You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran
dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa
pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun
dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut
lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-
tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden stroke meningkat
secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria
dibanding wanita.
Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat
tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak,
akibat kecelakaan serta karena proses degenerative system saraf tampaknya sedang
merambah naik di Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal
ini.
Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi dan
perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasrat
mereka untuk terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam
perjuangan tersebut, benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak pernah dipikirkan
efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat
sehingga semakin banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan
kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami
oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling penting bagi semua
jenis stroke.
B. Tujuan
1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia dengan
Stroke dan mengetahui konsep dasar medis stroke.
2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien lansia dengan stroke.
b. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
lansia dengan stroke.
c. Mahasiswa mengetahui intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang didapat pada klien lansia dengan stroke.
d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien lansia
dengan stroke.
e. Mahasiawa mengetahui evaluasi pada pasien lansia dengan stroke.
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP PERAWATAN GERONTIK


1. Pengertian
Gerontologia berasa dari kata Geros = usia lanjut dan Logos = ilmu. Jadi
gerontologi adalah ilmu yang mempelajari sacara khusus mengenai faktor-faktor yang
menyangkut lanjut usia.
Gerontologi adalah suatu cabang ilmu mempelajari tentang penyakit atau
kecacatan yang terjadi pada lanjut usia. Geriatrik baru berkembang pada abab ke 20. Ilmu
kesehatan lanjut usia tersebut mengesahkan masa tua yang berbahagia dan masa tua yang
berguna sehingga mereka tidak menjadi beban dari masyarakat yang makin dirasakan
oleh kelompok dewasa yang belum lanjut. Gerontik berasal dari kata gerontologi dan
geriatrik. Sedangkan keperawatan geriatrik adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan gerontik yang berbentuk
biopsikososialkultural dan spiritual yang komperhensif, dialanjutkan pada klien lanjut
usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok/panti ataupun
masyarakat. (Juniati Shar, 2002)

2. Tujuan Geriatrik
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada taraf yang setinggi-
tingginya sehinga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan mental
c. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu.
d. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
e. Bagi para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah
sampai pada stadium terminal, untuk memberikan bantuan yang simpatik dan
perawatan dengan penuh pengertian.
3. Aspek-askep Geriatrik
Menurut kongres di WINA tahun 1983 telah membaca laporan dari sekertariat Jendral
PBB yang disepakati tenatng aspek geriatrik yang penting yakni :
a. Aspek Biologis
Ini mencangkup perubahan-perubahan anatomi dan fisiologi sel, jaringan dan
organ.
Perubahan autonomic dalam sel meliputi :
- Mengurangnya Parenchym
- Ketidakteraturannya besarnya sel
- Ketidakteraturannya jumlah sel
Khususnya bagi sel-sel saraf (ganglion) terdapat :
- Pengurangan butir nissl
- Pengurangan crometin
- Penambahan pygment lifopuscin
- Vakuolisasi proto plasma sel
- Pengurangan organel-arrganel
- Pengurangan mitochondria
Didalam struktur ekstraseluler terdapat jaringan pengikat yang mengeras yang
mengakibatkan hambatan dalam sirkulasi dan nutrisi. Pengurangan alat-alat mikro
dalam dan adanya lipofusin antara lain mengurangi kadar ribonukleoprotein yang
menjadi pusat dari metabolisme sel.
b. Aspek Psikologis
Sindrom kehilangan salah satu fungsi keinginan seperti :
- Ingin panjang umur
- Ingin menghemat tenaga
- Ingin tetap berperan sosial
- Ingin mempertahannkan hak dan hartanya
- Ingin tetap berwibawa
- Ingin meninggal secara hormat
- Ingin masuk sorga
Adalah gejala multikompleks dari proses lanjut usia. Keadaan ini dapat di
tekankan dengan pembekalan agama, peraturan kerja atau pendekatan pada segi
mental.
c. Holistik
Dimana lansia memiliki kebutuhan yang utuh baik bi-spiko-sosial dan spiritual
yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya.

4. Lingkup Asuhan Keperawatan Gerontik


a. Pencegahan ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan
b. Perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lanjut usia akibat proses penuaan
c. Pemulihan untuk mengatasi keterbatasan lanjut usia

5. Peran dan Fungsi Perawat Gerontik


a. Sebagai care giver atau pemberi asuhan secara langsung
b. Sebagai pendidik lansia keluarga dan masyarakat
c. Sebagai motivator dan inovator bagi lansia
d. Sebagai advokator bagi lansia
e. Sebagai koncelor bagi lansia

II. MITOS-MITOS LANJUT USIA DAN KENYATAANNYA


1. Mitos Kedamaian dan Ketenangan
Lanjut usai dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahmya dimasa muda dan
dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil
dilewati.
Kenyataan :
a. Sering ditemui stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan
karena penyakit.
b. Depresi
c. Kekhawatiran
d. Paranoid
e. Masalah spikotik

2. Mitos Konservatisme dan Kemunduran


Pandangan bahwa lanjut usia umumnya :
a. Konservatif
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi kemasa silam
e. Merindukan masa lalu
f. Kembali ke masa kanak-kanak
g. Susah berubah
h. Keras kepala
i. Cerewet
Kenyataan :
Tidak semua lanjut usia bersikap dan berfikiran demikian.

3. Mitos Berpenyakitan
Lanjut usia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai berbagai penderita
akibat bermacam penyakit yang menyertai proses menua. (lanjut usia merupaka masa
berpenyakitan dan kemunduran)
Kenyataan :
a. Memang proses penuaan disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh dan
metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit
b. Tetapi banyak penyakit yang masa sekarang dapat dikontrol dan diobati

4. Masa Senilitas
Lanujt usai dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak
(banyak yang tetap segar dan sehat). Banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap
perubahan daya ingat.

5. Mitos Tidak Jatuh Cinta


Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta dan gairah pada lawan jenis tidak ada.
Kenyataan :
Perasaan dan emosi seseorang berubah sepanjang masa. Perasaan cinta tidak berhenti
hanya karna menjadi lanjut usia.

6. Mitos Aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lanjut usia, hubungan seks itu menurun, minat, dorongan,
gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang.
Kenyataan :
Menunjukkan bahwa kehidupan seks pada lanjt usia normal saja. Memang frekuensi
hubungan seksual menurun, sejalan dengan meningkatnya usia tetapi masi tetap tinggi.

7. Mitos Ketidakproduktifan
Lanjut usia dipandang sebagai usia yang tidak produktif.
Kenyataan :
Tidak demikian, banyak lanjut usia yang mencapai kematangan, kemantapan dan
produktivitas mental dan meterial.

III. PERUBAHAN MENTAL PADA LANSIA


Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1. Perubahan fisik terutama organ-organ perasan
2. Kesehatan umum
3. Tidak pendidikan
4. Keturunan (hereditar)
5. Lingkungan
Perubahan kepribadian yang drastis, jarang terjadi. Lebih sering berupa ungkapan yang
tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin karena faktor-faktor lain seperti
penyakit.
Kenangan (Memory)
a. Kenangan jangka panjang berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup
beberapa perubahan.
b. Kenangan jangka pendek 0-10 menit adalah kenangan buruk
IQ (Intellegentia Quation)
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
b. Berkurangnya penampila, persepsi dan keterampilan.

IV. STROKE atau CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)


1. Pengertian Stroke
Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan
Suddarth, 2002 : hal. 2131 ).
Stroke adalah deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal
otak yang terkena (WHO, 1989).
Stroke atau cedera serebrovaskuler attack ( CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and
Suddarth, 2001). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau menimbulkan kematian dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

2. Etiologi
a. Trombosis (penyakit trombo – oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan
perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang
merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi.
Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing,
perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum
trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis
berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh
darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada
pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek
dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik
tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut.
Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh
darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan
membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu
akan tersumbat dengan sempurna.
b. Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endocarditis
infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal,
adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteriserebral
tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
Embolisme sereberal termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke.
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis.
Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga
masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.
Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa
sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami
embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang
sempit. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi
media, terutama bagian atas.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Perdarahan serebral.
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO
(Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus
penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi.
Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan
mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan
dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim–enzim akan terjadi
proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua
jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler–kapiler baru sehingga
terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut–serabut
astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan
dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering
terdapat lebih dari satu aneurisme.
Perdarahan serebral termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus
gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar duramater
(hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragik subdural),
diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi otak
(hemoragi intraserebral).
1. Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan
robekan arteri dengan arteri meningea lain.
2. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama
dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan
vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi
jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
3. Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi dan
malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi
tempat aneurisma.
4. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun,
hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena,
hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu,
adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan
berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya
awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas
defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi
mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

3. Patofisiologi
a. Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus
yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri
tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologist fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh
darah oleh emboli.
b. Stroke Hemoragik.
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,
spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan
aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

4. Manisfestasi Klinis
1. Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian konteks atau pada
traktus piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan akan
meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan mengalami hemiplegia. Hal ini disebabkan
oleh karena serabut saraf bersilang pada traktus piramidal dari otak menuju ke
sumsum tulang belakang, demikian juga pada area kortikal yang lain yang dapat
menyebabkan menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.Otot-otot thoraks dan
abdomen biasanya tidak mengalami paralisis sebab dihubungkan kedua hemisper
otak. Apabila otot voluntary mengalami gangguan maka tidak terjadi
keseimbangan antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga menyebabkan
terjadinya deformitas yang serius.
2. Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau menginterpretasikan simbol-
simbol dasn bahasa. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada korteks
serebral. Gangguan pada semua aspek berbahasa seperti bercakap, membaca,
menulis dan memahami bahasa yangdiucapkan. Dikenal dua macam aphasia ,
yaitu aphasia sensorik yang berhubungan dengan pemahaman bahasa, dan aphasia
motorik yang berhubungan dengan produk bercakap-cakap. Aphasia sensorik
termasuk kehilangan kemampuan pemahaman menulis, menciptakan atau
mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami apa yang
dibicarakan. Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi simbolik yang
berhubungan dengan suara. Aphasia motorik, dimana klien dapat memahami kata-
kata, tetapi tidak dapat menguraikan dengan kata-kata.Aphasia disebabkan oleh
adanya lesi patologis yang berhubungan dengan lokasi tertentu pada korteks.
Penyebab utamanya adalah gangguan suplai darah ke otak terutama yang
berhubungan dengan pembuluh darah. Middle cerebral artery.
3. Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh yang
mengalami gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya berjalan,
berbicara, berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis tidak dapat
dikoordinasikan.
4. Visual Change : Adanya lesi pada lobus parietal dan temporal sebagai akibat
perdarahan intraserebral karena terjadinya ruptur dari arterisclerosis atau
hipertsnsi pembuluh darah. Lesi pada bagian otak akan meyebabkan kerusakan
bagian yang berlawanan pada penglihatan. Penurunan kemampuan penglihatan
sering berhubungan dengan hemiplegia.
5. Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan, taktil,
atau informasi sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek. Agnosia bisa
visual, pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama dengan kebutaan, tuli atau
kehilangan rasa. Kehilangan sensasi misalnya tidak sadar pada posisi lengan,
tidak merasakan adanya bagian tubuh tertentu. Klien dengan agnosia penglihatan,
dia melihat objek tetapi tidak mengenal atau atau tidak dapat memberi arti pada
objek.
6. Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan
berbicara. Klien mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak
ada gangguan dalam tata bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata. Klien dapat
berkomunikasi secara verbal walaupun mengalami angguan, membaca atau
menulis. Kondisi ini disebabkan akibat disfungsi saraf kranial menyebabkan
kelemahan atau paralisis otot sekitar bibir, lidah dan larynx.
7. Kinesthesia : gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh, berupa :
1. Hemianesthesia : Kehilangan asensasi.
2. Paresthesia: Kehilangan sensasi pada otot sendi.
3. Inkontinen : Inkontinen urin dan defekasi dapat terjadi, sebagai akibat :
4. kurangnya perhatian.
5. kehilangan memori.
6. faktor emosi.
7. tidak mampu berkomunikasi.
8. Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas
serta overstreching otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat serta kehilangan
ROM (range of motion).
9. Horner’s Syndrome : paralisis saraf simpatis pada bagian mata menyebabkan
tenggelamnya bola mata sebagai akibat ptosis kelopak mata atas dan
peningkatan kelopak mata bawah, konstriksi pupil, dan berkurangnya air
mata.
10. Gangguan emosional ; setelah menderita stroke mengakibatkan emosi klien
labil, kebingungan, gangguan memori dan frustrasi : social withdrawal
terutama aphasia, gangguan perilaku seksual, regresi, dan marah.
Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai
1) Gangguan fungsi neuromotorik : Penurunan fungsi motorik sangat sering
dijumpai pada pasien stroke. Masalah yang berhubungan dengan fungsi
neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi pernafasan, fungsi menelan dan bicara,
refleks muntah dan kemampuan rawat diri. Terjadinya hal tersebut sebagai
akibat adanya kerusakan saraf motorik pada jalur pramidal ( serabut saraf
dari otak dan melalui sumsum tulang belakang menuju ke sel motorik).
Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan kemampuan gerakan
voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan, gangguan tonus otot, dan
gangguan refleks.Oleh karena jalur paramidal bersilang pada tingkat medulla,
sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu sisi pada otak akan mempengaruhi
fungsi motorik pada sisi berlawanan (contralateral). Lengan dan tungkai akan
mengalami kelemahan. Apabila gangguan pada middle cerebral artery, maka
kelemahan pada ekstremitas atas lebih keras daripada ekstremitas bawah.
2) Gangguan komunikasi : Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan
berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan dan
pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata. Pasien dapat mengalami
aphasia (kehilangan secara total kemampuan pemahaman dan penggunaan
berbahasa). Dysphasia diartikanadanya disfungsi sehubungan
dengan kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa. Dysphasia dapat
diklasifikasikan berupa Nonfluent ( berkurangnya aktifitas berbicara dengan
bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara, tetapi hanya mengadung
sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang hebat akan
menyebabkan terjadinya global aphasia, dimana semua fungsi komunikasi
dan penerimaan menjadi hilang. Stroke pada area Wernicke pada otak akan
menunjukkan gejala aphasia receptive dimana tidak terdengar suara atau
sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke akan menyebabkan hambatan
pemahaman baik dalam berbicara maupun bahasa tulisan. Stroke yang
berhubungan dengan area Broca pada otak akan menyebabkan expressive
phasia (kesulitan dalam berbicara dan menulis). Banyak juga stroke
menyebabkan dyssarthria yaitu gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien
mengalami hambatan dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara.
Kadang-kadang ada pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan
dysarthria.
3) Emosi/perasaan : Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat
mengontrol perasaannya. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya
perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi motorik. Pasien akan
mengalami depresi dan frustrasi sehubungan dengan masalah mobilitas
dan dan komunikasi. Misalnya pada saat waktu makan pasien menangis
karena mengalami kesulitan memasukkan makanan kedalam mulutnya,
kehilangan kemampuan mengunyah dan menelan.
4) Gangguan fungsi intelektual : Daya ingat dan kemampuan pengambilan
keputusan dapat mengalami gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada otak
kiri menyebabkan masalah gangguan ingatan sehubungan dengan berbahasa.
Pasien dengan stroke pada otak kanan sangat sulit dalam daya ingat dan
kemampuan pengambilan keputusan., milsanya pada saat pasien berdiri dari
kursi roda tanpa mengunci kursi rodanya sehingga dapat berbahaya bagi
dirinya.

5. Pemeriksaan Penujang
a. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
b. Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar korpengpineal
daerah yang berlawanan dari masa yang luas.
c. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
sistem arteri karotis aliran darah dan atau muncul plak) atau arteriosklerotik.
d. EEG (Electroencephalography) untuk mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik.
e. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark.
f. MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui adanya edema,
infark, hematom dan bergesernya struktur otak
g. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu secara spesifik.

6. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Perawatan umum stroke
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di
Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:
Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen 0-2
L/menit sampai ada hasil gas darah.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus. Tekanan darah dapat
berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang, kandung kemih
dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan beristirahat.
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi. Keadaan hiperglikemia dapat
dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar
katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman klinik
diketahui bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark.
Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan
pemberian suntikan subkutan insulin. Konsensus nasional pengelolaan stroke di
Indonesia mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai
batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips
kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan
memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.
Suhu tubuh harus dipertahankan normal. Suhu yang meningkat harus dicegah,
misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita iskemik otak,
penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34
°C memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals
dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang
mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan
memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila
terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan
melalui pipa nasogastrik.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan intravena
berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau
hipotonik.
Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah subkutan, bila
tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
1. Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan dalam 24
jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena.
2. Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini
kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3. Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan otot
polos pembuluh darah.
4. Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi,
sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami
iskemik.
Terapi Khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,
tPA.
1. Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja :
 Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
 Meningkatkan deformalitas eritrosit
 Memperbaiki sirkulasi intraselebral
 Neuroprotektan
1. Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex:
Neotropi: Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis
glikogen.
2. Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel,
ex.nimotup. Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan
memperbaiki perfusi jaringan otak.
3. Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex.
Nicholin: Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi
radikal bebas dan biosintesa lesitin.
4. Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan.
Perawatan Pasca Stroke
1) Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia. Pencegahan
komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang diharapkan.
Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan deficit klien
lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program rehabilitasi stroke.
Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu program rehabilitasi
stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan sehari-hari termasuk makan,
berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya. Dengan melibatkan ahli terapi fisik
dan okupasi dapat meningkatkan kemampuan perawat untuk merencanakan
perawatan.
Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi , dan
kekuatan otot adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat. Pemeriksaan
genggaman , kekuatan trisep, dan keseimbangan memberikan data yang berharga
untuk perencanaan strategi kompensasi untuk menyelesaikan tugas tugas perawatan
diri. Propriosepsi, sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu pengkajian yang seksama
juga termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin telah di alami oleh klien
akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk mandi, berpakaian,
makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus dan kandung kemih
klien adalah informasi yang sangat penting untuk perencanaan perawatan. Fungsi
penglihatan dan pendengaran dikaji dan setiap penyimpangan dimasukkan dalam
pendekatan tim.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien dengan terus
memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia lakukan. Perawat adalah
kunci pemberi perawatan dalam proses rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan
perawatan dan terapi rehabilitative. Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat
memaksimalkan potensi klien tersebut.
2) Kognisi dan komunikasi
Konfusi, disorientasi, dan masalah komunikasi adalah akibat yang sering dari
stroke. Masalah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan disartria, perawat perlu
menyertakan teknik komunikasi yang memfasilitasi kemampuan klien untuk
memahami kata-kata. Teknik komunikasi tersebut meliputi berbicara secara perlan-
lahan, memberikan petunjuk sederhana(satu pada satu waktu), membatasi distraksi,
dan mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan kata-kata dengan
objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak, dan mendorong
keluarga untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien dan untuk menyebutkan
nama objek-objek tersebut dapat meningkatkan pola komunikasi.Dapat juga
digunakan papan abjad,mesin tik,dan program computer untuk membantu
pemahaman klien tentang lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan
pendengaran dapat juga membantu mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki,
secara drastic akan meningkatkan komunikasi.
3) Dukungan psikologis
Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan terjadinya
stroke, mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan perubahan peran.
Dukungan psikologis diarahkan agar dalam menghadapi kehilangan ini dapat
mendorong keberhasilan adaptasi dan penyesuaian. Tujuan yang realistis dapat
ditetapkan hanya setelah perawat mengkaji gaya hidup klien sebelumnya, tipe
kepribadian, perilaku koping, dan aktivitas pekerjaan. Dengan menyediakan situasi
untuk penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, perawat member klien suatu
kesempatan untuk memperoleh kendali atas lingkungannya. Keadaan seperti itu dapat
sederhana seperti membiarkan klien untuk memilih di antara dua aktivitas, untuk
memutuskan waktu terapi, untuk memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan
makanan. Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan klien daripada terhadap
deficit dapat mendorong harapan klien tersebut.
Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh dan perubahan
peran dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang perawat kesehatan mental untuk
membantu mengatasi masalah ini. Klienn lansia mungkin mengalami suatu perasaan
isolasi dan pengasingan. Keluarga mungkin memerlukan dukungan emosional dan
psikologis ketika berusaha untuk memahami apa arti kehilangan bagi klien. Jika
kebutuhan untuk mendapatkan dukungan keluarga ini tidak diperhatikan, klien
mungkin mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan anggota keluarga tentang
depresi dan peringatkan mereka terhadap tanda dan gejala yang penting dalam
memberikan dukungan psikososial.
Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah stroke. anggota
keluarga yang telah diajarkan tentang strategi komunikasi dan bagaimana cara
bermain peran dalam situasi yang potensial akan menjadi lebih percaya diri.dalam
merawat klien. merujuk keluarga dan klien pada pelayanan pendukung seperti
pelayanan kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan respite care dapat
mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti stroke melibatkan
manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat perbedaan dalam
memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan komplikasi sekunder yang
dapat berkembang dari penyakit kronis yang melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku
Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah
umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat
memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari
keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin
akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk
itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang
perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien
seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat
sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan,
memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku
yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk
belajar kembali satu ketrampilan.

7. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu :
1) Hipoksia serebral
Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak
tergantung pada ketersediaan O2 yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian O2
suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan hemoglobin dan hematrokit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan
adekuat.
2) Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas pembuluh darah
serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus menjamin penurunan vikosis darah
dan memperbaiki aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral
Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari katup
jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibtakan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombul lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE PADA LANSIA

I. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
 kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
 mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif
 Perubahan tingkat kesadaran
 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan
umum.
 gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung,
endokarditis bacterial ) , polisitemia.
Data obyektif:
 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi.
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
 kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
 Inkontinensia, anuria
 distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus
paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
 Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
 Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
 Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
 nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
 Penglihatan berkurang.
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka
ipsilateral ( sisi yang sama ).
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah
laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (
kontralateral )
 Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
 Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motoric
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
 Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
 Perokok ( factor resiko )
 Tanda:
- Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan
Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif:
 Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
 Riwayat hipertensi keluarga, stroke.
 penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
 menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
 bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan
pekerjaan rumah (Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

2. Diagnosa keperawatan

Perubahan perfusi jaringan serebral adalah suatu keadaan di mana individu


mengalami penurunan dalam nutrisi dan oksigenasi pada tingkat salular
sehubungan dengan kurangnya suplai darah kapiler.

Diagnosis keperawatan:
Perubahan Perfusi Jaringan Selebral
Berhubungan dengan :
 Interupsi aliran darah: gangguan oklusi, hemoragi, vasospasme selebral, dan edema selebral

Ditandai dengan:
 Perubahan suhu kulit (dingin pada ekstremitas) warna biru atau ungu.
 Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori.
 Perubahan dalam respons motorik/sensori, gelisah.
 Difisit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi.
Kriteria hasil/kriteria hasil:
 Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif, dan motorik sensori.
 Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
 Menunjukkan tidak ada kelanjutan kekambuhan.

Tindakan keperawatan.
Tidakan/Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Tentukan faktor yang berhubungan Memengaruhi intervensi kerusakan
dengan keadaan atau penyebab khusus tanda atau gejala neorologis atau
selama penurunan perfusi selebral dan kegagalan memperbaikinya setelah fase
potensial terjadinya peningkatan TIK awal memerlukan tindakan untuk
melakukan pemantuan terhadap
peningkatan TIK
2. Observase dan catat status neurologis Mengetahui tingkat kesadaran, resiko
sesering mungkin dan bandingkan peningkatan TIK, mengetahui lokasi,
dengan keadaan normalnya luas, dan kemajuan atau resolusi
kerusakan SSP. Menunjukkan TIA
yang merupakan tanda terjadi trombosis
CVS baru.
3. Observasi tanda-tanda vital seperti:
- Adanya hipertensi atau hipotensi, Variasi terjadi karena tekanan atau
bandingkan hasil yang terbaca pada troma selebral pada daerah vasomotor
kedua lengan otak. Hipertensi atau hipotensi postural
dapat menjadi presipitasi. Hipotensi
terjadi karena syok (kolaps sirkulasi
vaskular). Peningkatan TIK terjadi
karena edema, formasi bekuan darah.
Tersumbatnya arteri subklavia ditandai
adanya perbedaan tekanan pada kedua
- Frekuensi dan irama jantung , auskultasi lengan.
adanya murmur:
Perubahan terutama bradikardia terjadi
akibat kerusakan otak. Disritmia dan
murmur pertanda adanya penyakit
jantung yang menjadi pencetus CSV
- Catat pola dan irama dari pernapasan, (sperti stroke setelah IM).
seperti periode apnea setelah pernapasan
hiperventilasi, pernapasan cheyne- Ketidakteraturan pernapasan
stokes. menggambarkan lokasi kerasukan
serebral atau peningkatan TIK dan
kebutuhan untuk intervensi selanjutnya.
4. Evaluasi pupil, catat ukuran bentuk Reaksi pupil di atur oleh saraf kranial
kesamaan, dan reaksinya terhadap okulomotor (III) berguna menentukan
cahaya apakah batang otak masih baik. Ukuran
dan kesamaan pupil ditentukan oleh
keseimbangan antara persaratan
simpatis dan parasimpatis. Respons
terhadap refleks cahaya
mengkombinasikan fungsi dari saraf
kranial optikus (II) dan saraf kranial
okulomotor (III).
5. Catat perubahan dalam penglihatan, Gangguan penglihatan yang spesifik
seperti adanya kebutaan, gangguan mencerminkan daerah otak yang
lapang pandangan, atau kedalaman terkena, mengindikasikan keamanan
persepsi. yang harus mendpat perhatian dan
memengaruhi intervensi.
6. Kaji fungsi-fungsi yang lebih Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
tinggi,seperti fungsi bicara merupakan indikator dari lokasi atau
derajat gangguan serebral dan
mengindikasikan penurunan atau
peningkatan TIK.
7. Letakkan kepala dengan posisi agak Menurut tekanan arteri dengan
ditinggikan dan dalam posisi anatomis meningkatkan drainase dan
(netral) meningkatkan sirkulasi atau perfusi
serebral.
- Antihipertensi.
Hipertensi kronis perlu penanganan
hati-hati, sebab penanganan yang
berlebihan meningkatkan resiko
perluasan kerusakan jaringan.
Hipertensi sementara sering terjadi
selama fase stroke akut dan
penanggulangannya sering tampa
- Vasodilatasi perifer, misal, siklandelat, intervensi terapeutik.
papaverin, isoksupresin.
Memperbaiki sirkulasi kolateral atau
- Steroid, deksametason. menurunkan vasospasme.

Penggunaannya kontroversial dalam


- Fenintoin (dilantin),fenobarbital. mengendalikan adema selebral.

Mengontrol kejang atau untuk sedatif


Catatan : fenobarbital memperkuat
- Pelunak fases kerja dari antiepilepsi.

Mencegah proses mengejan selama


defekasi dan yang berhubungan dengan
peningkatan TIK

Kerusakan mobilitas fisik adalah suatu keadaan di mana individu mengalami keterbatasan
kemampuan dalam ketidak ketergantungan pergerakan fisik.

Diagnosa keperawatan :

Kerusakan Mobilitas Fisik

Berhubungan dengan :

- Keterlibatan neuromuskular : kelemahan, parastesia, flaksid/paralisis hipotonik(awal), paralsis


spastis.
- Kerusakan perseptual/kognitif.

Tindakan/intervensi Rasional
8. Pertahankan keadaan tirah baring, Aktivitas atau stimulasi yang kontinu
ciptakan lingkungan yang tenang, dapat meningkatkan TIK. Istirahat total
batasi aktivitas sesuai indikasi. Berikan dan ketenangan diperlukan untuk
istirahat secara periodik antara aktivitas pencegahan terhadap pendarahan stroke
perawatan hemoragit atau pendarahan lainnya

9. Cegah terjdi nya mengejan saat defeksi Valsava menuver dapat meningkatkan
dan kemungkinan serangan kejang TIK dan memperbesar resiko terjadinya
perdarahan
10. Kaji kebutan,kegelisahan yang Merupakan indikasi iritasi meningeal.
meningkat, peka rangsang, dan Kejang mengindikasikan peningktan
kemungkinan serangan kejang TIK atau trauma selebral yang
memerlukan perhatian dan intervensi.
11. Berikan oksigen sesuai indkasi Menurunkan hipoksia yang
menyebabkan vasodilatasi selebral dan
teknan meningkat atau terbentuknya
edema
12. Berikan obat sesuai indikasi
- Antikoagulasi, misal, natrium warfarin, Meningkatakan atau memperbaiki aliran
heparin, antitrombosit (ASA), darah selebral dan mencegah
dipiridamol. pembekuan karena embolis atau
trombus. Merupakan kontraindikasi
pada klien hipertensi akibat peningkatan
resiko perdarahan. Pengguna dengan
hati-hati dalam perdarahan untuk
mencegah lisis bekua yang terbentuk
dan perdarahan ulang.
- Antifibrolitik,misal, asam
aminokaproid Meningkatkan atau memperbiki aliran
darah serebral dan mencegah
pembekuan karena embolis atau
trombus. Merupakan kontraindikasi
pada klien hipertensi akibat peningkatan
resiko perdarahan.
Ditandai dengan :

- Ketidak kemampuan gerak dalam linkungan fisik, kerusakan koordinasi, keterbasan rentang
gerak, penurunakkekuatan/kontrol otot.

Kriteria hasil/kriteria evaluasi:

- Mempertahan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur
- Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi
- Mendemostrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
- Mempertahankan intregitas kulit.

Tindakan keprewatan

Tidakan/Intervensi Rasional
Mandiri :
1) Kaji kemampuan secara fungsional Mengidentifikasi kekuatan atau
atau luasnya kerusakan awal dengan kelemahan dpat memberikan informasi
cara yang teratur mengenai pemulihan. Bantu dalam
pemilihan intervensi, sebab teknik yang
berbeda digunakan untuk paralisis
spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam Menurunkan resiko trauma atau iskemia
(terletang, miring) jaringan. Daerah yang terkena
mengalami sirkulasi jelek akan
menurunkan sensasi dan menimbulkan
dekubitus
3) Letekkan dalam posisi terlungkup satu Mempertahan kan ekstensi pinggul
atau dua kali sehari sesuai kemampuan fungsional, tetapi akan meningkatkan
klien ansietas terutama kemampuan klien
untuk bernapas.
4) Lakuakan latihan rentang gerak aktif Meminimalkan atrofi otot, meningkatka
dan pasif pada semua ekstremitas. sirkulasi, dan mencegah kontraktur.
Anjurkan melakukan latihan Menurunkan resiko hiperkalsiuria dan
quadrisep,meremas bola karet, serta osteoporosis jika perdarahan. Catatan :
melebarkan jari tangan dan kaki stimulasi berlebihan menjadi pencetus
perdarahan berulang
5) Sokong ekstrmitas dalam Mencegah kontraktur atau footdrop.
fungsionalnya. Pertahankan posisi Paralisis flaksid mengganggu
kepala netral kemampuan menyangga kepala.
Paralisis spastik menyebabkan deviasi
kepala kesatu sisi
6) Gunakan penyangga lengan saat berada Selama paralasis flaksid, penggunaan
dalam posisi tegak, sesuai indikasi. penyangga menurunkan resiko
subluksasi lengan dan “sindrom bahu
lengan”.

7) Evaluasi penggunaan alat bantu untuk Kontraktur fleksi terjadi akibat otot
pengaturan posisi selama periode fleksor lebih kuat dibandingkan dengan
paralisis spastik otot ekstensor.
8) Tempatkan badan dibawah aksial untuk Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
melakukan abduksi pada tangan
9) Tinggikan tangan pada kepala Minggkatkan aliran balik vena dan
mencegah edema.
10) Posisikan lutut pada punggul dalam Mempertahan posisi fungsional
posisi ekstensi
11) Bantu untuk keseimbangan duduk Membantu dalam melatih kembali jaras
(meninggika kepala tempat tidur, saraf, meningkatkan respons
bantu duduk di tepi tempat tidur) proprioseptik dan motorik.
12) Observasi daerah yang terkena Jaringan yang mengalami edema lebih
termasuk warna, edema, atau tanda lain mudh mengalami trauma dan
dari gangguan sirkulasi penyembuhannya lambat
13) Inpeksi kulit pada daerah yang Titik tekanan pada daerah yang
menonjol secara teratur. Lakukan menonjol beresiko penurunan
masase secara lembut pada daerah perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi,
kemarahan memberikan bantalan membantu
mencegah kerusakan kulit dan dekubitus
14) Alasi kursi duduk dengan busa atau Mencegah atau menurunkan tekanan
balon air koksigeal atau kerusakan kulit
15) Susun tujuan bersama klien atau Meningkatkan harapan terhadap
keluarga untuk berpatisipasi dalam perkembangan atau peningkatan dan
aktifitas atau latihan dan mengubah memberikan perasaan kontrol atau
posisi kemandirian
16) Anjurkan klien untuk membantu Dapat respons dengan baik jika daerah
pergerakan dan latihan dengan yang sakit tidak tidak menjadi lebih
menggunakan ekstremitas yang sehat terganggu dan memerlukan dorongan
untuk menyongkong atau serta latihan aktif.
menggerakkan tubuh yang lemah.
Kolaborasi:
17) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi Program khusus dapat dikembangkan
secara aktif dan ambulasi klien. untuk menemukan kebutuhan dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan
18) Berikan obat relaksan otot, Menghilangkan spastisitas pada
antispasmodik sesuai dengan indikasi eksremitas yang terganggu
(baklofen, dantrolen).

Kurang perawatan diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan
kemampuan untuk melakukan atau melengkapi aktivitas untuk dirinya.

Diagnosis keperawatan:

Kurang Perawatan Diri

Berhubungan dengan :

- Kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi


otot
- Kerusakan kemampuan perseptual/kognitif
- Nyeri/ketidaknyamana
- Depresi

Ditandai dengan :
- Kerusakan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, contoh, ketidakmampuan
makan, mandi, memasang atau melepaskan pakaian, dan toileting.

Kriteria hasil/kriteria evaluasi :

- Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.


- Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan diri.
- Mengidentifikasi sumber pribadi atau komonitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.

Tindakan keperawatan:

Tidakan/Intervensi Rasional
Mandiri :
1. kaji kemampuan dan tingkat Memebantu dalam mengantisipasi atau
kekurangan (skala 0-4) untuk merencanakan pemenuhan kebutuhan
kebutuhan sehari-hari. secara individu.
2. Hindari melakukan sesuatu untuk Klien menjadi sangat tergantung
klien yang dapat di lakukan klien meskipun bantuan yang di berikan
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai bermanfaat dalam mencegah frustasi.
kebutuhan
3. Pertahan dukungan, sikap yang tegas. Klien akan memerlukan empati, tetapi
Berika klie waktu yang cukup untuk perlu untuk mengetahui perawat yang
mengerjakan tugasnya akan membantu klien secara konsisten.
4. Berikan umpan balik yang positif Meningkatkan perasaan makna diri.
untuk setiap usaha yang dilakukan Meningkatkan kemandirian dan
atau keberhasilannya mendorong klien untuk berusaha secara
kontinu
5. Buat rencana terhadap gangguan
penglihatan yang ada, seperti :
- Letakkan makanan dan alat lainnya Klien akan dapat melihat untuk memakan
disisi klien yang tidak sakit makanannya
6. Gunakan alat bantu pribadi Dapat menangani diri sendiri,
meningkatkan kemampuan dan harga diri
7. Kaji kemampuan klien untuk Mungkin mengalami gangguan saraf
berkomonikasi tentang kebutuhannya kandung kemih, tidak dapat mengatakan
untuk menolak atau menggunakan kebutuhannya pada fase pemuliahan akut,
urinal,bedpan tetapi dapat mengontrol kemabali
fungsinya sesuai perkembangan proses
penyembuhan.
8. Identifikasi kebiasaan defekasi Mengkaji perkembngan program latihan
sebelumnya dan kembalikan pada mandiri dan mambantu dalam
kebiasaan pola normal. Kadar pencegahan konstipasi dan sembelit
makanan yang berserat, anjurkan (jangka panjang)
untuk minum banyak dan tingkatan
aktivitas
9. Berikan obat pelunak fase dan Dibutuhkan pada awal untuk membantu
supositoria dalam merangsang fungsi defekasi teratur

10. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi Memberikan bantuan untuk


atau ahli terapi okupasi mengembangkan rencana terapi dan
mengindentifikasi kebutuhan alat
penyongkong kusus

Gangguan harga diri: (uraikan) adalah evaluasi/perasaan yang negatif tentang diri atau
kemampuan diri, yang mungkin diekspresikan secara langsung atau tidak langsung

Diagnosa keperawatan:

Gangguan Harga Diri (uraikan)

Berhubugan dengan:

- Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif

Ditandai dengan:

- Perubahan aktual dalam struktur dan atau fungsi


- Perubahan dalam pola biasanya dari tanggung jawab/kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
- Respons verbal/nonverbal terhadap perubahan aktual atau yang disarankan
- Perasaan negatif tentang tubuh, perasaan putus asa/tidak berdaya
- Berfokus pada kekuatan, fungsi atau penampilan masa lalu
- Preokupasi dengan perubahan atau kehilangan
- Tidak menyentuh/melihat pada bagian tubuh yang sakit

Kriteria hasil/kriteria evaluasi:

- Berkomonikasi dengan keluarga tentang situasi dan perubahan yang terjadi


- Mengungkapkan penerimaan pada diri dalam situasi
- Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tampa
menimbulkan harga diri negatif

Tidakan/Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan Penetuan faktor membantu dalam
hubungan denganderajat ketidak mengembangkan intervasi
mampuannya
2. Identifikasi arti dari kehilangan atau Kadang klien menerima dan mengatasi
disfungsi atau perubahan pada klien gangguan fungsi secara efektif dengan
sedikit penanganan
3. Anjurkan klien mengekspresikan Mendemonstrasikan penerimaan atau
perasaannya (rasa bermusuhan dan mengenal dan mulai memahami perasaan
marah) tersebut
4. Catat apa klien menunjuk daerah sakit Menunjukkan penilaian terhadap bagian
atau mengingkari daerah tersebut dan tubuh atau perasaan negatif terhadap
mengatakan penyangkalan pada hal citra tubuh dan kemampuan,
tersebut menandakan perlunya intervensi dan
dukungan emosional
5. Akui pernyataan perasaan tentang Membantu klien untuk melihat bhawa
peningkaran terhadap tubuh, tetap perawatan menerima bagian tubuh
padanya kenyataan bhawa klien masih tersebut merupakan suatu bagian yang
dapat menggunakan bagian tubuhnya utuh dari seseorang. Memberikan
yang tidak yang sakit dan belajar untuk kesempatan untuk merasakan
mengontrol bagian tubuh yang sakit pengharapan secara penuh dan mulai
menerima keadaan yang di alami
6. Tekankan keberhasilan yang kecil Mengonsolidasikan keberhasilan
sekalipun baik mengenai membantu menurunkan perasaan marah
penyembuhan fungsi tubuh ataupun dan ketidakberdayaan, serta
kemandirian klien menimbulkan perasaan adanya
perkembangan
7. Bantu dan dorong kebiasaan berpakean Membantu peningkatakan rasa harga diri
dan berdandan yang baik dan kontrol atas salah satu bagian
kehidupan
8. Dorong keluarga memberi kesempatan Membangun kembali rasa kemandirian
untuk melakukan sebanyak mungkin dan menerima kebanggaan diri,
untuk dirinya sendiri meningkatkan proses rehabilitasi
9. Berikan dukungan terhadap perilaku Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi
atau peningktan minat atau partisipasi untuk mengubah dan memahami tentang
klien dalam kegiatan rehabilitasi peran diri dalam kehidupan selanjutnya
10. Berikan penguatan terhadap Meningkatkan kemandirian, menurunkan
penggunaan seperti tongkat, dan ketergantungan untuk memahami
sebagainya kebutuhan fisik dan dapat besosiali sasi
lebih aktif
11. Pantau gangguan tidur, kesulitan Merupakan indikasi serangan depresi
berkonsentrasi, pernyataan ketidak (setelah adanya pengaruh stroke) yang
mampuan mengatasi latergi, dan memerlukan evaluasi dan intervensi
menarik diri lanjut
kolaborasi
12. Rujuk dan evaluasi neuropsikologis Memudahkan adaptasi terhadap
atau konseling sesuai kebutuhan perubahan peran yang perlu untuk
menjadi produktif

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan


pengobatan adalah suatu keadaan dimana informasi khusus sangat kurang.

Diagnosis keperawatan:

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis,


dan pengobatan
Berhubungan dengan :

- Kurang pemajanan
- Keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat.
- Tidak mengenal sumber informasi

Ditandai dengan:

- Meminta informasi
- Pernyataan kesalahan informasi
- Ketidak akuratan mengikuti instruksi
- Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah

Kriteria hasil/kriteria evaluasi:

- Berpatisipasi dalam proses belajar


- Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi atau prognosis dan aturan terapeutik
- Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan

Tindakan keprawatan

Tidakan/Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Evaluasi tipe atau derajat dari Defisit memengaruhi pemilihan metode
gangguan persepsi sensori pengajaran dan isi instruksi
2. Diskusikan keadaanpetologis yang Membangun harapan realtas,
khusus dan kekuatan pada individu meningkatkan pemahaman keadaan dan
kebutuhan saat ini
3. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan Meningkatkan pemahaman,memberikan
diskusikan rencana atau melakukan pengharapan pada masa datang, dan
kembali aktivitas menimbulkan harapan dari keterbatasan
hidup secara “normal”
4. Diskusikan rencana untuk memenuhi Berbagai tingkat bantuan perlu
kebutuhan perawatan diri direncanakan berdasarkan pada
kebutuhan individu
5. Berikan instruksi dan jadwal tertulis Memberikan penguatan visual dan
mengenai aktifitas, pengobatan, dan sumber rujukan setekah sembuh
faktor lainnya

6. Anjurkan klien merujuk pada daftar Memberikan bantuan untuk menyokong


atau catatan yang ada, dari pada hanya ingatan dan meningkatkan perbaikan
bergantung pada yang di ingat dalam ketrampilan daya pikir
7. Sarankan klien membatasi stimulasi Stimulasi yang beragam dapat
lingkungan selama kegiatan memperbesar gangguan proses berpikir
8. Rekomendasikan klien untuk meminta Beberapa klien mengalami gangguan
bantuan dalam proses pemecahan dalam cara pengambilan keputusan yang
masalah dan memvlidasi keputusan memanjang dan berperilaku impulsif
sesuai kebutuhan
9. Identifikasi faktor resiko (seperti Meningkatka kesehatan secara umum
hipertensi, kegemukan, dan menurunkan resiko kambuh
merokok,aterosklerosis,dan perubahan
pola hidup)
10. Identifikasi tanda dan gejala yang Evaluasi dan intervensi dengan cepat
memerlukan kontrol secara medis, menurunkan resiko terjadinya
misal, perubahan fungsi penglihatan, komplikasi atau kehilangan fungsi yan
sensorik, motorik, ganguan mental atau berlanjut
perilaku, sakit kepala
11. Identifikasi sumber pendukung yang Meningkatkan kemampuan koping serta
ada masyarakat,misal, perkumpulan meningkatkan penanganan dirumah dan
stroke penyesuaian terhadap kerusakan
12. Rujuk evaluasi ke rehabilitasi, Kerja yang baik meminimalkan adanya
misal,fisioterapi fisik, terapi okupasi, gejala sisa atau penurunan neuroogis
atau terapi wicara

SAKIT KEPALA

Merukan suatu gejala dari penyakit dan dapt terjadi dengan atau tampa adanya ganguan organik.
Beberapa jenis sakit kepala adalah sebagai berku
1. Migran
Penyebab tidak diketahu. Diperkirakan akibat dari spasme pembuluh darah intrakranial. Sering
terjadi pada wanita remaja dan dewasa muda. Berhubungan dengan riwayat asma atau alergi.
Sakit kepala jenis ini juga dapat terjadi secara herediter.
2. Cluster
Diperkirakan ganguan vaskular. Histamin memegang peranan yang sangat penting. Umumnya
terjadi pada pria usia muda dan dewasa.
3. Ketegangan otot
Kontraksi otot yang sangat berlebihan di sekitar kulit kepala, wajah, leher, dan tubuh bagian atas.
Kemungkinan akibat vasodilatasi dari arteri kranial. Kebanyakan pada usia dewasa terutama
pada wanita
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
 Stroke merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kecacatan dan
kematian paling banyak ketiga di dunia, setelah jantung dan kanker.
 Stroke juga merupakan penyebab kecacatan utama di Indonesia pada kelompok usia
diatas 45 tahun.
 WHO 1995 Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
 Stroke disebabkan oleh 2 hal utama:
- Stroke Sumbatan (Ischemic/Non Hemorrhagic)
- Stroke Perdarahan (Hemorrhagic)
Saran
Diharapkan para mahasiswi tingkat 3 Akademi Keperawatan UKI dapat mengerti dan
memahan serta menerapkan bagaimana tindakan Keperawatan pada Geriatrik (Lanjut Usia) yang
mengidap penyakit Stroke sesuai dengan Intervensi dan Rasional yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Yuli Reny, Asuhan Keperawatan Gerontik jilid 1, 2014, CV Trans Info Media, Jakarta
Timur.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta,
EGC, 2002.
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000.
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996.
WHO. (2010). Global recomendation on physical activity for health
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44399/1/9789241599979_eng.pdf

You might also like