You are on page 1of 4

MORBILI/CAMPAK

A. Definisi dan Etiologi


Campak merupakan penyakit infeksi akut, kebanyakan menyerang anak-anak dan
disebabkan oleh virus (WHO, 2004). Virus penyebab penyakit campak termasuk ke dalam
genus morbili virus dan famili paramixovirus. Penyakit ini dikarakteristikan dengan gejala
prodromal seperti demam dengan suhu >38 ºC, batuk, pilek, dan konjungtivitis yang diikuti
dengan ruam makulopapular.
Campak atau morbili atau rubeola merupakan infeksi yang umum terjadi pada anak
dan menyebar melalui droplet. Manusia merupakan satu-satunya reservoir, seseorang yang
pernah terserang campak akan memiliki imunitas seumur hidupnya (Depkes, 2008). Faktor
resiko yang mendukung terjadinya infeksi virusmorbili adalah imunodefisiensi, malnutrisi,
status vaksinasi dan defisiensi vitamin A.

B. Epidemiologi

Campak merupakan penyakit yang ada diseluruh negara di dunia. Pada daerah
beriklim sedang penyakit campak biasanya muncul pada musim semi dan akhir musim dingin
sedangkan di daerah yang beriklim tropis campak lebih banyak terjadi pada musim panas.
Kasus yang terbanyak adalah pada anak-anak usia pra sekolah dan pada awal usia
sekolah serta sedikit kasus pada usia di atas 20 tahun.
Campak merupakan penyebab utama kematian anak-anak di wilayah Asia Tenggara,
sekitar 29% kematian adalah akibat campak (WHO, 2003). Setelah digunakannya vaksin
campak terjadi penurunan inseden campak secara besar-besaran. Pada tahun 1980 sebelum
kebijakan vaksinasi dilaksanakan,campak diperkirakan telah membunuh 2,6 juta orang setiap
tahunnya di seluruh dunia. Selama periode tahun 2000 dan 2008 pelaksanaan imunisasi
campak sudah menurunkan kematian akibat campak sebesar 78% dari 733.000 kematian pada
tahun 2000 menjadi 164.000 pada tahun 2008 (WHO,2011).
Untuk wilayah Indonesia pada tahun 1990 terjadi 218.029 kasus campak dan
kemudian menurun menjadi 114.531 pada tahun 1997. Pada tahun 2009 di Indonesia
dilaporkan terdapat 18.055 kasus campak dengan angka insiden sebesar 0,77 per 10.000
penduduk. Tiga Provinsi dengan Insident Rate(IR) tertinggi adalah Riau (3,52/10.000
penduduk, Sumatera Barat 2/10.000 penduduk dan Kalimantan Selatan 1,98 per 10.000
penduduk). Selama periode Januari sampai dengan Desember 2009 di Indonesia telah terjadi
96 kali KLB campak, 2.770 penderita ditemukan saat KLB dengan kematian 42 orang
(1,52%). Kelompok umur tertinggi yang menderita campak adalah umur 5-9 tahun yaitu
sebesar 5.698 orang sedangkan yang paling rendah adalah usia <1 tahun sebanyak 1.890
orang (Depkes, 2009).

C. Gejala Klinis
Secara umum gejala atau tanda-tanda campak menurut Depkes (2008) adalah:
a.Panas badan biasanya ±38ºC selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu gejala batuk, pilek,
mata merah atau mata berair.
b.Gejala yang khas adalah adanya koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan dasar
merah di pipi bagian dalam (mucosa bucal).
c.Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo
papular selama tiga hari atau lebih, dalam 4-7 hari akan menyebar keseluruh tubuh.
d.kemerahan makulo papular setelah 1 minggu sampai 1 bulan berubah menjadi kehitaman
(hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik.
Pada awal infeksinya penyakit campak agak sulit untuk dideteksi, namun pada umumnya
manifestasi klinik penyakit campak terdiri dari tiga fase/stadium yaitu fase prodromal, fase
erupsi/ paraxysmal dan fase convalese. Periode sejak terjadinya infeksi sampai munculnya
gejala berkisar antara 10 sampai dengan 12 hari.
a. Fase prodromal
Fase ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam yang terus meningkat hingga
mencapai puncaknya 39,4°C-40,6°C, malaise, batuk, faring merah, nyeri menelan, foto fobia,
konjungtivitis dan hidung meler. Menjelang akhir stadium prodormal dan 24 jam sebelum
timbul eksantemaakan timbul bercak koplik yang berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum
yang muncul pertama kali pada mukosa Bukal. Diagnosa campak ditegakkan pada fase ini
bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita campak dalam waktu 2
minggu terakhir.
b. Fase erupsi/paraxysmal
Fase erupsi biasanya berlangsung selama 4-7 hari dengan gejala khas koriza dan batuk
bertambah. Terjadi ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu
badan. Eritema biasanya muncul pertama kali pada daerah batas rambut dan dahi, serta
belakang telinga kemudian pada 24 jam pertama akan menyebar dengan cepat ke seluruh
muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada. Pada 24 jam berikutnya ruam ini akan
menyebar ke seluruh punggung, abdomen, seluruh lengan dan paha. Pada saat ruam muncul
suhu badan kadang-kadang naik sangat tinggi hingga mencapai 40,5°C. Kadang-kadang akan
terjadi perdarahan ringan pada kulit, rasa gatal dan muka bengkak. Ruam ini akan
menghilang dalam 2-3 hari dengan urutan yang sama dengan saat terjadinya.
c.Fase convalescen
pada fase ini erupsi berkurang dan terjadi hiperpigmentasi, yang lama kelamaan akan
menghilang sendiri. Suhu tubuh penderita akan menurun pada fase ini kecuali bila terjadi
komplikasi. Pada anak-anak di Indonesia pada fase ini sering ditandai dengan kulit bersisik
(Casaeri, 2002).
D. Penegakan Diagnosis (Assessment)
1. Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
umumnya tidak diperlukan. Pada pemeriksaan sitologi dapat ditemukan sel datia berinti
banyak pada sekret. Pada kasus tertentu, mungkin diperlukan pemeriksaan serologi IgM anti-
Rubella untuk mengkonfirmasi diagnosis.

2. Diagnosis banding:
a. Erupsi obat
b. Eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum),
c. Scarlet fever
d. Mononukleosis infeksiosa
e. Infeksi Mycoplasma pneumoniae

E. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


1. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang
dari diare dan emesis.
2. Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika terjadi infeksi
bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
3. Suplementasi vitamin A diberikan pada:
a. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
b. Usia 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
c. Usia di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
d. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai usia, dilanjutkan dosis
ketiga sesuai usia yang diberikan 2-4 minggu kemudian.
F. Konseling dan Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang menular. Namun
demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga pengobatan
bersifat suportif. Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak atau human
immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar
dengan penderita. Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi
usia 6 bulan - 1 tahun, bayi usia kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas
campak, dan wanita hamil.

G. Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang belum mendapat
imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia. Komplikasi berupa otitis media,
pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV yang tidak diimunisasi, pneumonia
yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi kulit.

H. Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan penyakit self-limiting disease.

I. Kriteria Rujukan
Perawatan di rumah sakit untuk campak dengan komplikasi (superinfeksi bakteri, pneumonia,
dehidrasi, croup, ensefalitis)

You might also like