Professional Documents
Culture Documents
ABSES HEPAR
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rat-rata sekitar 1.500 gr. 2 % berat badan
orang dewasa normal.Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur
sekitar.Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah
merupakan atap dari ginjal, lambunga, pancreas dan usus.Hati memilikki dua lobus yaitu
kiri dan kanan.Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut lobulus,
yang merupakan unit mikroskopi dan fungsional organ.Hati manusia memiliki maksimal
100.000 lobulus.Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut
sebagai sinusoid.Sinusoid dibatasi oleh sel fagostik dan sel kupffer. Sel kupffer fungsinya
adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. (Sylvia a. Price, 2006).
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta
hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica.Sekitar sepertiga darah yyang masuk
adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena porta. Volume total darah yang
melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml. (Sylvia a. Price, 2006).
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting dalam tubuh. Organ ini melakukan
berbagai fungsi, mencakup hal-hal berikut:
1. Pengolahan metabolik kategori nutrient utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
penyerapan mereka adalah saluran pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing
lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk
pembekuan darah, serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam
darah.
4. Penyimpangan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D.
6. Pengeluaran bakteri dari sel-sel darah merah yang usang berkat adanya makrofag
residen.
7. Ekskresi Kolesterol dan bilirubin (Sherwood, 2001)
A. PENGERTIAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati.
Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu
Abses pada hepar timbul sebagai infeksi sekunder yang muncul di bagian tubuh yang
lain kemudian dibawa ke hepar melalui system bilier, system vaskuler, atau system
limfatik. Organisme piogenik juga masuk ke dalam hepar melalui luka tusuk yang
mengenai hepar. Abses karena amuba dapat berasal dari gastrointestinal kemudian masuk
ke dalam hepar melalui vena porta. Abses pada hepar akan mengganggu fungsi hepar.
Selain itu, perforasi abses dapat menyebabkan isi abses masuk ke dalam celah pleura,
celah pericardial, atau celah peritoneal
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh
bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi,
tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses
berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat
Klasifikasi
Abses hepar dibagi atas dua secara umum berdasarkan penyebabnya, yaitu abses hepar
amoeba dan abses hepar piogenik:
1) Abses hepar amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen
dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang
memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar.
E.histolytica di dalam feces dapat ditemukan dalam dua bentuk vegetatif atau
tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista
dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk
tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif
bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
2) Abses hepar piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah Streptococcus faecalis,
Proteus vulgaris, dan Salmonellla typhii. Dapat pula bakteri anaerob seperti
Bakteroides, Aerobakteria, Akttinomesis, dan Streptococcus anaerob. Untuk
penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob
maupun aerob.
B. ETIOLOGI
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati
pyogenik.
a. Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen
dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang
memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar. E.histolytica di dlam feces dapat di
temukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa
bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten
terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering
dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu
mengakibatkan destruksi jaringan.
b. Abses hati piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis,
Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti
bakteroides, aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk
penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob
maupun aerob (Aru W Sudoyo, 2006).
C. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah,
penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38°), hepatomegali, nyeri
tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian.
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan
perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan
diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama,
keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan
syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa
mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang
unintentional.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses
yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh,
beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah meningkat.
b. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Ternyata merah.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan
D. WOC
Terlampir
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin
10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada pemeriksaan faal hati
didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%,
fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi
kelainan yang didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang,
leukositosis berkisar 15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan
sampai sedang. Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan adanya Ag atau Ab
yang spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal infeksi. Ada beberapa uji yang
banyak digunakan antara lain hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis
(CIE), dan ELISA. Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan
pus penderita abses hepar.
Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke
kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, gangguan fungsi hati seperti peninggian
bilirubin, alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin,
berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang memperlihatkan
bakterial penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara
mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada permulaan penyakit sering tidak ditemukan
kuman. Kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteus
vulgaris, Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kuman
anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp, atau Fusobacterium sp.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan peninggian kubah
diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan diafragma efusi pleura kolaps paru dan
abses paru. Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa
gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan
air fluid level yang jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya
dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat atau
oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati
normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan
: 85 % berupa massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai
massa hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca
kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat pada 30 %
kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta.
Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang didapatkan
kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma kanan, efusi pleura,
atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada foto thoraks PA, sudut
kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Secara
angiografik abses merupakan daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau
cairan pada subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT scan
dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat menetapkan
lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan atau tindakan bedah.
Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar
dibedakan dari mikroabses jamur, rim enhancement pada mikroabses sukar dinilai
karena lesi terlalu kecil. Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga
tampak massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai masa
low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak gambaran khas berupa
masa dengan rim enhancement dimana hanya kapsul abses yang tebal yang menyengat.
Bagian tengah abses terlihat hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga
menyengat, sehingga membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan
dinding kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak area
yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil piogenik bersifat
monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses amoebiasis. Pembentukan gas di
dalam abses biasanya pada infeksi oleh kuman Klebsiella.
Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses
lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII.
Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan penyengatan kontras
yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak tampak penyengatan. Cincin
penyengatan tetap terlihat pada fase tunda. Sangat sukar dibedakan gambaran USG
antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular.
Struktur eko rendah sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik
(debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin bertambah tebal
F. PENATALAKSANAAN
1. Abses hati amebic
a. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang besar
bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:
1) Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis intestinal
maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual,
mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati
amoeba adalah 3 x 750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah
35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang
dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari,
untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.
2) Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk
mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari atau 1-1,5
mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih
aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah.
Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
3) Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah 2x300
mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3
minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3
minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas tidak
berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila
terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu
dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau
diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses
dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri
hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial.
Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil mcmbaik
dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai dengan
aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang
jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur
abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi
sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi
perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya
dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.
2. Abses hati piogenik
Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik yaitu
dengan cara:
1) Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu ataupun tumor
dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi
2) Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal
Terapi definitive
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan menghilangkan
penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika
secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-2
bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:
1) Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis bakteri
gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga seperti
cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV
2) Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob terutama
B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV
3) Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
4) Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole,
aminoglikosida dan siklosporin.
Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase terbuka
terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan konservatif. Penatalaksanaan saat
ini adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan
tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer.
Drainase bedah
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 – 15,6%,
perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus,
intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah
aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998).
Dapat juga komplikasi seperti:
1.Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling
sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya
pericardium dan organ-organ lain.
3.Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4.Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a) Pengkajian
1) Anamnesis
Identitas pasien
Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan darah, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum mencakup
awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya
abses hepar seperti infeksi bakteri di dalam perut, luka tusuk yang mengenai hepar,
infeksi dari bagian tubuh lain yang terbawa oleh aliran darah.
Kaji keluhan pasien sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada kasus abses hepar adalah lelah, penurunan
kemampuan aktivitas, tidak nafsu makan, mual dan muntah, nyeri perut di bagian
kanan atas, nyeri padabahu sebelah kanan, demam.
Riwayat penyakit keluarga
Dilakukan pengkajian pada anggota keluarga apakah pernah menderita penyakit yang
sama atau tidak.
2) Pengkajian Data Dasar
Aktivitas/istirahat
Menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi, penurunan masa
otot/tonus.
Sirkulasi
Menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung ekstra,
distensi vena abdomen.
Eliminasi
Diare, keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
Makanan/cairan
Menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat
mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema, kulit
kering, turgor buruk, ikterik.
Neurosensori
Menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
Nyeri/kenyamanan
Menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi perilaku
berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri.
Pernapasan
Menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
Keamanan
Menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma spider,
eritema.
Seksualitas
Menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis (Doenges, 2000).
3) Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher : Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada keterbatasan gerak leher.
b. Mata : Mata normal
c. Hidung : Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan pernapasan cuping
hidung.
d. Telinga : Fungsi pendengaran kien baik.
e. Mulut dan gigi: mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada peradangan pada mulut,
mulut dan lidah bersih.
f. Dada
Inspeksi: Dada klien simetris.
Palpasi: Dada klien simetris tidak ditemukan adanya benjolan.
Perkusi: Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret, cairan atau darah di daerah
paru.
Auskultasi: Suara napas normal, dan terdengar suara jantung.
g. Abdomen
Inspeksi: Warna kulit, turgor kulit baik.
Auskultasi: Peristaltik usus 12x/menit
Palpasi: Adanya nyeri tekan pada abdomen kiri bawah
Perkusi: -
h. Genetalia: Hasil pengkajian keadaan umum dan fungsi genetalia tidak ditemukan
adanya keluhan atau kelainan bentuk anatomi.
4) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic
Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih.
Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG,
CT, Scan, atau MRI.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan terajadinya peradangan pada hepar
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan terajadinya peradangan pada hepar
BATASAN KARAKTERISTIK
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
NIC Label : Pain Management NIC Label : Pain Management
1. Untuk mengetahui tingkat nyeri
1. Kaji secara komprehensip terhadap pasien
nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri dan faktor presipitasi 2. Untuk mengetahui tingkat
2. Observasi reaksi ketidaknyaman ketidaknyamanan dirasakan oleh
secara nonverbal pasien
3. Gunakan strategi komunikasi 3. Untuk mengalihkan perhatian pasien
terapeutik untuk mengungkapkan dari rasa nyeri
pengalaman nyeri dan penerimaan
klien terhadap respon nyeri
4. Tentukan pengaruh pengalaman 4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang
nyeri terhadap kualitas hidup( napsu dirasakan klien berpengaruh terhadap
makan, tidur, aktivitas,mood, yang lainnya
hubungan sosial)
5. Tentukan faktor yang dapat 5. Untuk mengurangi factor yang dapat
memperburuk nyeriLakukan memperburuk nyeri yang dirasakan
evaluasi dengan klien dan tim klien
kesehatan lain tentang ukuran
pengontrolan nyeri yang telah
dilakukan
6. Berikan informasi tentang nyeri 6. untuk mengetahui apakah terjadi
termasuk penyebab nyeri, berapa pengurangan rasa nyeri atau nyeri
lama nyeri akan hilang, antisipasi yang dirasakan klien bertambah.
terhadap ketidaknyamanan dari
prosedur
7. Control lingkungan yang dapat 7. Pemberian “health education” dapat
mempengaruhi respon mengurangi tingkat kecemasan dan
ketidaknyamanan klien( suhu membantu klien dalam membentuk
ruangan, cahaya dan suara) mekanisme koping terhadap rasa nyer
8. Hilangkan faktor presipitasi yang 8. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
dapat meningkatkan pengalaman bertambah.
nyeri klien( ketakutan, kurang
pengetahuan)
9. Ajarkan cara penggunaan terapi non 9. Agar klien mampu menggunakan
farmakologi (distraksi, guide teknik nonfarmakologi dalam
imagery,relaksasi) memanagement nyeri yang dirasakan
10. Kolaborasi pemberian analgesik 10. Pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri pasien
KriteriaHasil :
1.peningkatansuhukulit (5)
2.hipertermia (5)
3. dehidrasi (5)
4. sakitkepala (5)
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Dorongkonsumsicairan 1. Cairan yang terpenuhi mengurangi
dehidrasi pasien karna hipertermi
2. Monitor suhu sesering mungkin
2. Mengetahui tingkat perkembangan
klien
3. Kompres hangat membukapori
3. Berikan kompres hangat pada pasien
porikulit yang mempercepat proses
pada lipat paha dan aksila penguapan suhu tubuh
J. REFERENSI
Herdman, T.Heather, dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC
Moorhed, (et al). 2015. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Missouri: Mosby Elsevier
Bulechek, Gloria M, dkk. 2015. Nursing Interventions Classifications (NIC). Missouri: Mosby
Elsevier
Asniati. 2016. Laporan Pendahuluan Abses Serebri .Makassar: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Yayasan Perawat Sulawesi Selatan.
WOC
mengalami kerusakan
jaringan hepar