You are on page 1of 15

Telinga, Hidung dan Tenggorokan

— Biologi Telinga Hidung dan Tenggorokan, Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan

Lokasi dan fungsi dari telinga, hidung dan tenggorokan berhubungan erat.
Kelainan pada organ-organ tersebut didiagnosis dan diobati oleh dokter spesialis yang disebut
otolaringologis.

TELINGA

Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis oleh telinga tengah.
Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi gelombang saraf, yang kemudian dihantarkan ke
otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh.

Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga (meatus auditorius
eksternus).
Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tetapi juga
lentur.

Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga.
Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah
dengan telinga luar.

Telinga Tengah

Teling tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara
yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam.
Ketiga tulang tersebut adalah:
# Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga)
# Inkus (menghugungkan maleus dan stapes)
# Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam).
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan
ke jendela oval.

Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil:


# Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap menempel)
# Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela
oval.

Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian
tulang-tulang semakin kaku dan hanya sedikit suara yang dihantarkan.
Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari
kerusakan karena suara.

Tuba eustakius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung bagian
belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah.
Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara yang
sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan
kenyamanan.

Telinga Dalam

Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terjdiri dari 2 bagian utama:
# Koklea (organ pendengaran)
# Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan).

Koklea merupakan saluran berrongga yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental
dan organ Corti, yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang
mengarah ke dalam cairan tersebut.
Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah ke jendela oval di telinga
dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel rambut yang berbeda memberikan
respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf.
Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan
membawanya ke otak.

Walaupun ada perlindungan dari refleks akustik, tetapi suara yang gaduh bisa menyebabkan
kerusakan pada sel rambut.
Jika sel rambut rusak, dia tidak akan tumbuh kembali.
Jika telinga terus menerus menerima suara keras maka bisa terjadi kerusakan sel rambut yang
progresif dan berkurangnya pendengaran.

Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan, yang berfungsi membantu menjaga
keseimbangan.
Setiap gerakan kepala menyebabkan ciaran di dalam saluran bergerak.
Gerakan cairan di salah satu saluran bisa lebih besar dari gerakan cairan di saluran lainnya; hal ini
tergantung kepada arah pergerakan kepala.

Saluran ini juga mengandung sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan.
Sel rambut ini memprakarsai gelombang saraf yang menyampaikan pesan ke otak, ke arah mana
kepala bergerak,sehinggakeseimbangan bisa dipertahankan.

Jika terjadi infeksi pada kanalis semisirkuler, (seperti yang terjadi pada infeksi telinga tengah atau
flu) maka bisa timbul vertigo (perasaan berputar)

HIDUNG
Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru.
Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya
sinus paranasalis dan saluran air mata.

Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago).
Di dalam hidung terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang
dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang.

Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan.
Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara.

Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah.


Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan
melembabkan udara yang masuk dengan segera.

Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut
(silia).
Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang
hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu membersihkan udara sebelum masuk ke dalam
paru-paru.
Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan
batuk membersihkan paru-paru.

Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas.


Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah
ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf
penghidu).
Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak.

SINUS PARANASALIS

Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan
lubang yang mengarah ke rongga hidung.
Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis:
# Sinus maksilaris
# Sinus etmoidalis
# Sinus frontalis
# Sinus sfenoidalis.

Dengan adanya sinus ini maka:


- berat dari tulang wajah menjadi berkurang
- kekuatan dan bentuk tulang terpelihara
- resonansi suara bertambah.

Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.
Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung.
Pengaliran dari sinus bisa tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap ifneksi dan peradangan
(sinusitis).

TENGGOROKAN

Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas kerongkongan
dan tabung udara (trakea).
Tenggorokan terbagi lagi menjadi:
- nasofaring (bagian atas)
- orofaring (bagian tengah)
- hipofaring (bagian bawah.

Tenggorokan merupakan saluran berotot tempat jalannya makanan ke kerongkongan dan tempat
jalannya udara ke paru-paru.
Tenggorokan dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.
Kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir dan disapu oleh silia ke arah kerongkongan lalu ditelan.

Tonsil (amandel) terletak di mulut bagian belakang, sedangkan adenoid terletak di rongga hidung
bagian belakang.
Tonsil dan adenoid terdiri dari jaringan getah bening dan membantu melawan infeksi.
Ukuran terbesar ditemukan pada masa kanak-kanak dan secara perlahan akan menciut.

Pada puncak trakea terdapat kotak suara (laring), yang mengandung pita suara dan berfungsi
menghasilkan suara.
Jika mengendur, maka pita suara membentuk lubang berbentuk huruf V sehingga udara bisa lewat
dengan bebas.
Jika mengkerut, pita suara akan bergetar, menghasilkan suara yang bisa dirubah oleh lidah, hidung
dan mulut sehingga terjadilah percakapan.

Epiglotis merupakan suatu lembaran yang terutama terdiri dari kartilago dan terletak di atas serta di
depan laring.
Selama menelan, epiglotis menutup untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke dalam
trakea.

Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok (THT) harus menjadi kesatuan karena saluran ketiganya
saling berhubungan. Bila ada satu bagian dari organ tersebut terganggu, maka kedua organ lainnya
akan terimbas,” papar dr. Cita H. Murjantyo, Sp.THT. Mari kita simak bersama penjelasan dokter dari
RS Internasional Bintaro, Tangerang, tentang aneka penyakit THT.

PENYAKIT SEPUTAR HIDUNG

HIDUNG berfungsi menyaring kotoran dari udara yang masuk melalui selaput lendirnya. Bila kerja
selaput lendir tidak bagus maka terjadilah infeksi saluran napas. Penelitian menunjukkan dalam satu
tahun, anak bisa 6-8 kali terserang penyakit tersebut karena sistem kekebalan tubuhnya yang belum
matang.
Penyakit infeksi saluran napas sebenarnya merupakan self-limiting disease (sembuh sendiri tanpa
diobati). Namun bila tidak kunjung sembuh lebih dari 5 hari, sebaiknya bawa anak berobat. Apalagi
dengan adanya perubahan warna ingus yang menjadi kuning kehijauan, plus demam sekitar 38,5
derajat Celcius. Ini artinya, infeksi sudah meluas sehingga jika didiamkan bisa menjadi kronis.

* Sinusitis

Akibat dari infeksi saluran napas, seperti flu yang berkepanjangan, maka 6-13 persennya bisa
menjadi infeksi di daerah sinus/rongga sekitar hidung. Gejala infeksi yang disebabkan bakteri ini
berupa sumbatan di hidung, keluarnya ingus dan batuk berulang. Bila sudah akut bisa disertai
demam, mulut berbau, pusing, terkadang ada gangguan pada mata (terasa berat dan perih).
Mengapa ada keluhan pada mata? Hal ini berkaitan dengan anatomi di sekitar hidung yang memiliki
4 pasang sinus paranasal (terletak dekat hidung), yaitu sinus maksila yang berada di pipi, sinus
frontal di dahi, sinus etmoid di dekat mata, dan di belakang sinus etmoid terdapat sinus sfenoid.
Nah, sinus yang ada pada anak adalah sinus etmoid yang terletak di dekat mata dan maksila yang
berada di sekitar pipi. Sementara sinus di daerah lainnya seperti di dahi dan sinus sfenoid di
belakang etmoid belum berkembang.

Sinusitis menjadi kronis jika batuk pilek berulang. Misalnya, anak mengalami batuk pilek selama 3
bulan. Setelah itu sembuh namun tak lama kemudian batuk-pilek kembali.

Upaya penyembuhannya dengan pemberian obat-obatan selama 10-14 hari, serta fisioterapi.
Memang pengobatannya terkesan lama, tujuannya agar tidak ada gejala sisa. Jika tidak diobati,
sinusitis bisa terus diderita hingga usia dewasa.

Komplikasi sinusitis yang dikhawatirkan adalah sino-bronkhitis karena lendir yang mengalir terus-
menerus akan masuk ke dalam paru-paru. Terkadang komplikasi seperti ini tidak disadari orang tua
sehingga pengobatan yang diberikan kepada anak hanya sebatas mengatasi batuknya, bukan
sinusitisnya. Akibatnya, batuk-batuk tersebut tidak akan sembuh-sembuh atau terjadi batuk kronik
berulang.

Agar sinus tak menjadi lebih berat, anak perlu melakukan beberapa pantangan:

Hindari minuman dingin karena dingin akan membuat saluran sinus membengkak.

Tidak dianjurkan berenang karena dikhawatirkan terjadi trauma lokal, seperti kemasukan air kolam
yang dapat mengiritasi hidung anak.

Hindari asap rokok karena bisa menyebabkan rongga hidung anak teriritasi. Debu dan polusi juga
dapat membuat rongga sinusnya bengkak.

Jika sinusitis tak kunjung sembuh, berarti sudah terjadi sumbatan. Pengobatan yang diberikan harus
tepat, seperti pemberian antibiotika dan beberapa obat yang tujuannya membantu proses kerja
antibiotika tersebut. Obat lain, seperti dekongestan, antihistamin, mukolitik/penghancur lendir,
bahkan obat semprot atau tetes hidung dapat juga diberikan.

Bila pengobatan belum juga menunjukkan hasil nyata, akan diambil tindakan operasi. Tujuannya
untuk menghilangkan faktor penyebab dan memperbaiki drainase (pengeluaran cairan yang terus-
menerus) dan ventilasi sinus. Tindakan operasi yang sering dilakukan pada anak-anak umumnya
adalah adenoidektomi dan kadang diperlukan mencuci sinus yang sudah penuh dengan lendir.
Pengangkatan adenoid (tonsil di belakang rongga hidung) dilakukan dengan pengerokan atau kuret
adenoid. Tujuan dari tindakan ini untuk membuang sumbatan dan sumber infeksi.

* Kemasukan Benda Asing

Bisa berupa serpihan kertas, busa, krayon, partikel mainan yang kecil, atau lainnya. Biasanya
mengakibatkan pilek pada satu sisi hidung, bahkan ada yang sampai mengeluarkan darah. Akan
mengeluarkan bau tak sedap bila sampai terjadi infeksi.

Oleh karena itu, bila anak kemasukan benda asing, jangan sekali-kali berusaha mengeluarkannya
agar tidak memperparah keadaan. Selain anak jadi kesakitan, daerah di sekitarnya pun akan bengkak
sehingga sulit mengeluarkan bendanya.

* Polip hidung

Polip akan tampak sebagai benjolan lunak berwarna putih atau keabu-abuan yang tidak disertai
nyeri. Benjolan berasal dari pembengkakan selaput lendir (mukosa) yang berisi cairan interseluler
(antarsel) yang terdorong ke dalam hidung. Biasanya terbentuk akibat reaksi hipersensitif (alergi).
Sering terjadi pada masa dewasa.

Bila polip masih kecil akan diberikan obat-obatan kortikosteroid yang diminum atau topikal
(semprot). Bila ukuran polip besar maka dilakukan pengangkatan polip.

Jangan lupa obati alergi yang terjadi dan cegah terjadinya infeksi dengan menangani flu yang
diderita sampai tuntas. Penyakit ini bisa timbul berulang, maka jangan heran kalau operasi polip juga
bisa terjadi berulang kali.

* Mimisan

Di bagian dalam hidung, terutama daerah tulang hidung depan terdapat leksus gieselbach, yaitu
anyaman pembuluh darah yang dilapisi selaput lendir. Pada anak, anyaman pembuluh darah ini
masih tipis sekali.

Nah, bila anak sering mengupil, sakit pilek terus-menerus, atau hidungnya kemasukan benda asing,
maka daerah tersebut akan teriritasi atau terluka dan terjadilah mimisan.

Mimisan juga bisa disebabkan adanya suatu penyakit atau kelainan seperti kanker, kelainan darah,
atau lainnya. Umumnya kemungkinan ini diduga terjadi bila mimisan sering terjadi pada anak yang
sudah besar (usia belasan tahun).

Bila terjadi mimisan, posisi anak jangan ditidurkan atau ditengadahkan kepalanya karena bisa
mengakibatkan darah masuk ke saluran napas.

Duduk agak mencondongkan badan ke depan, tak usah menunduk.

Tekan cuping hidung dengan kedua jari tangan. Minta anak untuk bernapas lewat mulut.

Sembari menekan cuping hidung, kompres daerah antara hidung dan dahi dengan es yang dibungkus
kain agar darah cepat membeku. Di daerah tersebut banyak terdapat anyaman pembuluh darah.
Setelah 10 menit biasanya mimisan akan berhenti. Jika tidak maka segera bawa anak ke dokter.

PENYAKIT SEPUTAR TENGGOROK

* Amandel

Amandel atau tonsil berada melekat pada dinding kanan dan kiri dari tenggorokan yang berfungsi
sebagai pertahanan tubuh. Umumnya amandel akan membesar pada usia 5 tahun dan ini
merupakan hal yang wajar. Namun, ukuran besarnya harus sesuai anatomi.

Bila amandel yang membesar ini menimbulkan keluhan, semisal anak jadi susah bernapas, selagi
makan sering muntah karena terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, maka saat itu sudah
terjadi fokal infeksi. Amandel yang berfungsi menyaring kotoran dari udara yang masuk berarti
sudah penuh kuman.

Infeksi pada amandel menimbulkan gejala:

susah bernapas

selagi makan sering muntah karena terasa ada yang mengganjal tenggorok

susah menelan karena sakit tenggorok

demam bila capek sedikit saja

mulut sering bau akibat “sampah” kuman yang menumpuk

bobot tubuh turun

anak sering sakit

Bila dalam setahun anak mengalami radang tenggorok lebih dari 5 kali, bisa dikatakan amandelnya
sudah tak berfungsi lagi sebagai benteng pertahanan. Akibatnya, organ ini hanya menampung
kotoran saja sehingga pertahanan tubuh anak melemah dan ia sering sakit-sakitan.

Bila terdapat indikasi bahwa amandel tersebut menjadi masalah, maka perlu dibuang. Kalau tetap
dipertahankan, anak menderita sampai dewasa karena sering sakit-sakitan. Selain itu, infeksinya pun
bisa meluas ke daerah lainnya, semisal ke sinus.

Tindakan operasi akan dilakukan dengan melihat kondisi si anak. Kendati masih kecil, tapi bila
mengalami gangguan napas dan bahkan berisiko mengalami sleep apneu atau berhenti bernapas
tiba-tiba di saat tidur, maka operasi harus segera dilakukan. Pada kondisi tak membahayakan,
operasi dapat ditunda hingga usia anak di atas 3 tahun. Lebih baik lagi di atas usia 5 tahun.

* Adenoid

Sama halnya seperti amandel, tonsil yang berada di belakang rongga hidung ini akan membesar di
usia 3 tahun. Setelah itu harusnya mengecil dan makin lama menghilang. Kalau adenoid terus
bekerja menyaring kuman, keadaannya akan tetap besar dan bisa menjadi sumber infeksi. Pada
anak, kasus ini dapat berkembang menjadi hipertropi adenoid atau adenoid yang membesar sampai
menutupi saluran hidung sehingga anak susah bernapas.
Waspadalah bila dalam keadaan tidur anak sering mengorok dengan keras. Gangguan napas pun
sering ditunjukkan dengan tidur gelisah, kerap terbangun, dan mimpi buruk.

Secara fisik, anak yang mengalami hipertropi adenoid dapat dikenali dari wajahnya yang khas atau
wajah adenoid (facies adenoid) dengan ciri:

mulutnya selalu terbuka

langit-langit mulut tumbuh cekung ke atas

gigi rahang atas maju ke depan

Akibat mulut yang selalu terbuka, kuman mudah masuk ke dalam tubuh sehingga infeksi mudah
terjadi. Amandel pun harus bekerja keras sehingga ikut membesar.

PENYAKIT SEPUTAR TELINGA

Penyakit yang ditemui di daerah telinga sebetulnya merupakan dampak dari adanya radang
tenggorok, sinusitis, infeksi adenoid, dan lainnya yang berkelanjutan. Jarak antara saluran tenggorok,
hidung, dan telinga yang pendek sekali menyebabkan kuman pada saluran tersebut naik ke telinga.
Apalagi muara telinga atau tuba eustaschius pada anak masih pendek dan lebar sehingga sangat
mudah terjadi infeksi dari daerah sekitarnya.

* Otitis Media Akut (OMA)

OMA adalah infeksi yang menyebabkan peradangan pada gendang telinga sehingga tampak merah
dan bengkak. Keluhannya yaitu nyeri telinga. Pada anak yang lebih kecil juga menimbulkan gejala
panas tinggi. Dengan obat-obatan, peradangan ini akan sembuh. Namun, bila kondisinya sudah
terlalu berat atau sudah terjadi abses, maka nanah di dalam telinga bagian tengah perlu dikeluarkan
dengan cara menusuk abses yang terdapat di gendang telinga. Cara ini disebut myringotomy. Setelah
itu permukaan gendang bisa menutup lagi dengan baik. Bila nanah keluar maka panas tubuh anak
akan turun.

Seringkali, OMA pada anak tidak ketahuan. Begitu demamnya menurun, tiba-tiba keluar cairan dari
telinga si anak. Nah, ini berarti gendang telinganya pecah dan mengeluarkan nanah yang disebut
congek.

* Congekan

Congekan sebetulnya terjadi karena penanganan infeksi di sekitar THT yang tidak tuntas. Bila
gendang telinga sampai pecah, maka permukaannya tak bisa rapat lagi, tidak seperti halnya bila
nanah dikeluarkan dengan cara myringotomy. Akibatnya, anak tak lagi memiliki selaput yang dapat
melindungi telinganya dari paparan kuman dan infeksi yang menimbulkan nanah atau congek itu
tetap berlangsung.

Bila tak diobati, bisa terjadi komplikasi lebih jauh seperti tuli dan kerusakan saraf-saraf pendengaran
yang ada di otak. Anak yang congekan harus berpantang berenang karena jika telinganya kemasukan
air, tak boleh dikorek. Pengorekan hanya akan menambah infeksi.

Inilah beberapa penyebab mengapa radang telinga akut memburuk menjadi congekan:
pengobatan terlambat diberikan/tidak memadai

kuman cukup ganas

daya tahan tubuh yang jelek karena gizi kurang dan higiene buruk

kolesteatum atau adanya senyawa protein yang merusak tulang telinga. Timbulnya kolesteatum juga
dirangsang oleh infeksi telinga yang terus-menerus. Diperlukan tindakan operasi untuk membuang
kolesteatum ini.

* Kemasukan Benda Asing di Telinga

Bila kemasukan benda asing di telinga, tentu saja anak jadi tak bisa mendengar. Namun, biasanya
anak tak melaporkan keluhannya sebelum timbul keluhan nyeri akibat infeksi di telinga tersebut.
Lama-lama telinganya berbau. Jika hal ini terjadi, orang tua patut mencurigainya sebagai akibat
kemasukan benda asing. Jangan menanganinya sendiri karena bisa-bisa benda yang masuk malah
melesak ke dalam karena anatomi liang telinga yang berlekuk. Belum lagi di sana banyak terdapat
saraf-saraf dan bisa terjadi luka.

Benda yang masuk biasanya hanya bisa dikeluarkan oleh dokter THT dengan menggunakan peralatan
dan keahlian khusus.

Struktur anatomi mata :

Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata berupa selubung berserabut putih dan
relatif kuat

Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar sklera.

Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan
bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya. Memiliki diameter sekitar 12 mm dan jari-jari
kelengkungan sekitar 8 mm.

Lapisan koroid : lapisan tipis di dalam sklera yang berisi pembuluh darah dan suatu bahan pigmen,
tidak menutupi kornea.

Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.

Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di depan lensa;
berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.

Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus; berfungsi
membantu memfokuskan cahaya ke retina.

Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata, berfungsi
mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak. Retina terbagi menjadi 10 lapisan dan
memiliki reseptor cahaya aktif yaitu sel batang dan sel kerucut pada lapisan ke-9.

Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari retina ke otak.
Bintik buta : cakram optik yang merupakan bagian fovea dekat hidung, merupakan tempat
percabangan serat saraf dan pembuluh darah ke retina, tidak mengandung sel batang ataupun
kerucut, terletak pada region sekitar 13̊ – 18̊.

Humor aqueous : cairan jernih dan encer yang mengalir di antara lensa dan kornea (mengisi segmen
anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus
siliaris.

Humor vitreous : gel transparan / cairan kental yang terdiri dari bahan berbentuk serabut, terdapat
di belakang lensa dan di depan retina (mengisi segmen posterior mata).

RETINA SEBAGAI DETEKTOR CAHAYA

Retina mengubah bayangan cahaya menjadi impuls listrik saraf yang dikirim ke otak. Penyerapan
suatu foton cahaya oleh sebuah fotoreseptor menimbulkan suatu reaksi fotokimia di fotoreseptor
yang melalui suatu cara akan memicu timbulnya sinyal listrik ke otak, yang disebut suatu potensial
aksi. Foton harus di atas energy minimum untuk dapat menimbulkan reaksi.

Ada 2 tipe umum reseptor cahaya di retina, yaitu :

a. Sel Kerucut

Jumlahnya sekitar 6,5 juta di masing-masing mata.

Digunakan untuk penglihatan siang hari (fotopik).

Berguna untuk melihat detail halus dan mengenali beragam warna.

Tersebar di seluruh retina, terutama di fovea sentralis.

Memiliki sensitivitas maksimum di panjang gelombang sekitar 550 nm pada region kuning hijau.

b. Sel Batang

Jumlahnya sekitar 120 juta di masing-masing mata.

Digunakan untuk penglihatan malam hari (skotopik).

Berguna untuk penglihatan perifer.

Tidak tersebar merata di retina namun memiliki kepadatan maksimum di sudut sekitar 20̊.

Memiliki sensitivitas maksimum di panjang gelombang sekitar 510 nm pada region biru-hijau.

PEMBEDAAN WARNA

Penglihatan warna terjadi melalui dua tingkatan proses, yaitu pada tingkat reseptor sesuai dengan
teori triwarna, sedangkan pada saraf optik dan di luarnya sesuai dengan teori antagonis.

Teori triwarna menganggap bahwa pada retina terdapat 3 macam pigmen yang mempunyai
penyerapan maksimum terhadap warna biru, hijau, dan merah pada spectrum. Pigmen-pigmen ini
terdapat pada reseptor secara terpisah yang masing-masing mengirimkan impuls-impuls yang dapat
dibedakan ke otak. Teori antagonis menganggap bahwa retina mempunyai aktivitas yang lebih
kompleks. Ada 6 macam tanggapan retina yang terjadi dalam bentuk pasangan antagonistik.
Rangsangan yang menghasilkan setiap tanggapan tunggal dapat menekan kegiatan anggota
pasangan lain.

Ukuran saraf batang dan kerucut yang begitu kecilnya, jika dikombinasikan dengan indeks bias
relatifnya yang tinggi menunjukkan bahwa mereka dapat bertindak sebagai pemandu gelombang
optik, yang secara selektif mentransmisikan energi hanya di dalam suatu pita gelombang
karakteristik sempit bagi saraf batang atau kerucut. Secara teoritis, energi cahaya dalam suatu
pemandu yang berupa serat ditransmisikan dalam bermacam ragam yang karakteristik, artinya, ada
selektivitas warna dalam retina.

KEPEKAAN DAN KETAJAMAN MATA

Ada tiga macam ukuran kepekaan / ketajaman mata, yaitu :

1. Ambang kuantum

Ambang kuantum merupakan jumlah minimum foton yang diperlukan untuk merangsang sebuah
tanggapan sensor. Ambang kuantum ini berperan untuk menentukan ketajaman penglihatan
seseorang di tempat gelap – seseorang dengan ambang kuantum yang baik, akan memiliki
penglihatan yang lebih baik di tempat gelap, artinya dengan sedikit foton saja sudah mampu
mengaktifkan sensor optikus (sel batang dan kerucut).

2. Ambang penerangan

Ambang penerangan merupakan ukuran kepekaan relatif mata terhadap cahaya dengan aneka
macam panjang gelombang. Penglihatan untuk adaptasi gelap disebut skotopik dan terang disebut
fotopik.

3. Ketajaman

Ketajaman yang dimaksud merupakan ukuran ketajaman penglihatan dan diukur dengan pemisahan
sudut minimum terhadap dua buah objek dan bukan satu. Batas terendah teoritis untuk resolusi dua
buah titik cahaya adalah sebesar 0,1 mrad, sedangkan pada kenyataannya, dengan penglihatan
paling tajam dan kondisi yang optimum manusia dapat memisahkan sudut pemisahan sekitar 0,2
mrad.
CACAT MATA

1. Miopia (penglihatan dekat)

Karakteristik : titik jauh kurang dari tak berhingga, bayangan jatuh di depan retina.

Penyebab umum : bola mata panjang atau kornea terlalu lengkung.

Diperbaiki dengan : lensa negatif / cekung / minusS

Hiperopia (penglihatan jauh)

Karakteristik : titik dekat lebih dari punctum proximum mata normal, yaitu 25 cm, bayangan jatuh di
belakang retina.

Penyebab umum : bola mata pendek atau kelengkungan kornea kurang.

Diperbaiki dengan : lensa positif / cembung / plus.

2. Astigmatisme

Karakteristik : benda titik nampak bergaris-garis sedangkan benda bergaris-garis dilihat baik hanya
pada arah tertentu saja.

Penyebab umum : kelengkungan kornea tidak merata.

Diperbaiki dengan : lensa silindris atau lensa kontak keras.

3. Presbiopia (mata tua)

Karakteristik : titik dekat lebih dari 25 cm, titik jauh kurang dari tak berhingga.

Penyebab umum : kurangnya akomodasi.

Diperbaiki dengan : lensa bifokal atau trifokal.

4. Buta warna

Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk
menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis.

Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya,
kelainan ini sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya
kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta
warna pada laki dan wanita. Seorang wanita terdapat istilah ‘pembawa sifat’ hal ini menujukkan ada
satu kromosom X yang membawa sifat buta warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak
mengalami kelalinan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan
pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada
kedua kromosom X mengandung faktor buta warna maka seorang wanita tsb menderita buta warna.

Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan putih, serta sel kerucut yang
peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami
perubahan, terutama sel kerucut.

PENYAKIT MATA

Ablasio

Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Keadaan ini
merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapa pun, walaupun biasanya
terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Ablasio retina lebih besar kemungkinannya
terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang yang anggota keluarganya
ada yang pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata
lain, seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila
tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan
yang menetap.

2. Dakriosistitis

Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada sakus lakrimalis atau saluran air mata yang berada di dekat
hidung dan bersifat menular. Infeksi ini menyebabkan nyeri, kemerahan, dan pembengkakan pada
kelopak mata bawah, serta terjadinya pengeluaran air mata berlebihan (epifora). Radang ini sering
disebabkan obstruksi nasolakirmalis oleh bakteri S. aureus, S. pneumoniae, Pseudomonas.

3. Glaukoma

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara
bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang
sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari
bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata
yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah
sehingga saraf mata akan mati.

4. Katarak

Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa
mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusnya, bervariasi sesuai tingkatannya dari
sedikit sampai keburaman total dan menghalangi jalan cahaya. Dalam perkembangan katarak yang
terkait dengan usia penderita dapat menyebabkan penguatan lensa, menyebabkan penderita
menderita miopi, menguning secara bertahap dan keburaman lensa dapat mengurangi persepsi
akan warna biru. Katarak berkembang karena berbagai sebab, seperti kontak dalam waktu lama
dengan cahaya ultra violet, radiasi inframerah, radiasi gelombang mikro, radiasi nuklir, terkena
bahan kimia tertentu, efek sekunder dari penyakit seperti diabetes dan hipertensi, usia lanjut, atau
cedera (trauma) fisik pada mata.

5. Koloboma
Koloboma adalah lubang yang terdapat pada struktur mata, seperti lensa mata, kelopak mata, iris,
retina, koroid, atau diskus optikus. Lubang ini telah ada sejak lahir dan dapat disebabkan adanya
jarak antara dua struktur di mata. Struktur ini gagal menutup sebelum bayi dilahirkan. Koloboma
dapat terjadi pada satu atau kedua mata.

Kloboma memengaruhi pandangan, tergantung dari tingkat keparahan sesuai dengan ukuran dan
lokasi. Misalnya, bila hanya sebagian kecil dari iris yang rusak, pandangan mungkin saja normal.
Namun bila terjadi pada retina atau saraf optik, maka pandangan pasien akan rusak dan sebagian
besar lapangan pandang akan hilang. Kadang-kadang mata dapat mengecil atau mikroftalmos, dan
bahkan pasien dapat menderita penyakit mata lainnya seperti glaukoma.

6. Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah suatu peradangan pada konjungtiva dan bersifat menular. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh faktor alergi, iklim, usia, dan jenis kelamin. Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi
gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir
mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya
eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal.
Konjungtivitis gonokokal disebabkan melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang
terinfeksi masuk ke dalam mata).

7. Xerophtalmia (xerosis)

Xerophtalmia (xerosis), penyakit mata yang disebabkan oleh keringnya konjungtiva dan kornea mata
akibat kekurangan vitamin A. Salah satu gejala awal dari penyakit ini adalah rabun senja,
berkurangnya kemampuan melihat pada saat hari senja.

OPHTALMOSKOP

Perangkat ini dibagi atas 3 bagian

1. Atas

Bagian ini sering disebut sebagai Projector Head dan di sinilah lokasi dari sumber sinar dan media
okuler tersedia yang letaknya saling bertolak belakang. Beberapa perusahaan memberikan bantalan
di atas bagian okuler ( bagian paling atas ) atau menyediakan asesoris tambahan berupa plastik
sepanjang kira-kira 5 cm yang berguna sebagai sandaran dahi agar supaya pengaplikasiannya lebih
mudah.

2. Sleeve atau lengan

Sleeve ini identik dengan pembentukan sinar yang anda inginkan. Berkas sinar melebar dengan
ketajaman sinar yang rendah disebut Sleeve Up, sedangkan berkas sinar ramping ( seperti asesoris
stenopic slit pada trial lens ) dengan ketajaman sinar yang tinggi dikenal sebagai sleeve down. Persis
dibawah sleeve ada alat pemutar sudut dari berkas sinar yang pada nantinya berkas sinar bisa tampil
secara vertikal, horizontal dan miring tergantung pada axis yang dibentuk oleh media mata pasien.

3. Battery
Bagian ini adalah tempat tangan anda menggengam retinoskop dan juga pengaturan intensitas sinar
yang ingin anda hasilkan. Patut digaris bawahi sebaiknya intensitas sinar jangan terlalu tinggi dimana
bila ini terjadi pasien akan merasa silau dan pedih. Retinoskop digunakan sebagai salah satu
alternatif pemeriksaan obyektif ( baca pasien tidak berperan aktif ). Tatkala pasien kurang kooperatif
dan autoref tidak bisa mengeluarkan hasil alias error. Kemudahan penggunaan dan efektifdalam
waktu pemeriksaan menjadikannya sebagai idola di atas idola bagi para praktisi yang memilikinnya

You might also like