You are on page 1of 8

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KLIEN

DENGAN HIPERTENSI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Masruha
Muhammad Fikri H I
Nuromanisa
Siti Nurjanah
Tami Sarasmita
Yunia Rahma

Tingkat : III – C

AKADEMI KEPERAWATAN JAYAKARTA

DINAS KESEHATAN PPROVINSI DKI JAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan dapat diukur paling tidak pada
tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga
setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaliation, and Treathment of High Blood Pressure yang ke 7
telah mempublikasikan revisi panduan nilai tekanan darah sistolik dan diastolic yang
optimal dan hipertensif. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang
dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 30 mmHg untuk tekanan diastolic, sedangkan
tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk tekanan darah
sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolic. Istilah “prahipertensi” adalah tekanan
darah antara 120 dan 139 mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89 mmHg utuk diastolic.
Untuk individu terutama yang terutama memiliki faktor risiko kardiovaskular bermakna,
termasuk riwayat yang kuat dalah keluarga untuk infark miokard atau stroke, atau riwayat
diabetes pada individu, bahkan pada nilai prahipertensif dianggap terlalu tinggi.

B. Penyebab hipertensi
Karena tekanan darah terantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan
TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variable yang tidak dikompensasi dapat
menyebabkan hipertensi.
Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal
yang abnormal pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang kronis seringkali
menyertai kondisi hipertensi. Akan tetapi, peningkatan denyut jantung biasanya
dikompensasi dengan penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak
mengakibatkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika volume plasma meningkat
dalam waktu lama, karena peningkatan volume plasma direfleksikan dengan peningkatan
volume diastolic akhir sehingga volume sekuncup dan tekanan darah meningkat.
Peningkatan volume diastolic akhir dihubungkan dengan peningkatan preload jantung.
Peningkatan preload jantung biasanya berhubungan dengan peningkatan hasil
pengukuran tekanan darah sistolik.
Peningktana volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi akibat gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Penelitiap
epidemiologis, migrasi, dan genetic pada manusia dan hewan memperlihatkan bukti yang
kuat. Hubungan antar asupan tinggi garam dan peningkatan tekanan darah. Selain
peningkatan asupan tinggi garam, peningkatan abnormal pada renin dan aldosterone atau
penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu pengendalian garam dan air.
Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf simpatis
atau hormone pada anterior, atau responsifitas yang berlebihan dari arteriol terhadap
rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat, dan dengan demikian
menghasilkan tekanan yang lebih besar, untk mendorong darah melintasi pembuluh-
pembuluh yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan pada afterload jantung, dan
biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolic. Apabila peningkatan afterload
berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (pembesaran).
Dengan hipertrofi, kebtuhan oksigen ventrikel semakin meningkat hingga ventrikel harus
memompa darah lebih keras lai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Setiap kemungkinan penyeba hipertensi yang disebutkan diatas dapat terjadi akibat
peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis. Bagi banyak individu, peningkatan
rangsangan saraf simpatis, atau mungkin responsifitas yang berlebihan dari tubuh
terhadap rangsangan simpatis normal, dapat ikut berperan menyebabkan hipertensi.

C. Jenis hipertensi
Hipertensi sering di klasifikasi menjadi hipertensi primer atau sekunder, berdasarkan ada
tidaknya penyebab yang dapat diidentifikasi. Kebanyakan besar kasus hipertensi tidak
diketahui penyebabnya dan disebut hipertensi primer atau esensial. Apabila penyebab
hipertensi dapat diketahui dengan jelas, disebut hipertensi sekunder.
1. Hipertensi sekunder
Salah satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular renal, yang terjadi
akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat
aterosklerosis. Stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga
terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin, dan
pembentukan angiotensin II. Angiotensin II secara langsung meningkatkan tekanan
darah dengan meningkatkan TPR, dan secara tidak langsung dengan menignkatkan
sintesis aldosterone dan reabsorbsi natrium. Apabila dapat dilakukan perbaikan pada
stenosis, atau apabila ginjal yang terkena diangkat, tekanan darah akan kembali ke
normal.
Penyebab lain dari hipertensi sekunder antara lain adalah feokromositoma, yaitu
tumor penghasil epinefrin di kelenjar adrenal, yang menyebabkan peningkatan
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup dan penyakit cushing, yang
menyebabkan peningkatan volume sekuncup akibat retensi garam dan peningkatan
TPR karena hipersensitivitas sistem saraf simpatis. Aldosteronisme primer
(peningkatan aldosterone tanpa diketahui penyebabnya). Dan hipertensi yang
berkaitan dengan kontrasepsi oral juga dianggap sebagai hipertensi sekunder.

D. Gambaran klinis hipertensi


Sebagai besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bartahun-tahun, dan
berupa:
1. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,akibat
peningkatkan tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4. Nokturia yang disebabkan peningkatkan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

E. Perangkat diagnostik
1. Pengukuran diagnostic pada tekanan darah menggunakan sfigmomanome akan
memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolic jauh sebelum adanya
gejala penyakit.
2. Dijumpai proteinuria pada wanita preeklamsi.
F. Komplikasi
1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi diotak, atau akibat embolus yang
terlepat dari pemnuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi
dan penebalan, sehingga aliran darah kearea otak yang diperdarahiberkurang. Arteri
otak yang mengalamiaterosklerosis dapa melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardum atau apabila terbentuk thrombus yang
menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan
hipertron ventrikel, kebutuhan oksigen miokardum mungkin tidak dapat dipenuhi dan
dapat terjadi iskemikjantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi
ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi distritmia,hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan
bekuan.
3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit
fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik
dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui
urine sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema,
yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna
9hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
keruang interstisial diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron diskitarnya kolaps
dan terjadi koma serta kematian.
5. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat
lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian
dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama satu
sebelum proses persalinan.
G. Penatalaksanaan
Untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan dengan menurunkan kecepatan denyut
jantung, volume sekuncip, atau TPR. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis dapat
membantu individu mengurangi tekanan darahnya.
1. Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan, darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut
jantung dan volume sekuncup juga berkurang.
2. Olaraga, terutama bila disertai penurunan berat, menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin TPR. Olahraga
meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya aterosklerosis akibat
hipertensi.
3. Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara menghambat
respons stress saraf simpatis.
4. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena
asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
5. Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung
dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagaian
diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.
6. Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri dengan
menginterfensi influx kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Sebagian penyekat
saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vascular.
Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-
beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
7. Penghambat enzim pengubah angiotensin II atau inhibitor ACE berfungsi untuk
menurunkan angiotensin I menjadi angiotensin II. Kondisi ini menurunkan tekanan
darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan
menurunkan sekresi aldosterone, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium
pada urine kemudian menurunkan volume plasma dan curah jantung, inhibitor ACE
juga menurunkan tekanan darah dengan efek bradikinin yang memanjang, yang
normalnya memecah enzim. Inhibitor ACE dikontraindikasi untuk kehamilan.
8. Antagonis (penyekat) reseptor beta (β-bloker), terutama penyekat selektif, bekerja
pada reseptor beta dijantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
9. Antagonis reseptor alfa (α-bloker) menghambat reseptor alfa di otot polos vascular
yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
Hal ini akan menurunkan TPR.
10. Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat manfaat dari diet pembatasan-
natrium.
11. Hipertensi gestasional dan preeklamsi-eklamsi membaik setelah bayi lahir.

You might also like