Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Al-Qur’an sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. membawa umat
manusia keluar dari zaman kegelapan (kebodohan) menuju zaman cahaya yang terang
benderang yakni dengan agama Islam. Al-Qur’an juga menjelaskan yang haq dan yang bathil
Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai Larangan Membela Orang Salah menurut Al-
Qur’an surat An-Nisaa’ayat 105 serta berbagai penafsirannya. Salah satu hal yang akan
dibahas antara lain mengenaiLarangan Membela Orang Yang Salah. Selengkapnya akan
dibahas pada babII pembahasan.
Ø Bagaimanakah penafsiran Al-Qur’an surat A-Nisaa ayat 105 tentang Larangan Membela
Orang Salah?
Ø Korelasi atau hubungannya dengan surah lain (surat Al-Anfal ayat 58)
Mengetahui penafsiran Larangan Membela Orang Salah menurut Al-Qur’an surat An-Nisaa’:
105
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya
kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat.
B. Kata kunci
Ø Al kitab
Alkitab berasal dari kata "Al-Kitab" (bahasa Arab: )الكتابyang secara sederhana berarti
"buku" atau "kitab. Secara istilah kitab adalah tulisan wahyu pada lembaran-lembaran yang
terkumpul menjadi satu bentuk buku (Al-quran). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia kitab adalah buku atau wahyu Tuhan yg dibukukan
Ø Al haq
الحقberasal dari kata حق, terdiri dari 2 huruf yakni ha dan qaf. Maknanya berkisar
pada kemantapan sesuatu dan kebenarannya. Lawan dari yang batil/lenyap
adalah Haq. Sesuatu yang “mantap dan tidak berubah”, juga dinamai haq, demikian juga yang
“mesti dilaksanakan” atau “yang wajib”.
C. Tafsir ayat
Allah SWT menjelaskan dalam ayat ini bahwa Alquran yang membenarkan kebenaran itu
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk mengadili perkara yang terjadi antara
manusia dengan berdasarkan hukum-hukum yang diajarkan Allah. berdasarkan kitab itu,
Nabi Muhammad saw memutuskan suatu perkara dengan adil. Beliau dilarang menjadi lawan
dari yang benar atau kawan bagi yang salah.
"Bahwa salah seorang dari golongan Ansar yang berperang bersama Rasulullah saw dalam
satu peperangan kehilangan baju besi. Seorang laki-laki dari Ansar tertuduh mencuri baju
besi itu. Pemilik baju besi itu menghadap Rasulullah saw dan mengatakan bahwa Tu'mah bin
Ubairik yang mencuri baju besi itu dan meletakannya di rumah seorang laki-laki yang tidak
bersalah. Kemudian Tu'mah memberitahukan kepada kaumnya bahwa dia telah
menggelapkan baju besi dan menyembunyikannya di rumah orang lain yang tidak bersalah.
Baju besi itu kelak diketemukan di rumah orang itu. Famili Tu'mah pergi menghadap Rasul
pada suatu malam mengatakan kepada beliau: "Sesungguhnya saudara kami Tu'mah bersih
dari tuduhan itu. Sesungguhnya pencuri baju besi itu ialah si fulan, dan kami benar-benar
mengetahui tentang itu". Bebaskanlah saudara kami dari segala tuduhan di hadapan khalayak
dan belalah dia. Jika Allah tidak memeliharanya dengan perantaraanmu binasalah dia, lalu
berdirilah Rasul membersihkan Tu'mah dari segala tuduhan dan mengumumkan hal itu di
hadapan khalayak ramai, maka turunlah ayat ini(An-Nisaa’: 105).
Ayat ini menegur Rasul karena beliau percaya begitu saja terhadap laporan Bani Ubairik dan
beliau dengan segera membebaskan Tu'mah. Seolah-olah beliau menjadi pembela bagi orang-
orang yang belum tentu benar.
b. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu) yakni Alquran (dengan benar)
kaitannya ialah kepada "menurunkan" (agar kamu mengadili di antara manusia dengan apa
yang telah diajarkan Allah kepadamu). (Dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang
yang berkhianat) seperti Thu`mah dan menjadi penentang mereka atau pihak lawannya.
menjelaskan bahwa ayat ini secara ringkas mengandung makna bahwa janganlah bersikap
meremehkan di dalam meneliti yang haq karena tertipu oleh pembicaraan orang-orang yang
berkhianat dan kepandaiannya di dalam berdebat, agar kamu tidak menjadi penentang
kebenaran demi membela mereka yang berkhianat.
D. Asbabun Nuzul
Dalam suatu peperangan Rasulullah SAW bersama kaum Anshar, tiba-tiba baju besi salah
seorang diantara mereka dicuri. Si pemilik baju besi ini menduga bahwa baju besi dicuri oleh
salah seorang Anshar. Maka datanglah pemilik baju besi itu kepada Rasulullah dan berkata,
“sesungguhnya Thu’mah bin Abiraq telah mencuri baju besiku.’ Tatkala Thu’mah bin Abiraq
melihat pengaduan si pemilik baju besi ini, maka dia mengambil baju besi, lalu
melemparkannya ke rumah seorang Yahudi yang tak bersalah.
Thu’mah bin Abiraq lalu berkata kepada kelompoknya, ‘Saya kehilangan baju besi, lalu saya
menemukannya di rumah si Fulan dan ia akan ditemukan di sana.’ Maka mereka semua pun
pergilah kepada Nabi SAW seraya berkata, ‘Hai Nabi Allah, sahabat kami Thu’mah bin
Abiraq tidak berdosa. Yang memilki baju besi itu si Fulan. Kami betul-betul mengetahuinya.
Maka mintakanlah alasan untuk teman kami kepada para pemimpin khalayak ramai, dan
belalah dia, karena jika dia tidak dilindungi Allah melalui engkau, niscaya binasalah dia.’
Maka Rasulullah SAW pun bangkit, lalu menyatakan dia tidak bersalah, membelanya di
depan para pemuka masyarakat. Sikap Nabi SAW yang membela Thu’mah bin Abiraq
tersebut tanpa mengetahui lebih dalam perkaranya, menunjukkan bahwa tidak ada seorang
pun yang mengetahui kegaiban (hal yang tersembunyi, termasuk Rasulullah SAW, kecuali
kegaiban yang diperlihatkan Allah kepadanya, sehingga beliau dapat diperdaya oleh orang-
orang yang bathil itu. Lalu Allah SWT menegur tindakan Rasulullah SAW tersebut dengan
menurunkan Surat An-Nisaa’ ayat 105-107:
Terhadap Thu’mah Abiraq dan kawan-kawannya yang datang kepada Nabi SAW dan telah
menyembunyikan kebohongannya, maka turunlahsurat An Nisaa’ ayat 108, yakni
“mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal
Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang
Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka
kerjakan.” (Q.S. An-Nisaa’ ayat 108)
س َواء َعلَى إِلَي ِهم فَانبِذ ِخيَانَة قَوم ِمن تَخَافَ َّن َوإِ َّما َّ الخَائِنِينَ ي ُِحب َل
َ ّللاَ إِ َّن
Artinya:
Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.
· Kata kunci
“ Sesungguhnya sepeninggal kalian akan datang suatu kaum yang mereka berlaku khianat
dan tidak dapat dipercaya. Mereka bersaksi namun persaksian mereka tidak dapat
dipersaksikan , mereka bernadzar namun tidak menepatinya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari
didalam Kitab asy-Syahadaat, bab. Laa Yasyhad ‘ala Syahadah juurin idzaa Usyhida).
“ Barang siapa yang mengisyaratkan kepada saudaranya suatu perkara, namun dia
mengetahui kalau yang lurus adalah selain perkara tersebut, sunguh dia telah berlaku khianat
“ (Shahih Sunan Abu Daud no. 3105).
Orang-orang yang berlaku khianat adalah orang-orang yang menjadi penjaga saudara-saudara
mereka, karib kerabat, tetangga mereka pada keluarga dan istri-istri mereka, namun mereka
mengkhianatinya. Dan mengkhianati semua rekan-rekan kerja mereka atau yang orang-orang
yang mengerjakannya. Orang-orang yang berlaku khianat adalah orang-orang yang
menkhususkan doa hanya untuk diri mereka tanpa menyertakan makmum, mereka melirik
kepada kaum wanita, dan mengkhianati istri-istri mereka, Dan juga kaum wanita yang
mengkhianati suami-sumi mereka. Mereka berdusta kepada orang lain disetiap perbincangan
mereka padahal orang-orang selain mereka yangmendengarkannya memebenarkan ucapan
mereka.
· Ayat 58 surat al-Anfal mengandung makna bahwa jika kamu (Muhammad) khawatir
terhadap kaum Yahudi yang mengadakan perjanjian akan mengkhianati dan merusak
perjanjian, karena kamu melihat tanda-tanda jelas yang menunujuk kepadanya, maka tutuplah
pintu pengkhianatan itu sebelum terjadi, dengan melemparkannya kepada mereka dan
memperingatkan mereka bahwa kamu (Muhammad) tidak lagi terikat kepadanya, dan tidak
memperhatikan urusan mereka. Ini, hendaknya kamu (Muhammad) lakukan dengan cara
yang terang tanpa penipuan dan sembunyi-sembunyi.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya
kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat.
Surat An nisa ayat 105 mengandung pengartian bahwa kita tidak diperbolehkan membela
orang yang salah. Jika penulis mengimplementasikan ayat tersebut dengan proses hukum
yang berlaku di Indonesia mungkin akan timbul pertanyaan dibenak kita, apa seorang advocat
tidak dapat menerima klient yang bersalah? Menurut sumber sumber yang penulis baca,
seorang seorang advokat wajib menerima dan “membela” semua klien tanpa membeda-
bedakan sesuai dengan KUHAP Pasal 54 telah menegaskan bahwa tersangka/terdakwa
berhak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan, Namun
ketentuan yang bersifat fakultatif ini telah dikritik sejak lama, karena tanpa seorang
advokatpun yang mendampingi tersangka/terdakwa, maka pemeriksaan tetap dapat
dilanjutkan.
Selain itu ketentuan inipun dalam tingkat penyidikan juga masih mendapat sorotan karena
menurut Pasal 115 KUHAP, pendampingan seorang advokat terhadap kliennya hanya
terbatas pada melihat atau menyaksikan, atau mendengarkan (within sight and within
hearing) inipun masih dapat dibatasi jika kasusnya tersangkut dengan keamanan negara,
maka peran advokat untuk mendampingi kliennya hanya terbatas untuk melihat saja (within
sight).
Bantuan hukum dapat berubah menjadi wajib, sebagaimana diatur dalam Pasal 56, jika
sangkaan atau dakwaan terhadap tersangka/terdakwa diancam dengan hukuman mati dan/atau
hukuman lima belas tahun atau lebih atau khusus bagi yang tidak mampu jika tindak pidana
yang dilakukan diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih dan ia tidak mempunyai penasihat
hukum. Untuk itu, salah satu miranda rule dalam KUHAP adalah yang diatur dalam Pasal 56
KUHAP. Jadi tugas advokat adalah memberi perlindungan dan bantuan hukum kepada
kliennya agar dalam berperkara dapat diperlakukan secara adil sesuai hukum yang berlaku.
Jadi salah kalau selama ini ada anggapan bahwa advokat bertugas membebaskan klien dari
jeratan hukum. Kalau bersalah ya tetap bersalah dan dihukum, namun hukuman dan
perlakuan hukum yang diterima harus sepadan dengan perbuatannya, itulah prinsip keadilan
yang arus dijunjung tinggi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah saya mengadakan pembahasan terhadap masalah-masalah yang terdapat pada pokok
bahasan dan analisis terhadap larangan membela orang yang salah akhirnya penyusun dapat
menarik kesimpulan bahwa seorang advokat dapat menerima dan “membela” semua klien
tanpa membeda-bedakan sesuai dengan Dalam KUHAP pasal 54 dan 56 disebutkan bahwa
kewajiban advokat adalah membela orang tanpa membeda-bedakan siapa orangnya dan kasus
apa yang dihadapinya. Apakah itu kasus pembunuhan, terorisme, narkotika, maupun korupsi.
Tetapi dalam “membela” klient dalam artian memberi perlindungan dan bantuan hukum
kepada kliennya agar dalam berperkara dapat diperlakukan secara adil sesuai hukum yang
berlaku, bukan membebaska klient yang bersalah dari jerat hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad asy-Syaukani, Imam Muhammad bin Ali, Tafsir Fathul Qadir, penj. Amir
Hamzah F. dan Asep S., Jakarta: Pustaka Azzam, 2009
http://id.wikisource.org/wiki/Al-Qur'an/An-Nisa'