Professional Documents
Culture Documents
Provinsi
Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001
orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%). Sedangkan Provinsi Papua Barat
memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6%) dan
2.955 orang (5,3%).4
Di Amerika, sekitar 500,000 orang terkena stroke setiap tahunnya. Sekitar 10
persen dari mereka dapat kembali beraktifitas, 50 persen fungsi tubuh cukup
kembali dan beraktivitas secara terbatas, dan sekitar 40 persen membutuhkan
bantuan dalam beraktivitas. Stroke biasanya dipandang sebagai penyakit yang
mengenai usia tua, namun terkadang dapat mengenai usia muda.3 Oleh karena itu,
penting bagi klinisi khususnya dokter umum untuk mengenali penyakit tersebut
secara dini sehingga mendapatkan pengobatan secara tepat.
1. 2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam tinjauan pustaka ini antara lain:
1. Bagaimanakah anatomi batang otak?
2. Bagaimanakah sistem vaskular pada batang otak?
3. Apakah definisi stroke batang otak?
4. Apakah penyebab stroke batang otak?
5. Bagaimana patofisiologi kelainan pada stroke batang otak?
6. Apakah gejala yang muncul pada pasien dengan stroke batang otak?
7. Bagaimana menegakkan diagnosis pasien stroke batang otak?
8. Bagaimana terapi yang diberikan pada pasien dengan stroke batang otak?
1. 3 Tujuan penulisan
Penulisan tinjauan pustaka ini penting bagi dokter muda sebagai calon dokter
umum agar mampu mengenali, memahami, dan mendiagnosa suatu penyakit
dengan tepat dimulai dari definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
patofisiologi, tanda dan gejala. Sehingga dapat menentukan prognosis, tatalaksana
awal, informasi, dan edukasi yang tepat kepada pasien.
1. 4 Manfaat penulisan
Penulisan tinjauan pustaka ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
referensi dalam mempelajari kasus stroke hemoragik batang otak yang
berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati, dan
mencegah stroke, termasuk tindakan pada saat akut dan pada tingkat kronis,
sehingga dapat mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat
pasien yang menderita stroke hemoragik batang otak.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2
antaranya membentuk sinaps sebelum melanjutkan perjalanan di sepanjang
jarasnya. Terdapat banyak nuklei di batang otak yaitu:
• Nuklei nervus III – nervus XII
• Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan nuklei
olivarius medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.
• Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras visual
dan auditorik.
Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang tersusun
padat (formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi otonomik yang
penting untuk berbagai fungsi tubuh vital, termasuk aktivitas jantung, sirkulasi
dan respirasi. Formasio retikularis juga mengirimkan impuls pengaktivasi ke
korteks serebri yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran. Jaras
desendens dari formasio retikularis mempengaruhi aktivitas neuron motorik
spinal. Karena batang otak mengandung berbagai macam nuklei dan jaras saraf
pada ruang yang sangat padat, bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat
3
menimbulkan berbagai tipe defisit neurologis secara simultan (seperti pada
berbagai sindroma vaskular batang-otak).5
Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia dan ketika mereka melewati
foramina costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui
foramen magnum dan bergabung di persimpangan pontomedullary untuk
membentuk arteri basilar. Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang menjadi
arteri serebelar posterior inferior (PICA). Arteri vertebralis mengeluarkan cabang
utama yaitu arteri inferior posterior serebelli (PICA) yang merupakan percabangan
paling besar dan arteri spinalis anterior yang memperdarahi medulla spinalis.
PICA akan memperdarahi bagian inferior vermis, nuclei serebelli, permukaan
bawah hemisfer cerebelli, dan dorsolateralis medulla. 4,5,6
4
Setelah itu, arteri vertebralis akan berjalan menembus duramater setinggi
foramen magnum. Di ruang subarachnoid arteri vertebralis akan berjalan
melengkung ke arah ventral dan kranial mengelilingi batang otak dan bergabung
dengan arteri vertebralis kontralateral di depan bagian kaudal pons menjadi arteri
basilaris. Arteri basilaris mengeluarkan 2 cabang utama yaitu sepasang arteri
serebri posterior dan arteri superior serebelli.6
Di bagian atas pons, arteri basilari terbagi menjadi 2 arteri serebri
posterior. Arteri serebri posterior akan memperdarahi bagian lobus oksipital,
inferior lobus temporal, thalamus, dan posterior limb dari kapsula interna.
Sedangkan pada arteri superior serebelli akan memperdarahi superior dari
cerebellum dan glandula pinealis. Percabangan lainnya yaitu arteri inferior
anterior cerebelli (AICA) yang memperdarahi bagian anterior dan inferior
cerebellum.5,6
2. 2. 2 Epidemiologi
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3
6
per1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per
1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk).8
Data lainnya yang diperoleh di Indonesia menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus baik dalam hal kematian, kejadian, ataupun kecacatan. Angka
kematian berdasarkan umur yaitu sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8%
(umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun). Insiden stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin
memberat. Penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dan
usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia
diatas 65 tahun sebesar 33,5%.9
Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi,
mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang supratentorium (diatas tentorium
cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila volume darah sedikit. Namun,
perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah pons atau cerebellum memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur–
struktur vital dibatang otak.10
2. 2. 3 Etiologi
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam
ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Jenis stroke yang paling
mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15%
perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid.9
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:11
• Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
• Ruptur kantung aneurisma
• Ruptur malformasi arteri dan vena
• Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
7
• Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,
gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti
koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
• Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
• Septik embolisme, myotik aneurisma
• Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
• Amiloidosis arteri
• Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
2. 2. 4 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi perdarahannya, stroke hemoragik dapat dibedakan
menjadi dua yaitu Perdarahan Intraserebral (PIS) dan Perdarahan Subaraknoid
(PSA).12,13
8
sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah
yang lemah dari dinding arteri itu.12
2. 2. 5 Faktor Risiko
Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a.Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke
sebesar 11 – 20 %. Orang yang berusia > 65 tahun memiliki risiko
stroke sebesar 71 %, sedangkat usia 65 – 45 tahun memiliki risiko
25 %, dan 4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.8,9
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding
perempuan. Walaupun para pria lebih rawan dari pada wanita pada
usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah
usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian
menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang
melindungi para wanita sampai mereka melewati masa-masa
melahirkan anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki risiko
terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi
sekitar 20% dari pada wanita. Namun, wanita usia berapa pun
memiliki risiko perdarahan subaraknoid sekitar 50% lebih besar.9
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang
kulit putih.8
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke9
9
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4
sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke
makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan
otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke mempunyai
tekanan darah tinggi.3,8,11
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun
tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat
terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih
berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko
terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.9,11
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan
terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca
operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium
yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.11
d. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan
faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol
yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol
total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.12
e. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4
kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di
10
seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga
merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran
darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.3,8,11
f. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus,
mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak
selsel saraf tepi, saraf otak dan lain – lain. Konsumsi alkohol
berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.3,11,12
g. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial
dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan
faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung
atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.12
2. 2. 6 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil. Pada orang normal terdapat sistem autoregulasi
arteri serebral, dimana bila tekanan darah sistemik meningkat maka pembuluh
serebral akan vasokonstriksi, sebaliknya bila tekanan darah sistemik menurun
maka pembuluh serebral akan vasodilatasi, dengan demikian aliran darah keotak
tetap konstan. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi
adalah tekanan darah sistolik 150-200 mmHg dan diastolic 110-120 mmHg.
Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi,
namun bila keadaan ini terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan
menyebabkan degenerasi pada lapisan otot pembuluh serebral, yang akan
menyebabkan diameter lumen pembuluh darah menjadi sulit berubah. Hal ini
berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi
dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi tekanan darah.12
Perdarahan intraserebral ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam
parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
11
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang
di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.13,14
12
Gambar 2.7. Lokasi Aneurisma Carchord Bouchard
13
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.13
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut. 13
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran,
kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia
pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi
memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah
dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,
penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia
darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil
anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.13,14
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral
lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya
Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer
serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.14
Pada kasus stroke batang otak, pembuluh darah yang sering mengelami
gangguan adalah sistem vesrtebrobasiler. Perdarahan total arteri basilaris
menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma.
Perdarahan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:14
14
- Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
- Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
- Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
- Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
2. 2. 6 Manifestasi Klinis
Stroke hemoragik yang disebabkan perdarahan intraserebral (PIS) dapat
terjadi di berbagai sturktur dalam otak, dimana 70% kasus PIS terjadi di kapsula
interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang otak dan serebelum) dan 10% di
hemisfer (di luar kapsula interna). PIS terutama disebabkan oleh hipertensi (50-
68%).12
15
• Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota tubuhnya
• Rasa kesemutan di sebagian tubuh
• Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
• Kebutaan (amaurosis fugaks)
• Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
• Penglihatan ganda (diplopia)
• Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot ekstraokular
• Pusing seperti berputar (vertigo)
• Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
• Kesulitan untuk menelan (disfagia)
• Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau
tetraparese)
• Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal (hemianestesia) baik
unilateral maupun bilateral
17
2. 2. 6. 2 Medial Medullary (Dejerine) Syndrome8
Sindrom ini terjadi karena adanya gangguan pada arteri vertebralis atau
pada percabangannya yaitu arteri spinalis anterior yang memperdarahi piramid,
lemniskus medial, dan nervus hypoglosus. Namun, sindrom ini jarang terjadi.
Gambaran klinis yang ditemukan berupa paresis ipsilateral dari lidah dengan
deviasi ke arah lesi (lesi LMN nervus kranialis XII), hemiplegi kontralateral,
hilangnya rasa getar dan propioseptif ipsilateral.
18
2. 2. 7 Diagnosis
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan beberapa
pemeriksaan, baik anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
2. 2. 7. 2 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium12
• Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit,
masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
• Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
• Fungsi hati (SGOT/SGPT)
• Urine Lengkap
• Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
b. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan
stroke infark dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran
CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan
pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.16
c. Pemeriksaan MRI
19
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). 16
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi
atau aneurisma pada pembuluh darah.12,16
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.12
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada
stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke
infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).16
2. 2. 8 Tatalaksana8,17
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1.Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
• Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95 %
• Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas
• Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2
< 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
• Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik seperti glukosa)
• Optimalisasi tekanan darah
• Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
20
c. Pemeriksaan awal fisik umum
• Tekanan darah
• Pemeriksaan jantung
• Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan
pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
• Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
• Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena peningkatan
TIK
• Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70
mmHg Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
oTinggikan posisi kepala 20° - 30°oHindari penekanan
vena jugularoHindari pemberian cairan glukosa atau
cairan hipotonikoHindari hipernatremiaoJaga
normovolemiaoOsmoterapi atas indikasi :
Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang setiap
4 – 6 jam dengan target ≤ 310 mOsm/L.
Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila
perluoIntubasi untuk menjaga normoventilasioKortikosteroid
tidak direkomendasi untuk mengatasi edema otak dan tingginya
TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
• Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti
oleh fenitoin loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit
21
• Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
• Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
• Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diberikan obat
antipiretik dan diatas penyebabnya
• Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau > 37.5°C
• Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan diberikan antibiotik
• Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
• EKG
• Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektroklit)
• Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal
untu pemeriksan CSF
• Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
22
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg
cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol
dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem)
intravena digunakan dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan
ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering
digunakan sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya
vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam
target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema
paru, gagal ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS
160/90 mmHg pada 6 jam pertama.
23
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor
pembekuan darah
2. 2. 8. Komplikasi
1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan
sitoksik, pada intra dan extraseluler.
b. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang
subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen
Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan
kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut.
Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan
serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini
biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan
inkontinen.
c. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.
2. 2. 9. Prognosis19
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke.
Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran,
patologi lesi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai
sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari
pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.
24
BAB III
LAPORAN KASUS
3. 1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku Bangsa : Sasak
Alamat : Ampenan, Mataram
3. 2 ANAMNESIS
Pasien datang ke UGD RSUP NTB pada tanggal 15 Agustus 2016,
dengan :
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran secara tiba-tiba
Riwayat Penyakit Sekarang
- Penurunan kesadaran secara tiba tiba
- Awalnya saat pasien beraktifitas, tiba-tiba mengalami penurunan
kesadaran 2 jam setelah makan (pukul 15.00 wita).
- Pasien juga mengeluarkan busa dari mulutnya.
- Terdapat mual muntah sebelum pasien mengalami penurunan
kesadaran.
- Pasien juga mengeluh nyeri kepala di seluruh bagian kepala dan tidak
menjalar, nyeri kepala dirasakan sepanjang hari.
- Ini merupakan keluhan yang pertama kali dialami pasien.
- Pasien pernah mengeluh lemas separuh badan kanan ±1 tahun yang
lalu, namun membaik dengan sendirinya.
25
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat lemah separuh badan kanan ±1 tahun yang lalu
- Riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu
- Riwayat diabetes melitus tidak ada
- Riwayat asma tidak ada
- Riwayat dyslipidemia tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:
Pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Pasien memiliki riwayat
merokok sejak remaja dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Koma
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 102x/mnt, reguler
Frekuensi pernafasan : 28x/mnt, tipe apneustik
Suhu : 36,8 °C
Kepala : Normochepali
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
Leher : tidak ada kelainan, pembesaran (-)
Thorax :
Inspeksi : bentuk normal, scar (-), jejas (-), ictus
cordis (-) simetris kiri dan kanan.
Palpasi : gerakan dinding dada simetris,
ketertinggalan gerak (-), ictus cordis (-)
Pulmo
Perkusi : sonor
26
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor
Perkusi : redup di ICS IV midklavikula dextra
sampai dengan ICS V midklavikula
sinistra
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 12 kali per menit
Perkusi : timpani pada 4 kuadran
Pemeriksaan Neurologis
1. GCS : E1V1M4
2. Fungsi Luhur
- Reaksi emosi : tidak dapat dievaluasi
- Intelegensia : tidak dapat dievaluasi
- Fungsi bicara : tidak dapat dievaluasi
- Fungsi psikomotor : tidak dapat dievaluasi
- Fungsi Psikosensorik 3. : tidak dapat dievaluasi
Tanda rangsang Meningen:
N I (Olfaktorius)
-subjektif Tde Tde
N II (Optikus)
27
-tajam penglihatan Tde Tde
N III (Okulomotorius)
-bola mata Tde Tde
-ptosis Tde Tde
N IV (Trochlearis)
-gerakan mata ke bawah Tde Tde
N V (Trigeminus)
-Motorik membuka
mulut menggerakkan
Tde Tde
rahang menggigit
mengunyah Tde Tde
Tde Tde
Tde Tde
-Sensorik
Divisi Oftalmika
*reflex kornea + -
*sensibilitas Tde Tde
Divisi Maksila
*reflex Masseter + +
*sensibilitas Tde Tde
28
Divisi Mandibula
*sensibilitas Tde Tde
N VI (Abdusen)
-gerakan mata ke lateral - -
N VII (Fasialis)
-raut wajah Kesan Normal Kesan Normal
N VIII (Vestibularis)
-suara berbisik Tde Tde
Refleks Vestibuloocular -
N IX (Glossofaringeus)
-sensasi lidah 1/3 blkg Tde Tde
N X (Vagus)
29
-Arkus faring Tde
-uvula Tde
-menelan Tde
-artikulasi Tde
-suara Tde
-nadi Takikardia
Refleks muntah Tidak dilakukan
N XI (Asesorius)
-menoleh ke kanan Tde
N XII (Hipoglosus)
-kedudukan lidah dalam Deviasi kearah kanan
-kedudukan lidah dijulurkan Tde
-tremor -
-fasikulasi -
-atropi -
6. Sensorik
- Eksteroseptif Nyeri : Tde
Suhu : Tde
Raba halus : Tde
- Propioseptif Rasa sikap : Tde
30
Nyeri dalam : Tde
- Fungsi kortikal Diskriminasi : Tde
Stereognosis : Tde
7. Sistim Refleks
a.Releks fisiologis
Biceps : +1/+2
Triceps : +1/+2
Patella : +1/+2
Achilles : +1/+2
b.Releks Patologis
Hoffman : (+)/(-)
Trommer : (+)/(-)
Babinsky : (+)/(-)
Chadock : (+)/(-)
Gordon : (+)/(-)
Schaefer : (+)/(-)
Oppenheim : (+)/(-)
Gonda : (+)/(-)
8. Cerebellum
- Gangguan Koordinasi
• Tes jari hidung : Tde
• Tes pronasi-supinasi : Tde
Diagnosis
Diagnosa klinis :
• Laki-laki 63 tahun
• Penurunan kesadaran akut
• Muntah, Nyeri kepala
• Lateralisasi dekstra
• Pernapasan Apneustik
• Parese n. III sinistra
• Parese n.V sinistra
• Parese n. VII sinistra tipe LMN
• Parese n. XII sinistra tipe LMN
Diagnosa topis : Mesensefalon, Pons dan Medula Oblongata
Diagnosa etiologi : Stroke ICH
DD : Stroke Infark
Diagnosa sekunder : Hipertensi grade II
Prognosis:
Quo ad vitam : dubia et malam
Quo ad sanam : dubia et malam
Quo ad functionam : dubia et malam
Planning
1.Diagnosis oDarah
Lengkap oFungsi
Ginjal oElektrolit
oCT scan kepala
oRontgen Thoraks
32
2.Terapi
a. Non Medikamentosa
Head up 30o
Pemasangan Catheter
Pemasangan Mayo
Pemberian nutrisi melalui selang NGT
b. Medikamentosa
O2 10 liter per menit
IVFD RL 30 tpm
Mannitol 300 cc
Injeksi Nicardipin 5mg/jam
Injeksi Ceftriaxone 2x1 mg
Injeksi Asam tranexamat 3x500 mg
Injeksi Citicholin 3x500 mg
Pemasangan Foley Catheter
3.Monitoring
oGCS
oTanda-tanda vital (Respirasi, Nadi,
Suhu)oTekanan Darah tiap 15 menitoUrin
outputoTanda tanda peningkatan tekanan
intrakranial
4.Edukasi
- Menjelaskan kondisi medis pasien dan penyakit yang diderita oleh pasien
- Menjelaskan tentang rencana dan tujuan pemberian terapi kepada pasien
- Menjelaskan mengenai kemungkinan prognosis pasien sesuai teori dan
prognosis ICH
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
15/08/ 15/08/
Parameter 2016 Nilai Normal Parameter 2016 Nilai Normal
33
HGB 15,5 13,0 – 18,0 [g/dL] GDS 99 80-120 [mgl/dl]
2. CT Scan Kepala
34
Hasil:
- Kesan lesi hiperdens pada batang otak
3. Rontgen Thoraks
35
Hasil: tidak tampak adanya kelainan
4. Follow Up Pasien
FOLLOW UP PASIEN
Hari/Tanggal S O A P
Selasa, Kesadaran GCS: Stroke ICH O2 10 liter per menit
16-08-2016 menurun E1V1M1 Batang Otak IVFD RL 30 tpm
Jam 07.00 TD: 90/60 Mannitol 300 cc
N: 100x/m Inj. Ceftriaxone 2x1 mg
ireguler T: Inj. Asam tranexamat
36,9 3x500 mg
RR: 28, Inj. Citicholin 3x500 mg
ataksik Inj. Paracetamol 3x1 g
Selasa
16-08-2016 Pasien meninggal
Jam 20.00
BAB IV PEMBAHASAN
36
Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang laki-laki berusia 63 tahun dengan
heteroanamnesa didapatkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba, sebelumnya
pasien mengalami muntah (+), kejang (-), tidak bisa bicara (+), nyeri kepala (+),
dan kelemahan badan sebelah kanan secara tiba-tiba dan mulut berbusa. Penderita
terdapat riwayat hipertensi tidak terkontrol.
Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi grade II yaitu 160/100
mmHg, penderita berada pada tingkat kesadaran (GCS 1-1-4), kelemahan
ekstremitas kanan, sensorik sulit dievaluasi. Reflek fisiologis meningkat pada
ekstremitas sebelah kanan.
Berdasarkan onsetnya yang mendadak, dan pada penderita didapatkan defisit
neurologik yang mendadak tanpa adanya trauma kepala sebelumnya kecurigaan
pertama kali adalah bahwa pasien ini mengalami gangguan peredaran darah otak
(GPDO)/stroke.
Stroke adalah kerusakan sebagian dari otak yang timbul mendadak atau cepat
(1)
akibat terganggu akibat terganggunya peredaaraan darah otak . Penyakit ini
timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan penyebab kematian nomor
tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di Amerika serikat. Sebagai masalah
kesehatan.17
Dari segi klinis, GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak) dibagi atas18
a.Serangan Iskemia Sepintas (Transient Ischaemic Attack/TIA)
b. Stroke Iskemik (Stroke Non Hemoragik)
c. Stroke Hemoragik
d. GPDO lainnya
Dalam menegakkan diagnosis stroke, dapat dilakukan beberapa cara, termasuk
membandingkan gejala klinis pasien yang didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, perhitungan Siriraj score dan pemeriksaan penunjang.
37
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ ++
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
Bradikardi +++ +
Perdarahan di retina ++ -
Papil edema + -
Kaku kuduk, Kernig, ++
Brudzinsky -
Ptosis ++ kortikal/subkortikal
Lokasi Subkortikal
Berdasarkan pembagian manifestasi klinis pasien GPDO pada tabel diatas, dapat
disimpulkan bahwa pasien kemungkinan mengalami serangan stroke perdarahan
dimana terdapat penurunan kesadaran yang tiba-tiba, keluhan nyeri kepala, dan
muntah. Namun saat ini, untuk menegakkan diagnosis tipe stroke hemoragik,
dapat dilakukan perhitungan menggunakan Sirirajscore.
Muntah + 1 x2 2
Diastol 100 100 x 0,1 10
Ateroma - 0 x -3 0
Skor Siriraj 8
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil skor siriraj 8 (>1) yang berarti pasien
mengalami stroke perdarahan (hemoragik). Selain itu diperkuat oleh hasil
38
pemeriksaan penunjang berupat CT scan dengan tampakan lesi hiperdens pada
batang otak. Sehingga pasien dapat dipastikan mengalami stroke hemoragik.
Stroke hemoragik menurut WHO, dibagi atas Perdarahan intaserebral (PIS) dan
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA). Diagnosis banding PIS dan PSA, sebagai
berikut :
Gejala klinis PIS PSA
Gejala defisit fokal Berat Ringan
SIS sebelumnya Amat jarang -
40
pada nervus hipoglosus. Lesi nervus fasialis dan hipoglossus menunjukkan adanya
kelainan pada medula oblongata.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien
mengalami gangguan pada mesensefalon (lokasi nukleus nervus okulomotorius)
dan pons (lokasi nervus V), dan lesi nervus VII dan XII perifer yang
mengindikasikan adanya kelainan pada medula oblongata.
Pada pemeriksaan refleks batang otak, terdapat refleks pupil negatif pada kedua
sisi mata, hal ini menunjukkan adanya gangguan nervus III. Namun kerusakan ini
seharusnya tidak terjadi pada mata sebelah kanan, pada pemeriksaan tidak terlihat
adanya refleks pupil mungkin disebabkan karena diameter pupinya yangs Sangat
kecil sehingga miosis tidak terlihat. Refleks kornea negatif pada sisi kiri. Refleks
vestibulookular dan refleks okulosefalik juga negatif. Namun pemeriskaan refleks
muntah pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena terhalang oleh mayo yang
sudah dipasang untuk stabilisasi jalan napas (airway).
41
Tabel 4.1. Pemeriksaan Refleks Sefalik
No Refleks Hasil Interpretasi
42
Pemeriksaan rontgen thoraks bertujuan untuk melihat adanya kelainan
pada sistem cardiovaskular dan respirasi yang mungkin dapat menjadi salah satu
faktor resiko terjadinya gangguan pada pasien, Sementara pemeriksaan CT scan
dilakukan untuk memastikan adanya gangguan pembuluh darah otak, perdarahan
maupun iskemik.
Terapi non medikamentosa pada pasien yakni: pemasangan mayo untuk
mencegah lidah menutupi jalan napas, kepala ditinggikan 30o, dan pemasangan
kateter untuk mengevaluasi urin output secara berkala selain itu dilakukan
pemasangan selang NGT untuk memberikan nutrisi karena pasien dalam kondisi
koma.
Dalam menentukan prognosis pasien stroke hemoragik dapat dilakukan
dengan menggunkan ICH Score
Komponen Score
GCS 6 1
Volume ICH >30ml 1
Perdarahn intraventrikel No
Infratentorial Ya 1
Usia <80 tahun 0
Berdasarkan tabel ICH Score diatas, didapatkan hasil skor 3 pada pasien, hal ini
menunjukkan bahwa menurut Skor ICH, kemungkinan kematian dalam 30 hari
kedepan mencapai 72%. Hal ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam
memberikan edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi dan prognosis
pasien.
REFLEKSI KASUS
Alasan saya memilih kasus ini adalah karena kasus ini cukup menarik bila
dilihat dari perjalanan klinisnya, walaupun kasus stroke banyak ditemui namun
kejadian stroke yange mengenai struktur batang otak cukup jarang ditemui
43
sehingga banyak hal yang dapat dipelajari dari kasus ini, termasuk cara
membedakannya dengan penyakit stroke yang mengenai struktur lain. Perjalanan
penyakit yang terlihat pada pasien cukup jelas dan sesuai dengan teori, namun hal
yang cenderung sulit ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah
lokasi tepat (topis) penyakit serta pembuluh darah yang mengalami gangguan
pada kasus ini. Beberapa hal tersebut membuat saya tertarik mengambil kasus ini
untuk dipelajari lebih lanjut. Hal yang saya pelajari dalam kasus ini antara lain
cara pemeriksaan refleks sefalik pada pasien koma untuk menentukan lokasi
kelainan serta hubungan antara lesi anatomis pada struktur batang otak beserta
jarasnya dengan manifestasi klinis yang timbul pada pasien sehingga dapat
ditentukan clinical reasoning untuk menjelaskan mnculnya gejala pada pasien
yang berkaitan dengan perjalanan penyakitnya.
BAB V PENUTUP
5. 1 KESIMPULAN
Stroke pada sirkulasi posterior menimbulkan berbagai gejala. Episode
yang timbul secara mendadak dan berangsur-angsur dibandingkan dengan stroke
pada sirkulasi anterior. Pada pasien diperoleh gejala kontralateral dengan paresis
44
nervus kranialis ipsilateral dengan paresis motorik dan sensorik kontralateral,
termasuk 5 gejala Ds seperti, dizziness, diplopia, dysarthria, dysphagia, dystaxia.
Secara umum, pasien dalam keadaan baik, namun bila terjadi gangguan bilateral
pada gangguan arteri vertebralis, memiliki prognosis yang lebih buruk termasuk
sebesar 90% kematian pasien dalam keadaan locked-in syndrome dan koma.
Tujuan utama penatalaksaan pada kasus stroke ini adalah dengan mencegah stroke
berulang di kemudian hari salah satunya dengan mengontrol faktor-faktor risiko
yang dapat dimodifikasi atau primary prevention. Secara umum, penatalaksanaan
stroke dibagi berupa manajemen pada fase akut dibagi 3 yaitu, dengan
mengembalikan sirkulasi dan menghentikan proses patologis, terapi fisik dan
rehabilitasi, dan pencegahan untuk stroke selanjutnya dan progresifitas dari
penyakit vaskular.
45
DAFTAR PUSTAKA