Professional Documents
Culture Documents
Kadar Hemoglobin dan Jumlah Eritrosit Puyuh (Coturnix coturnix japonica Linn.) Setelah
Pemberian Larutan Kombinasi Mikromineral (Cu, Fe, Zn, Co) Dan Vitamin (A, B 1, B12,
C) dalam Air Minum
ABSTRACT
Quail (Coturnix-coturnix japonica Linn.) is becoming more popular in Indonesia because of the
product that produce is substantial enough like the meat and egg. The fast reproduction process of the
quail (±41 days) makes this animal often used as an experiment in order to enhance it’s productivity. The
enhancement of quail productivity must also watch another aspects such as fledgling selection, feeding
management, site maintenance, sanitation, and addition of certain vitamin and micro mineral. The aim of
this research was to know the use of micro mineral (Cu, Fe, Zn, Co) and vitamin (A, B 1, B12, C) solution
as drinking water to hemoglobin level and total erythrocyte. Treatment was did for 4 weeks. This research
was a non-factorial experiment with Completely Randomized Design. The data obtained was analyzed
with ANOVA and if there’s real difference between the treatment, the data will be test with Duncan
Multiple Range Test (DMRT) on 95% significant level. The result showed no significant difference on
hemoglobin level, eating consumption level, drinking consumption level, and weight of quail, but has
significant difference on Total Erythrocyte. The most significant of Total erythrocyte was on the twice
dosage of treatment, which the Total Erythrocyte was 3.355.000. The giving of micro mineral and vitamin
solution as drinking water showed no significant difference on hemoglobin level and weight of quail, but
has potency to enhance of Total Erythrocyte on quail. The giving of micro mineral and vitamin solution
has the potency in the drinking management.
ABSTRAK
Puyuh (Coturnix-coturnix japonica Linn.) merupakan salah satu komoditi unggas yang semakin
populer di masyarakat karena produk yang dihasilkan cukup banyak seperti daging dan telur. Proses
reproduksi puyuh yang cepat (±41 hari) membuat hewan ini banyak dijadikan hewan percobaan penelitian
dalam rangka peningkatan produktivitas burung puyuh itu sendiri. Peningkatan produktivitas puyuh juga
harus memperhatikan aspek-aspek dalam pemilihan bibit, pengaturan pakan, tempat pemeliharaan,
sanitasi, dan kesehatan juga penambahan vitamin dan mikromineral tertentu. Tujuan pada penelitian ini
adalah untuk mengetahui potensi pemberian kombinasi mikromineral (Cu, Fe, Zn, Co) dan vitamin (A,
B1, B12, C) dalam air minum pada kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit. Perlakuan dilakukan selama 4
minggu Penelitian ini merupakan percobaan non-faktorial dengan rancangan acak lengkap (RAL). Data
dianalisis dengan ANOVA dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf
signifikan 95%. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan tidak nyata pada kadar hemoglobin, konsumsi
pakan, konsumsi minum, dan bobot tubuh, namun memiliki perbedaan nyata pada jumlah eritrosit.
Jumlah eritrosit yang paling signifikan terdapat pada perlakuan dua kali dosis, dimana pada perlakuan ini
jumlah eritrosit yang diperoleh adalah 3.355.000. Pemberian kombinasi larutan vitamin dan mikromineral
tidak berpengaruh terhadap kadar hemoglobin dan bobot tubuh, tetapi berpotensi meningkatkan jumlah
eritrosit pada puyuh. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, maka pemberian larutan
mikromineral dan vitamin memiliki potensi sebagai suplemen tambahan untuk memperbaiki manajemen
air minum.
26
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume XXI, Nomor 1, Maret 2013
27
Kadar Hemoglobin dan Jumlah Eritrosit
Dimas A.P., Koen P., Silvana Tana 26 – 35
Alat-alat yang digunakan pada penelitian A, B1, B12, dan C. Vitamin dan
80x80x40 cm, kandang baterai 30x40x45 percobaan ini dapat dilihat pada tabel
26
28
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume XXI, Nomor 1, Maret 2013
27
29
Kadar Hemoglobin dan Jumlah Eritrosit
Dimas A.P., Koen P., Silvana Tana 26 – 35
sama dengan kadar hemoglobin normal jumlah eritrosit yang lebih tinggi daripada
unggas pada umumnya. Kadar normal perlakuan P1 maupun kontrol.
hemoglobin ayam dan unggas lainnya Hal lain yang membuat perlakuan
berada pada kisaran 7,0-13,0 g/dl (Jain, P1 memiliki jumlah eritrosit yang lebih
1993). rendah daripada kontrol juga dapat
Hasil analisis perlakuan pada disebabkan oleh tingkatan stres pada puyuh.
jumlah eritrosit menunjukkan perbedaan Puyuh memiliki sifat yang agresif dan
nyata pada P2 terhadap kontrol dan mudah stres, hal ini akan terjadi apabila
perlakuan P1, namun pada P1 jumlah puyuh dihadapkan pada suatu perubahan
eritrosit yang dihasilkan tidak berbeda lingkungan atau dihadapkan pada faktor
nyata bahkan memiliki nilai yang lebih yang dapat memicu timbulnya stres
kecil daripada kontrol. Hal ini diduga (Fitriyanti, 2011). Ada dua faktor yang
disebabkan oleh palatabilitas pada air dapat membuat puyuh menjadi stres, yaitu
minum. Palatabilitas air minum pada P1 faktor internal dan eksternal. Faktor internal
diduga sama dengan kontrol, oleh karena dapat berupa persaingan dalam
itu nilai pada konsumsi minum puyuh mendapatkan pakan. Faktor eksternal dapat
hampir sama dengan nilai yang diperoleh dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti
pada kontrol, namun penambahan vitamin perubahan temperatur secara ekstrem dan
dan mikromineral mempengaruhi puyuh gangguan-gangguan dari makhluk hidup
menjadi lebih banyak minum pada lainnya. Beberapa indikator terjadinya stres
perlakuan P1 sehingga mikromineral dan pada puyuh dapat diamati dengan terjadinya
vitamin yang masuk dalam tubuh puyuh perubahan pada unsur hematologis,
menjadi ‘meracuni’ puyuh dan endokrinologis, metabolisme, dan tingkah
menyebabkan kadar hemoglobin dan laku (Rasyaf, 1994). Selain itu, faktor
jumlah eritrosit pada perlakuan P1 menjadi genetik juga dapat mempengaruhi
turun. Perlakuan P2 dan P3 merupakan pembentukan eritrosit pada puyuh.
larutan yang lebih pekat daripada perlakuan Pemberian perlakuan puyuh yang paling
P1, sehingga jumlah konsumsi minum optimal untuk meningkatkan jumlah
puyuh pada perlakuan P2 dan P3 lebih eritrosit adalah perlakuan dengan dua kali
sedikit daripada perlakuan P1 dan dosis (P2).
menyebabkan larutan mikromineral dan Rata-rata jumlah eritrosit pada
vitamin bekerja secara baik dalam tubuh perlakuan P2 dan P3 masih termasuk dalam
puyuh yang dibuktikan dengan jumlah eritrosit yang normal. Jain (1993)
meningkatnya kadar hemoglobin dan
31
27
Kadar Hemoglobin dan Jumlah Eritrosit
Dimas A.P., Koen P., Silvana Tana 26 – 35
menyatakan bahwa kisaran jumlah eritrosit halus untuk diangkut oleh kilomikron
normal unggas yaitu 2,5-3,5 x106 /μL. melalui sistem limfe ke dalam aliran darah
Peran vitamin A dalam eritropoiesis menuju hati. Hati merupakan tempat
terkait dalam fungsinya mensintesis protein, penyimpanan vitamin A yang apabila tubuh
sehingga akan berpengaruh pada memerlukan vitamin ini, maka akan
pertumbuhan sel tulang dimana sumsum dimobilisasi dari hati dalam bentuk retinol
tulang merupakan tempat terjadinya kemudian diangkut melalui membran sel
pembentukan eritrosit. Ball (2004) untuk diikatkan kepada Cellular Retinol
menyatakan vitamin A dibutuhkan dalam Binding Protein (CRBP) untuk dibawa ke
beberapa proses esensial di dalam tubuh sel target (Almatsier, 2009).
seperti metabolisme, hematopoiesis, Peran vitamin C dalam
eritropoiesis, pengaturan diferensiasi sel pembentukan eritrosit terkait dengan fungsi
dan berperan dalam sistem imun. Salah satu vitamin C yang mempercepat penyerapan
fungsi lain dari vitamin A adalah berperan mineral Fe dari mukosa usus halus dan
dalam pembentukan sel darah merah memindahkannya ke dalam aliran darah
melalui interaksinya dengan mineral Fe, menuju sumsum tulang yang selanjutnya
sehingga mencegah terjadinya anemia. digunakan untuk membentuk hemoglobin.
Vitamin A sebagian besar terdapat Almatsier (2009) menyatakan bahwa
pada makanan dalam bentuk ester retinil vitamin C berperan untuk mereduksi ion
yang kemudian bersama karotenoid feri menjadi ion fero dalam usus halus
bercampur dengan lipida lain di lambung. (duodenum), sehingga dapat lebih mudah
Ester retinil dalam mukosa usus halus diserap. Absorbsi terutama terjadi di bagian
dihidrolisis oleh pankreas esterase menjadi atas usus halus dengan bantuan alat angkut
retinol yang lebih mudah diserap daripada protein khusus, yaitu transferin dan feritin.
ester retinil. Karotenoid (β-karoten) dalam Mineral Fe dalam bentuk feritin akan
mukosa usus halus kemudian dipecah mengendap pada pH 7 di dalam usus halus,
menjadi retinol. Penyerapan β-karoten ini kecuali dalam bentuk terlarut seperti ion
juga bergantung dari adanya substansi lain fero.
pada usus halus (Almatsier,2009). Retinol Penambahan mikromineral Cu juga
dalam mukosa usus halus bereaksi dengan dapat mempengaruhi penyerapan Fe dalam
asam lemak dan membentuk ester, tubuh. Linder (1992) menyatakan bahwa
kemudian dengan bantuan cairan empedu unsur Cu mungkin memegang peranan
berdifusi ke dalam sel-sel vili dinding usus dalam memungkinkan aliran Fe dari tempat
26
32
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume XXI, Nomor 1, Maret 2013
penyimpanannya menuju ke transferin tulang. Sel eritrosit yang sudah matang ini
untuk diangkut ke sumsum tulang dan kemudian dilepas ke pembuluh darah untuk
2+
tempat lainnya. Ion Fe yang diedarkan ke seluruh tubuh. Almatsier
meninggalkan feritin sebagai tempat (2009) menyatakan bahwa vitamin B12
penyimpanan harus beroksidasi menjadi ion berperan untuk mengubah folat menjadi
Fe3+ supaya dapat dengan mudah melekat bentuk aktif, sehingga mampu menjalankan
pada transferin. fungsi fisiologisnya di dalam sel.
Sebagian transferin darah akan Kekurangan vitamin B12 juga akan
membawa Fe ke sumsum tulang dan bagian menyebabkan gangguan pada sintesis DNA,
tubuh lain. Mineral Fe di dalam sumsum sehingga pembelahan sel akan terganggu,
tulang digunakan untuk membentuk terutama untuk sel-sel yang mudah
hemoglobin yang merupakan bagian dari membelah. Sel akan membesar
sel darah merah dan sisanya dibawa ke (megaloblastosis) terutama prekursor
jaringan tubuh yang membutuhkan. eritrosit dalam sumsum tulang.
Kelebihan mineral Fe kemudian disimpan Megaloblastosis akan menyebabkan anemia
sebagai protein feritin dan hemosiderin di megaloblastik dan gangguan saluran
dalam hati (30%), sumsum tulang belakang pencernaan berupa gangguan absorpsi dan
(30%) dan selebihnya di dalam limpa dan rasa lemah. Absorpsi vitamin B12 akan
otot. Absorbsi mineral Fe dalam bentuk menurun seiring dengan meningkatnya
nonhem juga dapat meningkat 4 kali lipat umur dan defisiensi unsur Fe (Almatsier,
bila terdapat vitamin C (Almatsier, 2009). 2009).
Vitamin C juga merupakan salah Penambahan mineral Co diduga
satu antioksidan yang memiliki peranan mempunyai pengaruh stimulan terhadap
untuk menjaga dan memelihara keutuhan eritropoiesis (Linder, 1992). Vitamin B12
membran eritrosit. Hal ini dilaporkan oleh mengandung 4% unsur Co sebagai bagian
Adenkola et al. (2010) bahwa membran esensial dari vitamin tersebut (Arifin,
eritrosit kaya akan asam lemak tak jenuh 2008). Mikroflora yang terdapat dalam
yang rentan terhadap terjadinya peroksidasi sistem pencernaan puyuh tidak dapat
lipid, sehingga menyebabkan mengubah unsur mikro mineral Co yang
ketidakstabilan membran yang kemudian merupakan unsur mineral esensial yang
akan membuat sel menjadi lisis. baik untuk tubuh. Oleh sebab itu puyuh
Vitamin B12 diperlukan untuk perlu mendapatkan suplementasi vitamin
pematangan eritrosit yang berperan dalam B12 yang cukup untuk melakukan kegiatan
proses metabolisme sel di dalam sumsum
33
27
Kadar Hemoglobin dan Jumlah Eritrosit
Dimas A.P., Koen P., Silvana Tana 26 – 35
fisiologisnya di dalam tubuh, yang rusak dan merupakan radikal bebas. Adanya
termasuk juga pembentukan eritrosit. penambahan dosis Zn dan Cu pada
Jumlah eritrosit yang meningkat perlakuan P2 diduga dapat menjaga
pada perlakuan P2 juga dapat disebabkan keutuhan sel eritrosit dari rusaknya
oleh kemampuan bertahan sel yang lebih membran akibat radikal bebas, sehingga
lama dalam sirkulasinya. Jain (1993) masa hidup eritrosit tetap terjaga, sementara
menungkapkan bahwa kerusakan bentuk proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis)
dari membran eritrosit dapat mempengaruhi tetap berlangsung.
masa hidup eritrosit. Membran eritrosit Bobot tubuh dalam penelitian ini
memiliki dua lapisan fosfolipid (bilayer) masih berada dalam kisaran bobot tubuh
dengan molekul kolesterol tidak yang normal. Hal ini sesuai dengan
teresterifikasi yang berada di rantai asam pernyataan Sholehuddin (2011) bahwa
lemak. Membran juga terdiri atas protein bobot tubuh rata-rata seekor puyuh betina
membran integral yang masuk ke dalam adalah sekitar 143-147 g. Data bobot
bagian lemak dan mempertahankan bilayer tersebut dapat diartikan bahwa substrat
serta protein skeletal yang membentuk atau pakan yang diberikan masih berada dalam
menempel pada permukaan dalam bilayer kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan
(Meyer dan Harvey, 2004). Mikromineral metabolisme tubuh hewan uji.
Zn memiliki peran langsung terhadap
konformasi protein membran serta interaksi KESIMPULAN
antar protein dalam membran sel. Hasil penelitian menunjukkan
Mikromineral Zn juga menstabilkan peningkatan nilai pengaruh pemberian
membran dengan menyokong hubungan larutan kombinasi mikro mineral (Cu, Fe,
antara skeletal membran dengan protein Zn, Co) dan vitamin (A, B1, B12, C) pada
sitoskeletal. Zn juga berperan sebagai salah dosis dua kali dari dosis normal dalam air
satu nutrisi antioksidan, yang berfungsi minum pada jumlah eritrosit. Berdasarkan
untuk membuang radikal bebas pada hal tersebut, pemberian larutan
plasma membran (Gropper et al., 2005). mikromineral dan vitamin memiliki potensi
Linder (1992) menyatakan bahwa sebagai suplemen tambahan untuk
mikromineral Zn dan Cu bekerja bersama memperbaiki manajemen air minum.
pada suatu enzim yang bernama dismutase
superoksida yang terlibat dalam
pembuangan anion-anion superoksida yang
26
34
Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume XXI, Nomor 1, Maret 2013
35
27