You are on page 1of 2

Konflik Laut China Selatan : Polemik klaim warisan nenek moyang dan Keterlibatan Indonesia

Perairan merupakan daerah yang tidak dapat ditinggali seperti daratan, namun pemanfaatan luas
dan multi sektoral. Di Asia Tenggara, pemanfaatan perairan merupakan salah satu hal penting bagi negara,
baik ditinjau dari sisi ekonomi, sosial, bahkan politik. Laut cina selatan adalah perairan atraktif dimana
terkandung banyak kekayaan sumberdaya dan merupakan jalur lintas kapal internasional. Banyak negara
yang mengklaim wilayah laut ini. Negara – negara yang terlibat olehnya antara lain, Vietnam, China,
Taiwan, Brunei, Filipina, dan Malaysia. Dalam 20 tahun terakhir isu ini kian memanas setelah China
memperkuat klaimnya akan pulau – pulau dan perairan disana dengan membuat pulau buatan dan patroli
militer.

Perairan yang digunakan lalu lintas barang Asia – Eropa, Amerika, Timur Tengah dan Afrika senilai
5 Triliun USD tiap tahunnya ini merupakan daerah strategis baik dalam sisi ekonomi maupun politik. Tak
hanya diatas permukaannya saja, Kekayaan alam didalamnya juga sangat menguntungkan negara
sekitarnya laut ini dipercaya menyimpan 11 barrel minyak dan 190 triliun kubik gas alam. Keenam negara
sekitarnya pun berlomba – lomba untuk menandai batas kekuasaannya tak terkecuali negara Tiongkok
yang secara agresif melakukan klaim atas perairan ini bahkan mulai menerobos ke wilayah negara lain.

Sejak rezim Koumintang tahun 1947, China mempunyai “9 teritori garis putus – putus” yang
melingkupi hampir seluruh wilayah laut china selatan, dimana hal ini dijadikan dasar patokan negara
China untuk mengeksploitasi perairan Laut China selatan. Meskipun garis Kuomintang ini bersinggungan
dengan basis Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) banyak negara lain seperti Filipina, Malaysia, dan Vietnam,
namun keputusan China tetap tidak berubah untuk menggunakan peta kuno catatan sejarah ini.

Keputusan ini pun bertentangan dengan konvensi PBB atas hukum perairan laut (UNCLOS), karena
catatan maupun rekam jejak sejarah tidak dapat digunakan sebagai basis penetapan wilayah. Banyak
negara yang mendesak agar China mematuhi konvensi UNCLOS tersebut, dalah satunya adalah gugatan
dari Filipina. Filipina, sebagai negara yang wilayah negaranya terkena klaim pun maju untuk melakukan
abritase kepada konferensi internasional. Dalam gugatan yang mereka ajukan, berdasarkan UNCLOS tidak
ada basis daratan maupun pulau yang dapat dijadikan basisi untuk mengakomodir 9 teritori garis putus –
putus milik China, dimana secara tidak langsung menyatakan bahwa selama ini China telah melakukan
penerobosan wilayah negara.

Pada pertengahan tahun ini, Pengadilan Arbritase (PCA) yang terdiri dari lima hakim di Den Haag
menolak landasan hukum 9 Teritori gari putus- putus Laut China selatan yang hampir mengklaim seluruh
wilayah Laut China selatan oleh China. Dimana keputusan yang keluar untuk menyelesaikan konflik ini
nyatanya ditidak berhasil. Karena beberapa minggu kemudian, Mahkamah Agung Rakyat China
mengeluarkan peraturan yang memaparkan landasan hukum yang jelas bagi China untuk menjaga
perairan ketertiban maritim, di mana Beijing bersumpah akan mengadili semua pihak asing yang
ditemukan menangkap ikan atau mencari ikan di perairan yang disengketakan.

Di Indonesia sendiri, wilayah yang ikut terklaim 9 Teritori garis putus –putus Laut China selatan
ini adalah wilayah perairan laut Natuna. Pertengahan Juli, telah terjadi konflik antara China dan Indonesia,
yaitu saat kapal penangkap ikan milik China berkedapatan melakukan operasinya di laut Natuna. Konflik
ini melibatkan kapal perang Indonesia dan dua kapal penjaga pantai milik China, yang terus mendesak TNI
AL Indonesia untuk melepaskan kapal penangkap ikan berbendera China tersebut. Aksi ini pun dinilai
sebagai bentuk pelecehan China terhadap wilayah kedaulatan negara Indonesia.

Lalu bagaimana implikasinya terhadap Indonesia ?

Di wilayah Indonesia sendiri sering terjadi kasus pencaplokan kekayaan negara oleh negara lain.
Kerentanan ini, banyak pihak yang berharap agar hal tersebut tidak menimbulkan intrik politik dan
lainnya. Dalam Indonesia sendiri banyak terjadi ketimpangan akan batas wilayah perairan karena
ketidakadaan peraturan zonasi wilayah perairan. Seperti yang dikatakan bapak Suharyanto, Dirjen KRL
KKP mengatakan, bahkan hingga saat ini, Indonesia belum mempunyai tata ruang laut nasional.

Ketidakadaan peraturan zonasi ini menimbulkan banyak ke”semrawutan” pembangunan


wilayah pesisir dimana banyak sector mementingkan kepentingannya sendiri, atau miss komunikasi
antar sector. Contohnya seperti kasus pemotongan 31km kabel dasar laut di perairan Riau karena
dianggap sebagai tembaga bebas. Dengan adanya RTRLN yang jelas akan mengurangi masalah – masalah
ini. Penyusunan tata ruang tersebut diharapkan dapat menciptakan sistem tata kelautan yang
mendukung visi bangsa menjadi Poros Maritim Dunia serta dapat menciptakan sinergitas dalam
pembangunan dan pemanfaatan kekayaan laut. Aturan tata ruang akan menjadi rujukan dan referensi
bagi pemerintah dan pihak swasta dalam memanfaatkan wilayah perairan Indonesia.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RTRLN Indonesia sendiri antara lain adalah:

1. Pertimbangan struktur ruang laun nasional yang melingkupi pemanfaatan potensi sumber
daya alam dan jasa lingkungan, pelestarian dan pengendalian kerusakan dan penurunan
kualitas lingkungan, percepatan peerkembangan wilayah dan kerangka, serta keseimbangan
pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional
2. Pengembangan transportasi laut yang memperhatikan alur laut alami sda perairan
3. Pemanfaatan ruang laut nasional yang mempertimbangkan zonasi kawasan lindung laut,
budidaya, kawsan strategis laut nasional dan kawasan khusus laut.
4. Pengembangan gugus pulau – pulau kecil yang memperhitungkan aspek ekosistem, sosial,
ekonomi, budaya, politik, serta keamanan yang ditinjau dari aspek kebencanaannya.

http://news.liputan6.com/read/2589705/dampak-besar-konflik-laut-china-selatan-untuk-indonesia

https://projects.voanews.com/south-china-sea/indonesian/ http://www.unpad.ac.id/2016/11/tata-
ruang-laut-jadi-salah-satu-strategi-pembangunan-perikanan-dan-kelautan-indonesia/

Materi kuliah tamu Isu – isu strategis perencanaan pembangunan wilayah pesisir PWK ITS oleh Pak
Suharyanto, jumat 4 November 2017

You might also like