You are on page 1of 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Beban Kerja

1. Pengertian

Everly dkk (dalam Munandar, 2005) mengatakan bahwa beban kerja

adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus

diselesaikan pada waktu tertentu. Katagori lain dari beban kerja adalah

kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara

kuantitatif yaitu timbul karena tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit,

sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan

tugas atau tugas tidak menggunakan ketrampilan atau potensi dari pekerja.

Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus

diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka

waktu tertentu (Wedati, 2005). Setiap pekerjaan pekerjaan merupakan beban

bagi pelakunya, beban dimaksud bias fisik, mental, sosial. Semakin tinggi

keterampilan kerja yang dimiliki, semakin efisien beban, jiwa pekerja,

sehingga beban kerja menjadi relative (Budi, 2005).

2. Dimensi beban kerja

Menurut Carayon dan Alvarado (dalam Prawitasari, 2009) beban kerja

perawat mempunyai 6 dimensi yaitu:

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
a. Beban kerja fisik (physical workload)

Beban kerja fisik yang dilakukan oleh perawat buakan hanya terdiri

dari tindakan keperawatan langsung seperti mengangkat, memindahkan,

dan memandikan pasien, tetapi juga tindakan keparawatan tak langsung

seperti mengambil dan mengirim alat-alat medis kebagian lain, repetisi

perjalanan keunit lain akibat adanya peralatan yang hilang atau tidak

perfungsi, atau bukan perjalanan kebagian yang sangat jauh dari unit

tempat ia berkerja (seperti pusat sterilisasi alat medis atau ruang rawat

lain) yang mana hal ini meningkatkan aktifitas berjalan (fisik) dari

perawat.

Selain itu, tatanan ruang secara ergonomik dan fisik dari ruang

seringkali menambah beban kerja perawat. Keterbatasan luas ruang rawat

dan tempat penyimpanan alat seringkali menimbulkan masalah.

Kesibukan dan keterbatasan waktu menyebabkan banyak perawat lebih

memilih untuk melakukan pekerjaan tersebut sendirian dari pada meminta

bantuan kepada perawat atau tenaga lain.

b. Beban kerja kognitif (cognitive workload)

Beban kerja kognitif berhubungan dengan kebutuhan para perawat

untuk memproses informasi yang sering kali terjadi dalam waktu singkat.

Banyak situasi tertentu yang mengharuskan perawat mengambil keputusan

secara cepat yang mana ini berarti perawat harus secara cepat pula

melakukan penyesuaian kognitif terhadap pasien sepanjang pasien

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
dirawat, baik yang terencana (misal perubahan jadwal dinas) maupun yang

tidak terencana (perubahan kondisi pasien secara tiba-tiba). Selain itu

perawat secara terus menerus tetap melakukan tugas-tugas kognitifnya

selama melakukan lainnya (misal pemberian obat, mengambil alat-alat

yang diperlukankan pasien).

c. Tekanan waktu (time pressure)

Tekanan waktu berhubungan dengan hal-hal yang harus dilakukan

secara cepat dan dalam waktu yang sangat terbatas. Tugas yang dilakukan

oleh para perawat sangat banyak, yang dilakukan sesuai dengan waktu

yang bersifat regular atau kekerapannya (misal memberikan obat,

mengkaji, mengukur hasil, mendokumentasikan). Adanya gangguan pada

tugas yang telah terpola ini menimbulkan peningkatan terhadap waktu

yang ada.

d. Beban kerja emosional (emotional workload)

Beban kerja emosional lazim terjadi pada lingkungan kerja.

Terkadang persepsi perawat dengan keluarga sering kali tidak sama yang

mana hal ini menimbulkan konflik dan masalah.

e. Beban kerja kuantitatif (quantitative workload) dan beban kerja kualitatif

(qualitative workload)

Beban kerja kuantitatif didefinisikan sebagai jumlah pekerjaan yang

dilakukan; sedangkan beban kerja kualitatif dinyatakan sebagai tingkat

kesulitan dari pekerjaan yang dilakukan. Beban kerja kuantitatif perawat

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur beban kerja berdasarkan

tingkat ketergantungan pasien yang mengukur jumlah pekerjaan yang

dilakukan oleh perawat. Sedangkan beban kerja kualitatif berhubungan

dengan jam kerja (work hours) yaitu jumlah peningkatan pekerjaan yang

dilakukan perawat sesuai dengan peningkatan jumlah jam kerja.

f. Variasi beban kerja (workload variability)

Variasi beban kerja adalah perubahan beban kerja yang

berkesinambungan pada waktu tertentu. Situasi genting adalah contoh lain

dari variasi beban kerja dimana pada keadaan ini tiba-tiba beban kerja

meningkat sebagai konsekuensi adanya situasi gawat pada pasien,

sehingga mereka harus berkonsentrasi menghadapi kondisi pasien yang

tidak stabil.

Keenam dimensi diatas tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling

berkaitan, dimana dimensi yang satu mempengaruhi yang lain.

3. Sumber-sumber beban kerja

Menurut Carayon dan Alvarado (dalam Prawitasari, 2009) model sistem

kerja yang dapat digunakan dalam menjelaskan sumber-sumber beban kerja

dan keterikatan antar dimensi dalam beban kerja. Adapun system kerja

tersebut terdiri dari 5 elemen, antara lain:

a. Individu perawat

b. Variasi tugas yang harus dilaksanakan (perawat langsung, tak langsung,

tugas-tugas lain, karakteristik perawatan yang diberikan).

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
c. Penggunaan alat-alat dan teknologi yang bervariasi.

d. Lingkungn fisik (ruangan pasien dan ruang perawat).

e. Kondisi khusus organisasi (jadwal dinas, manajemen keperawatan, kerja

tim, komunikasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lainnya).

Carayon dan Alvarado (dalam Prawitasari, 2009) menyatakan beban

kerja fisik biasanya akan berhubungan dengan tugas-tugas dan karakteristik

fisik dari tugas. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor organisasi dan aspek

lingkungan kerja lainnya dapat mempengaruhi beban kerja perawat.

4. Standar Beban Kerja

Menurut Gillies (dalam Nurcahyaningtyas, 2006), standar beban kerja

perawat sebagai berikut:

a. Dinas pagi

Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit.

Beban kerja: K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.

b. Dinas sore

Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit.

Beban kerja: K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428

c. Dinas malam

Jam dinas = 600 menit. Jumlah jam efektif = 510 menit

Beban kerja: K1=510. K2=1020. K3=1530. K4=2040.

Keterangan:

1) K1: kategori klien dengan perawatan mandiri dan diberi bobot 1.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
2) K2: kategori klien dengan perawatan minimal dan diberi bobot 2.

3) K3: kategori klien dengan perewatan moderat dan diberi bobot 3.

4) K4: kategori klien dengan perewatan ekstensif dan diberi bobot 4.

5) Untuk standar normal beban kerja dinas pagi didapatkan dengan

penghitungan sebagai berikut: (K2+K3)/2 = (714+1071)/2 = 892,5

menit.

6) Untuk standar normal beban kerja dinas sore adalah 892,5

7) Untuk standar normal beban kerja dinas malam dengan jam dinas 10

jam (600 menit) didapatkan hitungan sebagai berikut : (K2+K3)/2 =

(1020+1530)/2 =1275 unit.

5. Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Pasien

a. Kategori 1: Mandiri (Self Care)

1) Aktifitas hidup sehari-hari: pemenuhan kebutuhan makan dengan

sedikit bantuan, mengurus hamper kebutuhan sendiri, kebutuhan

eliminasi ke kamar mandi sendiri, kadang-kadang perlu bantuan tanpa

terjadi inkontinesia, pemenuhan kebutuhan rasa nyaman sendiri.

2) Kesehatan secara umum baik untuk prosedur diagnostic sederhana

atau pembedahan yang sederhana/minor.

3) Pendidikan kesehatan (health education) dan dukungan emosional

secara rutin untuk tiap prosedur, follow up penyuluhan atau discharge

planning, tanpa reaksi emosional yang merugikan. Pasien mampu

berorientasi terhadap waktu, kondisi fisik dan orang.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
b. Kategori II: Minimal Care

1) Aktifitas hidup sehari-hari: pemenuhan kebutuhan makan dibantu

dalam menyiapkan makanan, pengaturan posisi, atau anjuran untuk

makan, dapat makan sendiri, dapat mengurus kebutuhan yang utama

tanpa dibantu atau dengan bantuan minimal, kebutuhan eliminasi

dibantu kekamar mandi atau menggunakan urinal tanpa inkontinesia

atau kondisi stres.

2) Kondisi umum dengan lebih dari satu keluhan sakit, memerlukan

monitoring tanda vital, tes urine diabet, menggunakan drainage yang

tidak terlalu banyak, atau menggunakan infus.

3) Penyuluhan/ pendidikan kesehatan dan dukungan emosional perlu 5

sampai 10 menit setiap kali masing-masing penyuluhan.

4) Pengobatan/medikasi memerlukan waktu 20 sampai 30 menit sekali

tindakan.

5) Perlu evaluasi secara efektif terhadap medikasi (obat-obatan) atau

tindakan yang sering dilakukan. Mungkin diperlukan observasi

terhadap status mental.

c. Kategori III: Moderat Care

1) Aktifitas hidup sehari-hari: kebutuhan makan dibantu tetapi dapat

mengunyah dan menelan sendiri, mengurus kebutuhan dengan

bantuan, kebutuhan eliminasi menggunakan pispot/urinal. Kadang-

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
kadang boleh turun, dengan frekuensi inkontinen 2 x sehari setiap

shift.

2) Kondisi kesehatan secara umum menunjukan gejala akut dan dibantu.

Monitoring dan evaluasi kondisi fisik atau status emosional setiap 2

sampai 4 jam menggunakan continues drainage atau infus dimana

perlu dimonitoring tiap jam.

3) Pendidikan kesehatan/ penyuluhan dan dukungan emosional

memerlukan waktu 10 sampai 30 menit setiap kali pendidikan

kesehatan. Takut, sangat khawatir atau tergantung pada penyuluhan

itu. Pasien mungkin bingung, agitasi atau gelisah, tetapi dapat

dikontrol dengan baik oleh obat-obatan, perlu diorientasi sering atau

dipasang pengaman.

4) Tindakan-tindakan dan obat-obatan memerlukan waktu 30 sampai 60

menit sekali tindakan. Perlu observasi sering untuk efek sampingnya

seperti reaksi alergi. Observasi tiap 1 jam untuk status mental pasien.

d. Kategori IV : Intensive Care

1) Aktifitas sehari-hari: tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri, sulit

mengunyah dan menelan, kemungkinan menggunakan NGT, dibantu

mengurus secara penuh kebutuhan mandi, merawat rambut dan mulut,

eliminasi inkontinen lebih dari 2 kali shift, rasa nyaman perlu dibantu,

mungkin memerlukan 2 orang.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
2) Kondisi kesehatan umum sangat serius penyakit tampak gejala-gejala

akut seperti pendarahan atau kehilangan cairan. Terdapat acut

repiratory. Perlu sering dievaluasi dan dimonitoring.

3) Pendidikan kesehatan dan dukungan emosional lebih dari 30 menit

setiap kali pendidikan kesehtan. Pasien sangat menolak terhadap

penjelasan perawat dan sangat menunjukan reaksi emosional. Pasien

bingung, gelisah, agitasi dan tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan,

sering diorientasikan atau perlu pengaman.

4) Tindakan dan pemberian obat-obatan memerlukan lebih dari 60 menit

setiap kali tindakan. Tindakan kolaborasi dikerjakan lebih dari 1 x

setiap shift atau memerlukan bantuan 2 orang. Perlu observasi yang

lebih sering, yaitu lebih dari 1 x tiap jam untung status mental

(Jokosuwito, 2001 dalam Nurcahyaningtias, 2006).

6. Pengukuran Beban Kerja

Martini (2007), menjelaskan teknik work sampling melalui daily log

merupakan salah satu teknikpengukuran beban untuk melihat beban kerja

personil pada suatu unit bidang, ataupun jenis tenaga kerja tertentu dimana

orang yang diteliti menuliskan sendiri beberapa kegiatan dan waktu yang akan

digunakan untuk suatu kegiatan. Pada pendekatan work sampling melaluli

daily log dapat ditulis:

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
a. Aktivitas apa yang sedang dilakukan personil pada waktu jam kerja.

b. Apakah aktivitas personil berkaitan dengan fungsi dan tugas pada waktu

jam kerja.

c. Jenis dan frekuensi waktu kerja untuk kegiatan pokok keperawatan.

d. Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan skedul jam kerja.

Langkah-langkah penelitian beban kerja dengan metode work sampling

melalui daily log, yaitu:

a. Ditentukan personil yang akan diteliti

b. Bila jenis personil jumlahnya banyak dilakukan pemilihan sampel sebagai

subyek yang akan diamati.

c. Membuat formulir daftar kegiatan pokok perawat

d. Pencatatan perawat dilakukan dengan interval 2-15 menit atau tergantung

kebutuhan peneliti, makin pendek jarak waktu pengamatan makin banyak

sampel pengamatan yang bias diamati oleh peneliti. Personil yng diamati

tidaklah penting tetapi apa yang dikerjakan yang jadi pengamatan.

Menurut Jauhari (2005), standar beban kerja merupakan hasil

pembagian waktu rata-rata yang dibutuhkan tiap kegiatan pokok dengan

waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori sumber daya

manusia (SDM). Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan selama

penelitian dan kesepakatan bersama. Kegiatan pokok merupakan kumpulan

atau gabungan kegiatan yang dilakukan oleh sumber daya manusia/ tenaga

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
kesehatan sesuai kompetensi, kewenangan yang dimilikinya dan mengacu

pada standar pelayanan, standar prosedur operasional yang berlaku.

Berdasarkan Mertini (2007), beban kerja dibagi menjadi tiga kategori,

yaitu:

a. Beban kerja berat, jika proporsi waktu yang digunakan untuk kontak

dengan pasien <80% dari jam kerja.

b. Beban kerja sedang, jika proporsi waktu yang digunakan untuk kontak

dengan pasien <60% -79% dari jam kerja.

c. Beban kerja ringan, jika proporsi waktu yang digunakan untuk kontak

dengan pasien >60% dari jam kerja.

B. Kinerja Perawat

1. Pengertian

Kinerja merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran

yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Jadi kinerja perawat

merupakan hasil yang dicapai oleh perawat menurut standar praktek asuhan

keperawatan yang berlaku (Faizal, 2007).

Menurut Setyaningsih (Purwanto, 2008), kinerja perawat merupakan

perwujudan dari sikap kerja perawat.

Gibson dalam (Purwanto, 2008), menjelaskan bahwa sikap merupakan

perasaan positif ataupun negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan,

dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus

pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi,

kepribadian dan motivasi.

Sada dalam (Purwanto, 2008), menjelaskan sikap kerja adalah tindakan

yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan

karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.

Misalnya, jika membagi tangguang jawab antara manejemen puncak dengan

karyawan dari sudut pandang pekerjaan. Kedua hal diatas jelas berbeda.

Manajemen harus menanggung tanggung jawab tentang produk atau jasa tapi

karyawan hanya menanggung proses bagaimana membuat produk atau jasa

tersebut. Jika prosesnya benar pasti hasilnya akan baik.

Sikap kerja bisa dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan

lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik maka pekerjaan

akan berjalan lancer. Jika tidak berarti mengalami kesulitan. Tetapi harus

diingat, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja,

melainkan ada masalah lain lagi adalah hubungan antara karyawan yang

akhirnya sikap kerjanya diabaikan.

Anik dalam (Purwanto, 2008), menjelaskan bahwa sikap kerja merupkan

kencederungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas pada pekerjaannya.

Indikasi karyawan yang puas terhadap pekerjaannya akan bekerja keras, jujur,

tidak malas, dan memajukan perusahaan. Sebaliknya karyawan yang tidak

puas akan bekerja seenaknya, mau bekerja kalau ada pengawasan, tidak jujur

yang akhirnya akan merugikan perusahaan.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
Sikap kerja yang ditunjukan perawat di rumah sakit adalah pelayanan

keperawatan. Setyaningsih (Purwanto, 2008), menjelaskan bahwa pelayanan

sebagai bagian penting dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-

psiko-sosio-spiritual yang komperhensif yang ditunjukan kepada individu,

keluarga ataupun masyarakat yang sehat maupun sakit yang mencakup siklus

hidup manusia. International Council of Nurses menjelaskan bahwa

keperawatan adalah fungsi yang unik membantu individu yang sakit maupun

sehat dengan menampilkan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan atau

penyembuhan sampai individu yang bersangkutan mampu merawat

kesehatannya sendiri apabila memiliki kekuatan dan pengetahuan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap kerja

perawat adalah tindakan yang diambil perawat dalam kegiatan pelayanan

sesuai dengan etika dan wewenang profesi keperawatan sebagai wujud dari

kecenderungan perasaan puas ataupun tidak puas terhadap pejerjaannya

(Purwanto, 2008).

2. Faktor yang memprngaruhi kinerja perawat

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat sama halnya dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja perawat. Blum and Naylor

(Purwanto, 2008), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

kerja perawat.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
a. Kondisi kerja atau iklim kerja

Kondisi kerja atau iklim kerja merupakan situasi kerja yang

merupakan lingkungan fisik, ataupun lingkungan sosial yang menjamin

akan terpengaruhinya kenyamanan dalam bekerja. Adanya rasa nyaman

ini tergantung oleh bagaimana hubungan perawat dengan klien, perawat

dengan perawat lainnya, maupun perawat dengan profesi kesehatan

lainnya dengan didukung oleh lingkungan fisik yang baik.

1) Hubungan perawat-klien

Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapiutik atau

professional dan timbal balik yang bertujuan untuk meningkatkan

efektifitas hasil intervensi keperawatan melalui proses pembinaan

pemahaman tentang dua pihak yang sedang berhubungan. Hubungan

professional ini dipakarsai oleh perawat melalui sikap empati dan

keinginan berespon (sesnse of responsiveness) serta keinginan

menolong klien (sense of caing).

Menurut Peplau (Nurachman, 2008), dalam membina hubungan

professional ini, kedua pihak seyogyanya harus melewati beberapa

tahapan yaitu:

a) Tahap orientasi

Setelah saling memperkenalkan diri, perawat berupaya

menolong klien mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
klien. Penjelasan, penekanan perlu dikemukakan oleh perawat agar

klien meyakini masalah atau beberapa masalah yang perlu diatasi.

b) Tahap Identifikasi

Tahap identifikasi terjadi apabila klien mampu

mengidentifikasi seseorang atau beberapa orang yang dapat

menolongnya. Pada tahap ini perawat memberi kesempatan pada

klien untuk mengkaji lebih jauh perasaan tentang diri, penyakit dan

kemampuan yang dimilikinya.

Tujuannya adalah agar perawat dapat membimbing klien

periode penyakitnya sebagai pengalaman yang memungkinkan

klien memahami kembali perasaan dan kekuatan internal yang

pernah dimiliki sehingga dapat memberikan kepuasan yang

diperlukan klien.

c) Tahap eksplorasi

Tahap eksplorasi terjadi ketika klien mampu mengurangi

nilai dan penghargaan yang dia peroleh dari hubungan professional

dari perawat dan dirinya. Beberapa tujuan baru yang ingin dicapai

melalui upaya diri klien dapat ditemukan oleh perawat, dan

kekuatan akan dialihkan oleh perawat kepada klien apabila klien

mengalami hambatan akibat ia tidak mampu mencapai tujuan

tersebut.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
Tahap akhir dari hubungan professional perawat-klien adalah

tahap resolusi ditandai dengan tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan dan tidak lagi menjadi prioritas kegiatan klien. Pada tahap

ini klien membebaskan diri dari keterkaitannya dengan perawat dan

menunjukan kemampuannya untuk bertanggung jawab terhadap

kesehatan dirinya. Keempat tahap dalam hubungan professional ini

dapat terjadi tumpang tindih antara satu tahapan dengan tahapan

lainnya.

Dalam membina hubungan professional, asuhan keperawatan

juga merupakan media edukatif dimana suatu kekuatan internal yang

kokoh dari seorang perawat dapat mempengaruhi klien untuk

meningkatkan perilaku dan kepribadian klien selama sakit kearah

kehidupan yang kreatif, konstruktif, dan produktif. Beberapa peran

perlu diemban oleh perawat ketika menjalankan dan membina

hubungan professional yaitu:

a) Peran sebgai orang asing (stranger)

b) Narasumber (resource person)

c) Pendidik (teacing role)

d) Pemimpin (leadership role)

e) Peran pengganti (surrogate role)

Keberhasilan hubungan professional atau terapiutik antara

perawat dank lien menentukan hasil tindakan yang diharapkan.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
Disamping itu, hubungan yang professional yang baik antara perawat

dengan klien dapat menghindarii, memprediksi, dan mengantisipasi

berbagai penyakit yang mungkin terjadi.

Oleh karena itu berbagai peran di atas seyogyanya menjadi focus

perhatian perawat ketika menolong klien melewati tahapan dengan

hubungan professionalnya dengan perawat (Nurachman, 2008).

2) Kemitraan

Kolaborasi merupakan salah satu kemitraan yang sering terjadi

di antara dan antar prakti klinis selama pemberian pelayanan kesehatan

atau keperawatan. Kolaborasi merupakan kegiatan berkomunisaki

parallel, berfungsi parallel, betukar informasi, berkoordinasi,

berkonsultasi, mengelola kasus bersama (ko-manajemen), serta

merujuk.

Kolaborasi merupakan suatu pengakuan kemampuan seseorang

oleh orang lain di dalam maupun di luar profesi orang tersebut.

Kolaborasi ininjuga merupakan proses interpersonal dimana dua orang

atau lebih membuat suatu komitmen untuk berinteraksi secara

kontrukstif untuk menyelesaikan masalah klien dan mencapai tujuan,

target atau hasil yang diharapkan.

Para individu ingin mengenal dan mengartikulasikan nilai-nilai

yang membuat komitmen ini menjadi terwujud. Kemampuan

mewujudkan komitmen untuk berinteraksi secara konstruktif

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
tergantung dari persamaan persepsi tentang tujuan bersama,

kompentensi klinik, kemauan interpersonal, humor, kepercayaan,

menghargai dan menghormati pengetahuan dan praktek keilmuan yeng

berbeda.

Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada:

a) Adanya rasa saling percaya dan menghormati

b) Saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing

c) Memiliki citra diri positif

d) Memiliki kematanagn professional yang setara (yang timbul dari

pendidikan untuk bernegosiasi).

Inti dari hubungan dari kolaborasi adalah adanya perasaan saling

tergantung (inetrdependensi) untuk berkerja sama. Bekerja sama

dalam suatu tindakan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik.

Kerjasama mencerminkan proses koordinasi kerjaan agar tujuan atau

target yang telah ditentukan dapat dicapai. Selain itu menggunakan

catatan klien terintegrasi dapat merupakan salah satu alat untuk

berkomunikasi antara profesi secara formal tentang asuhan klien

(Nurachman, 2008).

b. Pengawasan atasan

Seorang pemimpin yang melakukan pengawasan terhadap karyawan

dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap

sikap dan karyawan (Purwanto, 2008).

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
c. Motivasi perawat

Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi

kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini yang termasuk

faktor-faktor yang merupakan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah

laku manusia dalam arah tekad tertentu (Stoner & Freeman). Motivasi

menurut Purwanto (2008) adalah segala sesuatu yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran

yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan

kekuasaan terutaman dalam berperilaku.

Dari berbagai macam definisi motivasi, Standford (Mustikasari,

2003), ada tiga poin penting dalam pengertian motivasi yaitu hubungan

antara kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan muncul karena adanya

sesuatu yang dirasakan kurang oleh seseorang, baik fisiologis maupun

psikologis. Dorongan merupakan arah untuk memenuhi kebutuhan tadi,

sedangkan tujuan adalah akhir dari suatu siklus motivasi.

Menurut Webmaster (2004), banyak pakar memandang motivasi dari

dua sudut pandang, yaitu motivasi juga berasal dari dalam pribadi

seseorang atau yang lebih dikenal dengan nama motivasi intristik dan

motivasi yang berasal dari rangsangan dari luar seseorang atau yang

dikenal sebagai motivasi ekstrinsik.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
1) Motivasi instrinsik

Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau

berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karna dalam setiap

individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Pada dasarnya,

motivasi instrinsik muncul berdasarkan dengan tujuan esensial dan

bukan sekedar sebagai suatu atribut atau seremonial, termasuk dalam

motivasi instrinsik adalah cita-cita.

Yang termasuk dalam motivasi intrinstik antara lain karena hal

tersebut menyenangkan, etos kerja, harapan masa depan, dan

peningkatan status.

Bila seseorang mempunyai motivasi intrinstik dalam dirinya,

maka dia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang dia

inginkan tanpa motivasi dari luar dirinya. Seseorang yang tidak

mempunyai motivasi intrinstik akan sulit sekali melakukan suatu

kegiatan secara terus-menerus.

Motivasi intrinstik kerja perawat adalah respon perawat yang

berhubungan dengan kemampuan perawat dalam memberkan

pelayanan kepada pasien dan membuat kehidupan pasien jadi berbeda.

Menurut Herzberg (Mustikasari, 2003) bahwa faktor intrinstik kerja

meliputi : Otonomi, status, professional, tuntunan tugas, hubungan

interpersonal, interaksi dan gaji/upah.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
2) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul bukan berasal

dari dalam diri individu tersebut, misalnya, dorongan orang tua dan

sebagainya.

d. Gaji perawat

Gaji atau upah merupakan pembayaran alam bentuk barang atau

uang dan keuntungan-keuntungan yang diterima oleh individu karena

telah bekerja sesuai dengan pekerjaannya (Purwanto, 2008).

Herder (Rahariyani, 2005) mengemukakan bahwa gaji merupkan

jenis penghargaan yang paling penting dalam organisasi, oleh karena itu

pihak manajemen organisasi harus betul-betul mempertimbangkan

masalah gaji karyawannya. Dari hasil penelitain dan annalisa diketahui

bahwa penyebab rendahnya prestasi adalah faktor kemauan dan teknologi,

apabila karyawan memperoleh gaji rendah maka tidak ada kemauan untuk

bekerja keras, hal ini disebabkan karena imbalan terutama gaji/upah

termasuk dalam “alat” untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Menurut teori dari Frederick Herzberg (Rahariyani, 2005), faktor

dissastifire atau ketidakpuasan (gaji/upah) akan membuat tenaga kerja

merasa kecewa dan aka banyak menimbulkan masalah.

Di dalam paradigma lama sistem kenaikan upah/gaji/imbalan secara

otomatis akan dibarengi akan kenaikan produktifitas. Kenyataan tidaklah

demikian, kadang-kadang memang terjadi imbalan yang dinaikkan akan

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
meningkatkan produktifitas, tetapi kadang-kadang itu tidak terjadi.

Imbalan bikan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat

produktifitas. Tetapi adakah pekerjaan yang melaksanakan pekerjaannya

hanya untuk sekedar mencari kesenangan dan bukan untuk mendapatkan

uang. Mungki hal ini bias saja terjadi selama kebutuhan dasarnya sudah

terpenuhi maka seseorang dapat mengembangkan kebutuhannya ke tingkat

yang lebih tinggi yaitu aktualisasi diri, dimana seseorang mengerjakan

sesuatu tidak untuk uang, tetapi untuk memenuhi kepuasan dalam dirinya.

3. Pengukuran Kinerja

Barnadin (1995) dalam Nursalam (2013), mengemukakan 6 kriteria

primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pekerja adalah sebagai

berikut:

a. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksana

kegiatan yang mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang

diharapkan.

b. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah,

jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselsesaikan.

c. Timeliness, merupakan lamanya kegiatan diselesaikan pada waktu yang

dikehendaki, dengan memperhatikan jumlah output lain serta waktu yang

tersedia untuk kegiatan yang lain.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
d. Cost effectiveness, besarnya penggunan sumber daya organisasi untuk

mencapai hasil yang maksimal atau pengukuran kerugian dari setiap unit

penggunaan sumber daya.

e. Need for supervision, kemampuan seorang pekerja untuk melaksanakan

suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor

untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

f. Interpersonal impact, kemampuan seorang pegawai untuk memelihara

harga diri, nama baik dan kemampuan bekerjasama diantara rekan kerja

dan bawahan.

4. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance appraisal,

performance evaluation, development review, performance review and

development. Swanburg, (1987) dalam Nursalam, (2013), Penilaian kinerja

merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam

mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas.

Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat

sesuai dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku.

Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya

standar praktek keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling

dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya

manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara

efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Manajer perawat

dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja

dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier serta memberi

penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2013).

5. Tujuan Penilaian Kinerja

Untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi atau tingkat

keberhasilan atau kegagalan seorang pekerja/karyawan atau tim kerja dalam

melaksanakan tugas/jabatan yang menjadi tanggung jawabnya. (Nawawi,

2006). Adapun menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja yaitu:

a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan

memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan

aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan di rumah

sakit.

b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada

gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia

secara keseluruhannya.

c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan

meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan

balik kepada mereka tentang prestasinya.

d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan

dan pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan

pelayanan keperawatan dimasa depan.

e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan

meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.

f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan

perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya

melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat

hubungan antara atasan dan bawahan.

C. Perawat

1. Pengertian Perawat

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai

kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya

pelayanan atau asuhan keperawatan yang kimperehensif dengan membantu

pasien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Keperawatan sebagai suatu

bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral sari pelayanan

kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk

pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komperhensif kepada individu,

keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh

siklus kehidupan manusia (Nursalam, 2013).

2. Peran dan Fungsi Perawat menurut Potter & Perry (2005).

a. Peran Perawat

1) Pemberi asuhan keperawatan

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
2) Pelindung advokat klien

3) Educator

4) Komunikator

5) Manager kasus

6) Rehabilitator

7) Pembuat kenyamanan

8) Pembuat keputusan klinik dan etika

b. Fungsi Perawat

1) Fungsi Independent, Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung

pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya

dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan

tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti

pemenuhan kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa

aman, kebutuhan rasa cinta, kebutuhan harga diri dan kebutuhan

aktualisasi diri.

2) Fungsi Dependen, Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan

kegiatan atas pesan atau instruksidari perawat lain.

3) Fungsi Interdependen, fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang

bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
D. Kerangka Teori

– Kurangnya prasarana
– Hubungan antar
rekan kerja
Beban kerja psikologis – Tuntutan profesi
Perawat – Ruangan yang bising
Beban kerja fisik
t – Tingkat Kesulitan
– Kompleksikan
pekerjaan

Kinerja Perawat

Kinerja Perawat – Variabel Individual


– Variabel Psikologis
– Variabel Organisasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber: Prawitasari (2009) dan Purwanto (2008).

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
E. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Beban Kerja Kinerja Perawat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

F. Hipotesis

Hipotesis menurut Notoatmodjo (2010) adalah pernyataan jawaban

sementara dari sebuah masalah penelitian, pernyataan atau pertanyaan sementara

tersebut harus diuji apakah benar (diterima) atau salah (ditolak).

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

Ada hubungan beban kerja dengan kinerja perawat di ruang rawat inap kelas

III RSUD Purbalingga.

HUbungan Beban Kerja, NUR APIPAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

You might also like