You are on page 1of 13

Kata Pengantar ...............................

i
Daftar isi ...............................ii - iii
BAB I Pendahuluan ...............................1
 1.1 pendahuluan
 1.2 Tujuan
BAB II Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi BAK...........................2 - 6
 2.1 pengertian
 2.2 gangguan pemenuhan eliminasi BAK
BAB III Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi BAB .........................7 - 11
 3.1 pengertian
 3.2 fisiologi BAB
 3.3 proses BAB
 3.4 faktor yang mempengaruhi eliminasi BAB
 3.5 masalah eliminasi
 3.6 penyebabnya
 3.7 alat dan bahan

 3.8 prosedur kerja


BAB IV Penutup ............................12
 4.1 kesimpulan
Daftar pustaka ...........................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar balakang
Pemenuhan kebutuhan eliminasi terdiri dari kebutuhan eliminasi
fecal (berhubungan dengan defekasi) dan kebutuhan eliminasi urin (berhubungan
dengan berkemih). Dalam memenuhi kebutuhan eliminasi, sangat di perlukan
pengawasan terhadap masalah yang berhubungan dengan gangguan kebutuhan
eliminasi, seperti: obstipasi, inkontinensia, retensi urine, dan lain-lain. Gangguan
tersebut dapat mengganggu pola aktivitas sehari-hari.
Untuk memenuhi kebutuhan eliminasi, ada beberapa prosedur
keperawatan yang dapat dilakukan, di antaranya pemenuhan kebutuhan
eliminasi fecal dengan pispot pada pasien yang tidak mampu melakukannya
secara mandiri, melakukan huknah rendah, huknah tinggi, pemberian gliserin per-
rektal, evakuasi feces manual, memenuhi kebutuhan eliminasi urinedengan urinal,
pada pasien yang tidak mampu melakukan secara mandiri dan pemasangan kateter
kondom.

1.2 Tujuan
 Tujuan dari makalah kebutuhan eliminasi sebagai berikut :
 Memahami tentang kebutuhan eliminasi BAK
 Memahami tentang kebutuhan eliminasi BAB(Defekasi)
BAB II
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI BAK
2.1 Pengertian
BAK / MIKSI adalah suatu proses pengosongan kandung kencing.
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK adalah ;
Suatu keadaan dimana terganggunya proses mekanisme tubuh untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi BAK atau pengosongan kandung kencing secara normal.
proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Prosesini terjadi di
dua langkah , yaitu :
 Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat
diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua
 Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh
pusat korteks serebri atau batang otak.

2.2 Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK


 Obstruksi.
 Infeksi.

 Calculi.
 Pertumbuhan jaringan yang abnormal.
 Masalah sistemik.
2.3 Faktor yang mempengaruhi kebiasaan BAK
1. Diet dan intake makanan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output
urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output
urine lebih banyak.
2. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk
berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat.
Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai
kapasitas kandung kemih yang lebih daripada normal
3. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine.
Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi
eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
4. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi
keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan
berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.

5. Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal
dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang
menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus
menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang
dan dapat menjadi tidak berfungsi.Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi
jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme
tubuh.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola
berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena
adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih.
7. Kondisi Patologis
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter)
Obat diuretiik dapat meningkatkan output urine Analgetik dapat terjadi retensi
urine.
8. Urine
Warna :
 Normal urine berwarna kekuning-kuningan
 Obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap
 Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
b. Bau :

 Normal urine berbau aromatik yang memusingkan


 Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-
obatan tertentu.
c. Berat jenis :
 Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu
volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar.
 Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml
 Normal berat jenis : 1010 – 1025

d. Kejernihan :
 Normal urine terang dan transparan
 Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
e. pH
 Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
 Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi
alkali karena aktifitas bakteri
 Vegetarian urinennya sedikit alkali.
f. Protein :

 Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen,


globulin, tidak tersaring melalui ginjal urine
 Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine
 Adanya protein didalam urine proteinuria, adanya albumin dalam urine
albuminuria.
g. Darah :
 Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.
 Adanya darah dalam urine hematuria.
h. Glukosa :
 Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat
sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyakmenetap pada pasien
DM
 Adanya gula dalam urine glukosa
i. Keton :
 Hasil oksidasi lemak yang berlebihan.
BAB III
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI BAB
3.1 Pengertian
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk
hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang
berasal dari sistem pencernaan Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam
mulut, dikunyah (jika padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan
adanya refleks otomatis, dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal
dimulut dan berakhir diusus kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai
direabsorpsi di kolon.
3.2 Fisiologi Buang Air Besar
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang
mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira
pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika
yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai
lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus
terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang
waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam
rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di
daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis
dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan
kerjanya berakhir.
3.3 Proses Buang Air Besar

Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang


timbul pada sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh
pergerakan lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa.
Dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae
yang lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15
jam untuk menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum,
sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur
setengah padat bukan setengah cair.
Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai
timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum,
kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat
konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit,
mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon. Kontraksi
secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30 detik,
kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum terjadi
pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh
rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit,
dan mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya.
Bila pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum, akan timbul
keinginan untuk defekasi.
3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi BAB
 Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, control
 Diet
 Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
 Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
 Faktor psikologik
 Kebiasaan
 Posisi
 Nyeri
 Kehamilan : menekan rectum
 Operasi & anestesi
 Obat-obatan
 Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
 Kondisi patologis
 Iritans
3.5 Masalah eliminasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB
yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
3.6 Penyebabnya

Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah


tempat, dan lain-lain
Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi,
makanan lemak dan cairan kurang Meningkatnya stress psikologik Kurang
olahraga / aktifitas : berbaring lama.
Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB
hilang.
Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi. Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus,
kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
3.7 Alat dan Bahan
a) Alas / perlak
b) Pispot
c) Air bersih
d) Tissue
e) Skrin (sampiran) bila pasien di rawat di bangsal umum
f) Sarung tangan
3.8 Prosedur Kerja
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien, lalu pasang
sampiran bila pasien di rawat di bangsal umum
b. Cuci tangan
c. Gunakan sarung tangan
d. Pasang pengalas di bawah glutea
e. Tempatkan pispot di atas pengalas tepat di bawah glutea dengan
posisi bagian lubang pispot tepat di bawah anus. Pada saat meletakkan
pispot, anjurkan pasien untuk mengangkat daerah glutea (bila pasien
mampu) untuk memudahkan meletakkan pispot
f. Setelah posisi pispot tepat di bawah glutea, tanyakan pada pasien
tentang kenyamanan posisi tersebut.b Jaga privasi pasien selama prosedur
g. Anjurkan pasien untuk defekasi pada tempatnya / pispot yang telah
terpasang
h. Setelah selesai, siram daerah anus dan sekitarnya dengan air
sampai bersih dengan bantuan tangan yang bersarung tangan, kemudian
keringkan dengan tissue
i. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
j. Catat tanggal defekasi, karakteristik feces seperti: jumlah,
konsistensi, warna, bau dan respons pasien selama prosedur
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Evaluasi Untuk mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan, perawatmengukur keefektifan semua intervensi. Tujuan optimal dari
intervensi keperawatan yangdilakukan ialah kemampuan klien untuk berkemih
secara volumter tanpa mengalami gejala-gejala ( misalnya urgensi, disuria, atau
sering berkemih). Urin yang keluar harus berwarna kekuningan, jernih, tidak
mengandung unsure-unsur yang abnormal, dan memiliki ph serta berat jenis
dalam rentang nilai yang normal.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, “Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia”
Penulis: A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, Musrifatul Uliyah, S.Kp; Editor: Monica
Ester.- Jakarta : EGC : 2004

You might also like