You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang
diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan
dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Masjoer, A, 2005).
Fraktu adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin
taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap
dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur
tetutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini
disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2005).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson,
2005)
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan decade ini (2005-
2010) menjadi dekade tulangdan persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena
kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO,
juga menyebabkan kematian ±1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya
adalah remaja atau dewasa muda.
http://www.koleksiskripsi.com/2010/11/hubungan-antara-usia-jenis-kelamin.html
Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan
mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yang meningkat otomatis terjadi peningkatan
penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal di
perkotaan. Sehingga menambah “ kesemerautan “ arus lalulintas. Arus lalulintas yang tidak
teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2008 - 2010 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan
oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127
trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). (Depkes RI,
2008 - 2010).
Adapun di sumatera barat, jumlah cendrung meningkat dua tahun terakhir (2007-2008).
Menurut kepolisian daerah, peningkatan terjadi dari berbagai factor. factor tersebut adalah “
kesemerautan“ arus lalulintas. Kapolda merincikan, pada tahun 2007 jumlah korban kecelakaan
lalulintas di sumatera barat mencapai 1.399 kasus, dan pada tahun 2008, korban mengalami
peningkatan mencapai 1.551 kasus, atau naik 11%.
Berdasarkan data dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2009didapatkan
sekitar 2700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24%
mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis
atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur. (Dinkes Pemrov Sumbat, 2009).
Sementara itu pada tahun yang sama di Rumah Sakit Umum tercatat terdapat 676 kasus
fraktur dengan distribusi 86,2% fraktur jenis terbuka dan 13,8% fraktur jenis tertutup.
Berdasarkan cacatan rekam medik diketahui 68,14% jenis fraktur yang terjadi adalah fraktur
ektermitas bawah.
http://www.scribd.com/doc/35957207/post-operasi-Fraktur-Cruris
Kecelakaan itu, korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan lalulintas hanya 86 orang,
korban luka berat akibat kecelakaan lalulintas pada tahun 2007 mencapai 883 orang, mengalami
peningkatan pada tahun 2008 mencapai 1.005 orang dan korban luka ringan pada tahun 2007
mencapai 1.124 orang, mengalami penurunan pada tahun 2008 mencapai 998 orang (Kapan lagi.
Com, 2008)
Dari jenis-jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur, fraktur femur mempunyai
insiden yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
kecelakaan (Masjoer, A, 2005).
Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan adanya respon
cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam memahami proses penyembuhan
dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian besar penelitian tidak menunjukan adanya
korelasi kuat antara tingkat pendidikan dengan kecemasan penderita fraktur. Respon cemas yang
terjadi pada penderita fraktur sangat berkaitan sekali dengan mekanisme koping yang
dimilikinya, mekasnisme koping yang baik akan membentuk respon psikologis yang baik, respon
psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses kesembuhan (Depkes RI, 2008).
Penyebab dari fraktur femur terbagi menjadi dua bagian yaitu fraktur fisiologis dan
patologis. Fraktur fisiologis ini terjadi akibat kecelakaan, olahraga, benturan benda dan trauma.
Kejadian ini banyak ditemukan pada dewasa muda terutama pada laki-laki umur 45 tahun
kebawah sedangkan fraktur patologis terjadi pada daerah tulang yang lemah oleh karena tumor,
osteoporosis, osteomielitis,osteomalasia dan rakhitis. Kejadian ini banyak ditemukan pada orang
tua terutama perempuan umur 60 tahun keatas (Rasjad,C, 2007).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kita dapat merumuskan masalah sebagai berikut
:“Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur femur di UGD
(UnitGawat Darurat) RSUD Jombang”.

C. Tujuan
Tujuan Umum :
Agar penulis mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita
fraktur femur, dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan secara benar, tepat dan
sesuai dengan standar keperawatan profesional.
Tujuan Khusus :
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami faktur femur di bangsal bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada penderita fraktur femur.
c. Intervensikan keperawatan pada pasien yang mengalami fraktur femur.
d. Implementasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur.
e. mengevaluasikan hasil asuhan keperawatan pda pasien dengan fraktur femur.

D. Manfaat
Studi kasus dapat bermanfaat secara praktis :
a. Perawat
Dapat digunakan sebagai alat bantu mengevaluasi dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan bagi pasien yang menderita fraktur femur
b. Perkembangan keperawatan
Agar studi kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam melaksanaklan asuhan
keperawatan pada pasien pada faktur femur. Sehingga dapat dikukan tindakan untuk
mengatasi masalah yanj terjadi pada pasien dengan frakrur femur.
c. Peneliti
Memberikan pengertian, pengwetahuan dan pengambilan keputusan yank tepat pada
pembaca. Khususnya dalam menyikapi jika ada penderita dengan fraktur femur.
d. Instalasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang
Sebagai bahan masukan dan menambah referensi untuk meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan pada penderita dengan fraktur fermur.
e. Penulis
Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang lebih mendalam
dan upaya dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan fraktur
femur.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh
laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2006:543)
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan. (E. Oerswari, 2007:144).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, kedaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan
L.Wilson, 2003).
B. ANATOMI FISIOLOGI FRAKTUR
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari
femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh
dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul
dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal
yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya
arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah
tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur diantaranya :
a. Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik,olahraga,
dan trauma dapat disebabkan oleh:
 Cedera langsung berarti pukulan lansung terhadap tulang sehingga
 tulang patah secara spontan.
 Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasibenturan,misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan frakturklavikula,
atau orang tua yang terjatuh mengenai bokong dan berakibat fraktur kolom femur.
b. Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut :
 Tumor tulang
Terbagi menjadi jinak dan ganas
 Infeksi seperti Osteomielitis
 Scurvy (penyakit gusi berdarah)
 Osteomalasia
 Rakhitis
 Osteo porosis ( Rasjad, C, 2007)
Umumya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang. Fraktur cendrung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami
fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormone pada menopause.
D. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka atau patah tulang terbuka adalah hilangnya kontinuitas tulang paha
disertai kerusakan jaringan lunak ( otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah ) yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
b. Farktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup atau patah tulang paha tertutup adalah hilangnya kontinitas tulang
paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma langsung atau
kodisi tertentu, seperti degenerasi tulang ( osteoporosis )( Arif Muttaqin : 2012 )
E. PATOFISIOLOGI
Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femor
individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
keendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengami trauma multipel
yang menyertainya.
Secara klinis, fraktur femur terbuka serinh menyebabkan kerusakan neurovaskuler yang
menimbulkan manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilngan
darah ( pada siap patah satu tulang femur, diperdiksi hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskuler
) maupun syok neorogenik karna nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf
yang berjalan dibawah tulang femur.
Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sidrom kompartemen. Sindrom
konpartemen adalah suatu keadaan otot, pembuluh darah, jaringan saraf akibat pembengkakan
lokal yang melebihi kemampuan suatu kopar temen / ruang lokal dengan manisfestasi gejala
yang has, meliputi keluhan nyeri hebat pada area pembengkakan, penurunan perfusi perifer
secara unilateral pada sisi distal pembengkakan, CRT ( capillary refill time ) lebih dari 3 detik
pada sisi distal pembengkakan, penuruna denyut nadi pada sisi distal pembengkakan. Konplikasi
yang terjadi akibat situasi ini adalah kematian jaringan bagian distal dan memberikan implikasi
pada peran perawat dalam kontrol yang optimal terhadap pembengkakan yang hebat ada klien
fraktur femur.
Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan mebilitas fisik dan diikuti dengan spasme
otot paha yang menimbulkan defomitas khas pada paha, yaitu pemendekan tungkai bawah.
Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal, akan menimbulkan resiko
terjadinya malunion pada tulang femor.
Kondisi klinis fraktur femur terbuka pada fase awal menyababkan berbagai masalah
keperawatan pada klien, meliputi respon nyeri hebat akibat kerusakan veskuler dengan
pembengkakan lokal yang menyebabkan sindrom kopartemen yang sering terjadi pada fraktur
suprakondilus, kondisi syok hopovolemik sekunder akibat cereda vaskuler dengan pendarahan
yang hebat, hambatan mobilitas fisik sekunder akibat kerusakan fragmen tulang, dan resiko
tinggi infeksi sekunder akibat port de entree luka terbuka. Pada fase lanjut, fraktur femur terbuka
menyebabkan kondisi malunion, non-union, dan delayed union akibat cara mobilisasi yang salah.
Intervensi medis dengan penatalaksanaan pemasangan fiksasi interna dan fikasi eksterna
memberikan implikasi pada masalah resiko tinggi infeksi.
( Arif Muttaqin, S. Kep, Ns : 2011)
F. TANDA DAN GEJALA
a. Nyeri hebat di tempat fraktur
b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
c. Rotasi luar dari kaki lebih pendek
d. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
e. bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
G. MANISFESTASI KLINIS

Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi defornitas, pemendekan


ekstremitas, krepitus, pembekakan lokal, dan perubahhan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
b. diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk memininalkan gerakan antar fragmen tulang.
c. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian takdapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah ( gerakan luarbiasa ) buakannya tetap rigid
seperti nomalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas ( terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa biketahui dangan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karna fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
d. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karna kontraksi otot
yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkapi satu
sama lain 2,5 – 5 cm ( 1 – 2 inci ).
e. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang gteraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya ( uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
f. Pemengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah bebrapa jam
atau hari setelah cedera.
( Brunner & suddarth : 2002 )
H. KOMPILKASI FRAKTUR FEMUR
Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih dan sindrom
kopartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera.
Koplikasi awal lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli ( emboli
paru ) yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati
intravaskuler diseminata ( KID ).
Koplikasi lambat
Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan lambat terjadi bila penyembuhan
tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan
terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan distaksi ( tarikan jauh ) fragmen
tukang.
Tidak ada penyatuan terjadi karna kegagalan penyatuan ujung-ujung patahan tulang. Pasien
mengeluh tidak nyaman dan gerkan yang menetap pada tempat fraktur. Fektor yang ikut
berparan dalam masalah penyatuan meliputi infeksi pada tempat fraktur, interposisi jarungan
diantara ujung-ujung tulang, imobulisasi dan manipulasi yang tidak memadai, yang
menghentikan pembentukan kalus, jarak yang terlalu antara fragmen, kontak tulang yang terbatas
dan gangguan asupan darah yang mengakibatkan nekrosis avaskuler.
( Brunner & suddarth : 2002 )
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur.
b. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
c. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma) peningkatan
jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
e. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
(Lukman & nurna ningsih, 2009)
J. PENATALANSANAAN
Medis
Menurut Apley ( 1995 ), prinsip terapi meliputi :
 Mebatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit.
 Mencegah atau sekurang-kurangnya menngetahui pembengkakan kopartemen.
 Memperoleh pejajaran ( alignment ) fraktur.
 Memulai pembebanan dini (pembebanan membantu penyembuhan)
 Memulai gerakan sendi secepat mungkin.
Laporan Pendahuluan Fraktur Cruris

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka
organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress
yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Cruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah yang terdiri dari
tulang tibia dan fibula (Ahmad Ramali).
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000).

B. Etiologi
a. Trauma
Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
 Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
 Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang
akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau osteoporosis.
c. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu
mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
d. Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
e. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi
fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
f. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang kuat dan
sering dikait dengan gangguan kesejajaran. (Apley, G.A. 1995 : 840)
C. Klasifikasi
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :
a. Fraktur complete : tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih.
b. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :
 Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di tempat, biasa terjadi
di tulang pipih.
 Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius, ulna, clavikula
dan costae.
 Buckle Fracture, fraktur dimana korteksnya melipat ke dalam.
Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang:
a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu tulang)
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari sumbu tulang)
c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang
d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.
Berdasarkan hubungan antar fragman fraktur :
a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
 Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat
 Angulated, membentuk sudut tertentu
 Rotated, memutar
 Distracted, saling menjauh karena ada interposisi
 Overriding, garis fraktur tumpang tindih
 Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar,
fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh
b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan
tulang yang fraktur dengan dunia luar yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang, terbagi atas :
Derajat I
a. Luka kurang dari 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
c. Kraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
d. Kontaminasi ringan.
Derajat II
a. Laserasi lebih dari 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c. Fraktur komuniti sedang.
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler
serta kontaminasi derajat tinggi.

D. Manifestasi klinis
a) Deformitas
b) Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : rotasi pemendekan tulang,
Penekanan tulang
c) Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur.
d) Echumosis dan perdarahan subculaneus
e) Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
f) Tendernes atau keempuka
g) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
h) Kehilangan sensasi (Mati rasa, munkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan).
i) Pergerakan abnormal
j) Syock hipovolemik dari hilangnya hasil darah.
k) Krepitasi
E. WOC

Trauma Trauma tidak Kondisi


langsung langsung patologis

Fraktur Nyeri
akut

Diskontinuitas tulang Pergeseran


fragmen tulang
Ansietas
Perubahan
jaringan sekitar Spasme
otot
Kerusakan
Pergeseran fragmen tulang integritas kulit
Putus
vena/
arteri Peningkatan
Laserasi tekanan
A.
deformitas kulit kapiler
B.
perdarahan
Gangguan
C. fungsi Port de entry
D. Pelepasan
kuman
histamin
Kehilangan
E. cairan
Hambatan
F.
mobilitas Resiko Protein plasma
G.
fisik infeksi hilang
H. Syok
hipovolemik
edema

Penekanan pembuluh
darah

Penurunan perfusi
jaringan

Gangguan
perfusi jaringan
F. Pemeriksaan diagnostik
a) Foto Rontgen : Untuk mengetahui lokasi, tipe fraktur dan garis fraktur secara
langsung. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodik
b) Skor tulang tomography, skor C1, MRI : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun.
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
e) Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau
cedera hati.

G. Penatalaksanaan
a) Rekognasi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai neurovascular ekstremitas.
Karena itu begitu diketahui kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera
harus dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan.
b) Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk
meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
 Skin Traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester
langsung pada kulit dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).
 Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada
sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke
dalam tulang.
c) Reduksi
 Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
 Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
d) Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna.
H. Komplikasi
1) Dini
a. Compartement syndrome : Merupakan komlikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Tekanan intracompartement dapat dibuka langsung dengan cara whitesides. Penanganan:
dalam waktu kurang 12 jam harus dilakukan fascioterapi.
b. Infeksi : Pada trauma orthopedic infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi juga bisa karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
c. Avaskuler nekrosis : Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia
d. Shock : karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
e. Kekakuan sendi: Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu lama. Pada
persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan gerak, hal ini dapat diatasi dengan
fisiotherapi .
A. DEFINISI

ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan


pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin
kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku
maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

B. Etiologi
a. Trauma direk (langsung), menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan /
trauma itu, misalnya trauma akibat kecelakaan.
b. Trauma indirek (tidak langsung), menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat tterjadinya kekerasan, yang patah biasanya bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c. Patologis, disebabkan oleh adanya proses patologis misalnya tumor, infeksi dan
osteoporosis tulang karena disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang dan disebut
patah tulang patologis.
d. Kelelahan / stress, misalnya pada olahragawan mereka yang baru saja meningkatkan
kegiatan fisik misalnya pada calon tentara

C. Manifestasi klinik

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
D. Penatalaksanaan
Prinsip dari penanganan patah tulang adalah :
 Mengembalikan bentuk tulang seperti semula (Reposisi)
 Mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi)
 Mobilisasi berupa latihan-latihan seluruh sistem gerak untuk mengembalikan fungsi
anggota badan seperti sebelum patah.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pemasangan ORIF (Operasi) antra lain :
 Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur
 Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
 Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai
 Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi
 Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta kekuatan otot
selama perawatan fraktur.
Kerugian yang potensial juga dapat terjadi antara lain :
 Setiap anastesi dan operasimempunyai resiko komplikasi bahkan kematian akibat dari
tindakan tersebut.
 Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan pemasangan
gips atau traksi.
 Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri
 Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur yang
sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi.

You might also like