Professional Documents
Culture Documents
FARMAKOKINETIKA
“Prinsip Matematika dalam Farmakokinetika”
Kelas A 2015
Deti Dewantisari
260110150030
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
Farmakokinetika adalah ilmu yang khusus mempelajari perubahan – perubahan
konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari
waktu sebagai hasil dari proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu resorpsi,
kadar obat dalam plasma sebagai fungsi dari besarnya dosis, interval pemberian dan
waktu.
a. EKSPONEN
ax . ay = a (x+y)
(ax)y = axy
ax/ay = a(x-y)
1/ax = a-x
Dalam persamaan
N = bx
1000 = 103
dimana 3 adalah eksponen, 10 adalah dasar, dan 103 adalah pangkat 3 dari dasar
10. Dalam contoh ini, dapat dinyatakan terbalik bahwa log N untuk dasar 10
b. LOGARITMA
log ax = x log a
pangkat x dari dasar b yang sama dengan bilangan N. Oleh karena itu, jika
N = bx maka logb N = x
Contoh, dengan logaritma biasa (log) atau logaritma dengan dasar 10.
2,303 log N = In N
Pernyataan Eksponensial :
Pernyataan Logaritma :
3
10 = 1000
Log 1000 = 3
102 = 100
Log 100 = 2
1
10 = 10
Log 10 = 1
0
10 = 1
Log 1 = 0
10-1 = 0,1
Log 0,1 = -1
-2
10 = 0,01
Log 0,01 = -2
-3
10 = 0,01
Log 0,001 = -3
Hukum Logaritma
𝑎
log = log a – log b
𝑏
log ax = xlog a
𝑎 𝑎
- log = +log
𝑏 𝑏
ln ex = -x
contoh :
log 10-2 = -2
dimensi dan dianggap sebagai suatu angka nyata. Logaritma 1 adalah nol;
logaritma suatu angka kurang dari 1 adalah bilangin negative, dan logaritma
2. KALKULUS
a) DIFERENSIAL
kuantitas berubah. Misalkan, sejumlah obat X diletakkan dalam gelas piala yang
berisi air sehingga melarut. Laju melarut obat ditentukan oleh laju difusi obat dari
𝑑𝑋 𝐷𝐴
Laju pelarutan = = (C1-C2)
𝑑𝑡 𝑙
X = obat X
t = waktu
D = koefisien difusi
𝑑𝑋
Turunan dapat ditafsirkan sebagai perubahan X (atau turunan X) dengan
𝑑𝑡
perubahan t.
variabel bebas. Dengan demikian, dianggap bahwa jumlah obat itu berubah
b) INTEGRAL
dx. Gambar 2-2 suatu grafik dari fungsi 𝑦 = 𝐴𝑒 −𝑥 , yang lazim teramati setelah
injeksi obat intravena. Proses integrasi disini merupakan suatu penjumlahan dari
masing-masing bagian kecil dari grafik. Bila x ditetapkan dan diberi batas dari a
sebagai jumlah masing-masing area dibawah grafik dari fungsi tersebut. Ada
beberapa metode numerik yang teliti untuk memperkirakan suatu area. Untuk
perhitungan yang cepat metode ini dapat diprogram ke dalam suatu komputer.
Dalam farmakokinetika sering digunakan rumus trapesium sebagai suatu metode
numerik untuk menghitung area di bawah kurva pbat dalam plasma-waktu, yang
disebut area di bawah kurva (AUC). Sebagai contoh, dalam Gambar 2-2 terdapat
suatu kurva yang menggambarkan eliminasi suatu obat dari plasma setelah
pemberian suatu injeksi intravena tunggal. Kadar obat dalam plasma dan waktu
Gambar 2-2. Grafik eliminasi obat dari plasma sesudah injeksi IV tunggal.
Untuk mendapatkan AUC dari satu sampai 4 jam dalam gambar 1-2,
maka setiap bagian area ini harus dijumlah. AUC antara 1 dan 2 jam didapat
Dengan cara yang sama, AUC antara 2 dan 3 jam didapat 14,75 mg jam/mL dan
AUC antara 3 dan 4 jam didapat 8,94 µg jam/mL. Keseluruhan AUC antara 1 dan
Total area di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu (Gb. 2-2)
diperoleh dengan penjumlahan tiap area antara dua jarak waktu yang berurutan
dengan menggunakan rumus trapesium. Harga pada sumbu y pada waktu nol
data tersedia cukup. Bila jumlah dari data makin banyak metode trapesium untuk
linier atau fungsi garis linier. Jika titik-titik data tersebar secara luas, maka
memperkirakan area. Pada suatu waktu area di bawah kuva kadar plasma-waktu
berikut :
Cpn = konsentrasi dalam plasma terakhir pada tn dan k = slop yang diperoleh dari
Rumus trapesium ditulis dalam bentuk lengkap untuk menghitung AUC dari t = 0
3. GRAFIK
a. Pencocokan Kurva
b. Penentuan Slop
Slop dari suatu garis lurus pada grafik koordinat rectangular
Slop kurva samadengan Δy/Δx,
𝑦2−𝑦1
Slop = 𝑥2−𝑥1
Persamaan:
.............................................................................2.11
Ket: Slop sering digunakan untk menghitung k, tetapan menentukan laju
penurunan obat (k = 2,3 slop).
Metode Least-Squares
Model linier
y = ax, y = ax + bx + cx2 , y = ax + bx1 + cx2
Model non-linier
y = ax/(b + cx), y = 10е-3x
(a,b dan е merupakan parameter dan x, x1 adalah variabel)
Pada kasus ini, jika regresi linier dilakukan secara benar dan proses adalah
order nol, slop adalah 10. Nilai slop ini akan mendekati slop yang ditentukan
dengan metode grafik pada kertas grafik regular.
b. Regresi log linier
Pada kasus ini, data di bawah bukan merupakan suatu hubungan linier tetapi
dapat ditransformasikan (gunakan log konsentrasi) untuk membuat data
linier. Gunakan program regresi linier yang sama, msing-masing wakutu-
konsentrasi dimasukan, tekan LOG, seperti diperlhatkan di bawah
Masukan Waktu Maukan Konsentrasi Tombol
0 10 LOG
2 5 LOG
4 2,5 LOG
Slop yang diperoleh akan mendekati harga yang ditentukan secara metoda
grafik pada kerta semilog. Harga slop = - 0,151.
Jika tombol LN ditekan pada tiap waktu sebagai pengganti LOG pada semua
tahap diatas, slop akan menjadi – 0,346, atau sama dengan –k, tetapan
eliminasi. Ini merupakan suatu metode pintas yang kadang digunakan untuk
menentukan k dari suatu proses order satu. Regresi melibatkan regresi ln
konsentrasi vs waktu secara langsung, yakni ln C versus t, karena ln C = -kt
+ intersep, slop m = –k.
B. ORDE REAKSI
a. Laju Reaksi
Laju suatu reaksi kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu reaksi
kimia.
Obat A → Obat B
𝑑𝐴
- 𝑑𝑡
𝑑𝐵
+ 𝑑𝑡
Pada umumnya hanya obat induk (obat yang aktif farmakologis) yang
ditentukan dalam percobaan. Sedangkan metabolit obat atau hasil penguraian
obat tidak dapat atau sangat sukar ditentukan secara kuantitatif. Oleh karena itu,
laju reaksi ditentukan melalui percobaan dengan cara mengukur obat A dalam
jarak waktu yang ditetapkan.
Bila jumlah obat A berkurang dalam suatu jarak waktu yang teteap, t,
maka laju hilangnya obat A dapat dinyatakan sebagai:
𝑑𝐴
= -k0
𝑑𝑡
k0 adalah tetapan laju reaksi orde nol dan dinyatakan dala satuan massa/waktu.
A0 = -k0 t + A0
C0 = -k0 t + C0
C0 adalah konsentrasi obat pada waktu 0, C adalah konsentrasi obat pada waktu t
dan k0 adalah tetapan penguraian order nol.
𝑑𝐴
- 𝑑𝑡 = -kA
K adalah tetapan laju reaksi order kesatu dan dinyatakan dalam satuan waktu-1.
Integrasi persamaan menghasilkan persamaan berikut.
ln A = -kt + ln A0
A = A0e-kt
Karena ln = 2,3 log, maka
−𝑘𝑡
Log A = + log A0
2,3
𝑑𝐶
= - kC
𝑑𝑡
ln C = -kt + ln C0
C = C0e-kt
−𝑘𝑡
Log C = + log C0
2,3
Waktu Paruh
Waktu paruh (t1/2) menyatakan waktu yang diperlukan oleh sejulah obat
atau konsentrasi obat untuk berkurang menjadi sepenuhnya.
Waktu Paruh Reaksi Orde Kesatu
0,693
t1/2 = 𝑘
Dari persamaan itu tampak bahwa untuk reaksi orde kesatu t1/2 adalah
konstan. Tanpa perlu diperhatikan berapa jumlah atau konsentras obat pada
keadaan awalmaka waktu yang diperlukan untuk berukurang menjadi separunya
adalah konstan.
Reaksi orde nol berjalan tidak tetap. Harga waktu paruh reaksi order nol
adalah sebandng dengan jumlah atau konsentrasi awal obat dan berbading
terbalik dengan tetapan laju reaksi order nol.
0,5𝐴𝑜
t1/2 = 𝑘𝑜
C. KOMPARTEMEN
Ada beberapa cara untuk menggambarkan proses kinetik obat dalam tubuh.
Tiga kelas model farmakokinetik yang banyak digunakan adalah kompartemen,
non kompartemen, dan model fisiologis. Pada model kompartemen, dilakukan
penggabungkan jaringan dan organ yang memiliki efek kinetik terhadap obat
yang sama untuk membentuk satu kompartemen. Biasanya proses kinetik dalam
sistem biologis bisa digambarkan dengan model satu kompartemen atau dua
kompartemen
Model Satu Kompartemen
Pada model satu kompartemen terbuka, obat hanya dapat memasuki darah dan
mempunyai volume distribusi kecil, atau juga dapat memasuki cairan ekstra sel
atau bahkan menembus sehingga menghasilkan volume distribusi yang besar
(Gibson, 1991). Pada model satu kompartemen terbuka terlihat seolah olah tidak
ada fase distribusi, hal ini disebabkan distribusinya berlangsung cepat.
Keterangan :
Keterangan :
Cp=〖Ae〗(-at)+〖Be(-βt)+〖Ce〗(-kat) ……………………..persamaan 3
AUC= A/α+B/β-C/Ka……………………………………persamaan 4
Keterangan :
Menurut model ini, tubuh dianggap sebagai satu kompartemen yang memiliki
kinetika yang sama dengan darah/ plasma, tempat obat menyebar dengan seketika dan
merata ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Pada model satu kompartemen obat tidak
harus masuk dalam sistem peredaran. Obat bisa ada pada seluruh cairan ekstraselular,
jaringan lunak, atau seluruh tubuh, tetapi tidak terkumpul di satu tempat tertentu.
Dalam tubuh, bila obat diberikan dalam bentuk IV bolus, seluruh dosis obat
masuk ke aliran darah dengan segera dan proses absorpsi dianggap terjadi seketika.
Absorpsi obat terjadi pada laju yang berbeda, bergantung pada aliran darah ke jaringan,
lipofilisitas obat, berat molekul obat, dan afinitas ikatan obat terhadap massa jaringan.
Sebagian besar obat dieliminasi melalui ginjal dan/atau melalui metabolisme dalam hati.
Oleh karena kesetimbangan obat antara darah dan jaringan terjadi cepat, eliminasi obat
terjadi jika semua dosis terlarut dalam tangki cairan secara merata (kompartemen
tunggal) dari mana obat tereliminasi. Volume di mana obat didistribusikan disebut
volume distribusi (VD), ditentukan dari jumlah dosis dalam spuit sebelum diinjeksikan
dan konsentrasi obat dalam plasma segera setelah dosis diinjeksikan. Volume distribusi
merupakan suatu parameter model kompartemen satu, dan parameter farmakokinetik
yang lainnya adalah tetapan laju eliminasi (k). Tetapan laju eliminasi menentukan laju
penurunan konsentrasi obat dalam tubuh selama waktu tertentu.
Model kompartemen satu terbuka tidak memprediksi kadar obat dalam jaringan
sesungguhnya, tetapi model ini menganggap bahwa perubahan kadar obat dalam plasma
akan menghasilkan perubahan kadar obat dalam jaringan yang proporsional.
Konsentrasi obat tidak dapat ditentukan secara langsung, melainkan melalui cairan
tubuh (seperti darah).
Laju eliminasi untuk sebagian besar obat merupakan suatu proses orde ke satu,
di mana laju eliminasi bergantung pada jumlah atau konsentrasi obat yang ada. Tetapan
laju eliminasi (k) adalah tetapan laju eliminasi orde ke satu per satuan waktu (misal jam-
1
atau 1/jam). Eliminasi obat induk secara total dipengaruhi oleh metabolisme dan
ekskresi, sehingga tetapan laju eliminasi menyatakan jumlah dari masing-masing proses
tersebut:
k = km + ke
𝑑𝐷B
= -kDB
𝑑𝑡
Pernyataan ini menunjukkan bahwa laju eliminasi obat dalam tubuh merupakan suatu
proses orde ke satu yang bergantung pada tetapan laju eliminasi (k) dan jumlah obat
dalam tubuh (DB), yang tersisa pada berbagai waktu pemberian (t).
Grafik di atas menghasilkan persamaan:
−𝑘t
log DB = + log 𝐷B0
2,3
DB = obat dalam tubuh pada waktu t dan 𝐷B0 = obat dalam tubuh pada t = 0. Persamaan
di atas dapat juga dinyatakan sebagai:
DB = 𝐷B0 𝑒 −𝑘𝑡
VOLUME DISTRIBUSI
DB = VDCp
−𝑘t
log Cp = + log 𝐶p0
2,3
Cp = konsentrasi obat dalam plasma pada waktu t dan 𝐶p0 = konsentrasi obat dalam
plasma pada t = 0. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan sebagai:
Cp = 𝐷p0 𝑒 −𝑘𝑡
Dosis 𝐷0
VD = = 𝐶B0
𝐶p0 p
𝑑𝐷B
Dengan substitusi persamaan DB = VDCp ke dalam persamaan laju eliminasi = -kDB
𝑑𝑡
diperoleh persamaan:
𝑑𝐷B
𝑑𝑡
= -kVDCp atau dDB = -kVDCpdt
Oleh karena k dan VD konstan, persamaan di atas dapat diintegrasikan sebagai berikut:
𝐷0 ∞
∫0 𝑑𝐷𝐵 = −𝑘𝑉𝐷 ∫0 𝐶𝑝 𝑑𝑡
∞
Integral ∫0 𝐶𝑝 𝑑𝑡 menyatakan AUC0∞ yang merupakan penjumlahan area bawah kurva
dari t = 0 sampai t = ∞. AUC0∞ diperkirakan dengan menggunakan rumus trapesium.
Integrasi persamaan di atas menjadi:
𝐷0 = 𝑘𝑉D [AUC]∞
0
𝐷
0
VD = 𝑘[AUC] ∞
0
KLIRENS
Klirens adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mengidentifikasi
mekanisme atau prosesnya. Klirens menganggap keseluruhan tubuh sebagai suatu
sistem eliminasi obat di mana berbagai proses eliminasi terjadi.
Eliminasi obat dari tubuh merupakan proses yang disebabkan oleh metabolisme
dan ekskresi obat melalui ginjal dan rute lain. Klirens obat menyatakan volume cairan
plasma yang dibersihkan dari obat per satuan waktu. Laju eliminasi obat dapat
dinyatakan dalam beberapa cara, masing-masing cara menggambarkan proses yang
sama, tetapi pada tingkat yang berbeda dalam pandangan dan penerapannya dalam
farmakokinetik.
Laju eliminasi obat untuk suatu proses eliminasi order nol lajunya konstan sedangkan
untuk order kesatu lajunya tidak konstan dan berubah sesuai konsentrasi obat dalam
tubuh. Untuk eliminasi order kesatu, klirens obat dapat dinyatakan dengan volume per
satuan waktu karena harganya konstan.
𝑑𝐷𝐵
= −𝑘𝐶𝑃 𝑉𝐷
𝑑𝑡
𝑑𝐷𝐵 /𝑑𝑡
= −𝑘𝑉𝐷 = −𝐶𝑙
𝐶𝑃
dDB/dt adalah laju eliminasi obat dari tubuh (mg/jam), Cp adalah konsentrasi obat
dalam plasma (mg/mL), k adalah tetapan laju order kesatu (jam-1), VD adalah volume
distribusi (L), dan Cl adalah klirens (volume/waktu). Pada persamaan di atas, klirens
adalah konstan karena VD dan k keduanya konstan. Tanda negatif menunjukkan adanya
pengeluaran obat dari tubuh.
Fraksi Cl/VD bergantung pada volume distribusi dan klirens obat dari tubuh. Beberapa
ahli farmakokinetika menganggap klirens obat dan volume distribusi sebagai parameter
bebas yang diperlukan untuk menggambarkan perjalanan eliminasi obat.
Persamaan Model Kompartemen Satu dalam Cl dan VD
Obat yang masuk ke dalam tubuh akan terdistribusi seketika mencapai kesetimbangan
dalam darah dan jaringan. Obat tidak hanya dalam sistem peredaran tetapi sampai ke
cairan ekstraseluler, jaringan lemak atau intraseluler.
𝐶𝑃 = 𝐶𝑃0−𝑘𝑡
𝐶𝑃 = 𝐷0 /𝑉𝐷 𝑒 −(𝐶𝑙/𝑉𝐷)𝑡
Persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan klirens dan volume distribusi
pasien. Rasio Cl/VD dapat dihitung tanpa menghiraukan tipe model kompartemen
dengan menggunakan sampel plasma. Pendekatan ini telah diterapkan untuk
pemantauan obat terapeutik dan penyesuaian dosis obat pada pasien.
Sepanjang proses eliminasi obat mengikuti order kesatu, klirens mewakili penjumlahan
dari masing-masing organ pengeliminasi obat sebagaimana dalam persamaan berikut :
ClR adalah klirens renal atau klirens obat melalui ginjal, dan ClNR adalah klirens
nonrenal melalui organ lain. Klirens obat menganggap bahwa obat dalam tubuh terlarut
secara merata dalam suatu volume distribusi (VD). Konsentrasi cairan plasma diukur dan
klirens obat dihitung sebagai volume cairan plasma yang mengandung obat yang
dibersihkan dari obat per satuan waktu.
Cara lain ClT dapat ditentukan sebagai laju eliminasi obat dibagi dengan konsentrasi
obat dalam plasma :
Untuk obat-obat yang mengikuti eliminasi order kesatu, laju eliminasi obat bergantung
pada jumlah obat yang tertinggal dalam tubuh
𝑑𝐷𝐸
= 𝑘𝐷𝐵 = 𝑘𝐶𝑃 𝑉𝐷
𝑑𝑡
𝑘𝐶𝑃 𝑉𝐷
𝐶𝑙 𝑇 = = 𝑘𝑉𝐷
𝐶𝑃
ClT adalah produk VD dan k, keduanya adalah tetapan. Bila konsentrasi obat dalam
plasma menurun selama eliminasi, maka laju eliminasi akan menurun, tetapi klirens
tetap konstan. Klirens akan konstan selama laju eliminasi merupakan proses order
kesatu.
Untuk beberapa obat, proses laju eliminasi lebih kompleks dan suatu metode
nonkompartemen dapat digunakan. Dalam hal ini klirens dapat ditentukan secara
langsung dari kurva konsentrasi obat dalam plasma versus waktu melalui :
𝐷0
𝐶𝑙 𝑇 =
[𝐴𝑈𝐶]∞
0
∞
D0 adalah dosis dari [𝐴𝑈𝐶]∞
0 = ∫0 𝐶𝑃 𝑑𝑡.
AUC mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Oleh
karena [𝐴𝑈𝐶]∞
0 dihitung dari kurva konsentrasi obat dalam plasma versus waktu dari 0
sampai tak terhingga (∞) dengan menggunakan rumus trapesium, maka tidak ada
asumsi model kompartemen. Akan tetapi, untuk mengekstrapolasi data ke tak terhingga
untuk memperoleh residual [𝐴𝑈𝐶]∞
0 atau (CPt/k), eliminasi order kesatu diasumsikan.
Pada kasus ini, jika obat mengikuti kinetika dari suatu model kompartemen satu, ClT
secara numerik serupa dengan produk VD dan k yang diperoleh melalui pencocokan data
ke suatu model kompartemen satu.
Dalam perhitungan ini, laju ekskresi obat dianggap sebagai order kesatu. Istilah ke
adalah tetapan laju ekskresi renal (melalui ginjal) dan Du adalah jumlah obat yang
diekskresi dalam urin.
𝑑𝐷𝑢
= 𝑘𝑒 𝐷𝐵
𝑑𝑡
DB disubstitsikan dengan 𝐷𝐵0 𝑒 −𝑘𝑡
𝑑𝐷𝑢
= 𝑘𝑒 𝐷𝐵0 𝑒 −𝑘𝑡
𝑑𝑡
𝑑𝐷𝑢 −𝑘𝑡
𝑙𝑜𝑔 = + 𝑙𝑜𝑔 𝑘𝑒 𝐷𝐵0
𝑑𝑡 2,3
Dari persamaan tersebut diperoleh suatu garis lurus. Gradient kurva sama dengan –k/2,3
dan intersep y sama dengan 𝐷𝐵0 . Untuk pemberian intravena cepat, 𝐷𝐵0 sama dengan
dosis D0.
Tetapan laju nonrenal (knr) untuk berbagai rute eliminasi selain ekskresi renal dapat
diperoleh sebagai berikut : k – ke = knr.
𝑘𝑟 = 𝑘𝑚
Laju ekskresi obat lewat urine (𝑑𝐷𝑢/𝑑𝑡 ) tidak dapat ditentukan melalui
percobaan segera setelah pemberian obat. Maka, laju ekskresi obat lewat urine rata rata,
𝐷𝑢 /𝑡 digambar terhadap waktu rata rata, t*, untuk kumpulan cuplikan urine.
Dalam praktik, urine dikumpulkan pada jarak waktu dan konsentrasi tertentu.
Laju urine rata rata dihitung untuk tiap pengumpulan.
Metode lain untuk perhitungan tetapan laju eliminasi k dari data ekskresi urine
adalah metode sigma-minus atau metode jumlah obat yang tersisa yang akan di
ekskresikan. Keuntungan dari metode sigma-minus yaitu metode tersebut lebih disukai
daripada metode sebelumnya, karena fluktuasi data laju eliminasi nya kecil.
𝐷𝑢 : jumlah kumulatif obat tidak berubah yang akhirnya di ekskresikan dalam urine
𝐷𝑢∞ dapat dinyatakan dengan membuat waktu t tak terhingga. Maka, 𝑒 −𝑘𝑡 diabaikan dan
didapat pernyataan sebagai berikut :
𝑘𝑐 𝐷0
𝐷𝑢∞ =
𝑘
𝑘𝑐 𝐷0
Substitusi 𝐷𝑢∞ 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 pada persamaan diatas dapat disusun kembali menjadi :
𝑘
Untuk mendapat suatu persamaan yang linier, maka persamaan tersebut dapat ditulis
menjadi bentuk logaritmik :
−𝑘𝑡
𝑙𝑜𝑔 (𝐷𝑢∞ − 𝐷𝑢 ) = + 𝑙𝑜𝑔𝐷𝑢∞
2,3
Persaman tersebut menggambarkan hubungan antara jumlah obat yang tersisa yang akan
di ekskresikan (𝐷𝑢∞ − 𝐷𝑢 ) dan waktu.
Kurva linier pada gambar diatas diperoleh dengan membuat grafik antar log jumlah obat
tidak berubah yang belum di eliminasi 𝑙𝑜𝑔 (𝐷𝑢∞ − 𝐷𝑢 ) dan waktu.
−𝑘𝑡
Slop kurva dan intersep y = 𝑙𝑜𝑔𝐷𝑢∞
2,3
Fluktuasi dalam laju eliminasi obat dan kesalahan percobaan yang meliputi
pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna menyebabkan ketidaklinieritas pada
penggunaan metode laju.
Ambilan obat oleh jaringan dan ikatan obat dengan jaringan dari cairan plasma
secara kinetic disimulasikan dengan memperhitungkan adanya suatu kompartemen
jaringan. Sebagian besar obat yang diberikan melalui dosis IV bolus menurun dengan
cepat setelah injeksi, dan menurun sedang saat obat terdistribusi ke dalam jaringan
kembali ke dalam plasma.
Tetepan laju k12 dan k21 menunjukkan tetapan perpindahan laju order ksedatu
untuk pergerakkan obat dari kompartemen 1 ke kompartemen 2 (k12) dan sebaliknya.
Sebagian besar model kompartemen dua menganggap bahwa eliminasi terjadi dari
model kompartemen sentral. Eliminasi obat dianggap terjadi dari kompartemen sentral,
oleh karena site utama eliminasi obat (eksresi renal dan metabolism obat hepatic) terjadi
dalam organ ginjal dan liver, dengan perfusi darah yang tinggi.
Kadar obat dalam kompartemen jaringan teoritis dapat dihitung segera setelah
saat parameter model ditentukan. Konsentrasi obat dalam kompartemen jaringan
mewakili konsentrasi obat rata-rata dalam suatu kelompok jaringan daripada konsentrasi
obat dalam jaringan anatomis sesungguhnya. Perbedaan konsentrasi obat jaringan
disebabkan oleh perbedaan partisi obat kedalam jaringan. perbedaan konsentrasi obat
dalam jaringan dicerminkan dalam rasio k12/k21. Jadi konsentrasi obat dalam jaringan
dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari konsentrasi obat dalam plasma, bergantung
pada sifat jaringan individual.
Kurva kadar obat dalam menunjukkan suatu fase kesetimbangan awal yang
cepat dengan kompartemen sentral (fase distribusi) yang diikuti oleh fase eliminasi
setelah kompartemen jaringan berkesetimbangan dengan obat. Fase distribusi dapat
terjadi dalam beberapa menit atau jam dan dapat kehilangan semuanya bila
pengambilan cuplikan darah terlambat atau interval yang lebar setelah pemberian obat.
𝑑𝐶𝑡
= 𝑘12𝐶𝑝 − 𝐾21. 𝐶𝑡 (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 4.1)
𝑑𝑡
Hubungan antara jumlah obat dalam masing-masing kompartemen dan konsentrasi obat
dalam masing-masing kompartemen tersebut ditunjukkan oleh persamaan 4.2 dan 4.3 :
𝐷𝑝
𝐶𝑝 = (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 4.2)
𝑉𝑝
𝐷𝑡
𝐶𝑡 = (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 4.3)
𝑉𝑡
𝑑𝐶𝑝 𝐷𝑡 𝐷𝑝 𝐷𝑝
= 𝑘21 − 𝑘12 −𝑘 (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 4.4)
𝑑𝑡 𝑉𝑡 𝑉𝑝 𝑉𝑝
𝑑𝐶𝑡 𝐷𝑝 𝐷𝑡
= 𝑘12 − 𝑘21 (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 4.5)
𝑑𝑡 𝑉𝑝 𝑉𝑡
Pemecahan Persamaan 4.4 dan 4.5 menghasilkan persamaan 4.6 dan 4.7, yang
enggambarkan perubahan konsentrasi obat dalam darah dan dalam jaringan sehubungan
dengan waktu :
𝐷𝑝0 = dosis intravena, t = waktu setelah pemberian dosis, a dan b adalah tetapan yag
bergantung pada k12, k21, dan k. jumlah obat yang tertinggal dalam kompartemen
plasma dan jaringan pada berbagai waktu digambarkan secara realistic oleh Persamaan
4.8 dan 4.9.
Tetapan a dan b berturut-turut adalah tetapan laju order kesatu hibrida untuk fase
distribusi dan fase eliminasi. Hubungan matematika a dan b dengan tetapan laju
diberikan oleh Persamaan 4.10 dan 4.11, yang merupakan untergrasi Persamaan 4.4 dan
4.5. Persamaan 4.6 dapat ditransformasikan ke dalam penyataan berikut:
Tetapan a dan b berturut – turut adalah tetapan laju untuk fase distribusi dan
fase eliminasi. Tetapan A dan B adalah intersep pada sumbu y untuk masing-masing
segmen eksponensial kurva dalam Persamaan 4.12, Harga ini dapat didapat secara
grafik dengan residual atau computer. Intersep A dan B merupakan tetapan hibrida,
sebagaimana ditunjukkan dalam Persamaan 4.12 dan 4.14 dan tidak mempunyai makna
fisiologis sesungguhnya.
𝐷0 (𝑎 − 𝑘21 )
𝐴= (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 4.13)
𝑉𝑝 (𝑎 − 𝑏)
𝐷0 (𝑘21−𝑏 )
𝐵= (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 4.14)
𝑉𝑝 (𝑎 − 𝑏)
METODE RESIDUAL
Kurva bieksponensial dalam Gambar 4-4, dapan dilihat penurunan pada fase distribusi
awal lebih cepat daripada fase eliminasi. Fase distribusi yang cepat dikonfirmasi dengan
tetpan a yang lebih besar dari tetapan laju b. Oleh karena itu, pada waktu-waktu
selanjutnya Ae-at akan mendekalti nol, sedangkan Be-at masih mempunyai suatu harga.
Pada saat ini Persamaan 4,12 akan berkurang menjadi :
−𝑏𝑡
𝐿𝑜𝑔 𝐶𝑝 = + log 𝐵 (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 4.16)
2,3
Dari Persamaan4.16 tetapan laju dapat diperoleh dari slop (-b/2,3) garis lurus yang
melambangkan fae eksponensial akhir (Gb. 4-4). Untuk fase eliminasi t1/2 dapat
diperoleh dari hubungan berikut:
0,693
𝑡1/2 = (𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛 4.17)
𝑏
Garis baru yang diperoleh dengan membuat grafik logaritma konsentrasi plasma
residual (Cp – C) terhadap waktu menunjukkan fase a. harga a adalah 1,8 jam-1 dan
intersep y = 45 µg/ml. Harga t1/2b eliminasi dihitung dari b, dengan menggunakan
Persamaan 4.17 diperoleh harga 3.3 jam.
𝑎𝑏 (𝐴 + 𝐵)
𝑘=
𝐴𝑏 + 𝐵𝑎
𝐴𝐵(𝑏 − 𝑎)2
𝑘12 =
(𝐴 + 𝐵)(𝐴𝑏 + 𝐵𝑎)
𝐴𝑏 + 𝐵𝑎
𝑘21 =
𝐴+𝐵
Volume Distribusi
Pada waktu nol (t=0), semua obat dalam tubuh dalam kompartemen sentral 𝐶𝑝0 dapat
ditunjukkan sama dengan A + B oleh persamaan berikut:
𝐶𝑝 = 𝐴𝑒 −𝑎𝑡 + 𝐵𝑒 −𝑏𝑡
𝐷0
𝑉𝑝 =
𝐴+𝐵
yang sama dengan perhitungan untuk 𝑉𝐷 pada model kompartemen satu. Untuk
model kompartemen satu,
𝐷0
[𝐴𝑈𝐶]∞
0 =
𝑘𝑉𝐷
𝐷0
𝑉𝑝 =
𝑘[𝐴𝑈𝐶]∞
0
𝑉𝑝 𝐶𝑝 + 𝑘12 𝑉𝑝 𝐶𝑝
(𝑉𝐷 )ss =
𝑘21
Sehingga dapat disederhanakan menjadi:
𝑘12
(𝑉𝐷 )ss = 𝑉𝑝 + 𝑉
𝑘21 𝑝
(𝑉𝐷 )ss merupakan suatu fungsi dari tetapan transfer 𝑘12 dan 𝑘21 yang berturut-turut
menyatakan tetapan laju obat masuk dan keluar dari kompartemen jaringan.
Volume Distribusi Ekstrapolasi
Dihitung dengan persamaan berikut:
𝐷0
(𝑉𝐷 )eks =
𝐵
Besaran berbagai volume distribusi mempunyai hubungan satu dengan yang lain
sebagai berikut:
Volume kompartemen jaringan (Vt) hanyalah suatu volume konseptual dan tidak
menyatakan volume anatomik yang sebenarnya. Vt dapat dihitung dari tetapan laju
transer dan VP :
𝑉𝑃 𝑘12
Vt =
𝑘21
Adanya perbedaan aliran darah dan partisi obat ke dalam jaringan, dan heterogenitas,
biopsi dari jaringan yang sama dapat mempunyai konsentrasi obat yang berbeda. Secara
bersama VP dan CP, menghitung jumlah obat dalam plasma, model kompartemen
memberi informasi kesetimbangan massa. Untuk menghitung jumlah obat dala
kompartemen jaringan Dt digunakan persamaan berikut:
𝑘12 𝐷𝑃0
Dt = (e-bt – e-at)
𝑎−𝑏
Klirens Obat
Klirens adalah volume plasma yang dibersihkan dari obat per satuan waktu. Klirens
dapat dihitung tanpa pertimbangan model kompartemen. Pada perhitungan klirens
dengan menggunakan pendekatan nonkompartemental, penaksiran yang terlalu rendah
dapat melambungkan harga klirens terhitung.
0 𝐷
Cl = [𝐴𝑈𝐶] ∞ Cl = (VD)βb
0
Suatu pemecahan persamaan diferensial yang mengganbarkan laju aliran oat ke dalam
dan ke luar kompartemen sentral memberikan persamaan berikut:
Satu persamaan kompartemen 3 ditulis oleh para ahli statistik dalam pustaka sebagai
Untuk tetapan laju eliminasi k, volume kompartemen sentral dan area ditunjukkan
dalam persamaan berikut:
( 𝐴+𝐵+𝐶 )𝑎𝑏𝑐
k=
𝐴𝑏𝑐+𝐵𝑎𝑐+𝐶𝑎𝑏
𝐷0
VP +
𝐴+𝐵+𝐶
𝐴 𝐵 𝐶
[AUC] = + +
𝑎 𝑏 𝑐
Model kompartemen dua : hubungan antara distribusi dan waktu paruh (beta). Waktu
paruh distribusi obat bergantung pada tipe jaringan dimana obat berpenetrasi, juga
pasokan darah ke jaringan tersebut. Disamping itu kemampuan jaringan untuk
menyimpan obat juga merupakan fator. Untuk beberapa obat, waktu paruh obat
distribusi pada umumnya pendek oleh karena pasokan darah dan kesetimbangan obat
dalam kompartemen jaringan yang cepat.
Untuk mengamati pengaruh perubahan k (dari 0,6 menjadi 0,2 jam) pada waktu paruh
distribusi (fase alfa) dan eliminasi fase beta dari berbagai obat, disajikan empat simulasi
yang didasarkan pada model kompartemen dua. Simulasi menunjukan obat dengan k
yang lebih kecil mempunyai waktu paruh eliminasi beta yang lebih panjang. Dengan
menjaga semua parameter (k12, k21,Vp) tetap, k yang makin kecil akan menghasilkan a
yang lebih kecil atau fase distribusi yang lebih lambat.
DAFTAR PUSTAKA
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press..