You are on page 1of 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus
ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan
dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka
kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada
masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai
perubahan biokimia dan faali. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2009).
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi
tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan
kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah
dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani
secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan
mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam
10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu membuat pengkajian pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnose pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.
3. Mahasiswa mampu mengimplementasi pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.
4. Mahasiswa mampu mengevaluasi pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.

1
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah yang membahas mengenai materi asfeksia diharapkan kepada
mahasiswa agar dapatmengetahui penyebab asfeksia dan pencegahannya agar terhindar dari
asfeksia baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga

1.3.2 Bagi Masyarakat


Dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui mengenai
penyaki asfeksiadan memberikan penyuluhan kepada masyarak agar mampu menjaga
kesehatan anaknya.

1.3.3 Bagi Institusi


Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi refrensi untuk
mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit asfeksia yang dapat menyebabkan
kematian

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. (Sarwono, 2007). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi
yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
(Manuaba, 2008). Asfiksia Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 2008).

2.1.2 Etiologi
1. Faktor ibu
a) Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya.
b) Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada
anemia, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,
asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan,
menumbung,dll.

3
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaraya :
a. Fungsi jantung terganggu akibat peningkatan beban kerja jantung
b. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode
yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung
juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur
berkurang dari bayi memasuki periode apneu primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan
cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam.
2. Denyut jantung terus menurun.
3. Tekanan darah mulai menurun.
4. Bayi terlihat lemas (flaccid).
5. Menurunnya tekanan O2 (PaO2).
6. Meningginya tekanan CO2 (PaO2).
7. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler.

2.1.4 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin
akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang.

4
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki
periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

5
6
2.1.5 Klasifikasi

Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai


Frekuensi Tidak Ada Kurang dari Lebih dari
Jantung 100 100
X/menit X/menit
Usaha Tidak Ada Lambat, Menangis
Bernafas Tidak Kuat
Teratur
Tonus Lumpuh Ekstremitas Gerakan
Otot Fleksi Aktif
Sedikit
Refleks Tidak Ada Gerakan Menangis
Sedikit
Warna Biru/Pucat Tubuh Tubuh dan
Kulit Kemerahan, Ekstremitas
Ekstremitas Kemerahan
Biru

Keterangan :
a) Nilai 0-3 : Asfiksia berat
b) Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
c) Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai
apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)

7
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan
ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah
yang seharusnya dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
pengeluaran urine sedikit.
3. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostic


Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia janin.
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda
gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his frekuensi ini
bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika

8
tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf
janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam
persalinan.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di
bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai
asfiksia.
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada
bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1) Analisa gas darah
2) Elektrolit darah
3) Gula darah
4) Berat bayi
5) USG ( Kepala )
6) Penilaian APGAR score
7) Pemeriksaan EGC dab CT- Scan

2.1.8 Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka

9
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1) Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2) Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi
paru dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal
lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai
asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa
15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena
perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi
paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal
dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan
dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum
dikoreksi.
b. Asphyksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan

10
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai
dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah
dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan
tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Bayi Asfiksia


A. Pengkajian
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah
saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena
berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi

11
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat
b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura
belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping
hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan
termoregulasi

12
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.

2. Pola nafas tidak efektif d.b. sindrom hipoventilasi

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

C. Intervensi
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Bersihan jalan nafas tidak Status Pernafasan : Manajemen Jalan
efektif b.d produksi Kepatenan Jalan Nafas Nafas
mukus banyak. 1. Kemampuan untuk 1) Posisikan
mengeluarkan sekret pasien untuk
(1-5) memaksimalkan
2. Pernafasan cuping ventilasi
hidung (1-5) 2) Auskkultasi
3. Kedalaman respirasi suara nafas, catat
(1-5) area ventilasinya
4. Frekuensi pernafasan menurun atau tidak
(1-5) dan adanya suara
5. Suara nafas tambahan tambahan
(1-5) 3) Buang sekret
dengan memotivasi
pasien untuk
melakukan
penyedotan lendir
4) Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
sebagaimana
mestinya posisikan
untuk meringankan
sesak nafas
5) Lakukan
fisioterapi dada

13
sebagaimana
mestinya (jika
diperlukan )

2 Pola nafas tidak efektif d.b. Status Pernafsan : Monitor Pernafasan


sindrom hipoventilasi Ventilasi 1) Monitor
1. Frekuensi pernafsan kecepatan, irama,
(1-5) kedalaman dan
2. Kedalaman kesulitan bernafas
pernafasan ( 1-5) 2) Monitor suara
3. Pengembangan nafas tambahan
dinding dada tidak 3) Monitor pola nafas
simetris 4) Posisikan pasien
4. Taktil fremitus (1-5) miring ke
samping, sesuai
indikasi untuk
mencegah aspirasi
5) Berikan bantuan
terapi nafas jika
perlukan.
3 Gangguan pertukaran gas Status Pernafasan : Manajemen Asam
b.d ketidakseimbangan Pertukaran gas Basa : Asidosis
ventilasi-perfusi 1. Keseimbangan Respiratorik
ventilasi dan perfusi 1) Pertahankan
(1-5) kepatenan jalan nafas
2. Sianosis (1-5) 2) Pertahankan
3. Mengantuk (1-5) kebersihan jalan nafas
4. Saturasi oksigen (1-5) 3) Monitor pola
pernafasan
4) Posisikan
pasien pada perfusi
ventilasi yg optimal
dgn tepat

14
5) Tingkatkan
periode istirahat yg
adekuat dengan tepat

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga,
atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan.
E. Evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan sumatif (dilakukan
selama proses asuhan keperawatan) dan formatif (dengan proses dan evaluasi akhir).

Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

I. Evaluasi berjalan (sumatif)

Evaluasi jeni ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan
dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga. format yang
dipakai adalah format SOAP.

II. Evaluasi akhir (formatif)

Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang
akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua
tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-
data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.

15
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2009). Pada asfiksia tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaraya :
a. Fungsi jantung terganggu akibat peningkatan beban kerja jantung
b. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
3. Asfiksia Berat

3.2 Saran
Demikian materi yang kami paparkan,tentunya masih banyak kekurangan
dankelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya.Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.
Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.

17

You might also like