You are on page 1of 8

Asuhan Keperawatan DIC

(Disseminated Intravascular coagulation)

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Konsep Dasar


A. Defenisi
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) atau dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) merupakan salah satu
kedaruratan medik karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.
KID yang merupakan kedaruratan medik terutama KID fulminan atau akut, sedangkan
KID derajat rendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu
diwaspadai KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan sehingga harus
diantisipasi.
Disseminated Intravascular Coagulation (D.I.C.) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar diseluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya factor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan pendarahan. D.I.C dikarakteristikkan oleh akselerasi
proses koagulasi di mana trombosis dan hemoragi terjadi secara simultan.
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu gangguan dimana terjadi
koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang
malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti
leukemia dan kanker prostat, traktus GI dan paru-paru. Proses penyakit tertentu yang
umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis,
gagal hepar dan anfilaksis.

B. Etiologi
Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut
1. Hipofibrinogenemia
2. Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini dapat
terjadi akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum tulang atau akibat
meningkatnya penghancuran trombosit).
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah
4. Fibrinolisis berlebihan.
Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut
1. Infeksi ( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria
tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan
endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)
2. Komplikasi kehamilan ( solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli
cairan amnion).
3. Setelah operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi,
splenektomi).
4. keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut).
5. Penyakit hati akut ( gagal hati akut, ikterus obstruktif).
6. Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran pembuluh
darah. Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga
akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah yang besar
kemudian mengaktivasi pembekuan darah secara sistemik.
C. Manifestasi Klinik
Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut
 Perdarahan dari tempat – tempat pungsi, luka, dan membran mukosa pada klien
dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis atau kanker.
 Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.
 Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
 Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.
 Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
 Trombosis dan pra gangrenosa di jari, genetalia, dan hidung.
D. Patofisiologi
Tubuh mempunyai berbagai mekanisme untuk mencegah pembekuan darah
dengan terdapatnya kecepatan aliran darah. Selain itu, aktifitas faktor pembekuan
darah bisa dibawah normal hingga tidak menyebabkan pembekuan. Peranan hati
membersihkan faktor-faktor pembekuan dan mencegah pembentukkan trombin, antara
lain dengan anti trombin III. Dalam beberapa keadaan, misalnya aliran darah yang
lambat atau oleh karena syok, kegagalan hati, dan hipoksemia dapat menyebabkan
DIC. Dalam keadaan ini, terjadi fibrinolisis disebabkan plasminogen diubah menjadi
plasmin dan terjadilah penghancuran fibrinogen. Akibatnya, faktor V dan VII yang
menstabilkan darah dalam pembuluh darah tidak aktif, sehingga dapat terjadi DIC.
Pada diatesis hemoragik, seluruh trombosit dan faktor koagulasi digunakan untuk
bembekuan darah, sehingga tidak terdapat faktor yang mempertahankan integritas
pembuluh darah sebagai akibatnya darah menembus keluar pembuluh darah.
E. Komplikasi
 ·Syok
 ·Edema Pulmoner
 ·Gagal Ginjal Kronis
 ·Gagal Sistem Organ Besar
 ·Konvulsi
 ·Koma
 ·Hipovolemia
 ·Hipoksia
 ·Hipotensi
 ·Asidosis
 ·Perdarahan intracranial
 ·Gastrointestinal
 ·Iskemia
 ·Emboli paru
 ·Penyakit kardiovaskuler
 ·Penyakit autoimun
 ·Penyakit hati menahun
F. Pemeriksaan Penunjang
DIC adalah suatu kondisi yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk
didiagnosa. Tidak ada single test yang digunakan untuk mendiagnosa DIC. Dalam
beberapa kasus, beberapa tes yang berbeda digunakan untuk diagnose yang akurat.
Tes yang dapat digunakan untul mendiagnosa DIC termasuk:
 D-dimer
Tes darah ini membantu menentukan proses pembekuan darah dengan mengukur
fibrin yang dilepaskan. D-dimer pada orang yang mempunyai kelainan biasanya
lebih tinggi dibanding dengan keadaan normal.
 Prothrimbin Time (PTT)
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan
dalam proses pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau factor
pembekuan yang diperlukan untuk membekukan darah dan menghentikan
pendarahan. Prothrombin atau factor II adalah salah satu dari factor pembekuan
yang dihasilkan oleh hati. PTT yang memanjang dapat digunakan sebagai tanda
dari DIC.
 Fibrinogen
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam darah.
Fibrinogen adalah protein yang mempunyai peran dalam proses pemnekuan
darah. Tingkant fibrinogen yang rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi
ketika tubuh menggunakan fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi.
 Complete Blood Count (CBC)
CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah
merah dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa DIC, namun dapat memberikan informasi seorang tenaga medis
untuk menegakkan diagnose.
 Hapusan Darah
Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada slide dan diwarnai dengan
pewarna khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop jumlah, ukuran
dan bentuk sel darah merah, sel darah putih,dan platelet dapat di identifikasi. Sel
darah sering terlihat rusak dan tidak normal pada pasien dengan DIC. (Bare,
Brenda G dan Smelttzer, Susanne G. 2002)

4.2 Konsep Teoritis


A. Pengkajian
1. Adanya faktor-faktor predisposisi:
 Septicemia (penyebab paling umum)
 Komplikasi obstetric
 SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)
 Luka bakar berat dan luas
 Neoplasia
 Gigitan ular
 Penyakit hepar
 Beda kardiopulmonal
 Trauma
2. Pemeriksaan fisik:
a. Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invatif
 Kulit dan mukosa membrane
- Perembesan difusi darah atau plasma
- Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen
- Bula hemoragi
- Hemoragi subkutan
- Hematoma
- Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas berwarna agak kebiruan,
abu – abu, atau ungu gelap )
 sistem GI
- Mual dan muntah
- Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi
- Nasogastrik dan feses
- Nyeri hebat pada abdomen
- Peningkatan lingkar abdomen
 sistem ginjal
- Hematuria
- Oliguria
 sistem pernafasan
- Dispnea
- Takipnea
- Sputum mengandung darah
 sistem kardiovaskuler
- Hipotensi meningkat dan postural
- Frekuensi jantung meningkat
- Nadi perifer tidak teraba
 sistem saraf perifer
- Perubahan tingkat kesadaran
- Gelisah
- Ketidaksadaran vasomotor
 sistem muskuloskeletal
- Nyeri : otot,sendi,punggung
 Perdarahan sampai hemoragi
- Insisi operasi
- Uterus post partum
- Fundus mata perubahan visual
- Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang
nasogastrik atau dada, dll.
 Kerusakan perfusi jaringan
- Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit kepala
- Ginjal : penurunan pengeluaran urin
- Paru : dispnea dan orthopnea
- Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercaksianosis pada lengan
perifer dan kaki )
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi
sekunder terhadap DIC
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan thrombus mikrovaskuler
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
C. Perencanaan/Intervensi

1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi


sekunder terhadap DIC
Kireteria Hasil :
 Menunjukan tidak ada manifestasi syok
 Menunjukan pasien tetap sadar dan berorientasi
 Menunjukan tidak ada lagi perdarahan
 Menunjukan nilai-nilai laboraturium normal
Intervensi
 Pantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi baru
dan potensial.
 Pantau hasil pemeriksaan koagulasi.
 Instruksikan klien untuk menhindari aktivitas fisik berlebih.
 Berikan transfuse darah seperti yang diminta dan sesuai dengan
penatalaksanaan medis.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan thrombus mikrovaskuler
Kriteria Hasil :
 Kebutuhan oksigen klien terpenuhi

Intervensi

 Posisikan klien agar ventilasi udara efektif.


 Berikan oksigen dan pantau responnya.
 Kurangi kebutuhan oksigen dengan menurangi aktivitas yang berlebih.
 Lakukan pengkajian pernapasan dengan sering.
 Kendalikan stimulus dari lingkungan.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
Kriteria Hasil:
 Rasa nyeri yang dialami klien berkurang
Intervensi
 Kaji lokasi, kualitas dan intensitas nyeri, gunakan skala tingkat nyeri.
 Bantu memberikan perawatan ketika klien mengalami perdarahan hebat atau
rasa tidak nyaman.
 Pertahankan lingkungan yang nyaman.
 Berikan waktu istirahat yang cukup, buat jadwal aktivitas dan pemeriksaan
diagnostik, bila memungkinkan, sesuaikan dengan toleransi klien.

You might also like