Professional Documents
Culture Documents
Infeksi adalah
1. Masuknya kuman penyakit kedalam tubuh hingga menimbulkan gejala – gejala penyakit
2. invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang menyebabkancedera
selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler, atau respon antigen – antibodi.
Pembagian Infeksi :
PRIMER : Apabila terjadi secara langsung sebagai akibat dari proses yang ditimbulkan mikroorganisme
sendiri
SEKUNDER : Terjadi oleh sesuatu sebab, misalnya : kelemahan tubuh, kelaparan, kelelahan, luka dan
sebagainya
TAHAP RENTAN
Pada tahap ini individu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai faktor
predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup,
sosial ekonomi, dll. faktor – fator predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit
(mikroba patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
TAHAP INKUBASI
Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular)
sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya. Penularan penyakit
dapat terjadi selama masa inkubasi
TAHAP SAKIT
Penderita dalam keadaan sakit. Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan
tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit. Dalam perjalanannya penyakit akan berjalan bertahap.
Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas
harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi
dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara obyektif maupun subyektif. Pada
tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya
membutuhkan perawatan. Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata, urin, feses,
sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam
Tahap sakit atau klinis ini dapat berlangsung secara:
ü Akut : berlangsung untuk beberapa hari atau minggu
ü Kronik : berlangsung untuk beberapa bulan atau tahun
TAHAP PENYEMBUHAN
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir
dengan 5 alternatif:
1. Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti
sediakala.
2. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik,
cacat mental, maupun cacat sosial.
3. Pembawa (carier)
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit.
Pada kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai sumber penularan.
Carier / karier : orang yang mengeluarkan mikroorganisme sesudah sembuh
ü Karier konvalen à mengeluarkan mikroorganisme hanya pada masa penyembuhan
ü Karier temporer à mengeluarkan mikroorganisme tidak lebih dari satu tahun
ü Karier kronik à mengeluarkan mikroorganisme lebih dari satu tahun (terjadi pada demam tifoid)
ü Ekskretor asimptomatik (karier kontak), adalah orang-orang yang mendapat infeksi dengan
mikroorganisme tanpa menampakkan perkembangan penyakit. Terjadi pada poliomielitis, infeksi
staphylococcus aureus, sakit tenggorokan karena infeksi streptokokus, difteri, disentro, meningitis yang
disebabkan meningokokus
4. Kronis
Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah.
5. Meninggal dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagagalan fungsi-fungsi ogan.
2. Saluran pencernaan
ü Mukosa lambung merupakan kelenjar dan tidak merupakan barier mekanis yang baik. Sering terjadi
defek – defek kecil atau erosi pada lapisan lambung, tetapi tidak banyak berarti pada proses infkesi
sebab suasana lambung sendiri sangat tidak sesuai untuk banyak mikroorganisme. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh keasaman lambung yang tinggi, disamping lambung cenderung memindahkan
isinya ke usus halus dengan proses yang relatif cepat.
ü Lapisan usus halus juga bukan merupakan barier mekanis yang baik dan secara mudah dapat
ditembus oleh banyak bakteri. Namun gerakan peristaltik untuk mendorong isi usus berlangsung cepat
sekali sehingga populasi bakteri dalam lumen dipertahankan tetap sedikit.
ü Lapisan dalam usus besar secara mekanis juga tidak baik. Pada tempat ini pendorongan tidak cepat
dan terdapat stagnasi relatf dari isi usus. Pertahanan utma melawan jasad renik adalah melalui
banyaknya flora normal yang menghuni usus besar dan hidup berdampingan dnegan hospes. Bakteri
normal yang banyak ini berkompetisi untuk mendapatkan makanan atau mereka benar-benar
mengeluarkan substansi antibakteri (antibiotik).
3. Saluran pernafasan
Epitel pada saluran nafas misalnya pada lapisan hidung, lapisan nasofaring, trakea dan bronkus, terdiri
dari sel – sel tinggi yang beberapa diantaranya mengeluarkan mukus, tetapi sebagian besar
diperlengkapi dengan silia pada permukaan lumen mereka. Tonjolan-tonjolan kecil ini bergetar seperti
cambuk dengan gerakan yang diarahkan kemulut, hidung dan keluar tubuh. Jika jasad renik terhirup,
mereka cenderung menegnai selimut mukosa yang dihasilkan dari mukus, untuk digerakkan keluar dan
atau dibatukkan atau ditelan.
Kerja perlindungan ini dipertinggi dengan adanya antibodi didalam sekresi. Jika beberapa agen
menghindar dari pertahanan ini dan mencapai ruang – ruang udara didalam paru-paru, maka disana
selalu terdapat makrofag alveoler yang merupakan barisan pertahanan lain.
b. Pembuluh limfe
Aliran limfe pada radang akut dipercepat sehingga agen-agen menular ikut menyebar dengan cepat
sepanjang pembuluh limfe bersama dengan aliran limfe itu. Kadang-kadang menyebabkan limfangitis,
tetapi lebih sering agen-agen tersebut langsung terbawa ke kelenjar limfe, dimana mereka dengan cepat
difagositosis oleh makrofag. Pada keadaan ini maka cairan limfe yang mengalir ke pusat melewati
kelenjar limfe dapat terbebas dari agen-agen tersebut.
b) Secara Tidak Langsung (Indirect) penularan mikroba patogen memerlukan adanya “media perantara”,
baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman maupun vektor. Organisme dikeluarkan dari
penderita kemudian diendapkan pada berbagai permukaan lalu di lepaskan kembali dalam udara.
Dengan cara serupa organisme dapat sampai kedalam tanah, air, makanan atau rantai pemindahan tidak
langsung lainnya. Di rumah sakit, infeksi juga dapat disebarkan melalui eksudat-eksudat dan ekskreta.
Transfusi darah dapat juga menjadi sarana penyebaran infeksi (misal. Penyakit hepatitis virus).Jenis
pemindahan tidak langsung yang lebih kompleks melibatkan vektor-vektor seperti serangga, misalnya
nyamuk (penyakit malaria), lalat (penyakit disentri), cacing (penyakit filariasis), dll.
Pathway Tuberculosis :
M.tuberkulosis terhirup dari udara. --> M.bovis masuk ke paru-paru --> Menempel pada bronkiali atau
alveolus. --> Memperbanyak setiap 18-24 jam --> Proliferasi sel epitel disekeliling basil dan membentuk
dinding antara basil dan organ yang terinfeksi (tuberkel) --> Basil menyebar melalui kelenjar getah bening
menuju kelenjar regional dan menimbulkan reaksi eksudasi --> Lesi primer menyebabkan kerusakan
jaringan--> Meluas ke seluruh paru-paru (bronki atau pleura) --> Erosi pembuluh darah --> Basil
menyebar ke daerah yang dekat dan jauh (TB milier) --> Tulang, Ginjal, Otak
2. Daya Invasi
Sekali dipindahkan kedalam hospes baru, jasad renik harus mampu bertahan pada atau didalam hospes
tersebut untuk dapat menimbulkan infeksi.
Misalnya:
ü Kolera, disebabkan oleh organisme yang tidak pernah memasuki jaringan, tetapi hanya menduduki
epitel usus, melekat dengan kuat pada permukaan sehingga tidak terhanyut oleh gerakan usus.
ü Disentri basiler, hanya memasuki lapisan superfisial usus tetapi tidak pernah masuk lebih jauh kedalam
tubuh.
ü Dan beberapa penyakit lain seperti : salmonella thypi yang menyebabkan demam tifoid, spiroketa sifilis
yang menyebabkan sifilis, mikrobacterium tetani yang menyebabkan tetanus, dll.
INFEKSI OPORTUNISTIK
Konsep infeksi oportunistik mencerminkan adanya banyak mikroorganisme yang tidak kita pikirkan akan
berbuat banyak terhadap individu sehat, tetapi dengan adanya lingkungan yang salah, akan berubah dan
menimbulkan penyakit menular.
Organisme – organisme semacam itu disebut Oportunistik, sebab mereka kelihatannya mengambil
keuntungan pada keadaan tertentu dari hospes.
Agen menular endogen adalah organisme oprtunistik yang secara tetap bertempat tinggal dalam hospes.
Infeksi oportunistik timbul jika beberapa faktor atau sekelompok faktor membahayakan mekanisme
pertahanan instrinsik hospes atau dengan cara mengubah ekologi jasad renik penghuni normal.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan infeksi oportunistik:
1. Penderita gangguan gizi buruk
2. Penderita gangguan imunologis
3. Penderita yang mendapatkan terapi antimikroba
4. Penderita yang mendapatkan terapi kortikosteroid adrenal
INFEKSI NOSOKOMIAL
Nosokomial berasal dari bahsa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya
merawat. Nosokomion berarti tempat ntuk merawat/rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan
sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit.
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity)
dan angka kematian(mortality) di rumah sakit. Angka nosokomial menjadi salah satu tolak ukur mutu
pelayanan rumah sakit. Ijin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian
infeksi nosokomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang ditimbulkan akibat infeksi
nosokomial.
Beberapa hal yang memberikan konstribusi terjadinya infeksi nosokomial, adalah:
1. Penderita lain yang juga sedang dalam proses keperawatan
2. Petugas pelaksana (dokter, perawat, dll.)
3. Peralatan medis yang digunakan
4. Tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5. Tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut (ruang operasi, kamar bersalin, dll)
6. Makanan atau minuman yang disajikan
7. Lingkungan rumah sakit secara umum.
Obyek pengendalian infkesi nosokomial adalah masuknya mikroba patogen yang dapat berasal dari
unsur-unsur tersebut diatas.
Daftar Pustaka:
Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri keperawatan, EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta
Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial : problematika dan pengendaliannya, Penerbit Salemba Medika,
Jakarta
Dorland, 2001, KAMUS KEDOKTERAN, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Gibson, J.M., 1996, MIKROBIOLOGI DAN PATOLOGI MODERN – untuk perawat , EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta
Robbins, Stanley L.; Kumar, Vinay., 1995, BUKU AJAR PATOLOGI I, edisi 4, EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta
RADANG vs INFEKSI
Masih sulit memisahkan kata radang dari bayang-bayang penyakit infeksi.
Padahal sesungguhnya radang berbeda dengan infeksi meskipun infeksi
sendiri selalu disertai dengan peradangan. Sebagian orang mungkin akan
bertanya-tanya ketika dokter mendiagnosa mereka mengalami radang
tetapi mengapa tidak meresepkan obat antibiotik.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit, semuanya terjadi secara
normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit, mulut, jalan napas, saluran cerna, membran yang
melapisi mata, dan bahkan saluran kemih. Banyak dari agen infeksius ini mampu menyebabkan kelainan
fungsi fisiologis yang serius atau bahkan kematian bila agen infeksius tersebut masuk ke jaringan yang
lebih dalam.
Tubuh manusia telah diciptakan dengan berbagai macam sistem yang berfungsi sebagai pertahanan
tubuh. Selain itu juga terdapat respon-respon tubuh terhadap benda asing yang bersifat merugikan.
Apabila terjadi cedera jaringan yang dikarenakan oleh bakteri, trauma, bahan kimia, panas, atau
fenomena lainnya maka maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan berbagai zat yang menimbulkan
perubahan sekunder yang sangat dramatis disekeliling jaringan yang tidak mengalami cedera.
Dewasa ini penyakit infeksi sudah merupakan penyakit dimana para sarjana Kedokteran telah
mengembangkan, baik terapi maupun penelitian-penelitian tentang perkembangan, pencegahan dan
pengobatan infeksi maupun penyakit-penyakit, yang berhubungan dengan infeksi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan dari pembelajaran ini antara lain:
9. Apa saja efek yang berguna dan merugikan dari radang akut?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
Pengertian
Infeksi yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis tidak tampak atau
timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, atau respon antigen-
antibodi. (Dorland, 2002)
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurunng (sekuester) baik
agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. (Dorland, 2002)
Infeksi
Infeksi menembus permukaan kulit atau berasal dari dalam tubuh. Gambaran klinisnya tergantung pada:
Sebagian besar infeksi melalui jalan eksternal dengan menembus barier kulit yang dapat menyebabkan
lesi kulit saat organisme menginfeksi tubuh lainnya dan menimbulkan bercak-bercak kulit. Infeksi dapat
disebabkan oleh berbagai macam organisme, seperti fungi, virus, bakteri, protozoa dan virus metazoa.
Banyak organisme yang hidup atau bahkan tumbuh di dalam kulit tetapi tidak menimbulkan kerugian
terhadap inang yang disebut komensal, atau apabila organisme ini mengkonsumsi bahan-bahan yang
mati maka mereka disebut saprofit.
(Underwood, 1999)
Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan organisme infeksius beraneka ragam, karena produk
atau sekresi yang berbahaya dari bakteri-bakteri. Jadi, sel hospes menerima rangsangan bahan kimia
yang mungkin bersifat toksik terhadap metabolisme atau terhadap keutuhan membran sel. Sebagai
tambahan, sering timbul respon peradangan dari hospes yang dapat menyebabkan kerusakan kimiawi
terhadap sel. Agen intraseluler misalnya virus sering menyebabkan ruptura sel yang terinfeksi.
Selanjutnya terjadi kerusakan jaringan lokal. (Underwood, 1999)
Infeksi kronik adalah infeksi yang virusnya secara kontinu dapat dideteksi, sering pada kadar rendah,
gejala klinis dapat ringan atau tidak terlihat. Terjadi akibat sejumlah virus hewan, dan persistensi pada
keadaan tertentu bergantung pada usia orang saat terinfeksi. Pada infeksi kronik oleh virus RNA, populasi
virus sering mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik.
Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk samar atau kriptik. Penyakit
klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus infeksius dapat ditemukan selama timbulnya serangan
tersebut.
Infeksi subklinik (tidak tampak) adalah infeksi yang tidak memperlihatkan tanda jelas adanya infeksi.
(Brooks, 2007)
Radang
1. Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang
berlebihan
2. Peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang
intersisiel
3. Seringkali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang intersisiel yang disebabkan oleh fibrinogen dan
protein yang lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah besar
(Guyton, 2007)
1. Radang akut
Yaitu reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama
2. Radang kronis
Infeksi mikrobial
Merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara
multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan endotoksin yang spesifik atau melepaskan endotoksin yang
ada hubungannya dengan dinding sel. Di samping itu, beberapa macam organisme, melalui reaksi
hipersensitivitas, dapat menyebabkan radang yang diperantarai imunologi.
Reaksi hipersensitivitas
Terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya
reaksi imun yang akan merusak jaringan.
Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terrjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi
ion, terbakar atau dingin yang berlebihan (fostbite).
Jaringan nekrosis
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan
pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan
sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering
memperlihatkan suatu respon radang akut.
(Underwood, 1999)
Proses peradangan
Salah satu efek pertama dari peradangan adalah pembatasan (wall of) area yang cedera dari sisa jaringan
yang tidak mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik di daerah yang meradang dihalangi oleh
bekuan fibrinogen, sehingga untuk sementara waktu hampir tidak ada cairan yang melintasi ruangan.
Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau produk toksik.
Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah ada di dalam jaringan dan
segera memulai kerja fagositiknya. Bila diaktifkan oleh produk infeksi dan peradangan, efek yang mula-
mula terjadi adalah pembengkakan setiap sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya, banyak makrofag yang
sebelumnya terikat kemudian lepas dari perlekatannya dan menjauh mobil, membentuk lini pertama
pertahanan tubuh terhadap infeksi selama beberapa jam pertama.
Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai, sejumlah besar netrofil dari darah mulai menginvasi
daerah yang meradang. Hal ini disebabkan oleh produk yang berasal dari jaringan yang meradang akan
memicu reaksi berikut:
1. Produk tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan netrofil melekat
pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi.
2. Produk ini menyebabkan longgarnya perlekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan sel endotel
vanula kecil sehingga terbuka cukup lebar, dan memungkinkan netrofil untuk melewatinya dengan cara
diapedesis langsung dari darah ke dalam ruang jaringan.
3. Produk peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis netrofil menuju jaringan yang cedera.
Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya kerusakan jaringan, tempat tersebut akan diisi oleh
netrofil. Karena netrofil darah telah berbentuk sel matur, maka sel-sel tersebut sudah siap untuk segera
memulai fungsinya untuk membunuh bakteri dan menyingkirkan bahan-bahan asing.
Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang akkut yang berat, jumlah netrofil di dalam darah
kadang-kadang menigkat sebanyak 4-5 kali lipat menjadi 15.000-25.000 netrofil per mikroliter. Keadaan
ini disebut netrofilia. Netrofilia disebabkan oleh produk peradangan yang memasuki aliran darah,
kemudian diangkut ke sumsum tulang, dan disitu bekerja pada netrofil yang tersimpan dalam semsum
untuk menggerakkan netrofil-netrofil ini ke sirkulasi darah. Hal ini membuat lebih banyak lagi netrofil
yang tersedia di area jaringan yanng meradang.
Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah akan memasuki jaringan yang meradang dan
membesar menjadi makrofag. Setelah menginvasi jaringan yang meradang, monosit masih merupakan
sel imatur, dan memerlukan waktu 8 jam atau lebih untuk membengkak ke ukuran yang jauh lebih besar
dan membentuk lisosom dalam jumlah yang sangat banyak, barulah kemudian mencapai kapasitas
penuh sebagai makrofag jaringan untuk proses fagositosis. Ternyata setelah beberapa hari hingga
minggu, makrofag akhirnya datang dan mendominasi sel-sel fagositik di area yang meradang, karena
produksi monosit baru yang sangat meningkat dalam sumsum tulang.
Pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan monosit oleh
sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh perangsangan sel-sel progenitor granulositik dan monositik di
sumsum. Namun hal tersebut memerlukan waktu 3-4 hari sebelum granulosit dan monosit yang baru
terbentuk ini mencapai tahap meninggalkan sumsum tulang. (Guyton, 2007)
Pembentukan pus
Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua
netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang
meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati,
makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi
dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan
mengalami autokatalisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke
dalam jaringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.
(Guyton, 2007)
Cairan dan eksudat seluler, keduanya dapat mempunyai efek yang berguna. Manfaat cairan eksudat
adalah sebagai berikut:
Mengencerkan toksin
Pengenceran toksin yang diproduksi oleh bakteria akan memungkinkan pembuangannya melalui saluran
limfatik
Masuknya antibodi
Akibat naiknya permeabilitas vaskuler, memugkinkan antibodi masuk ke dalam rongga ekstravaskuler.
Antibodi dapat mengakibatkan lisisnya mikro-organisme dengan mengikutsertakan komplemen, atau
mengakibat-kan fagositosis melalui opsonisasi. Antibodi juga penting untuk menetralisir toksin.
Transpor obat
Pembentukan fibrin
Dari eksudat fibrinogen dapat menghalangi gerakan mikro-organsme, menangkapnya dan memberikan
fasilitas terjadinya fagositosis.
Yang sangat penting untuk sel seperti neutrofil yang mempunyai aktivitas metabolisme yang tinggi, yang
dibantu dengan menaikkan aliran cairan melalui daerah tersebut
Dengan cara menyalurkan cairan eksudat ke dalam saluran limfatik yang memungkinkan partikel dari
larutan antigen mencapai limfonodus regionalnya, dimana partikel dapat merangsang respon imun.
Pembebasan enzim-enzim lisosom oleh sel radang dapat pula mempunyai efek yang merugikan, yaitu:
Enzim-enzim seperti kolagenase, protease dapat mencerna jaringan normal, yang menyebabkan
kerusakan. Kondisi ini mungkin terutama sebagai hasil kerusakan vaskuler, misalnya pada reaksi
hipersensitivitas tipe III.
Pembengkakan
Pembengkakan jaringan yang mengalami radang akut dapat merugikan. Pembengkakan karena radang
akan berbahaya apabila terjadi di dalam ruang yang tertutup seperti rongga kepala.
Kadang-kadang respon radang akut tampak tidak sesuai, seperti yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas
tipe I, dimana antigen di sekitarnya berkemampuan menyebabkan reaksi yang tidak mengancam dan
merugikan individu. Pada respon radang karena alergi mungkin dapat mengancam hidupnya, misalnya
asma ekstrinsik.
B. Analisis Skenario
Akibat cedera
Diakibatkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.
Panas (kalor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer tubuh (kulit). Peningkatan suhu ini diakibatkan
karena meningkatnya aliran darah sehingga sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat
pada daerah tersebut.
Bengkak (tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema dan kelompok sel radang dalam jumlah sedikit yang masuk
ke dalam daerah tersebut.
Nyeri (dolor)
Rasa nyeri diakibatkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena tekanan
pus di dalam rongga abses.
Demam
Demam merupakan manifestasi sistemik yang paling sering terjadi pada respon radang dan merupakan
gejala utama penyakit infeksi. Dalam kasus, Amir terkena demam setelah 3 hari, hal itu dapat terjadi
dikarenakan selama 3 hari tersebut terjadi infeksi pada luka yang dialaminya. Tubuh memerlukan rentan
waktu untuk melawan masuknya mikroorganisme patogen yang dinamakan masa inkubasi. Zat-zat yang
dapat menimbulkan demam, yaitu:
Aktivator (mikroba, toksin, kompleks antigen-antibodi, proses radang; dll) → menginduksi fagosit MN
dan sel lain → melepaskan interleukin-1 → pusat pengatur suhu (hipotalamus) melalui darah → respon
fisiologik → demam
Vulnus excoriatum
Vulnus Amir tidak berbau karena tidak adanya pembusukan protein. Berbau atau tidaknya luka
dipengaruhi oleh bakteri piogenik yang dapat mengeluarkan gas. Selain itu bakteri piogenik juga
menimbulkan pus dan menyebabkan pus berwarna kehijauan.
1. Fibrin
2. Darah
3. Jaringan nekrosis
4. Dll
Penanganan luka
Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka kotor maka perlu
diberikan antibiotik. Tindakan penanganan luka harus dilakukan sesuai teknik aseptik (steril).
Tujuannya adalah memberikan indikasi awal dan penting berkenaan dengan sifat organisme penginfeksi
sehingga membantu pemilihan obat antimikroba.
Kultur kuman yaitu pemiaraan kuman, sehingga sewaktu-waktu perlu, kuman atau bakteri itu selalu
tersedia. Jika mengambil bahan dari salah satu koloni, kemudian bahan itu ditanam pada medium baru
yang steril, maka bahan itu akan tumbuh menjadi koloni yang murni asalkan pekerjaan pemindahan itu
dilakukan dengan cermat menurut teknik aseptik.
Eksudat yang terkumpul harus diaspirasi dengan teknik aseptik. Jika materi secara jelas terlihat purulen,
apusan dan biakan dibuat secara langsung. Jika cairan jernih, dapat disentrifugasi pada kecepatan tinggi
selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk apusan selama 10 menit dan sedimen digunakan untuk
apusan dan biakan yang diwarnai. Metode biakan yang digunakan harus cocok untuk pertumbuhan
organisme yang dicurigai berdasarkan gejala dan tanda klinis demikian juga bakteri pirogen yang sering
ditemukan.
Total jumlah sel darah putih pada orang dewasa adalah 7000 sel/mikroliter.
Basofil : 0,4%
(Guyton, 2007)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Infeksi merupakan proses invasi mikroba atau parasit ke dalam jaringan yang mengakibatkan perubahan
setempat dan sistemik di dalam tubuh. Sedangkan radang adalah reaksi jaringan terhadap cedera, secara
khas terdiri dari respon vaskular dan seluler, yang secara bersama berusaha menghancurkan substansi
yang dikenal sebagai benda asing dalam tubuh. Adapun tanda pokok radang akut yaitu nyeri (dolor),
kemerahan (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), dan gangguan fungsi (functiolaesa).
B. Saran
1. Jika terjadi luka lecet, maka segera bersihkan luka tersebut agar tidak terjadi infeksi
2. Untuk luka yang sudah lama dan mengeluarkan eksudat dan pus maka luka perlu dikompres untuk
mengeluarkan cairan abnormal tersebut
3. Usahakan untuk selalu menjaga ketahanan tubuh melalui makanan yang bergizi seimbang
4. Segera periksakan ke pihak kesehatan jika ada reaksi infeksi atau peradangan yang semakin memburuk
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, dan Adelberg.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Underwood, J. C. E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journal_review&id=3866&task=view
http://rac.uii.ac.id/index.php/record/view/77246
http://library.usu.ac.id/download/fk/histologi-zukesti2.pdf
https://www.slideshare.net/robin2dompas/konsep-infeksi