You are on page 1of 8

DISCOVERY LEARNING

KEPERAWATAN KOMUNITAS I

SEJARAH KEPERAWATAN KOMUNITAS

Kurnia Rachmawati, S.Kep, Ns., MNSc

Disusun oleh:
Ervina Dwi Atika Arisandi (1610913320009)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018
A. Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas di Dunia
Sejarah didunia dibagi menjadi beberapa era zaman ;
1. Dimulai dengan Emperical health era (<1850)
Pada era ini pelayanan kesehatan, perawatan, penelitian, berorientasi atau
menitik beratkan pada penyelesaian masalah dari symptom ( gejala-gejala pasien).
Yang dimaksud disini adalah pada era ini perawatan dilakukan untuk menyembuhkan
gejala-gejala penyakit pasien.
2. Basic health era (1850-1900)
Pada era ini ilmu kesehatan mulai berkembang dalam mengetahui penyebab
dari penyakit secara laboratories.
3. Clinical health era ( 1900-1950)
Pada era ini ilmu kesehatan yang sebenarnya mulai berkembang, tenaga
kesehatan mulai untuk mendiagnosis, menganalisis penyakit, dan mengobati penyakit
serta memulihkan individu yang menderita sakit tertentu.
4. Public health era ( 1950-2000)
Pada era ini pelayanan kesehatan tidak lagi mengutamakan atau menitik
beratkan pada upaya kuratif( penyembuhan), namun juga lebih mengutamakan pada
Promotif( pencegahan), dan Rehabilitatif( Pemulihan kembali).
5. Political health era (sekarang)
Pada era ini, untuk meningkatkan derajat kesehatan, tenaga kesehatan
melakukan pendekatan langsung kepada individu. Untuk melakukan pengamatan
mengenai lingkungan,social, ekonomi, dan tingkah laku individu dalam kaitannya
dengan kesehatannya, serta mempengaruhi individu mau pun kelompok dalam
merubah tingkah lakunya untuk meningkatkan derajat kesehatannya.

B. Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas di Indonesia


Perkembangan kesehatan masyarakat di indonesia dimulai pada abad ke-
16,yaitu dimulai dengan adanya upaya pembatasan penyakit cacar dan kolera yang
sangat ditakuti oleh masyarakat saat itu. Penyakit kolera masuk ke indonesia tahun
1927, dan pada pada tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor. Selanjutnya tahun 1948
cacar masuk ke indonesia melalui singapura dan mulai berkembang di indonesia,
sehingga berawal dari wabah kolera tersebut pemerintah Belanda (pada waktu itu
indonesia dalam penjajahan Belanda) melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Gubernur Jendral Deandles pada tahun 1807 telah melakukan upaya pelatihan dukun
bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan angka
kematian bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka
menurunkan angka kematian bayi (infan mortality rate) yang tinggi. Namun, upaya
ini tidak bertahan lama, akibat langkanya tenaga pelatih kebidanan. Baru kemudian di
tahun 1930, program ini dimulai lagi dengan didaftarkannya para dukun bayi sebagai
penolong dan perawat persalinan.pada tahun 1851 berdiri sekolah dokter jawa oleh
dr. Bosch dan dr. Blekker kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer di indonesia.
Sekolah ini dikenal dengan nama STOVIA (SCHOOL Tot Oplelding van Indiche
Arsten) atau sekolah pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah
dokter yang ke-2 di S urabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Artsen
School). Pada tahun 1927 STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan sejak
berdirinya universitas indonesia tahun 1947, STOVIA berubah menjadi Fakulitas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Selain itu, perkembangan kesehatan masyarakat di indonesia juga ditandai
dengan berdirinya pusat laboratorium Kedokteran di Bandung tahun 1888- tahun
1938 pusat laboratorium ini berubah menjadi lembaga Eykman. Selanjutnya,
laboratorium- laboratorium lain juga didirikan di kota-kota seperti medan, Semarang,
makasar, surabaya, dan Yokyakarta dalam rangka menunjang pemberantasan
penyakit malaria, lepra, cacar serta penyakit lainnya. Bahkan lembaga gizi dan
sanitasi juga didirikan.
Pada tahun 1922, penyakit pes masuk ke indonesia dan tahun 1933-1935
penyakit ini menjadi epidemis di beberapa tempat, terutama dipulau jawa. Pada tahun
1935 dilakukan program pemberantasan penyakit pes dengan cara melakukan
penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan vaksinasi masal. Tercatat
sampai pada tahun 1941, 15 juta orang telah di vaksinasi. Pada tahun 1945, hydrich-
seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda- melakukan pengamatan terhadap
masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas purwokerto. Dari hasil
pengamatan dan analisisnya, disimpulkan bahwa tingginya angka kesakitan dan
kematian dikedua daerah tersebut dikarenakan buruknya kondisi sanitasi lingkungan,
masyarakat buang air besar di sembarangan tempat, dan pengguna air minum dari
sungai yang telah tercemar.
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya sanitasi lingkungan
dikarenakan perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga Hydrich memulai upaya
kesehatan masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan, yaitu dengan
cara melakukan promosi mengenai pendidikan kesehatan. Sampai sekarang usaha
Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak perkembangan kesehatan
masyarakat di Indonesia adalah saat diperkenalkannya Konsep Bandung ( Bandung
plane) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr.Patah-yang selanjutnya
dikenalkan dengan nama Patah-Leimena. Dalam konsep ini,diperkenalkan bahwa
dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat ,aspek preventif dan kuratif tidak dapat
dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, kedua
aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik dirumah sakit maupun dipuskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat
oleh dr. Y. Susanti dengan berdirinya proyek Bekasi ( lemah abang ) sebagai proyek
percontohan/ model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan
di indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini juga
menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk
melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini, terpilih delapan desa wilayah
pengembangan masyarakat.
1. Sumatra utara : indrapura
2. Lampung
3. Jawa Barat: Bojong Loa
4. Jawa tengah : Sleman
5. Yokyakarta : Godean
6. Jawa timur : Mojosari
7. Bali : Kesiman
8. Kalimantan Selatan : Barabai
Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas
sekarang ini. Pada bulan november 1967, dilakukan seminar yang membahas dan
merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan
kemampuan rakyat indonesia, yaitu mengenai konsep puskesmas- yang dipaparkan
oleh dr. Achmad Dipodilogo- yang mengacu pada konsep Bandung dan proyek
Bekasi. Dalam seminar ini telah disimpulakan dan disepakati mengenai sistem
puskesmas yang terdiri atas tipe A,B, dan C. Akhirnya pada pada tahun 1968 dalam
rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas merupakan suatu sistem
pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah
(Departemen Kesehatan) menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat
(puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit yang memberikan pelayanan kuratif
dan preventif secara terpadu, menyeluruh, dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja
kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Sebagai lini
terdepan pembangunan kesehatan, puskesmas diharapkan selalu tegar. Untuk itu,
diperkenalkanlah program untuk selalu menguatkan puskesmas (strengthening
puskesmas). Di negara berkembang seperti Indonesia, fasilitas kesehatan
berlandaskan masyarakat disarankan lebih efektif dan penting.
Departemen kesehatan telah membuat usaha intensif untuk membangun
puskesmas yang kemudian dimasukkan ke dalam master plan untuk operasi
penguatan pelayanan kesehatan nasional. Kegiatan pokok dalam program dasar dan
utama puskesmas mencakup 18 kegiatan, yaitu :
1. Kesehatan ibu dan anak (KIA)
2. Keluarga berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan Lingkungan
5. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit menular serta imunisasi
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulit
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatric
14. Latuhan dan olahraga
15. Pengembangan obat-obatan tradisional
16. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
17. Laboratorium dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk sistem informasi kesehatan.

Pada tahun1969, sistem puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu


puskesmas tipe A yang dikelola oleh dokter dan puskesmas tipe B yang dikelola oleh
seorang paramedis. Dengan adanya perkembangan tenaga medis, maka pada tahun
1979btidak diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B- hanya ada satu
puskesmas saja, yang dikepalai oleh seorang dokter. Namun, kebijakan tentang
pimpinan puskesmas mulai mengalami perubahan tahun 2000, yaitu puskesmas tidak
harus dipimpin oleh seorang dokter,tapi dapat juga dipimpin oleh Sarjana Kesehatan
Masyarakat. Hal ini tentunya diharapkan dapat membawa perubahan yang
positif,dimana tenaga medis lebih diarahkan pada pelayanan langsung pada klien dan
tidak disibukkan dengan urusan administratif/manajerial, sehingga mutu pelayanan
dapat ditingkatkan. Di provinsi Jawa Timur misalnya, sudah dijumpai kepala
puskesmas dari lulusan sarjana kesehatan masyarakat seperti di kabupaten Gresik,
Bojonegoro, dan lain sebagainya. Pada tahun 1979 dikembangkan satu peranti
manajerial guna penilaian puskesmas, yaitu stratifikasi puskesmas,sehingga
dibedakan adanya :
1. Strata 1, puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 , puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 , puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
Peranti manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning untuk
perencanaan dan lokakrya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan
kerjasama tim. Pada tahun 1984, tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan
berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (posyandu)
yang mencakup kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, penanggulangan
penyakit diare, dan imunisasi.
Sampai dengan tahun 2002, jumlah puskesmas di Indonesia mencapai 7.309.
hal ini berarti 3,6 puskesmas per 100.000 penduduk atau satu puskesmas melayani
sekitar 28.144 penduduk.
Sementara itu, jumlah desa di Indonesia mencapai 70.921 pada tahun 2003,
yang berarti setidaknya satu puskesmas untuk tiap sepuluh desa-dibandingkan dengan
rumah sakit yang harus melayani 28.000 penduduk. Jumlah puskesmas masih teus
dikembangkan dan diatur lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang
prima. Jumlah puskesmas masih jauh dari memadai, terutama di daerah tepencil.
Diluar jawa dan sumatra, puskesmas harus menangani wilayah yang uas,( terkadang
beberapa kali lebih luas dari satu kabupaten di Jawa) dengan jumlah penduduk yang
lebih sedikit. Sebuah puskesmas terkadang hanya melayani 10.000 penduduk. Selain
itu, bagi sebagian penduduk puskesmas terlalu jauh untuk dicapai.
REFERENSI

Iqbal Mubarak,W. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta:Salemba


Medika.
Anderson Elizabeth. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan
Praktik. Edisi 3. Jakarta:EGC.

You might also like