Professional Documents
Culture Documents
1. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar
urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi
sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi
kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak).
Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka
dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi
prostat sudah umum dipakai.
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh
karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan
fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah
RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50
tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn,
E.D, 2000 : 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria
lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran
urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti
kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan
terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi .
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming
growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat.
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan
produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-
75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger Kirby, 1994 : 38).
1. Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi.
Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan
sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat
buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya
terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri
atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat
kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior.
Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm,
sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan
keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada
pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar
prostat, dan uretra pars membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan
disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir
dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan
verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus
yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra
anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra
eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam
proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis
bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang
bermuara di uretra pars pendularis.
2. Kelenjar Postat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di
belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya
seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini
mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan
kelanjutan dari vas deferen.
Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa
daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior. (
Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970)
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai
sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan
androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk
bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering
mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora
amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah
ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum
tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian
ke vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan
rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-
laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring
pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami
pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit
uretra sehingga mengganggu perkemihan.
4. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli,
dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada
orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005),
menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen
karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada
jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat
tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus
urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran
prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum
dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh
sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap
awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher
vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan
kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli
balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil
dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi
lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada
akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih,
sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung
urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga
terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks
vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika
urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
5. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS)
terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala
obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia,
peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 –
78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4. Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4)
derajat gradiasi sebagai berikut :
5. Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda
dan gejala:
1. Hemorogi
1. Hematuri
2. Peningkatan nadi
3. Tekanan darah menurun
4. Gelisah
5. Kulit lembab
6. Temperatur dingin
7. bingung
8. agitasi
9. kulit lembab
10. anoreksia
11. mual
12. muntah
6. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya
BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal
ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika
urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada
stadium-stadium dari gambaran klinis
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif,
misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini
adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi
endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup
besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total
dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat
dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi
LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan
dengan:
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol,
tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b. Medikamentosa
Mengharnbat adrenoreseptor α
Obat anti androgen
Penghambat enzim α -2 reduktase
Fisioterapi
c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran
kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa
prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang
berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher
kandung kemih pada kanker prostat.
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui
antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan
BPH adalah :
a. Laboratorium
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
2). Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
b. Pencitraan
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan
bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,
memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan
patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
4). Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat
penonjolan prostat ke dalam rektum.
A. Pengkajian
1. Data subyektif :
o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
2. Data Obyektif :
o Terdapat luka insisi
o Takikardi
o Gelisah
o Tekanan darah meningkat
o Ekspresi w ajah ketakutan
o Terpasang kateter
C. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan 1. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
o Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
o Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil :
o Klien akan melakukan perubahan perilaku.
o Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
o Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan
berobat lanjutan.
Intervensi :
3. Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
o Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
o Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
o Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
Intervensi :
o Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara
untuk menghindari.
Daftar Pustaka
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
A. Pengertian
B. Etiologi
Penyebab BPH tidak dapat dimengerti, berbagai hubungan antara diet, obesitas, aktivitas
sexsual dan suku etnik telah diselidiki, tak satupun memberikan pengetahuan yang spesifik pada
etiologi. Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukan bahwa hormon menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal damn elemen glandular pada prostat.
C. Patofisiologi
Hormon androgen yang memperantarai pertumbuhan prostat pada semua usia adalah
dihirosteron (DHT), DHT dibentuk dalam prostat dari testosteron. Meskipun produksi androgen
menurun pada pria lansia, tetapi prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT. Pada preia estrogen
dipropduksi dalam jumlah kecil dan memperlihatkan kepekaannya pada kelenjar prostat dan
berpengaruh terhadap DHT. Jumlah estrogen yang meningkat dihubungkan dengan penuaan atau
relatif meningkat dihubungkan dengan jumlah testosteron yang berkontribusi terhadap hiperplasia
prostat.
Wilayah prostat, BPH dimulai dengan nodul-nodul kecil dalam transisi wilayah prostat,
disebelah uretra. Nodul-nodul dengan glanular ini dibentuk dari jaringan hiperplastilk. Jaringan
yang berkembang akan menekan jaringan yang disekitarnya, dan menyebabkan penyempitan
uretra. BPH yang menekan atau tidak, dapat menimbulkan gejala. Gejala-gejala tersebut
bergantung pada kekuatan kapsul prostat, jika kapsul prostat ini kuat, maka kelenjar akan
berkembang sedikit dan menimbulkan obstruksi pada uretra. Penyempitan postrat uretra
menyebabkan gejala BPH. Hipertropi otot mengkonpensasi perningkatan.
Resisten aliran urin, meskipun akhirnya kompliern bleder menurun dan ketidakstabilan
bleder ini dapat menghasilkan gejala BPH. Nokturia, peningkatan urin yang berklebihan pada
malam hari, peningkatan frekuensi tersebut dihubungkan dengan BPH. Jika tidak diobati
peningkatan tekanan dalam bleder menyebabkan terjadinya refkux urin kedalam ureter, yang
disebut “fesikouretal reflux”. Masalah-masalah ini menjadi dasar terjadinya hidro ureter dan
idronefrosis, yang bisa membahayakan fungsi renal. Komplikasi ini jarang terjadi, karena
kebanyakan pria segera mencari pertolongan sebelum gejalanya berkembang.
D. Manifestasi klinik
Keluhan dan Gejala
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
a. Gejala Obstruktif
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan
tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk
dapat melampaui tekanan di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
b. Gejala Iritasi
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok
pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
b. Pemeriksaan abdomen dilakukan pada saat palpasi terasa adanya ballotemen
dan klien akan terasa ingin miksi.
c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur
uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan.
d. Pemeriksaan UroflowmetriSalah satu gejala dari BPH adalah melemahnya
pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan
uroflowmeter dengan penilaian :
E. Penatalaksanaan
Perawatan pada klien dengan BPH difokuskan pada diagnosa dari kerusakan, memperbaiki atau
meminimalkan obstruksi urinaria dan mencegah atau mengobati komplikasi yang terjadi sekarang
ini. Pembedahan dan pengobatan BPH mengalami perubahan yang cepat dengan berbagai
pengobatan yang baru. Saat ini, pengobatan dan perawatan lebih difokuskan pada beratnya gejala.
Beberapa pria di diagnosa dengan BPH selama pemeriksaan fisik secara urin sebelum gejala
berkembang. Beberapa diantaranya menunggu sampai timbul ketidaknyamanan dari dysuria,
urgensi, dan retensi urin hampir tidak dapat diatasi. Sebelum mencari pertolongan.
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan
klien
2. Farmakologi
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai
penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa
repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b. Klien dengan residual urin > 100 ml.
c. Klien dengan penyulit.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih dan infeksi urinaria.
3. Retensi kekurangan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port masuknya mikroorganisme melalui
kateterisasi
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C. Intervensi Keperawatan
DX INTERVEN RASIONA
SI L
KEPERAW
ATAN
1 - Dorong - Meminimal
pasien kan retensi
berkemih 2-4 urin dan
jam dan bila distensi
tiba-tiba berlebihan
dirasakan. pada
kandung
- Tanyakan kemih.
pasien - Tekanan
tentang uretral
inkontinentia tinggi
stress menghamba
- Observasi t
aliran urin, pengosonga
perhatikan n kandung
ukuran dan kemih
kekuatan - Berguna
- Perkusi/palp unutuk
asi area mengevalua
suprapubik si obstruksi
dan pilihan
- Dorong intervensi
masukan - Distensi
cairan kandung
sampai 3000 kemih dapat
ml sehari dirasakan
dalam diarea
kondisi suprapubik
jantung bila - Peningkatan
diindikasika aliran cairan
n memepertra
hankan
perfusi
ginjal,
membersihk
an ginjal
dan kandung
kemih dari
bakteri
2 - Kaji nyeri, - Memberika
perhatikan n informasi
lokasi, untuk
intensitas membantu
lamanya dalam
- Pertahankan intervensi
tirah baring - Tirah baring
bila mungkin
diindikasika diperlukan
n pada awal
selama fase
akut.
Namun
- Dorong ambulasi
teknik dini dapat
relaksasi memperbaik
i pola
berkemih
- Dorong normal dan
menggunaka menghilang
n rendam kan nyeri
duduk kolik
- Plester - Meningkatk
selang an relaksasi,
drainase memfokusk
pada paha an kembali
dan kateter perhatian
pada dan dapat
abdomen meningkatk
- Berikan obat an koping
sesuai - Meningkatk
indikasi an relaksasi
otot
- Mencegah
penarikan
kandung
kemih dan
erosi
pertemuan
penis-
skrotal
- Diberikan
untuk
menghilang
kan nyeri
berat,
memberikan
relaksasi
dan fisik
3 - Awasi - Diuresis
keluaran cepat dapat
dengan hati- menyebabka
hati, tiap jam n
bila kekurangan
diindikasika total volume
n. Perhatikan cairan,
keluaran karena
100-200 ketidak
ml/jam cukupan
jumlah
natrium
- Dorong diabsorpsi
peningkatan dalam
pemasukan tubulus
oral ginjal
berdasarkan - Pasien
kebutuhan dibatasi
individu pemasukan
oral dalam
upaya
- Awasi TD, mengontrol
nadi dengan urinaria,
sering, homeostatik
evaluasi penguranga
pengisian n cadangan
kaviler dan dan
membran penigkatan
mukosa oral
- Tingkatkan resiko
tirah baring dehidrasi
dengan - Memampuk
kepala tinggi an deteksi
dini /
- Awasi intervensi
elektrolit hipovolemik
khususnya sistemik
natrium
- Menurunka
n kerja
jantung,
memudahka
- Berikan n kerja
cairan IV homeostatis
(garam faal sirkulasi
hipertonik) - Bila
sesuai pengumpula
kebutuhan n cairan
tekumpul
dari area
eksreselular
natrium
dapat
mengikuti
perpindahan
menyebabka
n
hiponatremi
a
- Menggantik
an
kehilangan
cairan dan
natrium
untuk
mencegah/
memperbaik
i
hipovolemia
4 - Observasi - Mengontrol
insisi luka insisi
(adanya
indurasi
drainage dan- Mencegah
kateter), masuknya
(adanya bakteri /
sumbatan, mikroorgani
kebocoran) sme ke luka
- Lakukan insisi
perawatan
luka insisi - Mengidenti
5 secara fikasi
aseptik, jaga adanya
kulit sekitar infeksi.
kateter dan
drainage - Mencegah
- Monitor tanda-tanda
balutan luka, Shock
Observasi
urine: warna,- Menunjuka
jumlah, bau. n perhatian
- Monitor Dn
tanda-tanda keinginan
sepsis (nadi untuk
lemah, membantu
hipotensi,
nafas - Membantu
meningkat, pasien
dingin) memahami
- Selalu ada tujuan dari
untuk pasien, apa yang
buat dilakukan
hubungan dan
saling mengurangi
percaya masalh
dengan karena
pasien / ketidaktahua
orang n, termasuk
terdekat ketakutan
- Berikan akan kanker.
informasi Namun
tentang kelebihan
proseduf dan ionformasi
tes khusus tidak
dan apa yang membantu
akan terjadi dan dapat
misalnya meningkatk
pemasangan an
kateter kecemasan
- Menyatakan
penerimaan
dan
- Pertahankan menghilang
perilaku kan rasa
nyata dalam malu pasien
melakukan
prosedur, - Mendefinisi
lindungi kan
privsi klien masalah,
- Dorong memberikan
psien / orang kesempatan
terdekat untuk
menyatakan menjawab
masalah / pertanyaan,
perasaan memperjelas
kesalahan
konsep, dan
solusi
- Beri pemecahan
penguatan masalah
informasi - Memingkin
pasien yang kan pasien
telah untuk
diberikan menerima
sebelumnya kenyataan
dan
menguatkan
kepercayaan
pada
pemberian
perawatan
dan pemberi
informasi
D. Evaluasi
1. Menunjukan penurunan ansietas
2. Menunjukan rasa nyeri yang minimal
3. Tanda-tanda vidal dalam batas normal
4. Tanda peradangan hemoragi tidak ada
5. Sistem drainase oprtimal
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn S DENGAN GANGGUAN RASA
NYAMAN POST TVP PENYAKIT BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN Tn. S DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN POST TVP PENYAKIT
BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA atau
yang lebih khususnya membahas tentang etiologi ,Patofisiologi serta Asuhan keperawatan BPH.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Semarang, 3 juli 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
C. METODE PEENULISAN
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II KONSEP DASAR
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Anatomi dan Fisiologi
2. Pengertian
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
6. Penatalaksanaan
B. KONSEP KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN RASA NYAMAN
1. Pengkajian Fokus Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman
2. Diagnosa Keperawatan Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman
3. Fokus Intervensi Dan Rasionalnya Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman.
BAB III RESUME ASKEP
A. Pengkajian Fokus Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman Pada Pasien
B. Pathways Keperawatan Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman Pada Pasien
C. Diagnosa Keperawatan Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman Pada Pasien, Dan Fokus Intervensi
Dan Rasionalnya Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman Pada Pasien.
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
Simpulan Dan Saran.
BAB I
PENDAHULUAN
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman pada Tn N
dengan Benigna Prostat Hiperplasia
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman pada Tn
N dengan Benigna Prostat Hiperplasia
b. Mahasiswa mampu membuat pathways keperawatan gangguan rasa nyaman pada Tn N
dengan Benigna Prostat Hiperplasia
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan gangguan rasa nyaman pada Tn N
dengan Benigna Prostat Hiperplasia
d. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan gangguan rasa nyaman pada Tn N
dengan Benigna Prostat Hiperplasia
C. METODE PENULISAN
1. Metode Diskriptif yang menggunakan pendekatan studi kasus melalui pendekatan proses
keperawatan dengan langkah pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Sumber data :
Studi kepustakaan dengan mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan masalah Benigna
Prostat Hiperplasia.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan seminar/presentasi keperawatan penulis membagi 5 BAB :
1. BAB I : PENDAHULUAN yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode peenulisan dan
sistematika penulisan.
2. BAB II : KONSEP DASAR yang berisi konsep dasar BPH yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan. Konsep kebutuhan dasar gangguan rasa
nyaman meliputi pengkajian fokus gangguan kebutuhan rasa nyaman, pathways keperawatan
gangguan kebutuhan rasa nyaman, diagnosa keperawatan gangguan kebutuhan rasa nyaman, dan
fokus intervensi dan rasionalnya gangguan kebutuhan rasa nyaman.
3. BAB III : RESUME ASKEP BPH berisi Pengkajian fokus gangguan kebutuhan rasa nyaman pada
pasien, pathways keperawatan gangguan kebutuhan rasa nyaman pada pasien, diagnosa
keperawatan gangguan kebutuhan rasa nyaman pada pasien, dan fokus intervensi dan rasionalnya
gangguan kebutuhan rasa nyaman pada pasien.
4. BAB IV : PEMBAHASAN berisi kesenjangan antara teori dan kasus, disertai justifikasi yang
jelas.
5. BAB V : PENUTUP berisi simpulan dan saran.
BAB II
KONSEP DASAR
Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos Prostat dibentuk oleh
jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular. Prostat dibungkus oleh capsula fibrosa dan bagian
lebih luar oleh fascia prostatica yang tebal. Diantara fascia prostatica dan capsula fibrosa terdapat
bagian yang berisi anyaman vena yang disebut plexus prostaticus. Fascia prostatica berasal dari
fascia pelvic yang melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatic urogenital, dan melekat pada
os pubis dengan diperkuat oleh ligamentum puboprostaticum. Bagian posterior fascia prostatica
membentuk lapisan lebar dan tebal yang disebut fascia Denonvilliers. Fascia ini sudah dilepas dari
fascia rectalis dibelakangnya. Hal ini penting bagi tindakan operasi prostat ( Purnomo, 2011).
Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30- 50 kelenjar yang terbagi atas
empat lobus, lobus posterior, lobus lateral, lobus anterior, dan lobus medial. Lobus posterior yang
terletak di belakang uretra dan dibawah duktus ejakulatorius, lobus lateral yang terletak dikanan
uretra, lobus anterior atau isthmus yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra
dan lobus sinistra, bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos, selanjutnya
lobus medial yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius, banyak mengandung kelenjar
dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae yang menonjol kedalam
vesica urinaria bila lobus medial ini membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan aliran
urin pada waktu berkemih (Wibowo dan Paryana, 2009).
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau buah kenari besar.
Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan
berat sekitar 20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri dari 50 – 70 % jaringan kelenjar, 30 – 50 %
adalah jaringan stroma (penyangga) dan kapsul/muskuler.
Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus atau
pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dan simpatik
dari nervus hipogastrikus. Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel
prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi. System simpatik memberikan inervasi pada otot polos
prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor adrenergic.
Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot tersebut. Pada usia lanjut sebagian
pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat
menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih (Purnomo,
2011).
2) Fisiologi Prostat
Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung kepada
pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian yang peka
terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh
karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen
berkurang sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk
enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5. Kelenjar prostat mensekresi sedikit
cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam
fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul
kelenjar prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan prostat
keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan 70% volume cairan
ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar spermatozon tidak
cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini
dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan
bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari
seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan dapat melanjutkan
perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma tidak dapat bergerak optimal
sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa cairan prostat
menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan
pergerakan dan fertilitas sperma ( Wibowo dan Paryana, 2009 ).
2. Pengertian BPH
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut beberapa ahli
adalah :
1) Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya
terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare,
2002).
2) BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan
pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra
parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
3) BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang
ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi
nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine (
Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami
oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.
3. Penyebab BPH
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti
kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan
terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
a. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
4. Patofisiologi BPH
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar
dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad
terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-
lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan
daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka
destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan
vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi
alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin tidak
deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten),
dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi).
Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang
tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi
kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia
dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang
mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu
miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung
kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat
juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat
dan De jong, 2005).
4) warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
6. Penatalaksanaan BPH
1) Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari
obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan
minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat
barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan
kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih
dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control
keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat diperkirakan dengan
mengukur residual urin dan pancaran urin:
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur dengan cara melakukan
kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri yang menyajikan gambaran
grafik pancaran urin.
2) Terapi medikamentosa Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk mengurangi tekanan
pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker (penghambat alfa
adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/ dehidrotestosteron
(DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo (2011)
diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
1) Penghambat adrenergenik alfa Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,
terazosin, afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari
sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik
karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas
detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di
trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-
obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-
gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu
setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di
hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obat- obat ini
mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.
2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis
1X5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat
ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan
bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek
samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3) Fitofarmaka/fitoterapi Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat.
Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan
terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
3) Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan didasarkan
pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi
ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap
pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare
(2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan
endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah
:
a) Prostatektomi suprapubik Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik demikian
dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah
pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain
yang dapat terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen
mayor.
b) Prostatektomi perineal Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode
pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera
rectal.
c) Prostatektomi retropubik Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah
dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
a. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka
sendiri. Langkah ini akan membantu perawt memahami makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia
berkoping terhadap aspek, antara lain :
1). Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area nyerinya.
Pengkajian ini biasanya dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya menandai bagian
tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih
dari satu sumber nyeri.
2). Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk
menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5
atau 0-10. Angka “0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri
“terhebat” yang dirasakan klien. Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien
melalui skala nyeri wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien
yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak
yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lan sia yang mengalami gangguan
komunikasi.
Keterangan
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik).
4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
dapat mendeskribsikan nyeri, dapat mengikuti perintah dengan baik).
7-9 : Nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan nyeri, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi, napas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat (klien sudah tidak bisa berkomunikasi).
A. BIODATA
1. Identitas pasien
Nama : Tn. Sugiyan
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah 1 kali
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani
Alamat : Pucang Gading RT/RW : 07/11 ,Mranggen,Demak
Tanggal Masuk : 22 Juni 2015
No. Register : 198785
Diagnosa medis : BPH
2. Penanggung jawab
Nama : Ny. Neli Darwati
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : MTs
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub. dengan pasien : Istri
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Perut bagian kiri sakit, dada sakit
b. Faktor pencetus
Umur sudah tua
c. Lamanya keluhan
2 hari
d. Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan (apa yang dilakukan pasien bila sakit,
kemana pasien biasa berobat bila sakit)
elum sakit : pasien biasa kerokan kalau sakit
Setelah dirawat : pasien periksa di Puskesmas dan Rumah Sakit
e. Kebiasaan hidup
Sebelum sakit : pasien dahulu konsumsi kopi dan rokok
Setelah dirawat : pasien tidak merokok dan minum kopi
a. Pola makan
Sebelum sakit : pasien biasa makan 3 kali sehari
Setelah dirawat : pasien makan tidak seperti biasanya
c. Makanan yang disukai pasien, adakah makanan pantangan / makanan tertentu yang
menyebabkan alergi, adakah makanan yang dibatasi
elum sakit :pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan
elah dirawat :pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan
g. Pola minum
elum sakit : pasien biasa minum air putih kurang lebih 8 gelas sehari
elah dirawat : pasien biasa minum 3 gelas sehari
i. Keluhan demam
Post operasi hari ke 1-3 pasien merasa demam
3. Pola eliminasi
a. Eliminasi feses
Sebelum sakit : pasien biasa BAB 1 kali sehari
Setelah dirawat : pasien belum pernah BAB setelah dioperasi
b. Eliminasi urin
Sebelum sakit : pasien BAK seperti biasanya, warna urin jernih
Setelah dirawat : pasien BAK melalui kateter, warna urin pasien keruh
1. Kebiasaan tidur
Sebelum sakit : pasien biasa tidur setelah tengah malam
Setelah dirawat : pasien biasa tidur setelah tengah malam
2. Kesulitan tidur
Sebelum sakit : pasien biasa tidur pulas
Setelah dirawat : pasien mudah terbangun
b. Kemampuan kognitif
Sebelum sakit : pasien tidak mengalami gangguan kognitif
Setelah dirawat : pasien tidak mengalami gangguan kognitif
D. PENGKAJIAN FISIK
a. Suhu tubuh : C
b. Tekanan darah : 150/82 mmHg
c. Respirasi : 28x/menit, cepat, teratur
d. Nadi : 82 x/menit, kuat, teratur
e. Pengkajian nyeri : Nyeri dada kanan, skala 2
4. Pengukuran antropometri : LiLA= 29 cm
5. Kepala : Mesocephal
a. Rambut
warna hitam, lebat, nampak bersih
b. Mata
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
c. Hidung
hidung nampak bersih
d. Telinga
pendengaran baik, telinga nampak bersih
e. Mulut
bibir tidak kering, tidak ada ginggivitis
b. Capillary refill
< 2 detik
c. Kemampuan berfungsi
Tonus otot baik
E. DATA PENUNJANG
1) Hasil pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Hematologi
Hb : 10,0 g/dL
Hematokrit : 32,9 %
Leukosit : 10.000 sel/mm3
Trombosit : 206.000 sel/mm3
Eritrosit : 3,5 juta/mm3
Urinalisa
Bau : Khas
Warna : Kuning
Kekeruhan : Keruh
Ph : 7,0
Protein :+
Reduksi :-
Keton :-
Bilirubin :-
Urobilin :-
Nitrit :-
BJ urin : 1,010
Sedimen
Eritrosit : 6-8
Lekosit : 25-30 (ada yang bergelombang)
Bakteri : positif
Benang mucus : +
Kristal : AMORS/+
b. Pemeriksaan Radiologi
X Foto BNO - IVP :
UTI dikedua ginjal
Cystitis
Pembesaran kelenjar prostat
c. Pemeriksaan UGS
Kesan :
Cystitis
Pembesaran kelenjr prostat (vol = 37 cm3)
Tak tampak kelainan di organ intraabdomen lainnya secara sonografi
PENGELOMPOKAN DATA
NO TGL DATA (DS DAN DO) TTD & NAMA
1. Selasa, DS :
30 juni Pasien mengatakan perut sebelah kiri sakit, dada
2015 sakit.
DO :
Post operasi TVP hari IV
TTV : TD 110/70 mmHg, N : 78X/menit, S : 35,6 ;
RR 20X/menit ; Terpasang DC, Drain, dan Infus
RL 20 tpm
2. Rabu,1 DS :
juni 2015 Pasien mengatakan masih nyeri di perut bagian luka
post operasi, pasien mengatakan tidak nafsu makan,
ingin cepat pulang ke rumah.
DO :
Terpasang Infus RL 20 tpm
Tampak gelisah
Terpasang DC
Hematuria
Terpasang Drain
Ada rembesan di luka yang terpasang Drain
Dilakukan perawatan luka post operasi
3. Jum’at, 3 DS :
juni 2015 Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang (< 3)
DO :
Pasien tampak lemas, tidak banyak bergerak
Terpasang DC
Terpasang Infus
Terpasang Drain
ANALISA DATA
DATA (DS dan DO) MASALAH (P) ETIOLOGI (E)
DS : Nyeri akut Agen cidera fisik :
Pasien mengatakan perut sebelah post operasi TVP
kiri sakit, dada sakit.
DO :
Post operasi TVP hari IV
TTV : TD 110/70 mmHg, N :
78X/menit, S : 35,6 ; RR
20X/menit ; Terpasang DC,
Drain, dan Infus RL 20 tpm
DS : Resiko infeksi Prosedur invasif :
Pasien mengatakan masih nyeri luka post operasi
di perut bagian luka post operasi, TVP
pasien mengatakan tidak nafsu
makan.
DO :
Terpasang Infus RL 20 tpm
Tampak gelisah
Terpasang DC
Hematuria
Terpasang Drain
Ada rembesan di luka yang
terpasang Drain
Dilakukan perawatan luka post
operasi
Pasien mengatakan nyeri sudah Hambatan mobilitas fisik Ketidaknyamanan :
berkurang (< 3), lemas. pemasangan kateter,
luka post operasi.
DO :
Pasien tampak lemas, tidak
banyak bergerak
Terpasang DC
Terpasang Infus
Terpasang Drain
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
NO WAKTU TUJUAN & RENCANA RASIONAL
DX (TGL/JAM) KRITERIA (NIC)
(NOC)
1. 30 juni 2015 Setelah dilakukan 1. Manajemen nyeri 1. Meringankan atau
tindakan mengurangi nyeri
keperawatan sampai pada
selama 3X24 jam, tingkat
pasien tidak kenyamanan yang
mengalami nyeri, dapat diterima oleh
dengan kriteria pasien.
hasil : 2. Pemberian 2. Untuk mengurangi
- Mampu analgetik : atau
mengontrol nyeri ( menggunakan menghilangkan
tahu penyebab agens-agens nyeri.
nyeri, mampu farmakologi
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuan),
- melaporkan
bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri,
- mampu
mengenali
nyeri(skala,
intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri),
- menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO TINDAKAN RESPON PS TTD &
DX TGL/JAM NAMA
30 juni Manajemen nyeri : Nyeri sedikit berkurang
1.
2015 Teknik relaksasi napas dalam Lebih nyaman
Disusun oleh:
Lutfy Nooraini
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
BPH merupakan penyakit degeneratif yang lebih sering terjadi kepada orang dengan usia alebih
lanjut. Pada usia yang lanjut masalah yang mungkin muncul pada kasus BPH aklan lebih komplek karena
psikologis yang menurun, ketahanan tubuh yang menurun.
Setiap pasien yang masuk rumah sakit pastilah mempunyai masalah, dan mereka berharap besar
bahwa masalahnya akan segera terselesaikan. Akan lebih baik apabila
kita tidak hanya berprioritas menyelesaikan maslaahnya saja tetapi juga menyiapkan pasien agar mampu
mengatasai masalah setelah sepulang dari rumah sakit.
Agar hal tersebut bisa dicapai maka pasien BPH memerlukan perawatan yang komprehensif dan
profesional. Agar pasien merasa terlindungi dan terjada dari masalah yang muncul akibat penyakitnya.
2. Tujuan
b. Mengetahui dan memahami masalah keperawatan yang muncul pada kasus BPH
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat
menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).
2. Etiologi
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan
bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita kelainan ini.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya
Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :
b. Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostatmengalami hiperplasia.
d. Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron
sedangkan estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
f. Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth
faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
h. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
4. Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah menurun. Akibat
penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan
dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan/pembesaran prostat. Makrokospik dapat mencapai
60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih. Tonjolan biasanya terdapat
pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis,
yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya
karsinoma (Moore). Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai
celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang
sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra. Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan
dengan jaringan prostat yang masih baik. Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang
bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kung kemerahan,
berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih
keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar caiaran seperti susu. Apabila unsur
fibromuskuler yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan
seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran mikroskopik juga
bermacam-macam tergantung pada unsur yang berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi
ialah unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh
epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lumen.
Membran basalis masih utuh. Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga
menyerupai adenokarsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan
corpora anylacea. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas
jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling berjauhan. Gambaran ini
juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit. Selain gambaran di atas
sering terdapat perubahan lain berupa :
b. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin dari kandung
kemih.
a. Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang menonjol ke dalam
lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong.
0 - 1 cm : grade 0
1 - 2 cm : grade 1
2 - 3 cm : grade 2
3 - 4 cm: grade 3
> 4 cm : grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari normal.
b. Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari setelah bangun pasien disuruh
kencing sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
c. Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa jauh penonjolan lobus
lateral ke dalam lumen uretra.
Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran
lemah, nokturia.
Grade II :
Grade III :
Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence dibiarkan dengan adanya
infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40-41 celsius, kesadaran menurun.
b. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung
kemih dan cystitis.
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih sehingga
harus dikeluarkan dengan kateter. Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam
kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis,
pyelonefritis.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh
karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
4. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat
melampaui tekanan di uretra.
5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan
pada siang hari.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai pembesaran prostat
jinak/ganas
Pemeriksaan Endoskopi.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli
Q max : > 15 ml/detik non obstruksi
Pemeriksaan Laborat
a. Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine
Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
7. Penatalaksanaan
A. Non Pembedahan
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic mencegah oven
distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor menurun.
3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin, decongestan.
Yaitu pengawasan berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien,
Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan, Baseline data normal, Flowmetri non obstruksi
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa
disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum “well
motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan
Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
2. Anti androgen
3. Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika : Prazosin, Alfulosin,
Doxazonsin, Terazosin
a. Kateterisasi Intermiten
Indwelling
c. Dilakukan cystostomy
B. Pembedahan
2. Open Prostatectomy : 5 - 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram) Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm),
multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
Hydroneprosis
Hematuri berat/berulang
Hernia/hemoroid
Retensio Urine
Kontra Indikasi
IMA
CVA akut
Tujuan :
Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli
Keuntungan :
Kerugian :
Perianal Prostatectomy
a Sirkulasi :
b Eliminasi :
Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan tekanan abdomen pada
saat pengosongan kandung kemih)
c Makanan / cairan:
Kehilangan BB mendadak.
d Nyeri / nyaman :
Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada prostatitis akut).
f Seksualitas :
Pembesaran prostat.
g Pengetahuan / pendidikan :
Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika / antibakterial untuk saluran kencing, obat
alergi.
Type pembedahan
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi,
sirkulasi dan kesadaran pasien :
Observasi pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada fase awal
(6jam) paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus waspada terjadinya perdarahan
segera cek Hb dan lapor dokter.
Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau delir harus
waspada terjadinya syndroma TUR segera lapor dokter.
Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh bekuan darah
terjadi retensi urine dalam buli-buli lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna
urine yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan bila
produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine jernih.
Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya diberikan 1
X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.
Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine positif. Lama
pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus
diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.
3. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang (treeway catheter)
ukuran 24 Fr.
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah satu paha
pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih
diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian proximal/ke
arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk
mencegah perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat
pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena mengalami
ischemia.
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan warna urine harus
sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa
spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita. Bisa
atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
a Pre operasi
1. Retensi urin
2. Nyeri kronis
3. Cemas
b Post operasi
1. Nyeri akut
2. Kurang pengetahuan
3. Risiko infeksi
11. Rencana Keperawatan
Fluid management
Lakukan terapi IV
Berikan cairan
Pain Level,
Pain Management
Definisi : Pain control, Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang Comfort level
tidak komprehensif termasuk lokasi,
menyenangkan dan karakteristik, durasi, frekuensi,
pengalaman emosional kualitas dan faktor presipitasi
yang muncul secara aktual Kriteria Hasil : Observasi reaksi nonverbal dari
atau potensial kerusakan ketidaknyamanan
jaringan 1. Mampu mengontrol nyeri
atau
menggambarkan adanya (tahu penyebab nyeri, Gunakan teknik komunikasi
kerusakan (Asosiasi Studi mampu menggunakan terapeutik untuk mengetahui
Nyeri Internasional): tehnik nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien
serangan mendadak atau untuk mengurangi nyeri,
Kaji kultur yang mempengaruhi
pelan intensitasnya dari mencari bantuan) respon nyeri
ringan sampai berat yang 2. Melaporkan bahwa nyeri
dapat diantisipasi dengan berkurang
dengan Evaluasi pengalaman nyeri masa
akhir yang dapat diprediksi menggunakan manajemen lampau
dan dengan durasi lebih nyeri Evaluasi bersama pasien dan tim
dari 6 bulan.
3. Mampu mengenali nyeri kesehatan lain tentang
(skala, intensitas, frekuensi ketidakefektifan kontrol nyeri masa
dan tanda nyeri) lampau
Batasan karakteristik :
4. Menyatakan rasa nyaman Bantu pasien dan keluarga untuk
- Laporan secara verbal atau mencari dan menemukan dukungan
non verbal setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang Kontrol lingkungan yang dapat
- Fakta dari observasi mempengaruhi nyeri seperti suhu
normal
- Posisi antalgic untuk ruangan, pencahayaan dan
menghindari nyeri kebisingan
Faktor-faktor resiko :
1. Klien bebas dari tanda dan Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi
- Prosedur Infasif Instruksikan pada pengunjung
2. Mendeskripsikan proses untuk mencuci tangan saat
- Ketidakcukupan
penularan penyakit, factor berkunjung dan setelah berkunjung
pengetahuan untuk
yang mempengaruhi meninggalkan pasien
menghindari paparan
penularan serta
patogen Gunakan sabun antimikrobia untuk
penatalaksanaannya,
cuci tangan
- Trauma
3. Menunjukkan kemampuan
Cuci tangan setiap sebelum dan
- Kerusakan jaringan dan untuk mencegah timbulnya
sesudah tindakan keperawatan
peningkatan paparan infeksi
lingkungan Gunakan baju, sarung tangan
4. Jumlah leukosit dalam
- Ruptur membran amnion batas normal sebagai alat pelindung
- Agen farmasi
5. Menunjukkan
perilaku Pertahankan lingkungan aseptik
(imunosupresan) hidup sehat selama pemasangan alat
- Malnutrisi Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai dengan
- Peningkatan paparan
petunjuk umum
lingkungan patogen
Gunakan kateter intermiten untuk
- Imonusupresi
menurunkan infeksi kandung
- Ketidakadekuatan imum kencing
buatan
Tingktkan intake nutrisi
- Tidak adekuat pertahanan
Berikan terapi antibiotik bila perlu
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
Batasi pengunjung
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku kedokteran, Jakarta, 1987.
Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com, 28 Oktober 2009
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). Mosby, St. Louise.