohon rambutan dapat menurunkan demam dengan
merebusnya. Kulit batangnya yang keras dan kuat dapat digunakan untuk berbagai
keperluan. Tetapi ada pula masyarakat yang memanfaatkan sebagai pohon
pelindung di pekarangan, sebagai tanaman hias.
Rambutan sebagai tanaman buah dengan banyak manfaat banyak
dibudidayakan masyarakat baik sebagai penghias pekarangan maupun diproduksi
dalam jumlah besar. Berdasarkan data Anonim (2000), terdapat 22 jenis rambutan
baik yang berasal dari galur murni maupun hasil okulasi atau penggabungan dari
dua jenis dengan galur yang berbeda. Ciri-ciri yang membedakan setiap jenis
rambutan dilihat dari sifat buah (dari daging buah, kandungan air, bentuk, warna
kulit, panjang rambut). Dari sejumlah jenis rambutan di atas hanya beberapa
varietas rambutan yang digemari orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai
ekonomis relatif tinggi, diantaranya:
1. Rambutan Rapiah. Varietas ini berasal dari Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi. Kulit berwarna hijau-
kuning-merah tidak merata dengan berambut agak jarang, daging buah
manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal. Daya
tahan dapat mencapai 6 hari setelah dipetik.
2. Rambutan Aceh Lebak Bulus. Pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan
hasil rata-rata 160-170 ikat per pohon. Kulit buah berwarna merah kuning,
12

halus, rasanya segar manis-asam banyak air dan ngelotok. Daya simpan 4
hari setelah dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan.
3. Rambutan Simacan, kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170 ikat
per pohon. Kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua, rambut
kasar dan agak jarang, rasa manis, sedikit berair. Rambutan jenis ini kurang
tahan dalam pengangkutan.
4. Rambutan Binjai yang merupakan salah satu rambutan yang terbaik di
Indonesia yang berasal dari Binjai, Sumatra Utara. Buahnya cukup besar,
kulit berwarna merah darah sampai merah tua rambut buah agak kasar dan
jarang, serta rasanya manis dengan asam sedikit, hasil buah tidak selebat
aceh lebak bulus tetapi daging buahnya ngelotok.
5. Rambutan Sinyonya, jenis rambutan ini lebat buahnya dan banyak disukai
terutama orang Tionghoa. Rambutan ini memiliki batang yang kuat
sehingga cocok untuk diokulasi. Warna kulit buah merah tua sampai merah
anggur, dengan rambut halus dan rapat, rasa buah manis asam, banyak
berair, lembek dan tidak ngelotok.
Budidaya tanaman rambutan di Indonesia pada umumnya bersifat
pekarangan. Jarak tanamnya tidak beraturan, tindakan agronomis seperti
pemeliharaan tanaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit dan lainnya
kurang diperhatikan. Kerapatan dan kepadatan tanaman tiap satuan luas cukup
tinggi, mencapai 50-78 tanaman per hektar, sehingga kualitas dan kuantitas
rambutan yang dihasilkan juga sangat beragam. Untuk menghasilkan kuantitas
yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik diperlukan perbaikan dalam
tindakan agronomis (Kalie, 1994).
Rambutan menurut Kalie (1994) termasuk tanaman yang berbunga banyak.
Bunganya dapat berbentuk bunga jantan atau bunga sempurna yang tersusun
dalam suatu malai bunga atau panicula. Malai rambutan terdiri dari satu tangkai
utama dengan panjang 15-20 cm dan memiliki cabang banyak, serta setiap
cabangnya bercabang lagi. Malai tersebut tumbuh pada tunas ujung yang disebut
tunas terminal. Pada malai terdapat bunga kecil-kecil yang tersusun rapat
berjumlah sekitar 50-2.000 bunga. Bunga-bunga ini berwarna hijau kekuningan
serta diselaputi rambut dan tepung halus. Terkadang di bawah malai akan tumbuh
13

tunas samping atau tunas lateral yang kemudian menghasilkan malai bunga yang
lebih kecil. Ketika malai bermunculan dan bermekaran akan memberikan pesona
yang lebih pada pohon rambutan tersebut. Pesona akan semakin bertambah ketika
tajuk pohon mulai dipenuhi dengan buah rambutan yang bergelantungan dengan
warna merah dan oranye yang merona.
Proses pembungaan dan pembuahan pada pohon rambutan lebih lanjut
menurut Kalie (1994) terjadi pada tajuk bagian luar. Pada proses pembungaan,
pohon yang menghasilkan bunga jantan merupakan pohon jantan yang tidak dapat
menghasilkan buah. Dengan kata lain, tanaman rambutan yang dapat
menghasilkan buah adalah pohon yang menghasilkan bunga sempurna.
Pembungaan pohon rambutan terjadi pada penghujung musim kemarau. Iklim
kering selama sekitar sebulan, merupakan kebutuhan awal aktivitas pembentukan
tunas-tunas bunga rambutan. Apabila musim kemarau berkepanjangan, bunga yag
dihasilkan akan berguguran dan apabila terjadi pembuahan, buah yang dihasilkan
bermutu rendah. Bunga sempurna mulai mekar dan masak pada pagi hari dan
masa mekar bunga sempurna cukup singkat, yakni sekitar 1-8 hari. Sehingga
proses penyerbukan pohon rambutan tergolong singkat dan memerlukan perhatian
khusus. Untuk menjamin proses penyerbukan, sebaiknya rambutan yang ditanam
dari beberapa varietas sekaligus dalam satu pertanaman. Penyerbukan pohon
rambutan biasanya dibantu oleh serangga, yaitu lebah madu. Bunga-bunga
rambutan yang telah mekar membutuhkan kelembaban dan air hujan. Akan tetapi
apabila hujan turun terus-menerus, maka bunga-bunga akan berguguran.
Selanjutnya pada masa pertumbuhan pentil buah membutuhkan kelembaban dan
hujan yang kian melebat. Pada saat pertumbuhan buah, kualitas dan intensitas
cahaya merupakan faktor penentu keberhasilan pematangan buah. Cahaya yang
diperlukan berkisar 40-80%. Buah yang terkena cahaya matahari akan lebih cepat
masak berwarna merah menyala. Buah yang telah masak dan berwarna merah
menyala sudah siap panen.
Masa panen buah rambutan terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia
masa panen buah rambutan sekitar 2-3 bulan. Setiap wilayah memiliki waktu
panen yang berbeda-beda tergantung dengan letak geografis, suhu dan cahaya
matahari yang berpengaruh pada datangnya musim kering yang berbeda pula.
14

Buah rambutan yang dipanen harus buah yang telah matang di pohon. Apabila
buah dipetik sebelum masak, maka kualitas buah akan menurun. Hal ini karena
setelah dipetik, proses pemasakan buah telah terhenti. Proses respirasi dan
produksi etilen relatif tetap, sehingga proses pemasakan tidak dapat berlanjut.
Buah yang memiliki sifat fisiologis demikian ini disebut buah non klimaterik
(Kalie, 1994).
Cara yang baik untuk menentukan kapan waktu panen yang tepat untuk
buah rambutan menurut Kalie (1994) adalah dengan melihat warna kulit dan
rambut buah. Warna merah kekuningan sampai merah untuk rambutan varietas
berkulit dan berambut merah, serta warna kuning kehijauan hingga kuning untuk
varietas berkulit dan berambut kuning. Selain itu, saat panen juga dapat ditentukan
dari umur buah. Umur buah mulai dari masa pembungaan sampai saat buah siap
dipanen adalah 90-120 hari. Buah-buah yang terdapat dalam satu tangkai masak
secara tidak serempak. Sehingga pemetikan sebaiknya dilakukan bertahap agar
kualitas buah dapat terjaga. Buah yang telah dipetik sebaiknya dihindarkan dari
paparan sinar matahari langsung. Buah rambutan yang telah dipanen tidak tahan
lama, hanya tahan 1-2 hari. Setelah dua hari, rambut akan berubah warna menjadi
coklat dan lama kelamaan menghitam. Meski daging buahnya masih terasa enak
tetapi buah sudah tidak laku dipasaran.
Buah rambutan yang telah dipanen dapat segar lebih lama dengan
penyimpanan pada suhu 8,9-11,1°C dengan kelembaban nisbi 90-95%.
Penyimpanan rambutan dengan suhu dingin ini akan bertahan hingga 12 hari
masih terlihat segar. Penyimpanan rambutan pada suhu lebih rendah dari 8,9°C
akan menyebabkan kerusakan fisiologis, yakni kulit dan rambut buah berubah
warna menjadi lebih gelap. Buah rambutan selama ini lebih banyak dinikmati
dengan dimakan langsung ketika masih segar. Selain dimakan langsung, rambutan
dapat diolah menjadi buah kalengan dan manisan buah untuk memperpanjang
masa penyimpanan (Kalie, 1994).

You might also like