You are on page 1of 36

MAKALAH DL 1

TERAPI DAN MEKANISME KOPING


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas DL (Discovery Learning) 1 Modul Keperawatan
Jiwa 1 Program Studi Ilmu Keperawatan

Oleh :
Kelompok 3

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ANGGOTA KELOMPOK 3

NO NAMA NIM
1 Muhimmatun Nisa’ 11151040000008
2 Irani Awalya 11151040000010
3 Gema Putri Handayani 11151040000011
4 Nita Rachmawati 11151040000014
4 Nilna Camelia Rahmah 11151040000016
6 Mia Rifai Putri 11151040000025
7 Annisa Putri Shabira 11151040000026
8 Maulina Sari 11151040000033
9 Rachmawati Dewi 11151040000034
10 Rutfika Aiman Hidayat 11151040000036
11 Devi Ayu Lestari 11151040000053
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu tercurah kehadirat Ilahi Robbi Khaliqul Alam, yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq, hidayah serta inayahnya sehingga makalah DL 1 ini dapat terselesaikan guna
memenuhi tugas kelompok modul Keperawatan Jiwa 1.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Agung Muhammad SAW, insan
termulia, yang senantiasa kita nantikan syafa’atnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Terima kasih kami ucapkan kepada segenap pihak yang telah berpartisipasi dalam proses
penyelesaian makalah ini. Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah
ini oleh karena itu penyusun menerima kritik, saran, dan masukan guna menyempurnakan
makalah ini.

Akhirnya harapan dari kami semoga makalah ini dapat memberi banyak manfaat baik
bagi penyusun maupun pembaca.

Ciputat, Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................4


1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 6

1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................6


2.1 Pengobatan Jiwa Islami ................................................................................................................. 6

2.1.1 Definisi .................................................................................................................................. 6

2.1.2 Terapi Spiritual Islami .......................................................................................................... 7

2.2 Terapi Kecemasan ......................................................................................................................... 7

2.2.1. Definisi ................................................................................... Error! Bookmark not defined.

2.2.2. Penanganan dan Terapi untuk Gangguan Kecemasan .......................................................... 7

2.3 Terapi Gangguan Mood .............................................................................................................. 11

2.3.1 Pengobatan .......................................................................................................................... 11

2.3.2 Terapi Kognitif Behavioural ............................................................................................... 12

2.3.3 Psikoterapi Interpersonal (IPT / Interpersonal Psychotheraphy) ....................................... 12

2.3.4 ECT (Elektrokonvulsif dan Simulasi Magnetik Transkranial/ TMS) ................................. 12

2.4 Terapi Kesulitan Tidur ................................................................................................................ 13

2.4.1. Definisi ................................................................................................................................ 13

2.4.2. Terapi Farmakologis ........................................................................................................... 13

ii
2.4.3. Terapi Non-farmakologis .................................................................................................... 17

2.5 Pertahanan Mekanisme Koping/ Meknisme Ego ........................................................................ 19

2.5.1 Definisi Mekanisme Koping ............................................................................................... 19

2.5.2 Macam-Macam Koping ...................................................................................................... 20

2.5.3 Jenis Koping........................................................................................................................ 21

2.5.4 Macam-Macam Mekanisme Pertahanan Diri (Defense Mechanism atau Pembelaan Ego) 23

2.5.5 Jenis-Jenis Koping yang Konstruktif atau yang Sehat ........................................................ 24

2.5.6 Sumber Koping ................................................................................................................... 27

2.5.7 Penggolongan Mekanisme Koping ..................................................................................... 27

2.5.8 Strategi Koping ................................................................................................................... 28

2.5.9 Faktor yang Mempengaruhi Koping ................................................................................... 28

2.5.10 Metode Koping ................................................................................................................... 29

2.5.11 Mekanisme Koping ............................................................................................................. 30

BAB III PENUTUP ................................................................................................33


Kesimpulan ............................................................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial yang
terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep
diri yang positif, dan kestabilan emosi. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan,
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat yang
didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lain seperti keluarga dan lingkungan
sosial. Lingkungan tersebut selain menunjang upaya kesehatan jiwa juga merupakan stressor
yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan
seseorang jatuh dalam kondisi gangguan jiwa (Videbeck, 2008).

Menurut Maramis (2009), masalah kesehatan jiwa tidak menyebabkan kematian secara
langsung, namun akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan baik bagi individu,
keluarga, masyarakat dan negara karena penderitanya menjadi tidak produktif dan bergantung
pada orang lain. Masalah kesehatan jiwa juga menimbulkan dampak sosial antara lain
meningkatnya angka kekerasan, kriminalitas, bunuh diri, penganiayaan anak, perceraian,
kenakalan remaja, penyalahgunaan zat, HIV/AIDS, perjudian, pengangguran dan lain-lain.Oleh
karena itu masalah kesehatan jiwa perlu ditangani secara serius (Depkes RI, 2006).

WHO (2001), menyatakan bahwa 12 % dari disability-adjusted life years (DALYs)


disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa, dan diperkirakan akan menjadi 15% pada tahun 2020.
Angka ini lebih besar dari penyakit dengan penyebab lainnya (fisik). Meskipun tidak tercatat
sebagai penyebab kematian maupun kesakitan utama di Indonesia, bukan berarti kesehatan jiwa
tidak ada atau kecil masalahnya. Kurang tersedianya data merupakan masalah kesehatan jiwa
disebabkan kesehatan jiwa belum mendapat perhatian.

Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia sebesar 6,0 persen.
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi di Indonesia adalah Sulawesi

4
Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur (Riskesdas,
2013).

Fokus kesehatan jiwa bukan lagi hanya menangani orang sakit, melainkan pada
peningkatan kualitas hidup. Menurut WHO (1995) cit. Bobes et al. (2007) kualitas hidup adalah
persepsi individu mengenai posisi kehidupannya dalam suatu sistem nilai dan budaya dimana
mereka tinggal dan berhubungan dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian mereka. Kualitas
hidup merupakan indikator penting untuk menilai keberhasilan intervensi pelayanan kesehatan
baik dari segi pencegahan maupun pengobatan (Suharmiati, 2003 cit. Sudiani, 2004).

Menurut WHO (1994) seseorang dapat dinilai memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi
Sekembalinya dari rumah sakit, pasien adalah bagian dari masyarakat yang berkewajiban
menjalankan fungsi sosialnya (Ambari, 2010). Pasien dengan gangguan jiwa yang telah atau
sedang menjalani pengobatan dan telah kembali kemasyarakat seringkali mengalami
kemunduran fungsi sosialnya. Hal tersebut terjadi Karen beberapa hal, diantaranya perasaan
malu terhadap penyakitnya, hilangnya rasa percaya diri, muncul pikiran menganggap tidak
penting dan tidak ada gunanya berinteraksi dengan orang lain sehingga menurunkan motivasi
pasien untuk berinteraksi dengan orang lain (Nyumirah, 2012). Menurut Stuart & Sundeen
(2006), individu dengan masalah kesehatan jiwa harus diarahkan pada respon perilaku dan
interaksi sosial yang optimal melalui asuhan keperawatan yang komprehensif dan terus menerus
disertai dengan terapi-terapi modalitas seperti Terapi Kelompok. Terapi Kelompok yang
dimaksud disini adalah Terapi Aktivitas Kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang
sama. Aktivitas digunakan sebagai bentuk terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan.
Di dalam kelompok tersebut akan terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling
membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku yang maladaptif (Keliat, 2013).

5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyususun merumuskan masalah
sebagai berikut :

1. Bagaimana teknik terapi kesehatan mental dalam perspektif islam?


2. Bagaimana teknik terapi kesehatan mental?
3. Bagaimana mekanisme koping?

1.3 Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun memiliki beberapa tujuan, yaitu :

1. Mempelajari dan mengetahui teknik terapi kesehatan mental dalam prespektif islam
2. Mempelajari dan mengetahui teknik terapi dalam kesehatan jiwa
3. Mempelajari dan mengetahui berbagai mekanisme koping

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengobatan Jiwa Islami

2.1.1 Definisi
Terapi spiritual Islami adalah suatu pengobatan atau penyembuhan gangguan
psikologis yang dilakuan secara sistematis dengan berdasarkan kepada konsep al-qur’an
dan assunnah.

Terapi spiritual Islami memandang bahwa keimanan dan kedekatan kepada Allah
adalah merupakan kekuatan yang sangat berarti bagi upaya perbaikan pemulihan diri dari
gangguan depresi ataupun problem-problem kejiwaan lainnya, dan menyempurnakan
kualitas hidup manusia.Pada dasarnya terapi spiritual islami tidak hanya sekedar
menyembuhkan gangguan- gangguan psikologis tetapi yang lebih substansial adalah
bagaimana membangun sebuah kesadaran diri (self awareness) agar manusia bisa
memahami hakikat dirinya.Karena pada dasarnya mereka yang terlibat dalam psikoterapi

6
tidak hanya sekedar menginginkan kesembuhan tetapi mereka juga bertujuan untuk
mencari makna hidupnya, dan mengaktualisasi diri..

2.1.2 Terapi Spiritual Islami


Dua sasaran yang dianggap penting pada terapi spiritual islami, yaitu kalbu
(qalbiyah) dan akal (aqliyah) manusia.Kedua hal tersebut merupakan hal yang sangat
urgen dan menentukan kondisi kejiwaan manusia. Bahkan cara kerja dalam diri manusia
baik secara psikologis maupun fisiologis saling terkait erat satu sama lain. Imam Al-
Ghazali menyebutkan bahwa dalam diri manusia qalbu bertindak sebagai raja dan akal
sebagai perdana menteri yang akan menginterpretasi dan melaksanakan apa yang menjadi
keinginan sang raja. Munculnya konflik, stres, depresi dan ketidak bahagiaan adalah
karena adanya keresahan, kegelisahan dan ketidak tenangan dalam hati. Bila hati sedang
sakit maka tindak dan perilaku manusia akan menyimpang (abnormal) atau mental
menjadi tidak sehat karena hati merupakan pangkal dari segala perbuatan.

Dalam konteks ini sejalan dengan hadis Nabi Muhammad saw yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, apabila


daging itu baik maka seluruh tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua
tubuh menjadi rusak, ketahuilah bahwa ia itu adalah qalbu.

Pada area qalbu terdapat empat lapisan.Lapisan pertama adalah shadar, yaitu suatu tempat
dimana terjadinya tarik-menarik antara kutub kebaikan dan kutub kefasikan. Allah
berfirman dalam AL-Qur’an QS.91: A.8 yang berbunyi:

Artinya : Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan.

2.2 Terapi Kecemasan

2.2.1. Penanganan dan Terapi untuk Gangguan Kecemasan


Penanganan dan terapi untuk gangguan kecemasan

1. Obat penenang, contohnya antidepressant, antihistamines, Benzodiazepines. Efek


samping pemberian obat dalam jangka panjang yaitu ketergantungan dan gangguan
saraf.

7
2. Teknik relaksasi yang sistematis pada bagian tubuh, seperti meditasi dan yoga.
3. Cognitive behavioral therapy
Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah suatu pendekatan psikoterapi dengan
bicara. CBT bertujuan untuk memecahkan masalah tentang disfungsional emosi, perilaku
dan kognisi melalui prosedur yang berorientasi, dan sistematis di masa
sekarang. membantu pasien mengenali pikiran yang berkontribusi pada kecemasan. Cara
ini biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Beberapa dokter dan peneliti lebih berorientasi kognitif (misalnya restrukturisasi
kognitif), sementara yang lain lebih berorientasi perilaku (dalam terapi pemaparan in
vivo). Intervensi lain mengkombinasikan keduanya (terapi eksposur misalnya
imaginal). CBT ini terutama dikembangkan melalui integrasi dari terapi perilaku dengan
terapi kognitif.
Sementara berakar pada teori yang agak berbeda, kedua tradisi menemukan
landasan bersama dalam memfokuskan pada "di sini dan sekarang", dan mengurangi
gejala pada program pengobatan Banyak CBT untuk gangguan tertentu telah dievaluasi
untuk keberhasilan;. Tren kesehatan dari pengobatan berbasis bukti, di mana perawatan
spesifik untuk diagnosis berdasarkan gejala disarankan, telah disukai CBT atas
pendekatan lain seperti perawatan psikodinamik. Di Inggris, Institut Nasional untuk
Kesehatan danClinical Excellence (NICE) merekomendasikan CBT sebagai pengobatan
pilihan bagi sejumlah masalah kesehatan mental, termasuk gangguan stres pasca trauma,
OCD, bulimia nervosa, dan depresi klinis.
4. Emotional Freedom Technique
Sebuah terapi memanfaatkan energy dalam tubuh dengan cara menstimulasi pada
titik-titik meridian tubuh untuk memperbaiki aliran energy tubuh.Emotional Freedom
Technique (EFT) adalah sebuah terapi psikologi praktis yang dapat menangani banyak
penyakit, baik itu penyakit fisik dan penyakit psikologis (masalah pikiran dan perasaan).
Dapat dikatakan EFT adalah versi psikologi dari terapi akupunktur yang menggunakan
jarum.EFT tidak menggunakan jarum, melainkan dengan menyelaraskan sistem energi
tubuh pada titik-titik meridian di tubuh Anda, dengan cara mengetuk (tapping) dengan
ujung jari.Cara ini merupakan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi tidak hanya
kecemasan, tapi juga masalah emosional lainnya.

8
Gary Craig, sang penemu EFT tidak mengklaim bahwa EFT itu sempurna. Tetapi
pada banyak kasus, EFT bekerja sangat cepat dan dengan hasil spektakuler. EFT sering
kali berhasil menyembuhkan dimana teknik lainnya tidak sanggup.
Beberapa masalah yang bisa diselesaikan dengan EFT antara lain: Kecemasan,
Kemarahan, Compulsive Behavior, Panic disorder, Kecanduan (rokok atau obat-obatan),
Stress dan Depresi, Trauma, Ketakutan dan Phobia (ketinggian, binatang, atau benda
tertentu), Kecemasan di tempat umum, Ketakutan berbicara di depan umum, Sakit Kepala
/ Migren, Menghilangkan keyakinan negatif, Perasaan malu / bersalah, Insomnia,
Kekecewaan atau sakit hati, Peak Performance, Masalah seksual, Masalah pada anak atau
wanita, Kanker, Allergi dan masalah lainnya.
Prinsip Kerja EFT :

EFT merupakan teknik akupuntur versi emosional. Berbeda dengan teknik


akupuntur pada umumnya yang menggunakan jarum, EFT menggunakan tapping
(ketukan ringan) dengan jari di 18 titik meredian tubuh untuk mengatasi hampir semua
hambatan emosi dan fisik. Delapan belas saja? Ya, memang hanya ada 18 titik yang perlu
pelajari dalam EFT. Anda tidak perlu mempelajari 300 titik akupuntur yang
menggunakan jarum.
Ketika seseorang mengalami hambatan emosional seperti marah, kecewa, sedih,
cemas, stress, trauma dsb., aliran energi di dalam tubuh yang melalui titik meredian tubuh
akan terganggu. Dan untuk menghilangkan hambatan-hambatan emosi di atas, kita perlu
memperbaiki gangguan aliran di titik meredian dengan cara mengetukkan jari dengan
cara tertentu sesuai teknik EFT. Untuk melakukan ketukan pada 18 titik meredian tubuh
hanya memerlukan 4 prosedur yang sederhana dan mudah diingat, yang dinamakan resep

9
dasar (basic recipe). Prosedur ini dapat digunakan untuk mengatasi hampir semua
masalah emosi negatif dan fisik. Sangat mudah untuk belajar EFT, anda hanya perlu
waktu sekitar 3 jam saja.
5. Hypnotherapy
Sebuah cara pengobatan yang menjangkau pikiran bawah sadar yang merupakan
sumber "program kecemasan" tersimpan. Hypnotherapy bisa membenarkan program
pikiran yang salah tersebut.

Cara Kerja Hypnotherapy


Kita bisa mengucapkan suatu afirmasi atau sugesti kepada seseorang dalam kondisi sadar
tanpa hasil apapun, tetapi apabila kita mengucapkan sugesti yang sama dalam kondisi
hypnosis, maka hasilnya sangat luar biasa.

Pikiran sadar / conscious mind adalah proses mental yang Anda sadari dan bisa
Anda kendalikan. Pikiran bawah sadar / subconscious mind adalah proses mental yang
berfungsi secara otomatis sehingga Anda tidak menyadarinya.Besarnya pengaruh pikiran
sadar terhadap seluruh aspek kehidupan seseorang, misalnya sikap, kepribadian, perilaku,
kebiasaan, cara pikir, dan kondisi mental seseorang hanya 12%.
Sedangkan besarnya pengaruh pikiran bawah sadar adalah 88%. Untuk mudahnya
kita bulatkan menjadi 10% dan 90%. Dari sini dapat kita ketahui bahwa pikiran bawah
sadar mengendalikan diri kita 9 kali lebih kuat dibandingkan pikiran sadar.Pikiran sadar
mempunyai fungsi mengidentifikasi informasi yang masuk, membandingkan dengan data
yang sudah ada dalam memori kita, menganalisa data yang baru masuk tersebut dan
memutuskan data baru akan disimpan, dibuang atau diabaikan sementara.

10
Sementara itu pikiran bawah sadar yang kapasitasnya jauh lebih besar dari pikiran
sadar mempunyai fungsi yang jauh lebih komplek. Semua fungsi organ tubuh kita diatur
cara kerjanya dari pikiran bawah sadar. Selain itu nilai-nilai yang kita pegang, sistem
kepercayaan dan keyakinan terhadap segala sesuatu juga disimpan di sini. Memori jangka
panjang kita juga terdapat dalam pikiran bawah sadar.
Garis putus-putus (pada gambar di atas) meng-ilustrasi-kan Critical
Factor. Critical Factor adalah bagian dari pikiran yang selalu menganalisis segala
informasi yang masuk dan menentukan tindakan rasional seseorang. Critical Factor ini
melindungi pikiran bawah sadar dari ide, informasi, sugesti atau bentuk pikiran lain yang
bisa mengubah program pikiran yang sudah tertanam di bawah sadar.Ketika kita dalam
kondisi sadar seperti sekarang ini, Critical Factor akan menghalangi afirmasi atau sugesti
yang ingin kita tanamkan ke pikiran bawah sadar. Sugesti yang diucapkan dalam kondisi
sadar terhalang oleh Critical Factor, sehingga efeknya sangat kecil atau bahkan tidak ada
sama sekali.Saat hypnotist melakukan hypnosis, yang terjadi adalah hypnotist mem-by-
pass Critical Factor subjek (orang yang dihipnotis) dan langsung berkomunikasi dengan
pikiran bawah sadar subjek. By-pass di sini jangan disalah artikan sebagai suatu bentuk
manipulasi. Menembus Critical Factor ini dilakukan dengan suatu teknik yang dinamakan
"induksi".

2.3 Terapi Gangguan Mood


Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani seseorang yang mengalami
gangguan mood, beberapa diantaranya adalah :

2.3.1 Pengobatan
Pemberian antidepresian yang dapat membantu memgontrol gejala dan
mempertahankan fungsi neurotransmitter. Ada 3 tipe antidepresian yang sering
digunakan, yaitu :
a. Trisiklik (Tofranil, Elavil)
Trisiklik ini berfungsi untuk memberikan efek dengan mendesentralisasi norepinefferin.
b. Monamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
MAOIs ini berfungsi untuk memblokir enzim MAO yang memogokkan
neurotransmitter seperti norepinefrin dan serotonin.

11
c. Selective Serotogenic Reuptake Inhibitors (SSRIs)
SSRIs ini secara spesifik memblokir reuptake serotonin pra-sinaptik. Dan secara
temporer menaikkan level serotonin dibagian reseptornya.
d. Lithium
Lithium ini merupakan garam yang dapat ditemukan dalam kandungan air minum
yang kadar jumlahnya sangat kecil hingga tidak memberikan efek apapun. Lithium
sendiri memiliki sebuah keunggulan yang membedakannya dari antidepresan lainnya.
Karena, substansinya lebih sering efektif untuk mencegah dan menangani episode-
episode manic. (Kring, Johnson,dkk ,2009)

2.3.2 Terapi Kognitif Behavioural


Dalam prosees terapi ini klien diajarkan untuk menelaah secara cermat cara
berfikir mereka saat mereka depresi dan untuk menengarai kesalahan-kesalahan
“depresif” dalam berpikir. Tak hanya itu, klien juga diajarkan bahwa kesalahan dalam
berfikir dapa menyebabkan depresi secara langsung. Dan penanganannya melibatkan
tindakan mengkoreksi kesalahan-kesalahan berpikir dan menggantinya dengan pemikiran
dan penilaian yang kurang menyebabkan depresi dan (mungkin) lebih relistis.

2.3.3 Psikoterapi Interpersonal (IPT / Interpersonal Psychotheraphy)


IPT atau Psikoterapi Interpersonal ini memfokuskan pada penyelesaian berbagai
masalah dalam hubungan yang sudah ada dan belajar membangun hubungan-hubungan
interpersonal yang penting dan baru. Dalam proses IPT ini sangat terstruktur. Pada proses
awal terapis harus mengidentifikasi berbagai stressor yang mungkin mencetuskan depresi.
Setelah itu, terapis mengklasifikasikan dan mendefinisikan sebuah perselisihan
interpersonal. Setelah itu, mencari penyelesaiannya dengan :
· Tahap negosiasi
· Tahap jalan bunyu
· Tahap resolusi

2.3.4 ECT (Elektrokonvulsif dan Simulasi Magnetik Transkranial/ TMS)


ECT adalah penangan yang cukup aman dan efektif untuk depresi berat yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan penanganan bentuk lain. ECT merupakan bentuk
penanganan yang dalam pengadministrasiannya pasien diberi anestsesi/ obat bius untuk

12
mengurangi perasaan tidak nyaman dan diberikan obat perelaks otot untuk mencegah
kerusakan tulang akibat konvulsi selama sizure (Kejang-kejang). Kemudian listrik
diadministrasikan secara langsung melalui otak selama kurang dari satu detik. Bentuk
penanganan ECT ini terbukti untuk menaikkan lever serotonin, memblokir hormone-
hormon stress dan membantu terjadinya neurogenesis dalam hipokampus.
Sedangkan TMS (Transcrantial Magnetic Simulation) bekerja dengan cara
menempatkan sebuah gulungan magnetic diatas kepala untuk membangkitkan denyut
elektromagnetik yang dialokasikan dengan tepat. Dalam penanganan ini anastesi tidak
dibutuhkan karena, efek sampingnya biasanya terbatas dalam bentuk sakit kepala.
TMS dan ECT ini sama-sama efektif untuk pasien-pasien dengan depresi berat
atau depresi psikotik yang resisten dengan penanganan (belum menunjukkan respons
terhadap obat atau penanganan psikologis) (Durand, 2007: 311-318).

2.4 Terapi Kesulitan Tidur

2.4.1. Definisi
Insomnia adalah merupakan suatu gejala, bukan merupakan suatu diagnosis, maka
terapi yang diberikan adalah secara simtomatik. Walaupun insomnia merupakan suatu
gejala, namun gejala ini bisa menjadi sangat mengganggu aktivitas dan produktivias
penderita, terutama penderita dengan usia produktif. Oleh karena itu, penderita berhak
mendapatkan terapi yang sewajarnya. Pendekatan terapi pada penderita insomnia ini bisa
dengan farmakologi atau non-farmakologi, berdasarkan berat dan perjalanan gejala
insomnia itu sendiri

2.4.2. Terapi Farmakologis


Meresepkan obat-obatan untuk penderita dengan insomnia harus berdasarkan
tingkat keparahan gejala di siang hari, dan sering diberikan pada penderita dengan
insomnia jangka pendek supaya tidak berlanjut ke insomnia kronis. Terdapat beberapa
pertimbangan dalam memberikan pengobatan insomnia : 1) memiliki efek samping yang
minimal; 2) mempunyai onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai tidur;
dan 3) lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari. Obat tidur hanya
digunakan dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 2-4 minggu. Secara dasarnya,

13
penanganan dengan obat-obatan bisa diklasifikasikan menjadi : benzodiazepine, non-
benzodiazepine dan miscellaneous sleep promoting agent

1. Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine telah lama digunakan dalam menangani penderita
insomnia karena lebih aman dibandingkan barbiturate pada era 1980-an. Namun akhir-
akhir ini, obat golongan ini sudah mulai ditingalkan karena sering menyebab
ketergantungan, efek toleran dan menimbulkan gejala withdrawal pada kebanyakan
penderita yang menggunakannya. Selain itu, munculnya obat baru yang lebih aman yang
sekarang menjadi pilihan berbanding golongan ini. Kerja obat ini adalah pada resepor γ-
aminobutyric acid (GABA) post- synaptic, dimana obat ini meningkatkan efek GABA
(menghambat neurotransmitter di CNS) yang memberi efek sedasi, mengantuk, dan
melemaskan otot. Beberapa contoh obat dari golongan ini adalah : triazolam, temazepam,
dan lorazepam. Namun, efek samping yang dari obat golongan ini harus diperhatikan
dengan teliti. Efek samping yang paling sering adalah, merasa pusing, hipotensi dan juga
distress respirasi. Oleh sebab itu, obat ini harus diberikan secara hati-hati pada penderita
yang masalah respirasi kronis seperti penyakit paru obstrutif kronis (PPOK). Dari hasil
penelitian, obat ini sering dikaitkan dengan fraktur akibat jatuh pada penderita dengan
usia lanjut dengan pemberian obat dengan kerja yang lama maupun kerja singkat.
2. Non-benzodiazepine
Golongan non-benzodiazepine mempunyai efektifitas yang mirip dengan
benzodiazepine, tetapi mempunyai efek samping yang lebih ringan. Efek samping seperti
distress pernafasan, amnesia, hipotensi ortostatik dan jatuh lebih jarang ditemukan pada
penelitian-penelitian yang telah dilakukan.

Zolpidem merupakan salah satu derivate non-benzodiazepine yang banyak digunakan


untuk pengobatan jangka pendek. Obat ini bekerja pada reseptor selektif α-1 subunit
GABAAreseptor tanpa menimbulkan efek sedasi dan hipnotik tanpa menimbulkan efek
anxiolotik, melemaskan otot dan antikonvulsi yang terdapat pada benzodiazepine. Pada
clinical trial yang dilakukan, obat ini dapat mempercepat onset tidur dan meningkatkan
jumlah waktu tidur dan mengurangi frekuensi terjadinya interupsi sewaktu tidur tanpa
menimbulkan efek rebound dan ketergantungan pada penderita.

14
Zaleplon adalah pilihan lain selain zolpidem, adalah derivat pyrazolopyrimidine. Obat ini
mempunyai waktu kerja yang cepat dan sangat pendek yatu 1 jam. Cara kerjanya sama
seperti zolpidem yaitu pada reseptor subunit α-1 GABAAreseptor. Efektivitasnya sangat
mirip dengan zolpidem, tetapi, pada suatu penelitian, dikatakan obat ini memiliki efek
yang lebih superior berbanding zolpidem. Sering menjadi pilihan utama pada penderita
dengan usia produktif karena masa kerja obat yang sangat pendek sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada sesetengah penelitian, ada menyatakan pilihan
lain seperti eszopiclone dan Ramelteon dimana mempunyai efektifitas yang mirip dengan
zolpidem dan zaleplon.
3. Miscellaneous sleep promoting agent
Obat-obat dari golongan ini dikatakan mampu mempersingkat onset tidur dan
mengurangi frekuensi terbangun saat siklus tidur. Namun keterangan ini masih belum
mempunyai dibuktikan secara signifikan. Melatonin tersedia dalam bentuk sintetik
maupun natural. Melatonin secara alami diproduksi dalam tubuh manusia normal oleh
kelenjar pineal. Melalui penyelidikan, sekresi melatonin meningkat sewaktu onset tidur
dimulai dan mulai menurun saat bangun tidur. Ada penelitian yang menyebut, sekresi
melatonin ini juga terkait intesnsitas cahaya, dimana produksinya meningkat saat hari
mulai gelap dan berkurang saat hari mulai cerah, sesuai siklus tidur manusia. Melatonin
menstimulasi tidur dengan menekan signal bangun tidur pada suprakiasmatik pada
hipotamalamus. Oleh itu, ada juga studi yang menyatakan pemberian melatonin pada
siang hari dapat menimbulkan efek sedasi. Farmakokinetik dari melatonin belum dapat
ditemukan secara pasti karena sangat tergantung pada dosis, penyerapan oleh tubuh,
waktu adminitrasi dan juga bentuk sediaan. Belum ada penelitian tentang efek samping
melatonin, namun dinyatakan pada beberapa penelitian, melatonin menimbulkan pusing,
sakit kepala, lemas dan ketidaknyamanan pada penderita. Dengan pemberian megadose
(300mg/hari), dapat menyebabkan menghambat fungsi ovary. Oleh itu hindari pemberian
melatonin pada perempuan hamil dan yang sedang dalam proses menyusui.

Antihistamin adalah bahan utama dalam obat tidur. dephenydramine citrate,


diphenhydramine hydrochloride, dan docylamine succinate adalah tiga derivate yang

15
telah mendapat persetujuan dari FDA. Efek samping dari obat ini adalah pusing, lemas
dan mengantuk di siang hari ditemukan hampir pada 10-25% penderita yang
mengkonsumsi obat ini. Efikasi dari obat ini dalam penanganan insomnia belum dapat
dipastikan dengan signifikan karena penelitian keterkaitan anti-histamine dengan
penanganan insomnia belum menemukan bukti yang kuat.

Alkohol sering digunakan oleh orang awam dalam menghadapi kesulitan tidur. Data
terkumpul menyatakan 13.3% penderita dari usia 18-45 tahun mengkonsumsi alkohol
untuk mengatasi gangguan tidur, namun ini tidak mempunyai bukti yang nyata. Alkohol
mempunyai efek yang bervariasi terhadap siklus tidur. Alkohol diduga dapat
menyebabkan tidur yang terganggu diengah-tengah siklus tidur dan memperpendek fase
REM. Selain tiu, alkohol dapat menyebabkan ketergantungan, toleran dan penggunaan
yang berlebihan

Antidepresan dengan dosis rendah seperti trazodone, amitriptyline, doxepine, dan


mitrazapine sering digunakan pada penderita insomnia tanpa gejala depresi. Bukti
efektivitas penggunaan antidepresan pada penderita insomnia sangat tidak mencukupi.
Namun, obat ini bisa diberikan karena tidak memberikan efek samping dan harga obat ini
yang sangat murah.

Kava-kava, suatu pengobatan alternative yang diesktrak dari akar pohon Polynesian,
Piper methysticum sp.Ekstrak ini dipercayai mengandungi zat aktif yang mengeksitasi
tingkat selular yang bisa menimulkan efek anxiolitik dan sedatif. Zat ini mempunyai
onset yang cepat dan efek mengantuk di siang hari yang minimal. Namun begitu, zat ini
dilarang di Eropah karena bersifat hepatotoksik.

Valerian berasal dari Valeriana officinalis yang bisa memberi efek sedatif, tetapi
mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti. Dipercayai, zat ini bereaksi pada
reseptor GABA. Ia mempunyai onset kerja yang sangat lambat (2-3 minggu) sehinga
tidak sesuai diberikan pada penderita insomnia akut. Efek samping yang ditimbulkan
tidak jelas dan efektifitas zat ini belum dapat dibuktikan secara pasti.

16
Aromaterapi membantu dalam menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif untuk
penderita. Aromaterapi yang sering digunakan adalah ekstrak lavender, chamomile dan
ylang-ylang, namun belum ada data yang mendukung terapi menggunakan metode
aromaterapi.

2.4.3. Terapi Non-farmakologis


Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan pada insomnia tipe primer maupun
sekunder. Banyak peneliti menyarankan terapi tanpa medikamentosa pada penderita
insomnia karena tidak memberikan efek samping dan juga memberi kebebasan kepada
dokter dan penderita untuk menerapkan terapi sesuai keadaan penderita. Terapi tipe ini
sangat memerlukan kepatuhan dan kerjasama penderita dalam mengikuti segala nasehat
yang diberikan oleh dokter. Terdapat beberapa pilihan yang bisa diterapkan seperti yang
dibahas di bawah ini :
1. Stimulus Control
Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset tidur dengan
tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat dipercepat. Malah dalam
suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada penderita insomnia dapat meningkat
30-40 menit. Metode ini sangat tergantung kepada kepatuhan dan motivasi penderita
itu sendiri dalam menjalankan metode ini, seperti :
 Hanya berada ditempat tidur apabila penderita benar-benar kelelahan atau tiba
waktu tidur
 Hanya gunakan tempat tidur untuk tidur atau berhungan sexual. Membaca,
menonton TV, membuat kerja tidak boleh dilakukan di tempat tidur
 Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk kembali
jika penderita sudah merasa ingin tidur kembali
 Bangun pada waktu yang telah ditetapkan setiap pagi
 Hindari tidur di siang hari
2. Sleep Restriction
Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur hanya waktu
tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan dapat

17
meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini dilakukan dengan alasan,
berada di tempat tidur terlalu lama bisa menyebabkan kualitas tidur terganggu dan
terbangun saat tidur. Metode ini memerlukan waktu yang lebih pendek untuk
diterapkan pada penderita berbanding metode lain, namun sangat susah untuk
memastikan penderita patuh terhadap instruksi yang diberikan. Protocol sleep
restriction seperti di bawah :
 Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan melalui
catatan waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita sekurang-kurangnya 2
minggu
 Batasi jam tidur berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur
 Estimasi tidur yang efisien setiap minggu dengan menggunakan rumus
(jumlah jam tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100)
 Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika efisiensi tidurr > 90%, sebaliknya
kurangi 15-20 menit jika < 80%, atau pertahankan jumlah jam tidur jika
efisiensi tidur 80-90%
 Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang
dilakukan
 Jangan tidur kurang dari 5 jam
 Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam
 Pada usia lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur
kurang dari 75%
3. Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup dan
lingkungan penderita dalam rangka meningkatakan kualitas tidur penderita itu sendiri.

Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe primer. Pada suatu
studi mendapatkan, seseorang dengan kualitas buruk biasanya mempunyai kebiasan
sleep hygiene yang buruk. Penelitian lain menyatakan, seseorang dengan sleep
hygiene yang baik, bangun di pagi hari dalam suasana yang lebih bersemangat dan
ceria. Terkadang, penderita sering memikirkan dan membawa masalah-masalah
ditempat kerja, ekonomi, hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat tidur,

18
sehingga mengganggu tidur mereka. Terdapat beberapa hal yang perlu dihindari dan
dilakukan penderita untuk menerapkan sleep hygiene yang baik, seperti dibawah :
 Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum tidur
 Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang, suhu
ruangan yang terlalu dingin atau panas
 Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik
 Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman dengan penderita
 Hindari makanan dalam jumlah yang banyak sebelum tidur
 Elakkan membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur sewaktu di tempat
tidur
 Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu), dan hindari melakukan aktivitas
yang berat sebelum tidur
4. Cognitive Therapy
Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk mengubah pola
pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan akibat insomnia.
Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak tidur dan ketakutan yang
berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit tidur. untuk mengatasi hal itu, mereka
lebih sering tidur di siang hari dengan tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang
tidak efisien di malam hari. Namun itu salah, malah memperburuk status insomnia
mereka. Pada studi yang terbaru, menyatakan cognitive therapy dapat mengurangi
onset tidur sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat
bermanfaat pada penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai efektifitas yang
sama dengan pengobatan dengan medikamentosa.

2.5 Pertahanan Mekanisme Koping/ Meknisme Ego

2.5.1 Definisi Mekanisme Koping


Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang di tujukan untuk penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego
yang di gunakan untuk melindungi diri (Gail. W. Stuart, 2006)
Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan oleh individu dalam
menyelesaiakan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan, respon terhadap situasi

19
yang mengancam. Upaya individu ini dapat berupa kognitif , perubahan perilaku dan
perubahan lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan stress yang dihadapi.
Kemampuan koping diperlukan manusia untuk mampu bertahan hidup di lingkungannya
yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan pemecahan masalah dimana
seseorang menggunakannya untuk mengelola kondisi stress. Dengan adanya penyebab
stress / stressor maka orang akan sadar dan tidak sadar untuk bereaksi untuk mengatasi
masalah tersebut. Dalam keperawatan konsep koping sangat perlu karena semua pasien
mengalami stress, sehingga sangat perlu kemampuan untuk mengatasinya dan
kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stress yang merupakan faktor penentu yang
terpenting dalam kesejahteraan manusia ( Keliat, 2007)
Mekanisme koping merupakan perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan
psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan seseorang
untuk membantu melindungi terhadap perasaan yang tidak berdaya dan ansietas, kadang
mekanisme pertahanan diri menyimpang dan tidak lagi mampu untuk membantu
seseorang seseorang dalam menghadapi stressor. (Patricia & Anne Griffin, 2005)
Koping adalah semua aktivitas kognitif dan motorik yang di lakukan ole orang sakit
untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi tubuh yang
rusak dan membatasi kerusakan yang tidak bisa di pulihkan.( Z.J.Lpowski. 2011)

2.5.2 Macam-Macam Koping


Koping dapat diidentifikasi melalui respon manifestai ( tanda dan gejala) koping
dapat dikaji melalui beberapa aspek yaitu fisiologis dan psikologis (Kelliat, 2007) koping
yang efektif menghasilkan adaptif sedangkan yang tidak efektif menyebabkan maladaptif.

1. Fisiologis
Manifestasi stress pada aspek fisik bergantung pada:
a) Persepsi/ penerimaan individu pada stress
b) Keefektifan pada strategi koping

2. Psikologis
Dalam aspek ini di bagi menjadi dua yaitu cara penyesuaian yang berorientasi pada
tugas dan berorientasi pada pembelaan ego

20
a) Cara penyesuaian yang berorientasi pada tugas: Cara penyesuaian ini bertujuan
menghadapi tuntutan secara sadar, realistic, obyektif, rasional. Cara ini mungkin terbuka
atupun mungkin terselubung dan dapat berupa:
 Serangan atau menghadapi tuntutan secara frontal
 Penarikan diri atau tidak tahu akan hal itu
 Kompromi
Umpamanya bila seseorang gagal dalam suatu usaha, maka mungkin ia akan bekerja
lebih keras(serangan) atau menghadapinya secara terang terangan ataupun menarik diri
dan tidak mau berusaha lagi(penarikan diri) atau mengurangi keinginannya lalu memilih
jalan tengah (kompromi)

b) Cara penyesuaian yang berorientasi pada pembelaan ego atau pembelaan diri.
Sering disebut mekanisme pertahanan mental. Reaksi ini berguna untuk melindung diri
yang merupakan garis pertahanan jiwa pertama.

2.5.3 Jenis Koping


Lazarus membagi koping menjadi dua jenis, yaitu:
1. Tindakan langsung (Direct Action) koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku
yang dijalankan oleh individu untuk mengatasi kesakitan dan luka. Ancaman atau
tantangan dengan cara mengubah hubungan yang bermasalah dengan lingkungan.
Individu menjalankan koping jenis direct action atau tindakan langsung bila dia
melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang di alami.
Ada empat macam koping jenis tindakan langsung:
a) Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka
Individu melakukan langkah aktif dan antisipatif (beraksi) untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri secara langsung pada
keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan bahaya
tersebut.
b) Agresi
Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen
yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu

21
merasa atau menilai dirinya lebih kuat atau berkuasa terhadap agen yang
mengancam tersebut.
c) Penghidaran (Avoidance)
Tindakan ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan
berbahaya sehingga individu memilh cara menghindari atau melarikan diri dari
situasi yang mengancam tersebut
d) Apati
Jenis koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan
cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja agen
yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa untuk melawan ataupun melarikan diri
dari situasi yang mengancam tersebut.

2. Peredaan atau Peringanan (pallitation) koping jenis ini mengacu pada


mengurangi atau menghilangkan atau mentoleransi tekanan-tekanan kebeutuhan
atau fisik, motorik atau gambaran afeksi dari tekanan emosi yang dibangkitkan oleh
lingkungan yang bermasalah. Atau bisa di artikan bahwa bila individu menggunakan
koping jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah, yang berubah
adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau reaksi emosinya.

Ada 2 macam koping jenis peredaan atau pallitation:


a) Diarahkan pada gejala (Symptom Directed Modes)
Macam koping ini digunakan bila gejala-gejala gangguan muncul dari diri
individu, kemudian individu melakukan tindakan dengan cara mengurangi
gangguan yang berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan
atau ancaman tersebut.
b) Cara Intrapsikis ( Intrapsykis Modes)
Koping jenis ini peredaan dengan cara intra psikis adalah cara-cara yang
menggunakan perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal
dengan istilah defense mechanism ( mekanisme pertahanan diri)
tor.

22
2.5.4 Macam-Macam Mekanisme Pertahanan Diri (Defense Mechanism atau
Pembelaan Ego)
1. Fantasi: Memuaskan keinginan yang terhalang dengan prestasi dan khayalan.
2. Penyangkalan: Melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan,
dengan menolak menghadapi hal itu, sering dengan melarikan diri seperti menjadi
sakit atau kesibukan dengan hal-hal lain.
3. Rasionalisasi: Berusaha membuktikan bahwa perilakunya itu masuk akal dan dapat
dibenarkan sehingga dapat di setujui oleh diri sendiri dan masyarakat.
4. Identifikasi: Menambah rasa harga diri, dengan menyamakan dirinya dengan orang
atau institusi yang mempunyai nama
5. Introyeksi: Menyatukan nilai dan norma luar dengan sturktur egonya sehingga
individu tidak tergantung pada belas kasihan, hal-hal itu yang dirasakn sebagai
ancaman luar.
6. Represi: Mencegah pikiran yang menyakitkan atau berbahaya masuk ke alam sadar.
7. Regresi : Mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah, dengan respon yang
kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang.
8. Proyeksi: menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik.
9. Penyusunan reaksi: Mencegah keinginan yang berbahaya, bila di ekspresikan dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan.
10. Sublimasi: Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan sexual dalam kegiatan
non sexual
11. Kompensasi: Menutupi kelemahan, dengan menonjolkan sifat yang dinginkan atau
pemuasan secara berlebihan dalam suatu bidang karena mengalami frustasi dalam
bidang lain.
12. Salah pindah: Melepaskan perasaan yang terkekang, biasanya permusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan emosi
itu.
13. Pelepasan: Menebus dan dengan demikian meniadakan keinginan atau tindakan yang
tak bermoral.

23
14. Penyekatan emosional: Mengurangi keterlibatan ego dan menarik diri menjadi pasif
untuk melindungi diri sendiri dari kesakitan.
15. Isolasi: memutuskan pelepasan afektif karena keadaan yang menyakitkan atau
memisahkan sikap-sikap yang bertentangan, dengan tembok-tembok yang tahan
logika.
16. Simpatisme: berusaha memperoleh simpati dari orang lain dan demikian menyokong
rasa harga diri, meskipu gagal.
17. Pemeranan: Menurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh keinginan yang terlarang,
dengan membiarkan ekspresinya. (W.F.Maramis, 2005)

Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa disadari dan bersifat
membohongi diri sendiri terhadap realita yang ada, baik realita yang ada diluar (fakta atau
kebenaran) maupun realita yang ada di dalam ( dorongan atau impuls atau nafsu).
Mekanisme pertahanan bersifat menyaring realita yang ada sehingga individu
bersangkutan tidak bisa memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini
membuat sebagian besar ahli menyatakan koping jenis mekanisme pertahanan diri
merupakan yang tidak sehat kecuali sublimasi.

Mekanisme pertahanan tidak dapat disadari, akan dapat disadari melalui refleksi
diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bisa mengetahui jenis meekanisme
pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantikannya dengan koping
yang lebih konstruktif.

2.5.5 Jenis-Jenis Koping yang Konstruktif atau yang Sehat


Harber & Runyon (1984) yang di kutip dalam siswanto menyebutkan jenis-jenis
koping yang di anggap konstruktif, yaitu:
1. Penalaran (Reasioning)
Yaitu pengguanaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai
macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilh salah satu alternative
yang di anggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan
berbagai informasi yang relevanberkaitan dengan persoalan yang di hadapi,
kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilh alternatif

24
yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan
yang di peroleh paling besar.
2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara-antara komponen emosional dal
logis dalam pemikiran, penalaran, maupun tingkah laku. Kemampuan untuk
melakukan koping jenis ini masyarakat individu yang bersangkutan memiliki
kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilah dan
membuat keputusan yang tidak semata di dasari oleh pengaruh emosi.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada pesoalan
yang sedang di hadapi.
4. Humor
Yaitu kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang
dihadapi, sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak
terasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor. Humor memungkinkan
individu yang bersangkutan untuk memandang persoalan dari sudut manusiawinya,
sehingga persoalan di artikan secara baru, yaitu sebagai persoalan yang biasa, wajar
dan dialami oleh orang lain juga.
5. Supresi
Yaitu kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi
yang ada sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan
reaksi yang lebih konstruktif. Koping supresi juga mengandaikan individu memililki
kemampuan untuk mengelola emosi sehingga pada saat tekanan muncul , pikiran
sadarnya tetap bisa melakukan control secara baik
6. Ambiguitas
Yaitu kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan
yang bersifat tidak jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang bagi
ketidakjealasan tersebut. Kemampuan melakukan toleransi mengandaikan individu
sudah memiliki perspektif hidup yang matang, luas dan memeiliki rasa aman yang
cukup.
7. Empati

25
Yaitu kemampuan untuk melihat sesuatau dari pandangan orang lain.
Kemampuan empati ini memungkinkan individu mampu memperluas dirinya dan
mengahayati perspektif pengalaman orang lain sehingga individu yang bersangkutan
menjadi semakin kaya dalam kehidupan batinnya.

APA (1994) yang menerbitkan DSM-IV juga menyebutkan sejumlah koping yang
sehat merupakan bentuk penyesuaian diri yang paling tinggi dan paling baik
dibandingkan dengan jenis koping lainnya. Maka jenis koping yang sehat lainnya adalah:
1. Antisipasi
Antisipasi merupakan berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk
menerima suatu perangsang. Ketika individu berhadap dengan konflik – konflik
emosional atau pemicu stress baik dari dalam maupun dari luar, dia mampu
mengantisipasi akibat dari konflik atau stress tersebut dengan cara menyediakan
alternatif respon atau solusi yang paling sesuai.
2. Afiliasi
Afiliasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu
dengan orang lain dan bersahabat dengan mereka. Dia mampu mencari sumber-
sumber dari orang lain dan mendapatkan dukungan dan pertolongan.
3. Altruisme
Merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan kepentingan
orang lain.
4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress
dengan cara mengekspresikan perasaan dan pikiran secara langsung tetapi dengan
cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.
5. Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan
pengujian secara objektif peroses – peroses kesadaran sendiri atau mengadakan
pengamatan terhadap tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan setrusnya untuk
mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin dalam.

26
2.5.6 Sumber Koping
Menurut Wiscar dan Sandra Sumber koping terdiri menjadi 2 faktor. Faktor dari
dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal).
1. Faktor dari dalam meliputi : umur dimana semakin tinggi umur koping individu
semakin baik, kesehatan dan energi , system kepercayaan termasuk kepercayan
ekstensial (iman, kepercayaan, agama) komitmen atau tujuan hidup, pengalaman
masa lalu, tingkat pengetahuan atau pendidikan semakin tinggi individu mudah untuk
mencari informasi, jenis kelamin perempuan lebih sensitive dari laki-laki, perasaan
seseorang seperti harga diri, control dan kemahiran, keterampilan, pemecahan
masalah. Teknik pertahanan, motivasi.
2. Faktor dari luar meliputi: dukungan sosial, sumber material atau pekerjaan, pengaruh
dari orang lain, media massa. Dukungan sosial sebagai rasa memiliki informasi
terhadap seseorang atu lebih dengan tiga ktegori yaitu dukungan emosi dimana
seseorang merasa dicintai, dukungan harga diri dimana mendapat pengakuan dari
orang lain akan kemampuan yang dimiliki, perasaan memiliki dalam sebuah
kelompok.

2.5.7 Penggolongan Mekanisme Koping


Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan
Sundeen, 1995), yaitu:
1. Mekanisme Koping Adaptif
1. Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan
mencapai tujuan. Adaptif, jika memenuhi keriteria sebagai berikut:
a) Masih mengontrol emosi pada dirinya dengan cara berbicara pada orang lain
b) Melakukan aktifitas yang kontruktif
c) Memiliki persepsi yang luas
d) Dapat menerima dukungan dari orang lain
e) Dapat memecahkan masalah secara efektif

2. Mekanisme Koping Maladaptif

27
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Karakteristiknya
meliputi :
a) Perilaku cenderung merusak
b) Melakukan aktifitas yang kurang sehat seperti obat-obatan dan alkohol.
c) Tidak mampu berfikir apa-apa atudisorientasi
d) Perilaku cenderung menghindar atau menarik diri
e) Tidak mampu menyelesaikan masalah. (Stuart & Sudden, 2008)

2.5.8 Strategi Koping


Para ahli menggolongkan dua strategi koping yang biasanya di gunakan oleh
individu:
1. Problem-solving focused coping
Dimana individu secara aktif mencari penyelesaian masalah untuk menghilangkan
kondisi atau situasi yang menimbulkan stress.
2. Emotion-focused coping
Dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangaka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan di timbulkan suatu kondisi dari suatu
tekanan.

2.5.9 Faktor yang Mempengaruhi Koping


Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber
daya individu, yaitu:
1. Kesehatan fisik
Merupakan hal yang penting karena dalam hal mengatasi stress individu dituntut
menggunakan energy yang lebih besar.
2. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting yang akan
mengarahkan individu pada ketidak berdayaan yang akan menurunkan kemampuan
strategi koping.
3. Keterampilan memecahkan masalah

28
Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,
mengidentifikasi masalah, dengan tujuan untuk alternative tindakan.
4. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan berkomunikasi dan bertingkah laku sesuai
norma sosial di masyarakat
5. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional serta
pengaruh dari orang lain( teman, keluarga, guru, petugas kesehatan, dll)
6. Materi atau Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan sesorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
7. Umur
Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
umur akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperoleh semakin membaik
8. Jenis kelamin
Bahwa jenis kelamin adalah faktor penting dalam perkembangan koping seseorang.
9. Pendidikan
Bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju
kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pada umumnya makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
(ahyarwahyudi,2010)

2.5.10 Metode Koping


Ada dua metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah
psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell, 1977 yang di kutip Rasmun, dua metode
tersebu antara lain:
1. Metode koping jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara
efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang
lama.
Contohnya adalah:

29
a) Berbicara dengan orang lain”curhat” (curah pendapat dari hati ke hati) dengan
teman, keluarga, atau profesi tentang masalah yang di hadapi.
b) Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang di hadapi.
c) Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan
supranatural.
d) Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan atau masalah.
e) Membuat berbagai alternatif tindakan atau untuk mengurangi situasi
f) Mengambil pelajaran dan peristiwa atau pengalaman masa lalu.
2. Metode jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress atau ketegangan
psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif untuk di
gunakan dalam jangka panjang.
Contohnya adalah:
a) Menggunakan alcohol atau obat
b) Melamun atau fantasi
c) Mencoba melihat asoek humor dari situasi yang tidak menyenangkan
d) Tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil.
e) Banyak tidur
f) Banyak merokok
g) Menangis
h) Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah. (Rasmun,2004)

2.5.11 Mekanisme Koping


Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan
disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis
mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Prabowo,
2014).
a. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada
seseorang yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat fakta-
fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan, pengharapan, dan

30
pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seorang hidup dalam dunia ilusifnya
sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari
cengkeramannya.

Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau “efek bumerang” sangat
mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup dalam denial tentu saja sangat ridak
berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan juga membuat banyak orang lain
tidak berbahagia (Prabowo, 2014).

b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara
pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang
mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-hal
yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan mekanisme ini kita
akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014).

c. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi, manusia dapat
mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan, dan memberikan
kesempatan untuk meninjau permasalahan secara objektif (Prabowo, 2014).

d. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur kembali
ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014).

e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah. Mekanisme
dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau diasingkan dari
kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek dan emosi terpisah, dan
terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif amnesia (Prabowo, 2014).

f. Supresi

31
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebenarnya
merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi dengan represi yaitu
pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan
memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap
kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang
dibuatnya (Prabowo, 2014).

g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya,
kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan Holladay (1967) berpendapat
bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri tanggung jawab kita
terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain
dan tidak pada kepribadian diri sendiri (Prabowo, 2014).

32
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari tulisan ini diperoleh kesimpulan bahwa sifat-sifat buruk yang mengakibatkan pada
gangguan kesehatan jiwa yang menerpa kehidupan masyarakat modern saat ini adalah
merupakan akibat dari kurangnya kontrol diri terhadap sifat-sifat lahiriahnya untuk
mendapatkan kepuasan diri.

Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan atau penyakit
mental, terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya, adanya kemampuan yang
dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan dirinya, adanya kemampuan yang dimiliki untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan
ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan
bahagia di akhirat.

Selain pendekatan dengan berbagai terapi seperti terapi perubahan mood terapi kesulitan
tidur juga mempunyai terapi untuk mengatasi gangguan kejiwaan yang terdapat dalam kitab
Al-Quran. Solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan mental adalah
denganmengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, keehatan mental adalah
dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental
seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri dengan
lingkungannya, mampuu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya.

33
DAFTAR PUSTAKA

 Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Bhakti
Husada.
 Djuanda, Adhi. 2008 (Ed. 5. Cet. 3). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Penerbit FK
Universitas Indonesia
 Gail W. Stuart. 2006. (Ed. 5.Cet 1). Buku Saku Keperawatan jiwa. Jakarta : EGC
 Rasmun, 2004. Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta.
 Siswanto.2004 Kesehatan Mental, konsep, cakupan dan perkembangannya. CV. Andi
Offeset, Yogyakarta
 Halgin, P. Richard, Whitbourne, K. Susan, (2010) Psikologi Abnormal : perspektif klinis
pada gangguan psikologis, edisi 6. Jakarta: Salemba humanika.
 Karl D. The Epidemiology and Diagnosis of Insomnia, AMJ. 2006 ;12 : 14-220
 Kumar B, Carlos R, Nancy FS. Advances in Treating insomnia. Cleveland Clinic Journal of
Medicine. April : 2007; Vol 74 : 251-265
 R.George L, Cynthia G. Nonpharmacologic Approaches to the Management on Insomnia.
JAOA. Nov : 2010; Vol 110: 695-700
 Durand, V. Mark, 2007, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
 Kring, Johnson, Davison, & Neale. (2009). Abnormal psychology. Eleventh edition.
Berkeley: John Wiley & Sons

34

You might also like