You are on page 1of 23

MEKANISME INFEKSI

Infeksi adalah
1. Masuknya kuman penyakit kedalam tubuh hingga menimbulkan gejala – gejala penyakit
2. invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkancedera
selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler, atau respon antigen – antibodi.

Pembagian Infeksi :
PRIMER : Apabila terjadi secara langsung sebagai akibat dari proses yang ditimbulkan mikroorganisme
sendiri
SEKUNDER : Terjadi oleh sesuatu sebab, misalnya : kelemahan tubuh, kelaparan, kelelahan, luka dan
sebagainya

Macam Infeksi lainnya


REINFEKSI :Penyakit yang mula-mula sudah sembuh tapi kemudian muncul lagi. Disebut juga “Residif”.
SUPER INFEKSI : Proses penyakit belum sembuh akan tetapi sudah disusul oleh infeksi yang lain.
Disebut juga “infeksi Ganda”.
INFEKSIOUS : Penyakit infeksi yang mudah menular dari seorang kepada orang lain. Disebut juga
“Infeksiosa”.
EPIDEMI : Penyakit infeksi yang bersifat menular, kadang – kadang dapat menyerang orang bayak dalam
waktu singkat
PANDEMI : Merupakan Epidemi yang menyebar ke Negara lain
ENDEMI : Suatu penyakit yang terus – menerus secara menetap terdapat dalam daerah tertentu

Stadium – stadium Infeksi:


Tahap Rentan
Tahap Inkubasi
Tahap Sakit / klinis
Tahap Penyembuhan / Akhir Penyakit

TAHAP RENTAN
Pada tahap ini individu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai faktor
predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup,
sosial ekonomi, dll. faktor – fator predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit
(mikroba patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.

TAHAP INKUBASI
Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular)
sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya. Penularan penyakit
dapat terjadi selama masa inkubasi

Masa inkubasi beberapa penyakit


1. Botulisme 12 – 36 jam
2. Kolera 3 – 6 hari
3. Konjungtivitis 1 – 3 hari
4. Difteri 2 – 5 hari
5. Disentri amoeba 2 – 4 minggu
6. Disentri basiler 1 – 7 hari
7. Demam berdarah dengue 4 – 5 hari
8. Gonnorhea 2 – 5 hari
9. Hepatitis infekstiosa 2 – 6 minggu
10. Herpes zoster 1 – 2 minggu
11. Influenza 1 – 3 hari
12. Keracunan makanan tersangka salmonela 6 – 12 jam
13. Limfogranuloma venereum 2 – 5 minggu
14. Morbili / campak 10 – 14 hari
15. Morbus hansen / lepra 3 – 5 tahun
16. Parotitis epidemika 12 – 25 hari
17. Poliomielitis 7 – 12 hari
18. Pertusis / batuk rejan 7 – 20 hari
19. Sifilis 10 – 90 hari
20. Tetanus 7 hari
21. Tuberkulosis 4 – 12 minggu
22. Tifus abdominalis 1 – 2 minggu
23. Varicella 2 – 3 minggu
24. Variola 7 – 15 hari

Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:


1. Jenis mikroorganisme
Tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang tertentu, tergantung pada agen penyebab penyakit.
Kadang-kadang waktu inkubasi ini konstan, sedangkan pada beberapa penyakit lain waktu inkubasinya
tidak tentu. Pada beberapa penyakit kelamin, masa inkubasi umumnya konstan, misalnya : Gonorrhoe (3
– 8 hari), Lues (3 – 4 minggu) dan ulkus molle (1 – 2 hari).
Pada umumnya penyakit infeksi yang berjalan akut masa inkubasinya tidak tentu. Faktor lain yang
mempengaruhi konstan atau tidaknya masa inkubasi adalah tidak diketahuinya masa penularan. Pada
penyakit menahun seperti penyakit TBC dan lepra. Biasanya waktu inkubasi tidak jelas, karena kita tidak
mengetahui kapan kontaminasi terjadi.

2. Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme


Kedua faktor ini berhubungan satu sama lain. Virulensi adalah kekuatan suatu mikroorganisme atau
ganasnya mikroorganisme. Makin banyak mikroorganisme yang menyerang tubuh maka mikroorganisme
itu lebih virulen. Jumlah mikroorganisme yang masuk tergantung dari cara penularan. Virulensi suatu
mikroorganisme dapat dilihat dari hebat atau tidaknya penyakit yang ditimbulkannya. Secara umum dapat
dikatakan bahawa makin hebat gejala penyakit maka makin virulen mikroorganisme yang
menyebabkannya, akan tetapi hal ini tidak selalu benar karena bagaimanapun daya tahan tubuh
seseorang dapat pula mempengaruhinya.

3. Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan toksin dari


mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan virulensi. Mikroorganisme yang virulen akan lebih cepat
berkembangbiak dan membentuk toksin, bila suasana memungkinkan.

4. Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme)


Hal ini dapat merubah waktu inkubasi. Misalnya penyakit Pes, yang sebenarnya adalah penyakit pada
tikus. Manusia akan ketularan penyakit pes apabila digigit oleh pinjal tikus yang menderita pes. Pintu
masuk kuman dapat dengan perantaraan getah bening, maka dengan demikian terjadi pes bubo, akan
tetapi pintu masuk dapat langsung kedalam pembuluh darah, maka dengan demikian jalan penyakit pun
akan berubah. Setelah masuk aliran darah maka terjadi pes sepsis. Demikian pula bila pintu masuk
melalui paru – paru bagi penderita pes paru – paru, dapat secara langsung menyebabkan penularan pes
paru – paru.

5. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah)


Secara fisiologis, tubuh manusia mempunyai suatu sistem kekebalan tubuh sebagai bentuk pertahanan
terhadap masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Sistem ini disebut juga sistem imun yang
melibatkan sel – sel darah putih dan jaringan lainnya. Kekuatan sistem imun salah satunya dipengaruhi
oleh asupan nutrien yang adekuat, misalnya makanan tinggi protein, vitamin C, dll.

TAHAP SAKIT
Penderita dalam keadaan sakit. Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan
tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit. Dalam perjalanannya penyakit akan berjalan bertahap.
Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas
harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi
dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara obyektif maupun subyektif. Pada
tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya
membutuhkan perawatan. Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata, urin, feses,
sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam
Tahap sakit atau klinis ini dapat berlangsung secara:
ü Akut : berlangsung untuk beberapa hari atau minggu
ü Kronik : berlangsung untuk beberapa bulan atau tahun

TAHAP PENYEMBUHAN
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir
dengan 5 alternatif:
1. Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti
sediakala.
2. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik,
cacat mental, maupun cacat sosial.
3. Pembawa (carier)
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit.
Pada kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai sumber penularan.
Carier / karier : orang yang mengeluarkan mikroorganisme sesudah sembuh
ü Karier konvalen à mengeluarkan mikroorganisme hanya pada masa penyembuhan
ü Karier temporer à mengeluarkan mikroorganisme tidak lebih dari satu tahun
ü Karier kronik à mengeluarkan mikroorganisme lebih dari satu tahun (terjadi pada demam tifoid)
ü Ekskretor asimptomatik (karier kontak), adalah orang-orang yang mendapat infeksi dengan
mikroorganisme tanpa menampakkan perkembangan penyakit. Terjadi pada poliomielitis, infeksi
staphylococcus aureus, sakit tenggorokan karena infeksi streptokokus, difteri, disentro, meningitis yang
disebabkan meningokokus

4. Kronis
Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah.
5. Meninggal dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagagalan fungsi-fungsi ogan.

FAKTOR HOSPES PADA INFEKSI


Syarat timbulnya infeksi adalah bahwa mikroorganisme yang menular harus mampu Melekat, Menduduki
atau memasuki hospes dan Berkembang biak paling tidak sampai taraf tertentu.
Karena itu tidaklah mengeherankan bila dalam perjalanan evolusi, spesies hewan termasuk manusia
sudah mengembangkan mekanisme pertahanan tertentu pada berbagai tempat yang berhubungan
dengan lingkungan :
1. Kulit dan mukosa orofaring
Batas utama antara lingkungan dan tubuh manusia adalah kulit. Kulit yang utuh memiliki lapisan keratin
atau lapisan tanduk pada permukaan luar dan epitel berlapis gepeng sebagai barier meanis yang baik
sekali terhadap infeksi. Namun jika terjadi luka iris, abrasi atau maserasi (seperti pada lipatan tubuh yang
selalu basah) dapat memungkinkan agen menular masuk.
Kulit juga mempunyai kemampuan untuk melakukan dekontaminasi terhadap dirinya sendiri. Pada
dekontaminasi fisik, organisme yang melekat pada lapisan luar kulit (dengan anggapan bahwa mereka
tidak mati kalau menjadi kering) akan dilepaskan pada waktu lapisan kulit mengelupas. Dekontaminasi
kimiawi terjadi karena tubuh berkeringat dan sekresi kelenjar sebasea sehingga membersihkan kulit dari
kuman. Flora normal yang terdapat pada kulit menimbulkan dekontaminasi biologis dengan menghalangi
pembiakan organisme – organisme lain yang melekat pada kulit.

2. Saluran pencernaan
ü Mukosa lambung merupakan kelenjar dan tidak merupakan barier mekanis yang baik. Sering terjadi
defek – defek kecil atau erosi pada lapisan lambung, tetapi tidak banyak berarti pada proses infkesi
sebab suasana lambung sendiri sangat tidak sesuai untuk banyak mikroorganisme. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh keasaman lambung yang tinggi, disamping lambung cenderung memindahkan
isinya ke usus halus dengan proses yang relatif cepat.
ü Lapisan usus halus juga bukan merupakan barier mekanis yang baik dan secara mudah dapat
ditembus oleh banyak bakteri. Namun gerakan peristaltik untuk mendorong isi usus berlangsung cepat
sekali sehingga populasi bakteri dalam lumen dipertahankan tetap sedikit.
ü Lapisan dalam usus besar secara mekanis juga tidak baik. Pada tempat ini pendorongan tidak cepat
dan terdapat stagnasi relatf dari isi usus. Pertahanan utma melawan jasad renik adalah melalui
banyaknya flora normal yang menghuni usus besar dan hidup berdampingan dnegan hospes. Bakteri
normal yang banyak ini berkompetisi untuk mendapatkan makanan atau mereka benar-benar
mengeluarkan substansi antibakteri (antibiotik).

3. Saluran pernafasan
Epitel pada saluran nafas misalnya pada lapisan hidung, lapisan nasofaring, trakea dan bronkus, terdiri
dari sel – sel tinggi yang beberapa diantaranya mengeluarkan mukus, tetapi sebagian besar
diperlengkapi dengan silia pada permukaan lumen mereka. Tonjolan-tonjolan kecil ini bergetar seperti
cambuk dengan gerakan yang diarahkan kemulut, hidung dan keluar tubuh. Jika jasad renik terhirup,
mereka cenderung menegnai selimut mukosa yang dihasilkan dari mukus, untuk digerakkan keluar dan
atau dibatukkan atau ditelan.
Kerja perlindungan ini dipertinggi dengan adanya antibodi didalam sekresi. Jika beberapa agen
menghindar dari pertahanan ini dan mencapai ruang – ruang udara didalam paru-paru, maka disana
selalu terdapat makrofag alveoler yang merupakan barisan pertahanan lain.

Sawar pertahanan lain


a. Radang
Jika agen menular berhasil menembus salah satu barier tubuh dan memasuki jaringan, maka barisan
pertahanan berikutnya adalah reaksi peradangan akut yaitu aspek humoral (antibodi) dan aspek seluler
pertahanan tubuh bersatu.

b. Pembuluh limfe
Aliran limfe pada radang akut dipercepat sehingga agen-agen menular ikut menyebar dengan cepat
sepanjang pembuluh limfe bersama dengan aliran limfe itu. Kadang-kadang menyebabkan limfangitis,
tetapi lebih sering agen-agen tersebut langsung terbawa ke kelenjar limfe, dimana mereka dengan cepat
difagositosis oleh makrofag. Pada keadaan ini maka cairan limfe yang mengalir ke pusat melewati
kelenjar limfe dapat terbebas dari agen-agen tersebut.

c. Pertahanan terakhir (vena primer)


Jika penyebaran agen menular tidak terhenti pada kelenjar limfe atau jika agen tersebut langsung
memasuki vena ditempat primernya, maka dapat terjadi infeksi pada aliran darah.
Ledakan bakteri didalam aliran darah sebenarnya tidak jarang terjadi, dan peristiwa yang dinamakan
bakteremia ini biasanya ditangani secara cepat dan efektif oleh makrofag dari sistem monosit – makrofag.
Septikemia atau keracunan darah terjadi jika kondisi bakteremia berlanjut yang mengakibatkan
organisme yang masuk berjumlah sangat besar dan cukup resisten sehingga sistem makrofag
ditaklukkan. Organisme yang menetap ini menimulkan gejala malaise, kelemahan, demam, dll.
Pada kondisi yang parah yang disebut septikopiemia atau disingkat piemia, dimana organisme mencapai
jumlah yangs edemikan besarnya sehingga mereka bersirkulasi dalam gumpalan-gumpalan dan
mengambil tempat pada banyak organ dan menimbulkan banyak sekali mikroabses.

FAKTOR JASAD RENIK PADA INFEKSI


1. Daya Transmisi
Sifat penting dan nyata pada saat terbentuknya adalah transpor agen menular hidup kedalam tubuh.
Cara Penularan Penyakit Infeksi :
a) Secara Langsung (Direct) dari satu orang ke orang lain, misalnya melalui batuk, bersin dan berciuman.
Contoh :
ü Penyakit yang ditularkan melalui saluran nafas : common cold, tuberkulosis, batuk rejan, batuk rejan,
pes pneumoni, meningitis, meningokokus, sakit tenggorokan karena infeksi srtreptokokus, tonsilitis,
influenza, difteri, campak, rubella (campak jerman).
Penyakit – penyakit ini ditularkan melalui ciuman, penggunaan alat makan yang terinfeksi, dan droplet
yang terinfeksi.
ü Penyakit Kelamin dapat ditularkan langsung melalui hubungan seksual dengan penderita dan juga
dapat melalui plasenta (infeksi transplasenta) yang ditularkan dari ibu yang menderita kepada bayi yang
dilahirkan.

b) Secara Tidak Langsung (Indirect) penularan mikroba patogen memerlukan adanya “media perantara”,
baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman maupun vektor. Organisme dikeluarkan dari
penderita kemudian diendapkan pada berbagai permukaan lalu di lepaskan kembali dalam udara.
Dengan cara serupa organisme dapat sampai kedalam tanah, air, makanan atau rantai pemindahan tidak
langsung lainnya. Di rumah sakit, infeksi juga dapat disebarkan melalui eksudat-eksudat dan ekskreta.
Transfusi darah dapat juga menjadi sarana penyebaran infeksi (misal. Penyakit hepatitis virus).Jenis
pemindahan tidak langsung yang lebih kompleks melibatkan vektor-vektor seperti serangga, misalnya
nyamuk (penyakit malaria), lalat (penyakit disentri), cacing (penyakit filariasis), dll.

Pathway Tuberculosis :
M.tuberkulosis terhirup dari udara. --> M.bovis masuk ke paru-paru --> Menempel pada bronkiali atau
alveolus. --> Memperbanyak setiap 18-24 jam --> Proliferasi sel epitel disekeliling basil dan membentuk
dinding antara basil dan organ yang terinfeksi (tuberkel) --> Basil menyebar melalui kelenjar getah bening
menuju kelenjar regional dan menimbulkan reaksi eksudasi --> Lesi primer menyebabkan kerusakan
jaringan--> Meluas ke seluruh paru-paru (bronki atau pleura) --> Erosi pembuluh darah --> Basil
menyebar ke daerah yang dekat dan jauh (TB milier) --> Tulang, Ginjal, Otak

2. Daya Invasi
Sekali dipindahkan kedalam hospes baru, jasad renik harus mampu bertahan pada atau didalam hospes
tersebut untuk dapat menimbulkan infeksi.
Misalnya:
ü Kolera, disebabkan oleh organisme yang tidak pernah memasuki jaringan, tetapi hanya menduduki
epitel usus, melekat dengan kuat pada permukaan sehingga tidak terhanyut oleh gerakan usus.
ü Disentri basiler, hanya memasuki lapisan superfisial usus tetapi tidak pernah masuk lebih jauh kedalam
tubuh.
ü Dan beberapa penyakit lain seperti : salmonella thypi yang menyebabkan demam tifoid, spiroketa sifilis
yang menyebabkan sifilis, mikrobacterium tetani yang menyebabkan tetanus, dll.

3. Kemampuan untuk menimbulkan penyakit.


Beberapa agen menular mengeluarkan eksotoksin yang dapat larut yang kemudian bersirkulasi dan
menimbulkan perubahan – perubahan fisiologis yang nyata yang bekerja pada sel – sel tertentu.
Contohnya pada penyakit tetanus dan penyakit difteri.
Banyak mikroorganisme lain seperti bakteri gram negatif mengandung endotoksin kompleks yang
dilepaskan waktu mikroorganisme mengalami lisis. Pelepasan endotoksin ada hubungannya dengan
timbulnya demam dan dalam keadaan – keadaan yang lebih ekstrim, seperti septikemia gram negatif,
dengan timbulnya sindrom syok.
Beberapa organisme menimbulkan cedera pada hospes, sebagian besar dengan cara imunologis dengan
membantu pembentukan kompleks antigen – antibodi, yang selanjutnya dapat menimbulkan kelainan,
misalnya pada kompleks imun glomerulonefritis.
Virus sebagai parasit obligat intraseluler adalah potongan sederhana bahan genetik (DNA, RNA) yang
mempunyai alat untuk menyusupkan dirinya kedalam sel hospes. Sel akan mengalami cedera bila ada
informasi genetik baru yang diwujudkan pada fungsi sel yang diubah. Satu wujud informasi genetik
tambahan semacam itu adalah replikasi virus yang menular, yang dapat disertai oleh lisis dari sel-sel
yang terkena. Sel dapat berubah tanpa menjadi nekrosis dan dapat dirangsang untuk berproliferasi,
misalnya pada kasus tumor yang diinduksi oleh virus. Virus jga dapat mencederai hospes dengan
menimbulkan berbagai reaksi imunologi dimana bagian tertentu dari virus bertindak sebagai antigen.

CARA INTERAKSI HOSPES DAN JASAD RENIK


Secara biologi, sebenarnya setiap agen yang hidup bukan untuk menimbulkan penyakit, melainkan untuk
menghasilkan agen yang jenisnya sama.
Jika hubungan antara hospes dan agen menular tidak saling menyerang, maka jenis interaksi ini disebut
komensialisme.
Jika interaksi memberikan beberapa keuntunganbagi kedua belah pihak, maka interaksi ini disebut
mutualisme.
Komensialisme dan mutualisme merupakan hasil yang paling sering terjadi akibat interaksi infeksi dialam
dan timbulnya penyakit menular dalam arti evolusi (dan ternyata banyak sekali) merupakan
penyimpangan dari keadaan ini.
Interaksi yang kompleks dari hospes dan faktor-faktor lingkungan menentukan timbulnya infeksi. Virulensi
atau patogenisitas mikroorganisme tertentu berkaitan dengan status hospes.

INFEKSI OPORTUNISTIK
Konsep infeksi oportunistik mencerminkan adanya banyak mikroorganisme yang tidak kita pikirkan akan
berbuat banyak terhadap individu sehat, tetapi dengan adanya lingkungan yang salah, akan berubah dan
menimbulkan penyakit menular.
Organisme – organisme semacam itu disebut Oportunistik, sebab mereka kelihatannya mengambil
keuntungan pada keadaan tertentu dari hospes.
Agen menular endogen adalah organisme oprtunistik yang secara tetap bertempat tinggal dalam hospes.
Infeksi oportunistik timbul jika beberapa faktor atau sekelompok faktor membahayakan mekanisme
pertahanan instrinsik hospes atau dengan cara mengubah ekologi jasad renik penghuni normal.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan infeksi oportunistik:
1. Penderita gangguan gizi buruk
2. Penderita gangguan imunologis
3. Penderita yang mendapatkan terapi antimikroba
4. Penderita yang mendapatkan terapi kortikosteroid adrenal

INFEKSI NOSOKOMIAL
Nosokomial berasal dari bahsa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya
merawat. Nosokomion berarti tempat ntuk merawat/rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan
sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit.
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity)
dan angka kematian(mortality) di rumah sakit. Angka nosokomial menjadi salah satu tolak ukur mutu
pelayanan rumah sakit. Ijin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian
infeksi nosokomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang ditimbulkan akibat infeksi
nosokomial.
Beberapa hal yang memberikan konstribusi terjadinya infeksi nosokomial, adalah:
1. Penderita lain yang juga sedang dalam proses keperawatan
2. Petugas pelaksana (dokter, perawat, dll.)
3. Peralatan medis yang digunakan
4. Tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5. Tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut (ruang operasi, kamar bersalin, dll)
6. Makanan atau minuman yang disajikan
7. Lingkungan rumah sakit secara umum.
Obyek pengendalian infkesi nosokomial adalah masuknya mikroba patogen yang dapat berasal dari
unsur-unsur tersebut diatas.

FLORA JASAD RENIK NORMAL


Flora normal atau flora jasad renik asli yang mendiami tubuh, misalnya :
Pada kulit, diperkirakan kepadatannya >10.000 organisme/cm2 kulit, merupakan organismeyang hidup
jauh didalam berbagai struktur epitel kulit, yang dikeluarkan dalam jumlah yang lebih besar jika kulit
digosok.
Didalam mulut, terdapat 100 juta organisme/mm saliva; kerokan yang diambil dari permukaan gigi ata
gusi dapat mengandung berjuta-juta organisme/mg bahan kerokan.
Pada usus, perbandingan bahan anaerobik melebihi bakteri aerobik, sebesar 1000 : 1

Daftar Pustaka:
Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri keperawatan, EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta
Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial : problematika dan pengendaliannya, Penerbit Salemba Medika,
Jakarta
Dorland, 2001, KAMUS KEDOKTERAN, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Gibson, J.M., 1996, MIKROBIOLOGI DAN PATOLOGI MODERN – untuk perawat , EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta
Robbins, Stanley L.; Kumar, Vinay., 1995, BUKU AJAR PATOLOGI I, edisi 4, EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta
RADANG vs INFEKSI
Masih sulit memisahkan kata radang dari bayang-bayang penyakit infeksi.
Padahal sesungguhnya radang berbeda dengan infeksi meskipun infeksi
sendiri selalu disertai dengan peradangan. Sebagian orang mungkin akan
bertanya-tanya ketika dokter mendiagnosa mereka mengalami radang
tetapi mengapa tidak meresepkan obat antibiotik.

Radang dalam bahasa medik dikenal dengan Inflammasi yaitu suatu


respon jaringan tubuh yang kompleks saat menerima rangsang yang kuat
akibat pengrusakan sel, infeksi mikroorganisme patogen dan iritasi.
Radang juga merupakan proses tubuh mempertahankan diri dari aneka
rangsangan tadi agar tubuh dapat meminimalisir dampak dari rangsangan
tadi. Peradangan dapat dikenali dengan adanya beberapa tanda khas yang
sering menyertai, Aulus Cornelius Celcus (30 SM – 45 M) memberi istilah
latin yaitu Rubor, Calor, Dolor, Tumor. Sementara Galen menambahkan
dengan Functio laesa.
Rubor berarti merah, daerah tubuh yang mengalami radang akan nampak
lebih merah. Hal inilah yang paling mudah terlihat dan akhirnya
masyarakat menjadikan sebagai trade mark radang. Misalnya lapisan
permukaan tenggorokan menjadi lebih merah pekat, orang-orang spontan
menyebut radang. Sampai akhirnya ketika orang menyebut radang maka
langsung diasosiasikan sebagai penyakit/ gangguan tenggorokan. Padahal
radang tidak hanya di tenggorokan, seluruh bagian tubuh manusia punya
“hak” sama untuk “menikmati” radang.
Calor berarti panas. Radang umumnya disertai dengan kenaikan suhu
tubuh. Suhu tubuh diklasifikasi atas hipotermia (< 36oC), normotermi (36-
37oC), subfebris (37,8oC) dan febris (>38oC). Dua yang terakhir disebut juga
sebagai demam. Kenaikan suhu tubuh yang menyertai radang dapat berupa
demam subfebris atau demam febris. Kenaikan panas tubuh disebabkan
oleh meningkatnya aktifitas sel-sel imun (pertahanan) tubuh. Namun oleh
sebagian orang tidak merasakan kenaikan suhu tubuh ini secara signifikan
padahal ketika dilakukan pengukuran dengan termometer ternyata demam
subfebris, oleh sebab itu pengukuran suhu tubuh selalu dianjurkan
menggunakan termometer dan bukan dengan meletakkan telapak tangan
di dahi atau di leher.
Dolor berarti nyeri. Tanda radang ini lebih bersifat subyektif sebab tidak
dapat di nilai langsung oleh orang lain kecuali si pemilik tubuh yang
menyatakan bahwa timbul rasa sakit. Rasa sakit muncul akibat pelepasan
suatu zat yang dikenal dengan nama prostaglandin.
Tumor adalah pembesaran abnormal dari bagian tubuh. Segala benjolan
yang muncul baik di permukaan luar tubuh maupun sepanjang rongga
tubuh disebut sebagai tumor. Benjolan ini pada keadaan normal tidak ada,
tetapi oleh reaksi tubuh benjolan ini muncul menyertai tanda-tanda
terdahulu. Benjolan dapat berukuran besar maupun kecil dengan batas
yang bisa tegas atau tidak. Contoh yang sering ditemukan adalah bisul,
jerawat, kutil ataupun bengkak.
Functio laesa berarti gangguan fungsi. Pada keadaan radang maka organ
tubuh yang terkena akan mengalami gangguan fungsi. Misalnya : sendi
yang kaku pada rematik atau gangguan penyerapan cairan dalam usus pada
keadaan diare.
Bagaimana dengan infeksi. Infeksi merupakan adalah keadaan jaringan
tubuh yang terpapar mikroorganisme baik oleh bakteri, virus, jamur
maupun parasit. Sama seperti radang, infeksi dapat terjadi baik di
permukaan luar tubuh maupun di permukaan rongga dalam tubuh.

Dalam perjalanannya, bagian tubuh yang terinfeksi akan mengalami proses


peradangan. Paparan mikroorganisme pada permukaan tubuh akan
merangsang tubuh untuk melakukan penolakan terhadap agen infeksius
tersebut maka muncullah tanda-tanda peradangan seperti di atas. Namun
infeksi dapat juga terjadi belakangan setelah terlebih dulu terjadi radang,
inilah yang disebut sebagai infeksi sekunder. Misalnya saat seorang atlet
mengalami cedera otot – pada luka terbuka resiko terjadinya infeksi tentu
jauh lebih mudah dibandingkan luka tertutup. Bagian tubuh yang terluka
akan mengalami peradangan akibat terjadinya kerusakan jaringan, reaksi
radang ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh agar kerusakan tidak
bertambah luas. Akan tetapi dalam perjalanannya, permukaan luka dapat
saja terpapar oleh mikroorganisme patogen. Keadaan inilah yang disebut
infeksi sekunder, tubuh merespon jauh lebih berat dan adakalanya
dibutuhkan pemberian antibiotik selain obat antiradang (antiinflamasi
drugs).
Perjalanan infeksi dimulai jika ada jalur masuk (port d’entry). Lalu setelah
melewati masa inkubasi yaitu waktu dimana agen infeksi masuk ke dalam
tubuh sampai munculnya gejala awal infeksi maka penderita akan
mengalami fase akut. Jadi saat seseorang merasakan timbulnya gejala
infeksi maka sebenarnya agen penyebab infeksi itu sendiri telah masuk ke
dalam tubuh beberapa waktu sebelumnya. Namun perlu diketahui bahwa
tidak semua peradangan memerlukan antibiotik, kalaupun terjadi infeksi,
tidak semua infeksi dapat diobati dengan antibiotik sebab infeksi yang
penyebabnya bukan bakteri tentunya tidak efektif diobati dengan
antibiotika. Setelah fase akut beberapa jenis infeksi dapat sembuh sendiri
(self limiting diseases), ada juga yang sembuh dengan intervensi
antibiotika sedangkan yang lainnya tidur (dormant) menjadi fase kronis
dan sewaktu-waktu dapat aktif kembali.
Secara umum radang dan infeksi memilki perbedaan gejala yang sangat
tipis, tetapi dengan memahami perbedaan ini kita berharap bisa
mendapatkan pelayanan pengobatan yang rasional, efektif dan ekonomis.
(dr.Amran)
LAPORAN TUTORIAL “ Infeksi
dan Inflamasi ”

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit, semuanya terjadi secara
normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit, mulut, jalan napas, saluran cerna, membran yang
melapisi mata, dan bahkan saluran kemih. Banyak dari agen infeksius ini mampu menyebabkan kelainan
fungsi fisiologis yang serius atau bahkan kematian bila agen infeksius tersebut masuk ke jaringan yang
lebih dalam.

Tubuh manusia telah diciptakan dengan berbagai macam sistem yang berfungsi sebagai pertahanan
tubuh. Selain itu juga terdapat respon-respon tubuh terhadap benda asing yang bersifat merugikan.
Apabila terjadi cedera jaringan yang dikarenakan oleh bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau
fenomena lainnya maka maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan berbagai zat yang menimbulkan
perubahan sekunder yang sangat dramatis disekeliling jaringan yang tidak mengalami cedera.
Dewasa ini penyakit infeksi sudah merupakan penyakit dimana para sarjana Kedokteran telah
mengembangkan, baik terapi maupun penelitian-penelitian tentang perkembangan, pencegahan dan
pengobatan infeksi maupun penyakit-penyakit, yang berhubungan dengan infeksi.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang didapatkan dari pembelajaran ini antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan infeksi?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya infeksi?

3. Apa saja jenis-jenis infeksi?

4. Apa definisi inflamasi?

5. Apa saja ciri-ciri inflamasi?

6. Apa penyebab terjadinya radang akut?

7. Bagaimana proses terjadinya peradangan?

8. Bagaimana proses pembentukan pus?

9. Apa saja efek yang berguna dan merugikan dari radang akut?

C. Tujuan

Tujuan-tujuan yang didapatkan antara lain:

1. Agar dapat mengetahui definisi infeksi dan radang

2. Agar dapat memahami penyebab terjadinya infeksi dan inflamasi

3. Agar mengetahui mekanisme terjadinya infeksi dan inflamasi

4. Agar mengetahui ciri-ciri inflamasi

5. Agar mengetahui proses pembentukan pus

6. Agar mengetahui efek-efek dari radang akut


D. Manfaat

Manfaat-manfaat yang diperoleh yaitu:

1. Mengetahui definisi infeksi dan radang

2. Memahami penyebab terjadinya infeksi dan inflamasi

3. Mengetahui mekanisme terjadinya infeksi dan inflamasi

4. Mengetahui ciri-ciri inflamasi

5. Mengetahui proses pembentukan pus

6. Mengetahui efek-efek dari radang akut

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

Pengertian

Infeksi yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis tidak tampak atau
timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, atau respon antigen-
antibodi. (Dorland, 2002)

Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurunng (sekuester) baik
agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. (Dorland, 2002)

Infeksi

Infeksi menembus permukaan kulit atau berasal dari dalam tubuh. Gambaran klinisnya tergantung pada:

1. Letaknya di dalam kulit

2. Sifat alami organisme


3. Sifat respon tubuh terhadap organisme

Sebagian besar infeksi melalui jalan eksternal dengan menembus barier kulit yang dapat menyebabkan
lesi kulit saat organisme menginfeksi tubuh lainnya dan menimbulkan bercak-bercak kulit. Infeksi dapat
disebabkan oleh berbagai macam organisme, seperti fungi, virus, bakteri, protozoa dan virus metazoa.
Banyak organisme yang hidup atau bahkan tumbuh di dalam kulit tetapi tidak menimbulkan kerugian
terhadap inang yang disebut komensal, atau apabila organisme ini mengkonsumsi bahan-bahan yang
mati maka mereka disebut saprofit.

(Underwood, 1999)

Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan organisme infeksius beraneka ragam, karena produk
atau sekresi yang berbahaya dari bakteri-bakteri. Jadi, sel hospes menerima rangsangan bahan kimia
yang mungkin bersifat toksik terhadap metabolisme atau terhadap keutuhan membran sel. Sebagai
tambahan, sering timbul respon peradangan dari hospes yang dapat menyebabkan kerusakan kimiawi
terhadap sel. Agen intraseluler misalnya virus sering menyebabkan ruptura sel yang terinfeksi.
Selanjutnya terjadi kerusakan jaringan lokal. (Underwood, 1999)

Infeksi kronik adalah infeksi yang virusnya secara kontinu dapat dideteksi, sering pada kadar rendah,
gejala klinis dapat ringan atau tidak terlihat. Terjadi akibat sejumlah virus hewan, dan persistensi pada
keadaan tertentu bergantung pada usia orang saat terinfeksi. Pada infeksi kronik oleh virus RNA, populasi
virus sering mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik.

Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk samar atau kriptik. Penyakit
klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus infeksius dapat ditemukan selama timbulnya serangan
tersebut.

Infeksi subklinik (tidak tampak) adalah infeksi yang tidak memperlihatkan tanda jelas adanya infeksi.

(Brooks, 2007)

Radang

Peradangan ditandai oleh:

1. Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang
berlebihan
2. Peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang
intersisiel

3. Seringkali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang intersisiel yang disebabkan oleh fibrinogen dan
protein yang lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah besar

4. Migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan

5. Pembengkakan sel jaringan

(Guyton, 2007)

Biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadiannya, antara lain:

1. Radang akut

Yaitu reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama

2. Radang kronis

Yaitu reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama mengikuti respon awal

Penyebab utama radang akut adalah:

 Infeksi mikrobial

Merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara
multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan endotoksin yang spesifik atau melepaskan endotoksin yang
ada hubungannya dengan dinding sel. Di samping itu, beberapa macam organisme, melalui reaksi
hipersensitivitas, dapat menyebabkan radang yang diperantarai imunologi.

 Reaksi hipersensitivitas

Terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya
reaksi imun yang akan merusak jaringan.

 Agen fisik

Kerusakan jaringan yang terrjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi
ion, terbakar atau dingin yang berlebihan (fostbite).

 Bahan kimia iritan dan korosif


Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan, yang
kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Di samping itu, agen penyebab infeksi dapat
melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi, dan langsung mengakibatkan radang.

 Jaringan nekrosis

Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan
pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan
sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering
memperlihatkan suatu respon radang akut.

(Underwood, 1999)

Proses peradangan

Salah satu efek pertama dari peradangan adalah pembatasan (wall of) area yang cedera dari sisa jaringan
yang tidak mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik di daerah yang meradang dihalangi oleh
bekuan fibrinogen, sehingga untuk sementara waktu hampir tidak ada cairan yang melintasi ruangan.
Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau produk toksik.

Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah ada di dalam jaringan dan
segera memulai kerja fagositiknya. Bila diaktifkan oleh produk infeksi dan peradangan, efek yang mula-
mula terjadi adalah pembengkakan setiap sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya, banyak makrofag yang
sebelumnya terikat kemudian lepas dari perlekatannya dan menjauh mobil, membentuk lini pertama
pertahanan tubuh terhadap infeksi selama beberapa jam pertama.

Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai, sejumlah besar netrofil dari darah mulai menginvasi
daerah yang meradang. Hal ini disebabkan oleh produk yang berasal dari jaringan yang meradang akan
memicu reaksi berikut:

1. Produk tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan netrofil melekat
pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi.
2. Produk ini menyebabkan longgarnya perlekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan sel endotel
vanula kecil sehingga terbuka cukup lebar, dan memungkinkan netrofil untuk melewatinya dengan cara
diapedesis langsung dari darah ke dalam ruang jaringan.

3. Produk peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis netrofil menuju jaringan yang cedera.

Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya kerusakan jaringan, tempat tersebut akan diisi oleh
netrofil. Karena netrofil darah telah berbentuk sel matur, maka sel-sel tersebut sudah siap untuk segera
memulai fungsinya untuk membunuh bakteri dan menyingkirkan bahan-bahan asing.

Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang akkut yang berat, jumlah netrofil di dalam darah
kadang-kadang menigkat sebanyak 4-5 kali lipat menjadi 15.000-25.000 netrofil per mikroliter. Keadaan
ini disebut netrofilia. Netrofilia disebabkan oleh produk peradangan yang memasuki aliran darah,
kemudian diangkut ke sumsum tulang, dan disitu bekerja pada netrofil yang tersimpan dalam semsum
untuk menggerakkan netrofil-netrofil ini ke sirkulasi darah. Hal ini membuat lebih banyak lagi netrofil
yang tersedia di area jaringan yanng meradang.

Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah akan memasuki jaringan yang meradang dan
membesar menjadi makrofag. Setelah menginvasi jaringan yang meradang, monosit masih merupakan
sel imatur, dan memerlukan waktu 8 jam atau lebih untuk membengkak ke ukuran yang jauh lebih besar
dan membentuk lisosom dalam jumlah yang sangat banyak, barulah kemudian mencapai kapasitas
penuh sebagai makrofag jaringan untuk proses fagositosis. Ternyata setelah beberapa hari hingga
minggu, makrofag akhirnya datang dan mendominasi sel-sel fagositik di area yang meradang, karena
produksi monosit baru yang sangat meningkat dalam sumsum tulang.

Pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan monosit oleh
sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh perangsangan sel-sel progenitor granulositik dan monositik di
sumsum. Namun hal tersebut memerlukan waktu 3-4 hari sebelum granulosit dan monosit yang baru
terbentuk ini mencapai tahap meninggalkan sumsum tulang. (Guyton, 2007)

Pembentukan pus

Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua
netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang
meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati,
makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi
dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan
mengalami autokatalisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke
dalam jaringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.

(Guyton, 2007)

Efek radang akut

Cairan dan eksudat seluler, keduanya dapat mempunyai efek yang berguna. Manfaat cairan eksudat
adalah sebagai berikut:

 Mengencerkan toksin

Pengenceran toksin yang diproduksi oleh bakteria akan memungkinkan pembuangannya melalui saluran
limfatik

 Masuknya antibodi

Akibat naiknya permeabilitas vaskuler, memugkinkan antibodi masuk ke dalam rongga ekstravaskuler.
Antibodi dapat mengakibatkan lisisnya mikro-organisme dengan mengikutsertakan komplemen, atau
mengakibat-kan fagositosis melalui opsonisasi. Antibodi juga penting untuk menetralisir toksin.

 Transpor obat

Seperti antibiotik ke tempat bakteri berkembang biak.

 Pembentukan fibrin

Dari eksudat fibrinogen dapat menghalangi gerakan mikro-organsme, menangkapnya dan memberikan
fasilitas terjadinya fagositosis.

 Mengirim nutrisi dan oksigen

Yang sangat penting untuk sel seperti neutrofil yang mempunyai aktivitas metabolisme yang tinggi, yang
dibantu dengan menaikkan aliran cairan melalui daerah tersebut

 Merangsang respon imun

Dengan cara menyalurkan cairan eksudat ke dalam saluran limfatik yang memungkinkan partikel dari
larutan antigen mencapai limfonodus regionalnya, dimana partikel dapat merangsang respon imun.
Pembebasan enzim-enzim lisosom oleh sel radang dapat pula mempunyai efek yang merugikan, yaitu:

 Mencerna jaringan normal

Enzim-enzim seperti kolagenase, protease dapat mencerna jaringan normal, yang menyebabkan
kerusakan. Kondisi ini mungkin terutama sebagai hasil kerusakan vaskuler, misalnya pada reaksi
hipersensitivitas tipe III.

 Pembengkakan

Pembengkakan jaringan yang mengalami radang akut dapat merugikan. Pembengkakan karena radang
akan berbahaya apabila terjadi di dalam ruang yang tertutup seperti rongga kepala.

 Respon radang yang tidak sesuai

Kadang-kadang respon radang akut tampak tidak sesuai, seperti yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas
tipe I, dimana antigen di sekitarnya berkemampuan menyebabkan reaksi yang tidak mengancam dan
merugikan individu. Pada respon radang karena alergi mungkin dapat mengancam hidupnya, misalnya
asma ekstrinsik.

B. Analisis Skenario

Akibat cedera

Warna kemerahan (rubor)

Diakibatkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.

Panas (kalor)

Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer tubuh (kulit). Peningkatan suhu ini diakibatkan
karena meningkatnya aliran darah sehingga sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat
pada daerah tersebut.

Bengkak (tumor)

Pembengkakan sebagai hasil adanya edema dan kelompok sel radang dalam jumlah sedikit yang masuk
ke dalam daerah tersebut.

Nyeri (dolor)
Rasa nyeri diakibatkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena tekanan
pus di dalam rongga abses.

Demam

Demam merupakan manifestasi sistemik yang paling sering terjadi pada respon radang dan merupakan
gejala utama penyakit infeksi. Dalam kasus, Amir terkena demam setelah 3 hari, hal itu dapat terjadi
dikarenakan selama 3 hari tersebut terjadi infeksi pada luka yang dialaminya. Tubuh memerlukan rentan
waktu untuk melawan masuknya mikroorganisme patogen yang dinamakan masa inkubasi. Zat-zat yang
dapat menimbulkan demam, yaitu:

- Endotoksin bakteri gram negatif

- Sitokin yang dilepaskan dari sel-sel limfoid

Mekanisme demam antara lain:

Aktivator (mikroba, toksin, kompleks antigen-antibodi, proses radang; dll) → menginduksi fagosit MN
dan sel lain → melepaskan interleukin-1 → pusat pengatur suhu (hipotalamus) melalui darah → respon
fisiologik → demam

Vulnus excoriatum

Vulnus Amir tidak berbau karena tidak adanya pembusukan protein. Berbau atau tidaknya luka
dipengaruhi oleh bakteri piogenik yang dapat mengeluarkan gas. Selain itu bakteri piogenik juga
menimbulkan pus dan menyebabkan pus berwarna kehijauan.

Komposisi vulnus yaitu:

1. Fibrin

2. Darah

3. Jaringan nekrosis

4. Dll

Penanganan luka
Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka kotor maka perlu
diberikan antibiotik. Tindakan penanganan luka harus dilakukan sesuai teknik aseptik (steril).

1. Bersihkan tepi luka menggunakan alkohol

2. Lanjutkan dengan pemakaian desinfektan seperti betadine pada luka

3. Balut luka agar tidak terjadi infeksi lebih lanjut

Pemeriksaan mikroskopis dan kultur kuman

Tujuannya adalah memberikan indikasi awal dan penting berkenaan dengan sifat organisme penginfeksi
sehingga membantu pemilihan obat antimikroba.

Kultur kuman yaitu pemiaraan kuman, sehingga sewaktu-waktu perlu, kuman atau bakteri itu selalu
tersedia. Jika mengambil bahan dari salah satu koloni, kemudian bahan itu ditanam pada medium baru
yang steril, maka bahan itu akan tumbuh menjadi koloni yang murni asalkan pekerjaan pemindahan itu
dilakukan dengan cermat menurut teknik aseptik.

Pengambilan sampel jaringan

Eksudat yang terkumpul harus diaspirasi dengan teknik aseptik. Jika materi secara jelas terlihat purulen,
apusan dan biakan dibuat secara langsung. Jika cairan jernih, dapat disentrifugasi pada kecepatan tinggi
selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk apusan selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk
apusan dan biakan yang diwarnai. Metode biakan yang digunakan harus cocok untuk pertumbuhan
organisme yang dicurigai berdasarkan gejala dan tanda klinis demikian juga bakteri pirogen yang sering
ditemukan.

Presentase sel PMN dalam darah

Total jumlah sel darah putih pada orang dewasa adalah 7000 sel/mikroliter.

Netrofil : 62,0% Monosit : 5,3%

Eosinofil : 2,3 % Limfosit : 30,0 %

Basofil : 0,4%

(Guyton, 2007)

Perbedaan radang akut dan kronis


Radang akut Radang kronis

Respon terhadap gangguan bersifat cepat Respon bersifat lama


dan langsung

Terjadi 2-3 hari


Hitungan dalam minggu-bulan
Jumlah sel darah putih (PMN) meningkat
Terdapat sel MN

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Infeksi merupakan proses invasi mikroba atau parasit ke dalam jaringan yang mengakibatkan perubahan
setempat dan sistemik di dalam tubuh. Sedangkan radang adalah reaksi jaringan terhadap cedera, secara
khas terdiri dari respon vaskular dan seluler, yang secara bersama berusaha menghancurkan substansi
yang dikenal sebagai benda asing dalam tubuh. Adapun tanda pokok radang akut yaitu nyeri (dolor),
kemerahan (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), dan gangguan fungsi (functiolaesa).

B. Saran

1. Jika terjadi luka lecet, maka segera bersihkan luka tersebut agar tidak terjadi infeksi

2. Untuk luka yang sudah lama dan mengeluarkan eksudat dan pus maka luka perlu dikompres untuk
mengeluarkan cairan abnormal tersebut

3. Usahakan untuk selalu menjaga ketahanan tubuh melalui makanan yang bergizi seimbang

4. Segera periksakan ke pihak kesehatan jika ada reaksi infeksi atau peradangan yang semakin memburuk

DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, dan Adelberg.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Underwood, J. C. E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journal_review&id=3866&task=view

http://rac.uii.ac.id/index.php/record/view/77246

http://library.usu.ac.id/download/fk/histologi-zukesti2.pdf

https://www.slideshare.net/robin2dompas/konsep-infeksi

You might also like