You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS KOMPLIKATA PLANTAR PEDIS DAN MORBUS HANSEN (KUSTA)

A. Pengertian
Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang, dan penyebabnya
adalah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali saraf pusat (Djuanda Adhi, 2010).
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan
tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)
Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi
mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000)
Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi ulit dan
saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan maifestasi klinis yang luas ( COC,
2003).
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi,kulit dan jaringan
tubuh lainnya. Kusta juga merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh
infeksi mikobakterium leprae.
B. Etiologi
Dibandingkan dengan M. tuberculosis, basil tahan asam
Mycobacterium leprae tidak memproduksi eksotoksin dan enzim litik. Selain
itu, kuman ini merupakan satu- satunya mikobacteria yang belum dibiakkan in
vitro. Mikobakteria ini secara primer menyerang sistem saraf tepi dan
terutama pada tipe lepromatosa, secara sekunder dapat menyerang seluruh
organ tubuh lain seperti kulit, mukosa mulut, mukosa saluran napas bagian
atas, mata, tulang, dan testis. Reaksi imun penderita terhadap M. leprae
berupa reaksi imun seluler pada lepra bentuk lepromatosa (Wim de Jong et al,
2005).
C. Patofisiologi
Walaupun penyebab penyakit ini sudah diketahui pada tahun 1873
(lebih dari 100 tahun lalu), namun cara penularannya masih belum diketahui
secara pasti. Teori yang paling banyak dianut adalah penularan melalui
kontak/sentuhan yang berlangsung lama; namun berbagai penelitian mutakhir
mengarah pada droplet infection yaitu penularan melalui selaput lendir pada
saluran napas. Mycobacterium leprae tidak dapat bergerak sendiri (karena
tidak mempunyai alat gerak) dan tidak menghasilkan racun yang dapat
merusak kulit, sedangkan ukuran fisiknya lebih besar daripada pori-pori kulit.
Oleh karena itu, Mycobacterium leprae yang karena sesuatu hal dapat
menempel pada kulit kita, tidak akan dapat menembus kulit kalau tidak ada
luka pada kulit kita.
Seandainya Mycobacterium leprae tersebut dapat menembus kulit, maka sel-
sel darah putih yang merupakan bagian dari sistim pertahanan tubuh akan
segera memakannya.
D. Klasifikasi Kusta
1. Kusta tipe PB (Pauci Baciler)
Jika jumlah bercak pada kulit berjumlah 1-5, bulu pada bercak rontok,
ukuran bercak kecil dan besar, bercak terdistribusi secara asimetris, bercak
biasanya kering dan kasar, batas bercak tegas, kehilangan rasa pada bercak
selalu ada dan jelas, terdapat central healing (penyembuhan di tengah),
cacat biasanya terjadi dini dan asimetris, penebalan syaraf terjadi dini,
infiltrat, nodulus dan perdarahan hidung tidak ada dan BTA negatif.
2. Kusta tipe MB (Multi Baciler)
Memiliki karakteristik jumlah bercak banyak, ukuran bercak kecil-
kecil, bercak terdistribusi simetris, bercak biasanya halus dan berkilat,
batas bercak kurang tegas, kehilangan rasa pada bercak biasanya tidak
jelas dan terjadi pada stadium lanjut, bulu pada bercak tidak rontok,
infiltrat, perdarahan hidung ada dan kadang-kadang tidak ada, ciri khusus
terdapat punced out lesion (lesi berbentuk seperti kue donat), madarosis,
ginecomastia, hidung pelana, suara parau, penebalan syaraf pada tahap
lanjut, cacat terjadi pada stadium lanjut dan BTA positif.
E. Manifestasi Klinis
Menurut WHO, tanda- tanda dari penyakit kusta adalah :
1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi
kadang-kadang lesi kemerahan atau bewarna tembaga biasanya berupa
;macula,papul,nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan
gambaran khas.kerusakan saraf terutama saraf tefi,bermanifestasi sebagai
kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot.
2. Penebalan saraf tepi,nyeri tekan,parastesi.
Lepra tuberkuloid ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa
daerah putih yang datar. Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena
mikobakteri telah merusak saraf-sarafnya.
Pada lepra lepromotosa muncul benjolan kecil atau ruam benjolan yang
lebih besar dengan berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan
rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata.
Lepra berbatasan merupakan suatu keadaan yang tidak stabil,yang
memiliki gambaran kedua bentuk lepra. Jika keadaanya membaik,maka
akan menyerupai lepra tuberkuloid,jika keadaanya memburuk,maka akan
menyerupai lepra lepromatosa.
F. Patogenesis
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti,
beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh
bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi
lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.
M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel
macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann
jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan
macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak
mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak
jaringan.
Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat
menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi
sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel
dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa
epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
G. Cara Penularan
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian
besar ahli melalui saluran pernafasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung
yang lama dan erat). Kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel
rambut, kelenjar keringat dan diduga juga melalui air susu ibu. Tempat
implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama (Mansjoer A, 2008 : 65).
Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :
1. Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa
2. Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
3. Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak di jangkiti
4. Kesadaran sosial : Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara
dengan tingkat sosial ekonomi rendah
5. Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat (Zulkifli,
2003).
H. Pencegahan
1. Pencegahan Primer :
Penyuluhan kesehatan pencegahan primer dapat dilakukan pada kelompok
orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko
tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti
keluarga dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan
tentang kusta.- Pemberian Imunisasi
2. Pencegahan Sekunder :
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pengobatan pada penderita
kusta. pengobatan penderita kusta untuk memutuskan mata rantai
penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat
atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.
(Anggraeni, 2011).
I. Pengobatan
1. Terapi Medik
Tujuan utama terapi medik ini adalah penyembuhan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk
menurunkan insiden penyakit.
2. Perawatan Umum
Perawatan pada morbus Hansen umumnya untuk mencegah
kecacatan.terjadinya cacat pada kusta disebabkan kerusakan fungsi saraf
tepi.baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu
keadaan reaksi netral.
Adapun diantaranya perawatan umum :
 Perawatan mata dengan lagophthalmos
 Perawatan tangan yang mati rasa
 Perawatan kaki yang mati rasa
 Perawatan luka
ULKUS KOMPLIKATA PLANTAR PEDIS

A. Pengertian
Ulkus plantar atau ulkus tropik adalah masalah yang paling sering
dijumpai pada kaki seorang penderita kusta. Bagian kaki yang paling sering
dijumpai ulkus adalah telapak kaki khususnya telapak kaki bagian depan (ball
of the foot), di mana sekitar 70-90% ulkus berada di sini. Pada lokasi ini,
ulkus lebih sering ditemukan pada bagian medial dibanding dengan bagian
lateral, sekitar 30-50% berada di sekitar ibu jari, di bawah falang proksimal
ibu jari dan kepala metatarsal .
B. Patogenesis
Tiga penyebab terjadinya ulkus :
1. berjalan pada kaki yang insensitif serta paralisis otot-otot kecil
2. infeksi yang timbul akibat trauma pada kaki yang insensitif
3. infeksi yang timbul pada deep fissure telapak kaki yang insensitif dan
kering atau terdapatnya corn atau kalus pada telapak kaki
Penyebab pertama menimbulkan sekitar 85% ulkus plantar sedangkan
penyebab ke 2 & 3 menimbulkan ulkus pada sekitar 15% ulkus plantar. Ini
yang disebut ulkus plantar sejati, yang bila sekali terjadi maka proses
penyembuhan tidak mudah, cenderung untuk kambuh dan potensial merusak
kaki secara progresif.
Tiga tahap terjadinya ulkus plantar sejati :
1. tahap ulkus mengancam dimana hanya terjadi peradangan pada tempat
yang menerima tekanan
2. tahap ulkus tersembunyi dimana terjadi proses kerusakan jaringan, timbul
bula nekrosis, tetapi kerusakan ini tertutupi oleh kulit yang masih intak.
3. tahap ulkus yang nyata, dimana kerusakan terekspos dunia luar.
Tahap ulkus mengancam ditandai dengan timbulnya edema yang dapat
dikenali dengan menigkatnya gap antara 2 jari, telapak kaki yang lunak dan
hangat pada daerah yang rusak (contohnya dasar dari falang proksimal ); dan
kemungkinan timbul bengkak pada dorsum yang berhubungan. Tahap ulkus
tersembunyi dapat dikenali dengan timbulnya bula nekrosis, dan pada tahap
ketiga radang menjadi jelas.

Pada 2 jenis ulkus plantar yang lain, kulit terbuka akibat luka atau
fisura kemudian timbul infeksi pada jaringan yang lebih dalam dan terdapat
fokus peradangan supuratif yang berkembang menjadi ulkus. Tanpa melihat
asalnya, selanjutnya ulkus memiliki sifat yang sama yaitu sulit untuk sembuh,
mudah kambuh dan merusak jaringan lunak dan skeleton kaki secara
progresif. Ulkus plantar akibat trauma dan fisura dapat dicegah dengan
melindungi telapak kaki dari luka dan perawatan diri yang teratur.

C. Tipe ulkus
Ulkus plantar digolongkan berdasarkan penanganannya, yaitu ulkus
akut, ulkus kronik, ulkus complicated dan ulkus rekuren. Ulkus akut adalah
ulkus yang menunjukkan adanya infeksi akut dan peradangan akut. Daerah
terkena menjadi bengkak dan hiperemi, dan dasarnya kotor. Mungkin
dijumpai limfadenitis inguinal dan tanda serta gejala infeksi akut seperti
demam, leukositosis dsb. Ulkus kronik lebih tenang, sedikit discharge,
terdapat hiperkeratotik, dengan jaringan fibrosa yang padat dan dasar ulkus
berwarna pucat tertutup jaringan granulasi yang tidak sehat. Ulkus tampak
statis tanpa tanda-tanda menyembuh. Ulkus complicated, dapat akut atau
kronik memperlihatkan gambaran yang kompleks seperti osteomielitis, artritis
septik, dan tenosinovitis septik, sebagai akibat penyebaran infeksi ke tulang,
sendi dan tendon. Terkadang ulkus memberi gambaran seperti bunga kol,
yang biasanya –tapi tidak selalu- nonmalignan. Tetapi tidak mungkin
menentukan ganas tidaknya lesi ini hanya berdasarkan gambaran klinis.
Infeksi yang mengancam jiwa seperti gangren, tetanus dan septikemia adalah
komplikasi lain yang dapat terjadi. Lebih lanjut, gambaran komplikasi adalah
adanya deformitas yang dapat mengakibatkan ulkus, atau deformitas terjadi
akibat ulkus terdahulu, yang saat ini menimbulkan terjadinya ulkus rekuren.
Kebanyakan ulkus plantar menjadi rekuren karena tidak dilakukan perawatan.
Tetapi ada pula yang meskipun telah dirawat dengan baik ulkus tetap timbul
dengan mudah walau hanya berjalan jarak dekat, dan ini memerlukan
perawatan khusus, yang ditujukan untuk mencegah ulkus rekuren.
D. Penatalaksanaan
Tahap ulkus mengancam biasanya terlewati, dan bila diketahui maka
kaki harus diistirahatkan secara absolut (tidak boleh menahan beban, berjalan
atau duduk) dan dilakukan elevasi selama 48-72 jam, untuk mencegah
kerusakan jaringan lebih lanjut. Penderita diinstruksikan untuk melakukan
perawatan diri dan memakai alas kaki.
Bila ditemukan bula nekrosis, pemecahan bula harus dihindari, dan
bila terpaksa dilakukan dapat dilakukan dengan cara ditusuk dan kulit yang
terluka ditutup dengan kasa steril. Penderita juga dinstruksikan untuk
melakukan perawatan diri dan menggunakan alas kaki pelindung.
Ketika sudah terjadi ulkus yang terbuka, harus ditentukan apakah
ulkus tersebut akut, kronik, dengan komplikasi atau rekuren. Pada ulkus akut
diusahakan secepatnya mengontrol infeksi dan meminimalkan kerusakan
jaringan. Tirah baring, elevasi tungkai, irigasi serta pemakaian antibiotika bila
diperlukan. Tindakan pada kasus ini terbatas hanya untuk mengambil jaringan
yang benar-benar mati dan prosedur drainase, yang harus dilakukan secara
hati-hati. Setelah 10 hari, keadaan dievaluasi kembali.
Ulkus kronik tanpa komplikasi sulit untuk sembuh karena penderita
terus berjalan dan terjadi proses pemecahan jaringan granulasi. Tujuan
pengobatan pada tahap ini adalah melindungi ulkus selama berjalan dan
membiarkan ulkus menyembuh tanpa interfensi. Ini dapat dicapai dengan
menutup luka dengan pembalut plester dan penderita diperbolehkan berjalan
setelah jaringan mengeras. Biasanya dalam waktu 6 minggu ulkus mulai
membaik. Terkadang diperlukan perawatan 6 minggu lagi untuk mendapatkan
hasil kesembuhan yang nyata. Setelah mengangkat pembalut penderita harus
melakukan perawatan diri dan memakai alas kaki pelindung. Untuk ulkus
superfisial, pembalut plester dapat diganti dengan plester yang mengandung
zinc oksida. Plester diganti bila diperlukan misalnya bila terdapat eksudat atau
terlepas. Plester dipakai sampai 2 minggu setelah luka menyembuh. Selama
itu, jalan harus dibatasi dan penderita harus memakai alas kaki pelindung bila
berjalan. Bial ulkus luas dan bersih penyembuhan dapat dipercepat dengan
melakukan tandur kulit dan dibalut selama 4 minggu untuk melindungi
tandur. Terkadang ulkus sulit menyembuh karena aliran darah ke telapak kaki
berkurang dari yang seharusnya. Pada kasus seperti ini dapat dilakukan
dekompresi neurovaskular tibialis posterior.
Seperti telah disebutkan terdahulu, komplikasi yang sering terajadi
adalah infeksi pada jaringan yang lebih dalam. Pada kasus seperti ini, bila
terdapat fase akut diterapi seperti ulkus akut. Bila sudah teratasi, dilakukan
evaluasi untuk mengidentifikasi komplikasi yang timbul. Debridement
dilakukan untuk infeksi yang lebih dalam. Beberapa hari setelah prosedur ini
dilakukan, ulkus dirawat seperti ulkus tanpa komplikasi. Pada kasus ulkus
seperti bunga kol harus dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk
menentukan ganas tidaknya. Dilakukan eksisi lokal, dan bila diperlukan
dilakukan amputasi. Bila terdapat ulkus dan deformitas, ulkus disembuhkan
dahulu, baru kemudian dilakukan koreksi deformitas.
E. Pencegahan kekambuhan
Tujuan penatalaksanaan ulkus plantar adalah menyembuhkan ulkus
dan mencegah ulkus kambuh. Ulkus sering kambuh karena :
1. terdapat faktor dasar (kehilangan sensibilitas, paralisis otot intrinsik dan
terus dipakai berjalan)
2. skar yang terbentuk pada ulkus sebelumnya tidak dapat menahan tekanan
selama berjalan
3. skar mendapat tekanan yang lebih besar karena adanya deformitas
4. flare up infeksi yang terletak di dalam
Pencegahan ulkus menjadi rekuren dengan cara :
1. mengurangi tekanan selama berjalan dan menggunakan alas kaki
pelindung
2. eradikasi infeksi yang terletak pada struktur yang lebih dalam
3. meningkatkan kualitas skar
4. mengurangi beban pada skar dengna cara modifikasi alas kaki dan
melakukan prosedur tindakan pembedahan
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku Pedoman


Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta.
Djuanda Adhi. 2010. Ilmu Penyakit dan Kelamin edisi keenam. Jakarta :
FKUI
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media
Aeuscualpius, Jakarta.
Wim de Jong et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

You might also like