You are on page 1of 29

KATA PENGANTAR

Dengan semangat dan kesungguhan hati, kami dapat menyelesaikan


makalah ini. Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa berkat rahmat yang
dilimpahkan oleh Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan yang Maha Esa, untuk itu puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat-Nya.

Makalah Pengantar Farmasi Sosial ini dapat hadir seperti sekarang ini tak
lepas dari bantuan banyak pihak, melalui kesempatan ini dengan penuh rasa
hormat kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat Bapak Putu Eka Arimbawa, S.Farm.,M.Kes.,Apt, sebagai dosen
Pengantar Farmasi Sosial kami. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besar kepada yang telah berjasa
membantu kami selama proses pembuatan makalah ini.

Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan
luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari
teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan
hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca serta demi
perbaikan makalah ini kedepannya.

Akhirnya, besar harapan kami agar kehadiran makalah ini dapat


memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca dan yang terpenting adalah
semoga dapat turut serta memajukan ilmu pengetahuan.

Denpasar, 16 Mei 2017

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 4


2.1 Landasan Teori ........................................................................... 4

BAB III PEMBAHASAN ............................................................... 6


3.1 Sasaran Promosi Kesehatan ....................................................... 6
3.2 Strategi Promosi Kesehatan ........................................................ 7
3.3 Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan .............. 13
3.4 Langkah-Langkah Promosi Kesehatan Di Masyarakat ............... 15
3.5 Peran farmasis dalam mengatasi masalah kesehatan
reproduksi yang mencakup informasi dan edukasi ..................... 18
3.6 Pengaruh promosi kesehatan terhadap motivasi pasien
hipertensi tentang pelaksanaan diet hipertensi ............................ 20
3.7 Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Kecacingan
Terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD .............................. 22

BAB VI PENUTUP ......................................................................... 25


4.1 Kesimpulan ................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pembangunan kesehatan, tenaga kesehatan masyarakat utamanya


farmasis merupakan bagian dari sumber daya manusia yang sangat penting
perannya guna meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi pada pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Untuk itu perlu dipersiapkan
tenaga terlatih di bidang promosi kesehatan termasuk pakar yang memahami
sosiologi, antropologi, perilaku, ilmu penyuluhan dan lain-lain. Di samping itu,
Farmasis sebagai tenaga kesehatan masyarakat juga dapat berperan dibidang
kuratif dan rehabilitatif. Tenaga kesehatan masyarakat mempunyai peran strategis
dalam mengubah perilaku masyarakat menjadi kondusif terhadap Perilaku Hidup
Sehat dan Bersih (PHBS) melalui promosi kesehatan. Promosi yang dilakukan
perlu mengikuti 4 tahapan yaitu: 1) memperkenalkan gagasan dan teknik perilaku
sehat, 2) melakukan identifikasi dan mengembangkan strategi perubahan perilaku
sehat, 3). memotivasi masyarakat sehingga terjadi perubahan perilaku sehat dan 4)
memahami cara berkomunikasi serta merancang program komunikasi.

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan


nasional. Pada tahun 1948, Badan Kesehatan Dunia/WHO menyepakati bahwa
diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak fundamental
bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat
sosial ekonominya. Perubahan pemahaman konsep sehat dan sakit serta makin
majunya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menggugurkan paradigma
kesehatan lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif
dan rehabilitatif digantikan paradigma pembangunan kesehatan baru, yaitu
Paradigma Sehat yang bersifat proaktif. Dalam Indonesia sehat 2010, yang
diharapkan adalah lingkungan yang kondusif, ditunjang dengan perilaku

1
masyarakat yang proaktif serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan. Untuk
meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat, diperlukan
strategi pembangunan kesehatan, sasaran serta kebijaksanaan pembangunan
kesehatan yang berkesinambungan, berkelanjutan, menyeluruh, merata dan
terintegrasi. Hal ini tidak lepas dari dukungan farmasis dalam bidang tenaga
kesehatan masyarakat dalam prmosi kesehatan.

Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan


intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang
untuk memudahkan terjadinya perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif
bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan
cara penyuluhan, seperti permasalahan yang kami ambil dalam beebrapa jurnal
yaitu Pengaruh Promosi Kesehatan Reproduksi Remaja Terhadap Pengetahuan
Dan Sikap, Pengaruh promosi kesehatan terhadap motivasi pasien hipertensi
tentang pelaksanaan diet hipertensi, Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang
Kecacingan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari peranan farmasis dalam rangka meningkatkan
promosi kesehatan adalah sebagai berikut
1. Siapa saja sasaran promosi kesehatan ?
2. Bagaimana strategi promosi kesehatan?
3. Bagaimana promosi kesehatan di daerah bermasalah kesehatan?
4. Bagaimana langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat?
5. Bagaimana Pengaruh Promosi Kesehatan Reproduksi Remaja Terhadap
Pengetahuan Dan Sikap?
6. Bagaimana Pengaruh promosi kesehatan terhadap motivasi pasien
hipertensi tentang pelaksanaan diet hipertensi?
7. Bagaimana Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Kecacingan
Terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD.?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini yang bertujuan untuk mengetahui peran
farmasis dalam basis global terhadap bidang kesehatan masyarakat sosial
dalam upaya meningkatkan promosi kesehatan di masyarkat untuk
membentuk masyarkat yang peduli akan lingkungan dan sehat.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Untuk mengetahui siapa saja sasaran promosi kesehatan
2. Mengetahui strategi promosi kesehatan
3. Mengetahui promosi kesehatan di daerah bermasalah kesehatan
4. Mengetahui langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat
5. Mengetahui Pengaruh Promosi Kesehatan Reproduksi Remaja
Terhadap Pengetahuan Dan Sikap
6. Mengetahui Pengaruh promosi kesehatan terhadap motivasi pasien
hipertensi tentang pelaksanaan diet hipertensi
7. Mengetahui Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Kecacingan
Terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

SK Menkes RI No. 1193/2004 tentang kebijakan Nasional Promosi Kesehatan


Visi Promosi Kesehatan adalah: “PHBS 2010”, yang mengindikasikan tentang
terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya sehat. Visi tersebut
adalah benar-benar visioner, menunjukkan arah, harapan yang berbau impian,
tetapi bukannya tidak mungkin untuk dicapai. Visi tersebut juga menunjukkan
dinamika atau gerak maju dari suasana lama (yang ingin diperbaiki) ke suasana
baru (yang ingin dicapai). Visi tersebut juga menunjukkan bahwa bidang garapan
Promosi kesehatan adalah aspek budaya (kultur), yang menjanjikan perubahan
dari dalam diri manusia dalam interaksinya dengan lingkungannya dan karenanya
bersifat lebih lestari.

Misi Promosi Kesehatan yang ditetapkan adalah: (1) Memberdayakan


individu, keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat; (2) Membina suasana atau
lingkungan yang kondusif bagi terciptanya phbs di masyarakat; (3) Melakukan
advokasi kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan. Misi tersebut
telah menjelaskan tentang apa yang harus dan perlu dilakukan oleh Promosi
Kesehatan dalam mencapai visinya. Misi tersebut juga menjelaskan fokus upaya
dan kegiatan yang perlu dilakukan. Dari misi tersebut jelas bahwa berbagai
kegiatan harus dilakukan serempak.

Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan


kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi
yang dirancang untuk memudahkan terjadinya perubahan perilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

4
Kesehatan Reproduksi

Kesehatan menurut Undang-Undang No.36/2009 mencakup empat


aspek yakni fisik (badan), mental (jiwa, spiritual, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang mampu hidup produktif secara sosial maupun
ekonomis. Kesehatan Reproduksi menurut Undang-Undang No.36/2009 adalah
keadaaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh tidak semata-mata
bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan (Lubis,

2013).

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sasaran Promosi Kesehatan

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis


sasaran, yaitu sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier.
1. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari
masyarakat. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang
tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu
yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh: Sistem nilai
dan norma-norma sosial serta norma-norma hukum yang dapat
diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal maupun pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka
masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal, dalam
mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social
pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum
(public opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi
terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya
oleh mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders),
khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
(misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka
formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain),
organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat

6
turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam
mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS
dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai
kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya
PHBS.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang
lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau
menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
dengan cara: Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang- undangan
yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung
terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat Membantu menyediakan
sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat mempercepat
terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya

3.2 Strategi Promosi Kesehatan

Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan


strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan, bina
suasana dan) advokasi, serta dilandasi oleh semangat kemitraan.
 Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu
individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-
tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS.
 Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang
kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-
panutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya.

7
 Sedangkan advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak
tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan
PHBS baik dari segi materi maupun non mater

 PEMBERDAYAAN
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan
bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak.
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau
kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah
dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau
(aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya
dapat dibedakan adanya pemberdayaan individu, pemberdayaan keluarga dan
pemberdayaan kelompok/masyarakat. Dalam mengupayakan agar klien tahu dan
sadar, kuncinya terletak pada keberhasilan membuat klien tersebut memahami
bahwa sesuatu (misalnya Diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya.
Sepanjang klien yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa
sesuatu itu merupakan masalah, maka klien tersebut tidak akan bersedia menerima
informasi apa pun lebih lanjut. Saat klien telah menyadari masalah yang
dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut
tentang masalah yang bersangkutan. Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya
dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain

8
itu juga dengan mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan
atau diatasi. Di sini dapat dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh
masyarakat sebagai panutan (misalnya
tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah
terserang Diare karena perilaku yang dipraktikkannya). Bilamana seorang
individu atau sebuah keluarga sudah akan berpindah dari mau ke mampu
melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini
kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung. Tetapi yang
seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses
pemberdayaan kelompok/masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat
(community organization) atau pembangunan masyarakat (community
development). Untuk itu, sejumlah individu dan keluarga
yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan
kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan
bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan). Di sinilah letak
pentingya sinkronisasi promosi kesehatan dengan program kesehatan yang
didukungnya dan program-program sektor lain yang berkaitan. Hal-hal yang akan
diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan dan program lain sebagai
bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu
hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Pemberdayaan
akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta menggunakan
metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai lembaga-lembaga
swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli
terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara mereka
maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat
dapat berdayaguna dan berhasilguna. Setelah itu, sesuai ciri-ciri sasaran, situasi
dan kondisi, lalu ditetapkan, diadakan dan digunakan metode dan media
komunikasi yang tepat.

9
 BINA SUASANA
Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, organisasi
siswa/mahasiswa, serikat pekerja/ karyawan, orang-orang yang menjadi
panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan
masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena
itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya
meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina
suasana. Terdapat tiga kategori proses bina suasana, yaitu bina suasana individu,
bina suasana kelompok, dan bina suasana publik.
1. BINA SUASANA INDIVIDU
Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh masyarakat.
Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individu-individu panutan
dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan
perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut (misalnya seorang kepala sekolah
atau pemuka agama yang tidak merokok). Lebih lanjut bahkan mereka juga
bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan
suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
2. BINA SUASANA KELOMPOK
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga
(RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi Profesi, organisasi Wanita,
organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, serikat pekerja dan lain-lain.
Bina suasana ini dapat dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang telah
peduli.
Dalam kategori ini kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli
terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau
mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu
bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi

10
pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-
individu anggotanya.
3. BINA SUASANA PUBLIK
Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi, seperti
radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dapat tercipta
pendapat umum. Dalam kategori ini media-media massa tersebut peduli dan
mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-
media massa tersebut lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan
informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat
umum atau opini publik yang positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau
pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau
“penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga
akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan.

 ADVOKASI
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh- tokoh masyarakat
(formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion
leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana. Juga berupa
kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan
dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan (pressure) bagi
terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan
bina suasana dan pemberdayaan atau proses
pembinaan PHBS secara umum. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan
yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada
diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1)
mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi
masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan
berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah

11
dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah dan (5) memutuskan
tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan
secara terencana, cermat dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan
matang, yaitu: Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi Memuat rumusan
masalah dan alternatif pemecahan masalah. Memuat peran si sasaran dalam
pemecahan masalah berdasarkan kepada fakta atau evidence-based. Dikemas
secara menarik dan jelas sesuai dengan waktu yang tersedia Sebagaimana
pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga akan lebih efektif bila
dilaksanakan dengan prinsip kemitraan. Yaitu dengan membentuk jejaring
advokasi atau forum kerjasama. Dengan kerjasama, melalui pembagian tugas dan
saling-dukung, maka sasaran advokasi akan dapat diarahkan untuk sampai kepada
tujuan yang diharapkan. Sebagai konsekuensinya, metode dan media advokasi pun
harus ditentukan secara cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik.

 KEMITRAAN
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina
suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan.
Dengan demikian kemitraan perlu galang antar individu, keluarga, pejabat atau
instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka
atau tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan
pada tiga prinsip dasar, yaitu kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan.

 KESETARAAN
Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis.
Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing- masing berada
dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah). Keadaan
ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan
kekeluargaan. Yaitu hubungan yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan
bersama. Bila kemudian dibentuk struktur hirarkhis (misalnya sebuah tim), adalah
karena kesepakatan.

12
 KETERBUKAAN
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari
masing- masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan alasan
yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu. Pada awalnya hal ini
mungkin akan menimbulkan diskusi yang seru layaknya “pertengkaran”. Akan
tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya
solusi yang adil dari “pertengkaran” tersebut.

 SALING MENGUNTUNGKAN
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang
didapat oleh semua pihak yang terlibat. PHBS dan kegiatan-kegiatan kesehatan
dengan demikian harus dapat dirumuskan keuntungan-keuntungannya (baik
langsung maupun tidak langsung) bagi semua pihak yang terkait. Termasuk
keuntungan ekonomis, bila mungkin.

 SALING MENGUNTUNGKAN
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang
didapat oleh semua pihak yang terlibat. PHBS dan kegiatan-kegiatan kesehatan
dengan demikian harus dapat dirumuskan keuntungan-keuntungannya (baik
langsung maupun tidak langsung) bagi semua pihak yang terkait. Termasuk
keuntungan ekonomis, bila mungkin

3.3 Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan

Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) adalah kabupaten/kota yang


memiliki IPKM di bawah rerata dan proporsi penduduk miskinnya lebih tinggi
dari rerata, atau kabupaten/kota yang memiliki masalah khusus seperti geografi
(daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan), sosial budaya yang berdampak
buruk pada kesehatan dan penyakit tertentu yang spesifik. DBK mengambarkan
adanya kesenjangan pencapaian indikator-indikator pembangunan kesehatan
antar-daerah di Indonesia. Di Indonesia terdapat 10 provinsi yang memiliki lebih
dari 50% jumlah kabupaten/kotanya masuk ke dalam kriteria IPKM yang perlu

13
menjadi daerah prioritas perhatian Kementerian Kesehatan dan jajarannya melalui
upaya Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK). Kesepuluh
provinsi tersebut adalah Aceh, NTB, NTT, Sultra, Sulteng, Gorontalo, Sulbar,
Maluku, Papua Barat dan Papua. Sebagaimana disebutkan di atas, ujung tombak
dari program PDBK adalah Puskesmas dan salah satu dari upaya kesehatan wajib
Puskesmas yang harus ditingkatkan kinerjanya adalah promosi kesehatan.
Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114
/MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Daerah, promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar
mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Bila diterapkan untuk DBK, maka
menolong diri sendiri artinya masyarakat DBK mampu menghadapi masalah-
masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara mencegahnya dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadi dengan cara
menanganinya secara efektif serta efisien. Dengan kata lain, masyarakat DBK
mampu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam rangka memecahkan
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (problem solving), baik masalah-
masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang potensial (mengancam),
secara mandiri (dalam batas-batas tertentu). Jika definisi itu diterapkan di
Puskesmas, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut: Promosi Kesehatan oleh
Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk meningkatkan kemampuan pasien,
individu sehat, keluarga (rumah tangga) dan masyarakat di DBK, agar pasien
dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, individu
sehat, keluarga dan masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan,
mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat, melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama
mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan

14
3.4 Langkah-Langkah Promosi Kesehatan Di Masyarakat

Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup: Pengenalan


Kondisi Wilayah, Identifikasi Masalah Kesehatan, Survai Mawas Diri,
Musyawarah Desa atau Kelurahan, Perencanaan Partisipatif, Pelaksanaan
Kegiatan dan Pembinaan Kelestarian.

 PENGENALAN KONDISI WILAYAH


Pengenalan kondisi wilayah dilakukan oleh fasilitator dan petugas
Puskesmas dengan mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil
analisis situasi perkembangan desa/kelurahan. Data dasar yang perlu dikaji
berkaitan dengan pengenalan kondisi wilayah, sebagai berikut:
1. DATA GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
Peta wilayah dan batas-batas wilayah, jumlah desa/kelurahan, jumlah RW,
jumlah RT, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat pendidikan, mata
pencaharian/jenis pekerjaan.

2. DATA KESEHATAN
Jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit (Diare, Malaria, ISPA,
Kecacingan, Pneumonia, TB, penyakit Jantung, Hipertensi, dan penyakit lain yang
umum dijumpai di Puskesmas). Jumlah kematian (kematian ibu, kematian bayi,
dan
kematian balita). Jumlah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi
baru lahir dan balita. Cakupan upaya kesehatan (cakupan pemeriksaan kehamilan,
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupan Posyandu, imunisasi dasar
lengkap, sarana air bersih dan jamban). Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan yang
tersedia (Poskesdes, Puskesmas Pembantu, klinik). Jumlah dan jenis Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang ada seperti Posyandu,,
kelompok pemakai air, kelompok arisan jamban, tabulin, dasolin. Jumlah kader
kesehatan/kader PKK, ormas/LSM yang ada.

 SURVAI MAWAS DIRI

15
Sebagai langkah pertama dalam upaya membina peranserta masyarakat,
perlu diselenggarakan Survai Mawas Diri, yaitu sebuah survai sederhana oleh para
pemuka masyarakat dan perangkat desa/kelurahan, yang dibimbing oleh fasilitator
dan petugas Puskesmas. Selain untuk mendata ulang masalah kesehatan,
mendiagnosis penyebabnya dari segi perilaku dan menggali latar belakang
perilaku masyarakat, survai ini juga bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dan
kepedulian para pemuka masyarakat terhadap kesehatan masyarakat
desa/kelurahan, khususnya dari segi PHBS. Dalam survai ini akan diidentifikasi
dan dirumuskan bersama hal-hal
sebagai berikut:
1. Masalah-masalah kesehatan yang masih diderita/dihadapi dan mungkin
(potensial) dihadapi masyarakat serta urutan prioritas penanganannya.
2. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan, baik
dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku masyarakat. Dari sisi
perilaku, setiap perilaku digali faktor-faktor yang menjadi latar belakang
timbulnya perilak tersebut.

 MUSYAWARAH DESA/KELURAHAN
Musyawarah Desa/Kelurahan diselenggarakan sebagai tindak lanjut Survai
Mawas Diri, sehingga masih menjadi tugas fasilitator dan petugas Puskesmas
untuk mengawalnya. Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan: Menyosialisasikan
tentang adanya masalah-masalah kesehatan yang masih diderita/dihadapi
masyarakat. Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalah- masalah
kesehatan yang hendak ditangani. Mencapai kesepakatan tentang UKBM-UKBM
yang hendak
dibentuk baru atau diaktifkan kembali. Memantapkan data/informasi potensi desa
atau potensi kelurahan serta bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif
sumber bantuan/dukungan tersebut. Menggalang semangat dan partisipasi warga
desa atau kelurahan untuk mendukung pengembangan kesehatan masyarakat
desa/kelurahan.

16
Musyawarah Desa/Kelurahan diakhiri dengan dibentuknya Forum Desa, yaitu
sebuah lembaga kemasyarakatan di mana para pemuka masyarakat desa/kelurahan
berkumpul secara rutin untuk membahas perkembangan dan pengembangan
kesehatanm masyarakat desa/kelurahan. Dari segi PHBS, Musyawarah
Desa/Kelurahan bertujuan untuk menjadikan masyarakat desa/kelurahan
menyadari adanya sejumlah perilaku yang menyebabkan terjadinya berbagai
masalah kesehatan yang saat ini dan yang mungkin (potensial) mereka hadapi.

 PERENCANAAN PARTISIPATIF
Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau kelurahan, Forum
Desa mengadakan pertemuan-pertemuan secara intensif guna menyusun rencana
pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan untuk dimasukkan ke dalam
Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan. Rencana Pengembangan Kesehatan
Masyarakat Desa/Kelurahan harus mencakup: Rekrutmen/pengaktifan kembali
kader kesehatan dan pelatihan pembinaan PHBS di Rumah Tangga untuk para
kader kesehatan oleh petugas Puskesmas dan fasilitator, berikut biaya yang
diperlukan dan jadwal pelaksanaannya. Kegiatan-kegiatan pembinaan PHBS di
Rumah Tangga yang
akan dilaksanakan oleh kader kesehatan dengan pendekatan Dasawisma, berikut
jadwal pelaksanaannya. Pembuatan rencana dengan menggunakan tabel berikut
Sarana-sarana yang perlu diadakan atau direhabilitasi untuk mendukung
terwujudnya PHBS di Rumah Tangga, berikut biaya yang dibutuhkan dan jadwal
pengadaan/rehabilitasinya. Hal-hal yang dapat dilaksanakan tanpa biaya atau
dengan swadaya masyarakat dan atau bantuan dari donatur (misalnya swasta),
dicantumkan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang memerlukan
dukungan pemerintah dimasukkan ke dalam dokumen Musrenbang Desa atau
Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbang selanjutnya.
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan,
petugas Puskesmas dan fasilitator mengajak Forum Desa merekrut atau
memanggil kembali kader-kader kesehatan yang ada. Selain itu, juga untuk

17
mengupayakan sedikit dana (dana desa/kelurahan atau swadaya masyarakat) guna
keperluan pelatihan
kader kesehatan. Selanjutnya, pelatihan kader kesehatan oleh fasilitator dan
petugas Puskesmas dapat dilaksanakan. Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang
tidak memerlukan biaya operasional seperti penyuluhan dan advokasi dapat
dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan dana dilakukan
jika sudah tersedia dana, apakah itu dana dari swadaya masyarakat, dari donatur
(misalnya pengusaha), atau dari pemerintah, termasuk dari desa /kelurahan.
Promosi kesehatan dilaksanakan dengan pemberdayaan keluarga melalui
Dasawisma, yang didukung oleh bina suasana dan advokas Kegiatan-kegiatan
pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi di desa dan kelurahan tersebut di atas
harus didukung oleh kegiatan-kegiatan (1) bina suasana PHBS di Rumah Tangga
dalam lingkup yang lebih luas (kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan
nasional)dengan memanfaatkan media massa berjangkauan luas seperti surat
kabar, majalah, radio, televisi dan internet; serta (2) advokasi secara berjenjang
dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota dan dari tingkat kabupaten/kota ke
tingkat kecamatan.

 EVALUASI DAN PEMBINAAN KELESTARIAN


Evaluasi dan pembinaan kelestarian merupakan tugas dari Kepala
Desa/Lurah dan perangkat desa/kelurahan dengan dukungan dari berbagai pihak,
utamanya pemerintah daerah dan pemerintah. Kehadiran fasilitator di desa dan
kelurahan sudah sangat minimal, karena perannya sudah dapat sepenuhnya
digantikan oleh kader-kader kesehatan, dengan supervisi dari Puskesmas

3.5 Peran farmasis dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi yang


mencakup informasi dan edukasi

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan


perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Remaja bukanlah
kelompok masyarakat yang selalu sehat. Perilaku beresiko yang mempengaruhi
masalah kesehatan remaja meliputi tumbuh kembang (perubahan fisik dan

18
psikososial), gizi, penyalahgunaan NAPZA, dan kesehatan reproduksi termasuk
IMS/ISR dan HIV/AIDS. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan
untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku
hidup sehat bagi remaja, disamping mengatasi masalah yang ada. Dengan
pengetahuan yang memadai dan adanya motivasi untuk menjalani masa remaja
yang sehat, para remaja diharapkan mampu memelihara kesehatannya agar dirinya
dapat memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan reproduksi yang sehat.
Untuk itu dilakukan sebuah penelitian “Pengaruh Promosi Kesehatan
Reproduksi Remaja Terhadap Pengetahuan dan Sikap. Dilakukan penelitian
dengan metode jenis Pre-Experimental Design dengan rancangan penelitian One-
Group Pretest-Postest untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan reproduksi
remaja terhadap pengetahuan dan sikap siswa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan membagikan
kuesioner sebelum dan sesudah diberikan promosi kesehatan tentang kesehatan
reproduksi remaja. Analisis data menunjukkan terjadinya peningkatan
pengetahuan dan sikap siswa sesudah diberikan promosi kesehatan dimana tidak
memperlihatkan adanya responden yang mengalami penurunan pengetahuan
sesudah diberikan promosi kesehatan.
Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan terhadap
masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Penyuluhan kesehatan merupakan proses
suatu kegiatan pemberian informasi tentang hidup sehat untuk mengubah perilaku
masyarakat. Penyuluhan kesehatan juga merupakan salah satu bentuk intervensi
yang mandiri untuk membantu klien baik individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwa promosi kesehatan
mempengaruhi pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja.
Peningkatan pengetahuan ternyata seiring dengan peningkatan sikap siswa.

19
3.6 Pengaruh promosi kesehatan terhadap motivasi pasien hipertensi
tentang pelaksanaan diet hipertensi
Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan
kenaikan tekanan darah di atas normal yaitu 140/90 mmHg. Kecenderungan
peningkatan prevalensi menurut peningkatan usia. Prevalensi 6 - 15% pada orang
dewasa sebagai proses degeneratif, hipertensi hanya ditemukan pada golongan
orang dewasa. Banyak penderita hipertensi diperkirakan sebesar 15 juta penduduk
Indonesia yang kontrol hanya 4%. Terdapat 50% penderita hipertensi tidak
menyadari hipertensi (Tyas Kusuma Dewi, 2013).
Sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi dan tidak
diketahui penyebabnya. Keadaan ini tentu sangat berbahaya yang menyebabkan
kematian dan berbagai komplikasi seperti stroke. Hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit stroke dan tuberkulosis mencapai 6,7% dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Prevalensi hipertensi secara
nasional mencapai 31,7%. Pada kelompok umur 25 - 34 tahun sebesar 7% naik
menjadi 16% pada kelompok umur 35 - 44 tahun dan kelompok umur 65 tahun
atau lebih menjadi 29% (Survey Kesehatan Nasional , 2007 dalam Eka 2011: 3).
World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan hipertensi
adalah salah satu kontributor paling penting untuk penyakit jantung dan stroke
yang bersama-sama menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomor satu.
Hipertensi memberikan kontribusi untuk hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit
kardiovaskuler setiap tahun.
Pendekatan edukasi dengan promosi kesehatan merupakan salah satu salah
satu cara terbaik untuk memberikan informasi dan motivasi yang dapat dipercaya
pada masyarakat dan membantu individu mengembangkan kemampuan membuat
keputusan dan memberikan pencitraan pada masyarakat untuk menggali dan
mengembangkan sikap dan tindakan yang semestinya (Kozier & Erb, 2008:
Naidono & Wills, 2000).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara terhadap 10
responden diketahui bahwa 8 dari 10 responden menyatakan bahwa 8 orang setuju
dengan pengetahuan mempengaruhi motivasi dalam pelaksanaan diit hipertensi

20
dan 2 orang menyatakan tidak setuju bahwa pengetahuan mempengaruhi motivasi
dalam pelaksanaan diet hipertensi. 4 dari 10 responden menyatakan pernah
mendapat penyuluhan mengenai Pelaksanaan diet hipertensi, namun mereka tidak
mengetahui mengenai Pelaksanaan diet, sedangkan 6 orang mengatakan pernah
mendapatkan penyuluhan dan 3 orang hanya tahu tentang tanda dan gejala
hipertensi, 3 orang tahu tentang definisi penyakit hipertensi. Oleh sebab itu maka
perlu dilakukan penelitian tentang: “Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap
Motivasi Pasien Hipertensi Tentang Pelaksanaan Diet Hipertensi”. Dilakukan
penelitian dengan metode pengumpulan data, analisis data.
Setelah dilakukan analisis univariat mengenai motivasi pasien hipertensil
sebelum dan sesudah diberikan promosi kesehatan tentang pelaksanaan diet
hipertensi, didapatkan data bahwa dari 16 responden hampir seluruh responden
sebelum diberikan promosi kesehatan mempunyai motivasi yang tinggi mengenai
pelaksanaan diet hipertensi yaitu sebanyak 9 responden (56,3 %) dan hampir
seluruh responden setelah diberikan pendidikan kesehatan mempunyai motivasi
yang tinggi pula sebanyak 11 responden (68,8%).
Hasil uji statistik didapatkan pvalue 0,432 > α (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara motivasi pasien
hipertensi mengenai pelaksanaan diet hipertensi sebelum dan sesudah di berikan
promosi kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata motivasi pasien


hipertensi mengenai pelaksanaan diet hipertensi sebelum diberikan promosi kesehatan
adalah 1,56 sedangkan setelah diberikan promosi kesehatan mengenai pelaksanaan
diet hipertensi diketahui nilai rata-rata motivasi pasien hipertensi adalah 1,69.
Sehingga rentang nilai mean motivasi pasien hipertensi sebelum dan sesudah
diberikan promosi kesehatan adalah 0,17. Jadi dapat disimpulkan bahwa promosi
kesehatan berpengaruh terhadap motivasi pasien hipertensi tentang pelaksanaan diet
hipertensi

21
3.7 Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Kecacingan Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Siswa SD

Anak usia sekolah dasar (SD) sangat rentan terkena kecacingan. Menurut
Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen
Kesehatan pada tahun 2009 sebanyak 31,8% siswa SD di Indonesia mengalami
kecacingan (Profil Kesehatan, 2009). Kecacingan yang sering dijumpai pada anak
usia SD adalah yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminths,
yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm.
Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut
jenis cacing tahun 2002–2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi
Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%.
Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura
21,0% dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%,
Trichuris trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris
lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan Hookworm 1,6% dan pada
tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2% dan
Hookworm 1,0%. (Depkes RI, 2006)
Pengobatan secara masal dan secara individu terhadap infeksi telah banyak
dilakukan, namun kejadian infeksi terhadap penyakit ini masih juga tinggi.
Sebaliknya penelitian dengan melakukan penyuluhan kesehatan dan intervensi
lingkungan dapat menurunkan angka kesakitan penyakit infeksi parasit dalam
masyarakat. Pengobatan dapat menghilangkan infeksi cacing sesaat saja, dan
penderita dapat terkena infeksi cacing lagi apabila pola hidupnya tidak sehat.
Ternyata pengobatan saja tanpa disertai perubahan Pengetahuan, Sikap dan
Praktek kesehatan (PSP), tidak dapat menurunkan angka reinfeksi penyakit ini.
(Hotber R, 2005)
Penyuluhan kesehatan masyarakat adalah upaya memberdayakan individu,
kelompok dan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan, serta
mengembangkan iklim yang mendukung, yang dilakukan dari, oleh dan untuk
masyarakat, sesuai dengan sosial budaya dan kondisi setempat.

22
Ceramah merupakan salah satu metode penyuluhan yang dapat
menyampaikan beberapa topik bahasan sekaligus dalam waktu bersamaan. Dim
dalam metode ini penyuluh lebih dominan memberikan materi sedangkan yang
peserta lebih dominan mendengarkan. Metode ini relatif lebih efisien dan
sederhana serta mampu menjangkau banyak audiens dalam waktu bersamaan
(Depkes RI, 2006b). Sedangkan cerita bergambar tentang kecacingan merupakan
suatu cerita bergambar yang disusun secara sederhana namun jelas, serta
menyesuaikan selera baca anak-anak sekolah dasar. Cerita bergambar yang
merupakan alat bantu komunikasi untuk menyampaikan pesan kesehatan tentang
kecacingan
Keadaan cukup memprihatinkan, di mana halaman sekolah sebagian besar
masih berupa tanah. Halaman sekolah berbatasan langsung dengan ladang yang
tidak terawat, di mana bila musim hujan sering terjadi banjir. Berdasarkan
observasi, pada waktu istirahat banyak siswa yang bermain dengan tanah, bahkan
makan dan minum tanpa cuci tangan terlebih dahulu. Disamping itu pada saat
berolah raga para siswa banyak yang melepas sepatu sehingga beraktifitas tanpa
menggunakan alas kaki. Perilaku tersebut merupakan faktor risiko yang
memungkinkan siswa tersebut terinfeksi kecacingan.
Berdasarkan studi pendahuluan dengan menanyakan pengetahuan tentang
kecacingan terhadap 15 orang siswa kelas IV sampai kelas VI secara acak,
diperoleh informasi bahwa tidak ada satu siswapun yang mengetahui tentang
istilah kecacingan, meskipun pernah mendengar istilah kreminen namun mereka
tidak mengetahui sebab dari penyakit tersebut adalah karena terinfeksi cacing,
yang mereka tahu penyakit tersebut disebabkan oleh karena terlalu banyak makan
kelapa muda parut. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang
pengaruh penyuluhan kesehatan dengan media cerita bergambar dan ceramah
terhadap pengetahuan dan sikap tentang kecacingan pada siswa SD. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian experimen semu (Quasi Experiment)
dengan Pre Test Post Test Design.

23
Hasil uji statistik diperoleh p value masingmasing sama yaitu = 0,000
(<alpha5%), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ada perbedaan yang
signifikan antara pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian penyuluhan
kesehatan tentang kecacingan dengan menggunakan metode cerita bergambar,
maupun metode ceramah. Selanjutnya ada perbedaan yang signifikan antara sikap
sebelum dan sesudah pemberian penyuluhan kesehatan tentang kecacingan
dengan menggunakan metode cerita bergambar maupun metode ceramah.

Perbedaan peningkatan pengetahuan tentang kecacingan antara cerita


bergambar dan ceramah
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Diketahui pula bahwa
pengetahuan akan membantu menjelaskan aspek-aspek penting dalam kehidupan
dan dapat memperhitungkan hal-hal yang akan terjadi (Notoadmojo, 2003)
Pengetahuan yang berasal dari proses membaca yang dapat masuk dalam otak
manusi sebesar 10 % dari proses apa yang dibaca, 20 % dari apa yang dilihat, 30
% dari apa yang di dengar dan dari proses apa yang dilihat dan 50% dari apa yang
dilihat dan didengar. Oleh karena itu bila seseorang diberi pengetahuan dengan
panduan media yang tepat sesuai dengan usia dan pola pikirnya maka dapat
menggugah minat memusatkan perhatian pada obyek yang penting pada akhirnya
dapat dengan cepat memahami pengetahuan yang didapatnya (Budioro, 2007).
Oleh karena itu pada penelitian ini di dapatkan hasil bahwa pengetahuan dengan
menggunakan cerita bergambar lebih tinggi daripada ceramah.
Perbedaan peningkatan sikap tentang kecacingan antara ceramah dan cerita
bergambar
Terjadinya perubahan sikap pada cerita bergambar lebih tinggi
dikarenakan adanya stimulus yang kuat. Dengan pemberian informasi tentang
kecacingan melalui media yang mudah dipahami akan meningkatkan pengetahuan
anak tentang hal tersebut, selanjutnya dengan pengetahuan tersebut akan
menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan anak tersebut
bersikap sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2007).

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Dalam promosi kesehatan ada 3 jenis sasaran promosi kesehatan, yaitu


sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier.
2. Strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan, bina
suasana dan advokasi, serta dilandasi oleh semangat kemitraan.
 Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu
individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani
tahap-tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS.
 Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang
kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan
panutan-panutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya.
 Sedangkan advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-
pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan
pembinaan PHBS baik dari segi materi maupun non mater
3. Masyarakat DBK diaharapkan mampu berperilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dalam rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan yang
dihadapinya (problem solving), baik masalah-masalah kesehatan yang
sudah diderita maupun yang potensial (mengancam), secara mandiri
(dalam batas-batas tertentu). Ujung tombak dari program PDBK adalah
Puskesmas dan salah satu dari upaya kesehatan wajib Puskesmas yang
harus ditingkatkan kinerjanya adalah promosi kesehatan.
4. Dalam promosi kesehatan terdapat beberapa langkah-langkah atau cara-
cara pelaksanaan promosi kesehatan yaitu Pengenalan Kondisi Wilayah,
Identifikasi Masalah Kesehatan, Survai Mawas Diri, Musyawarah Desa

25
atau Kelurahan, Perencanaan Partisipatif, Pelaksanaan Kegiatan dan
Pembinaan Kelestarian.
5. Berdasarkan hasil penelitian pada sub pembahasan 3.5, bahwa promosi
kesehatan mempengaruhi pengetahuan dan sikap tentang kesehatan
reproduksi remaja. Peningkatan pengetahuan ternyata seiring dengan
peningkatan sikap siswa
6. Dalam penelitian pada sub pembahasan 3.6 dapat disimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara motivasi pasien hipertensi mengenai
pelaksanaan diet hipertensi baik sebelum ataupun sesudah di berikan
promosi kesehatan. Berdasarkan dari hasil penelitian dengan rentang nilai
mean motivasi pasien hipertensi sebelum dan sesudah diberikan promosi
kesehatan adalah 0,17. Jadi dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan
berpengaruh terhadap motivasi pasien hipertensi tentang pelaksanaan diet
hipertensi
7. Dalam penelitihan pada sub pembahasan 3.7, bahwa terdapat perbedaan
peningkatan pengetahuan dan sikap pada kelompok cerita bergambar dan
kelompok ceramah
Jadi peran farmasi dalam promosi kesehatan sangatlah banyak dan penting
seperti halnya penelitian-penelitian yang telah kami bahan di atas salah satunya
adalah penyuluhan, khususnya pada penyuluhan promosi kesehatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/1048
www.depkes.go.id/resources/download/promosi-kesehatan/pedoman-
pelaksanaan-promosi-kesehatan-di-
puskesmas.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id

27

You might also like