You are on page 1of 18

Asuhan Keperawatan gangguan muskuloskletal dengan

Osteoartritis

Disusun oleh :
Maria ester Luciana
1563030004
Universitas Kristen Indonesia
2017/2018
Kata pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan ostheoatrithis. Dengan selesainya
makalah ini disusun,saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.walaupun makalah ini telah selesai,
namun karena keterbatasan kemampuan yang saya miliki, sehingga makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga besar harapan saya untuk menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun dari dosen. Saya mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini ada
manfaatnya bagi pembaca pada ummunya dan ilmu pengetahuan khususnya. Terimakasih

Jakarta, 06 oktober 2017


BAB I

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis merupakan penyakit tipe paling umum dari arthritis, dan dijumpai khusus pada
orang lanjut usia atau sering disebut penyakit degeneratif. Osteoarthritis merupakan penyakit
persendian yang kasusnya paling umum dijumpai di dunia (Bethesda, 2013). Berdasarkan
National Centers for Health Statistics, diperkirakan 15,8 juta (12%) orang dewasa antara usia 25-
74 tahun mempunyai keluhan osteoarthritis (Anonim, 2011). Prevalensi dan tingkat keparahan
osteoarthritis berbeda-beda antara rentang dan lanjut usia (Hansen & Elliot, 2005). Menurut
World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui bahwa osteoarthritis diderita oleh 151
juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. Osteoarthritis
adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, akan tetapi ditandai
dengan kehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat (Murray, 1996). Penyakit ini
menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Di
Inggris, sekitar 1,3-1,75 juta mengalami gejala osteoarthritis sementara di Amerika Syarikat, 1
dari 7 orang dewasa menderita osteoarthritis. Osteoarthritis menempati tempat urutan kedua
setelah penyakit kardiovaskular sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik di dunia barat. Secara
keseluruhan, sekitar 10 sampai 15% orang dewasa yang berusia di atas 60 tahun menderita 2
osteoarthritis (Reginster, 2002). Dampak ekonomi, psikologi dan sosial dari osteoarthritis sangat
besar, tidak hanya untuk penderita, tetapi juga keluarga dan lingkungan (Wibowo, 2003).
Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan mencapai 36,5
juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari populasi usia diatas 70 tahun menderita
osteoarthritis, dan 80% pasien osteoarthritis mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai
derajat dari ringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya karena prevalensi
yang cukup tinggi. Oleh karena sifatnya yang kronik-progresif, osteoarthritis mempunyai
dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis
(Soeroso, 2006) Prevalensi osteoarthritis lutut pada pasien wanita berumur 75 tahun ke atas dapat
mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada. Dari aspek karakteristik umum pasien yang
didiagnosis penyakit sendi osteoarthritis, menurut Arthritis Research UK (2012),
memperlihatkan bahwa usia, jenis kelamin, obesitas, ras/genetik, dan trauma pada sendi
mempunyai kolerasi terhadap terjadinya osteoarthritis. Prevalensi penyakit osteoarthritis
meningkat secara dramatis di antara orang yang memiliki usia lebih dari 50 tahun. Hal ini adalah
karena terjadi perubahan yang berkait dengan usia pada kolagen dan proteoglikan yang
menurunkan ketegangan dari tulang rawan sendi dan juga karena pasokan nutrisi yang berkurang
untuk tulang rawan (Lozada, 2013). 3 Wanita juga lebih cenderung terkena penyakit
osteoarthritis dibanding pria karena pinggul wanita lebih luas dan lebih memberikan tekanan
jangka panjang pada lutut mereka. Selain itu, faktor sosial seperti pekerjaan yang dilakukan
seharian juga mempengaruhi timbulnya osteoarthritis, terutama pada atlet dan orang-orang yang
pekerjaannya memerlukan gerakan berulang (pekerja landskap, mangetik atau mengoperasikan
mesin), memiliki risiko lebih tinggi terkena osteoarthritis. Hal ini adalah karena terjadinya cedera
dan meningkatkan tekanan pada sendi tertentu (Anonim, 2013a ). Gaya hidup juga
mempengaruhi kehidupan seseorang yang menderita penyakit osteoarthritis. Perubahan gaya
hidup dan pengobatan yang dilakukan dapat membantu mengurangi keluhan osteoarthritis.
Perubahan berat badan dapat meningkatkan tekanan pada bagian sendi, terutamanya pada bagian
lutut dan pinggul. Diet yang sehat diperlukan untuk mengurangi berat badan. Pola makan yang
sehat berserta olahraga dapat menurunkan terjadinya osteoarthritis (Anonim, 2013b ). Menurut
The American Geriatrics Society (2001), kurang aktifitas fisik dikenal sebagai faktor risiko
untuk banyak penyakit pada populasi manula dan peningkatan aktifitas fisik pada pasien
osteoarthritis akan menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pada osteoarthritis primer/generalisata
yang pada umumnya bersifat familial, dapat pula menyerang sendi-sendi tangan, terutama sendi
interfalang distal (DIP) dan interfalang proksimal (PIP) (Elin dkk, 2008). Sampai saat ini masih
belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan osteoarthritis. Pengobatan yang ada hingga
saat ini hanya berfungsi untuk mengurangi nyeri 4 dan mempertahankan fungsi dari sendi yang
terkena. Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses terapi osteoarthritis, yaitu untuk
mengontrol nyeri dan gejala lainnya, untuk mengatasi gangguan pada aktivitas sehari-hari, dan
untuk menghambat proses penyakit. Pilihan pengobatan dapat berupa olahraga, kontrol berat
badan, perlindungan sendi, terapi fisik dan obat-obatan. Bila semua pilihan terapi tersebut tidak
memberikan hasil, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pada sendi
yang terkena (Anonim, 2006). Prosedur pembedahan (misal osteotomi, pengangkatan sendi,
penghilangan osteofit, artroplasti parsial atau total, joint fusion) diindikasikan untuk pasien
dengan rasa sakit parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi konservatif atau rasa sakit
yang menyebabkan ketidakmampuan fungsional substansial dan mampu mempengaruhi gaya
hidup (Elin dkk, 2008). Gambaran karakteristik pasien dan pola pengobatan osteoarthritis dapat
digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan medis terhadap pasien
osteoarthritis serta dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Dengan mengetahui karakteristik
pasien osteoarthritis di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada tahun 2013, diperoleh gambaran
spesifik tentang faktorfaktor risiko penderita osteoarthritis yang bersesuaian dengan hasil teori
dan dikaitkan dengan pola pengobatannya
BAB II

Tinjauan pustaka

2.1 Pengertian Osteoarthritis

Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak (Price dan Wilson, 2013). Disebut juga
penyakit sendi degeneratif, merupakan ganguan sendi yang tersering. Kelainan ini sering
menjadi bagian dari proses penuaan dan merupakan penyebab penting cacat fisik pada orang
berusia di atas 65 tahun (Robbins, 2007). Sendi yang paling sering terserang oleh osteoarthritis
adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal
dan sevikal, dan sendi-sendi pada jari (Price dan Wilson, 2013). Penyakit ini bersifat kronik,
berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh adanya deteriorasi dan abrasi rawan
sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian. Osteoarthritis adalah
bentuk arthritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya sedikit melampaui separuh jumlah
pasien arthritis. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki (Price dan
Wilson, 2013). Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Zhang Fu-qiang et al. (2009) di
Fuzhou yang menunjukkan peningkatan prevalensi lebih 9 tinggi pada perempuan jika
dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebesar 35,87%.

Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun
terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali
menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087).

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang menduduki urutan
pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di
bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis
kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI

Sendi lutut manusia tersusun dari pertemuan empat tulang yaitu :


1. Tulang paha ( os femur ).
2. Tulang lutut ( os patella ). Sering juga disebut tulang tempurung atau batok lutut
3. Tulang kering ( os tibia ).
4. Tulang betis ( os fibula ).
Gambar dibawah menunjukkan ilustrasi tulang-tulang di sendi lutut. Sumber : 3d4medical.com

Tulang-tulang ini membentuk sendi lutut ( articulatio genu ) dengan rongga sendi yang berisi
cairan sendi di dalamnya. Cairan sendi berfungsi sebagai pelumas sendi, agar tulang-tulang tidak
saling berkontak/bergesekan, baik di saat istirahat maupun di saat ada beban/pergerakan. Kita
sering menyebut cairan sendi lutut ini sebagai “oli” lutut. Di dalam rongga sendi lutut, ujung
bawah tulang paha dan ujung atas tulang kering masing-masing mempunyai tulang rawan
(cartilago) yang berfungsi sebagai bantalan atau “bumper” dalam menahan beban berat badan
dan saat ada pergerakan.
Masing-masing tulang penyusun sendi tersebut berhubungan dengan otot-otot di sekitarnya
melalui urat. Di antara keempat tulang penyusun sendi lutut, juga terdapat ikatan-ikatan melalui
urat. Urat penghubung antara otot dengan tulang disebut tendon. Urat penghubung / pengikat
antar-tulang disebut ligamentum. Jumlah tendon dan ligamentum pada sendi lutut sungguh
sangat banyak, dari yang kecil-kecil sampai yang besar-besar dan panjang.
Di dalam urat-urat inilah dapat tertimbun kristal asam urat jika kadar asam urat dalam darah
terlalu tinggi ( hiperurisemia / hyperuricemia ). Timbunan kristal asam urat di dalam urat-urat
inilah yang menimbulkan rasa sakit atau nyeri pada urat-urat di sendi lutut, walaupun di saat
istirahat, di saat tidak ada beban ataupun pergerakan sendi.
Struktur dan susunan semua pembentuk sendi lutut manusia memungkinkan kita bisa
menggerakkan tungkai, duduk, berdiri, berlari, mendaki, memanjat, menendang, melipat dan
meluruskan tungkai. Struktur dan susunan ini juga yang memungkinkan sendi lutut bisa
menerima beban sebagaian / seluruh berat badan di saat berdiri, di saat akan duduk, saat akan
bangun dari duduk, saat akan berjongkok, saat akan bangun dari berjongkok, saat berjalan, saat
akan berlutut / bersujud, saat akan bangun dari berlutut / bersujud, saat berjalan mendaki, berlari,
memanjat, melompat, menendang, dan sebagainya.
Apa penyebabnya sakit lutut ( Rematik Lutut ) ?
Sakit lutut atau rematik lutut dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit, yaitu :

1. Pengapuran sendi atau Osteoartritis ( Osteoarthritis ).


2. Kegemukan ( Obesitas ).
3. Asam Urat.
4. Cedera / trauma urat dan sendi lutut.
5. Infeksi tulang dan sendi lutut.
6. Kelainan sistem kekebalan tubuh dan kelainan darah, seperti penyakit Rheumatoid
Arthritis dan penyakit Lupus ( SLE / Systemic Lupus Erythematosus ).
7. Tumor atau keganasan (kanker) tulang, dll.

2.3 Etiologi Faktor

Resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Peningkatan usia, OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita OA yang
berusia di bawah 40 tahun (Helmi, 2012). Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia <
40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun (Soeroso et al., 2009).

2. Obesitas, membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang berkerja lebih
berat, diduga memberi andil terjadinya AO (Helmi, 2012). Serta obesitas menimbulkan stres
mekanis abnormal, sehingga meningkatkan frekuensi penyakit (Robbins, 2007).

3. Jenis kelamin wanita (Helmi, 2012). Perkembangan OA sendi-sendi interfalang distal tangan
(nodus Heberden) lebih dominan pada perempuan. Nodus Heberdens 10 kali lebih sering
ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki (Price dan Wilson, 2013). Kadar estrogen
yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan resiko (Robbins, 2007). Hubungan
antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA pada perempuan menunjukan bahwa
hormon memainkan peranan aktif dalam perkembangan dan 10 progresivitas penyakit ini (Price
dan Wilson, 2013). Wanita yang telah lanjut usia atau di atas 45 tahun telah mengalami
menopause sehingga terjadi penurunan estrogen. Estrogen berpengaruh pada osteoblas dan sel
endotel. Apabila terjadi penurunan estrogen maka TGF-β yang dihasilkan osteoblas dan nitric
oxide (NO) yang dihasilkan sel endotel akan menurun juga sehingga menyebabkan diferensiasi
dan maturasi osteoklas meningkat. Estrogen juga berpengaruh pada bone marrow stroma cell dan
sel mononuklear yang dapat menghasilkan HIL-1, TNF-α, IL-6 dan M-CSF sehingga dapat
terjadi OA karena mediator inflamasi ini. Tidak hanya itu, estrogen juga berpengaruh pada
absorbsi kalsium dan reabsorbsi kalsium di ginjal sehingga terjadi hipokalasemia. Kedaan
hipokalasemia ini menyebabkan mekanisme umpan balik sehingga meningkatkan hormon
paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid ini juga dapat meningkatkan resobsi tulang sehingga
dapat mengakibatkan OA (Ganong, 2008).

4. Trauma, riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan stres
mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi penyakit (Helmi, 2012 ; Robbins, 2007).

5. Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap OA, terutama pada kasus yang
mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen spesifik yang bertanggung jawab untuk ini
belum 11 terindentifikasi meskipun pada sebagian kasus diperkirakan terdapat keterkaitan
dengan kromosom 2 dan 11 (Robbins, 2007). Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi
tulang akan lebih besar kemungkinan mengalami OA (Helmi, 2012).

2.4 patofisiologi

Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan kolagen pada rawan sendi)
gagal dalam memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler,
sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik dari
tulang rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang
unik (Price dan Wilson, 2013). Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman.
Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs)
dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan
sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan,
dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik (Robbins, 2007).

Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut.

 Fase 1 Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme kondrosit


menjadi terpangaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang
kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat
protease yang akan mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago.
 Fase 2. Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
 Fase 3.Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi respon inflamasi pada
sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL 1), tumor necrosis factor-
alpha (TNFα), dan metalloproteinases menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak destruksi pada
kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga terlibat.
Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stres
inflamasi memberikan 13 pengaruh pada permukaan artikular menjadikan kondisi
gangguan yang progresif (Helmi, 2012)

Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer dan kejadian natural akibat
proses ”wear and tear” pada sendi sebagai hasil dari proses penuaan. Tetapi, temuan-temuan
yang lebih baru dalam bidang biokimia dan biomekanik telah menyanggah teoari ini.
Osteoartritis adalah sebuah proses penyakit aktif pada sendi yang dapat mengalami perubahan
oleh manipulasi mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan pada komponen sistem
muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang, dan jaringan yang memungkinkan
meningkatnya kejadian beberapa penyakit seperti OA (Price dan Wilson, 2013). Untuk
melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai faktor
risiko yang ada, maka terjadi 14 erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi.
Tulang rawan sendiri berfungsi untuk menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di dalam
sendi berkat adanya cairan sinovium dan sebagai penerima beban, serta meredam getar antar
tulang (Robbins, 2007). Tulang rawan yang normal bersifat avaskuler, alimfatik, dan aneural
sehingga memungkinkan menebarkan beban keseluruh permukaan sendi. Tulang rawan matriks
terdiri dari air dan gel (ground substansi), yang biasanya memberikan proteoglikan, dan kolagen
(Hassanali, 2011).
2.5 . Klasifikasi Osteoarthritis

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA sekunder. OA primer


disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya
dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA
yang didasari oleh adanya perubahan degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami
deformitas, atau degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks metabolik tertentu (Robbins, 2007).
Selain dari jenis osteoarthritis yang lazim, ada beberapa varian lain. OA peradangan erosif
terutama menyerang sendi pada jari-jari dan berhubungan dengan episode peradangan akut yang
menimbulkan deformitas dan alkilosis. Hiperostosis alkilosis menimbulkan penulangan vertebra
(Price dan Wilson, 2013)

2.6 Manifestasi klinik

Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak.
Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang
berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi,
pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oeh
inflamasi sinova,peregangan kapsula dan ligamentum sendi, iritasi ujung-ujung saraf dalam
periosteum akibat pertumbuhan osteofit, mikrofraktur, trabekulum, hipertensi intraoseus,
bursitis, tendonitis, dan spasme otot. Gangguan fungsional disebabkan oleh rasa nyeri ketika
sendi digerakkan dan keterbatasan gerakan yang terjadi akibat perubahan structural dalam sendi.
Meskipun osteoarthritis terjadi paling sering pada sendi penyokong berat badan ( panggul, lutut,
servikal, dan tulag belakang), sendi tengah dan ujung jari juga sering terkena. Mungkin ada
nodus tulanh yang khas, pada inspeksi dan palpasi ini biasanya tidak ada nyeri, kecuali ada
inflamasi. Gejala khas pada penderita OA : Rasa nyeri pada sendi Merupakan gambaran primer
pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
Kekakuan dan keterbatasan gerak Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah
istirahat atau saat memulai kegiatan fisik. Peradangan Sinovitis sekunder, penurunan pH
jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan
peregangan simpai sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri. Mekanik Nyeri biasanya
akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat.
Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah
rusak berat. Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya
pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas.
Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
Pembengkakan Sendi Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan
cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi. Gangguan Fungsi Timbul akibat Ketidakserasian
antara tulang pembentuk sendi.

2.7 KOMPLIKASI

1. Gangguan/kesulitan gerak

2. Kelumpuhan yang menurunkan kualitas hidup penderita.

3. Resiko jatuh

4. Patah tulang

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Sinar-X. Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang
seperti pecahnya tulang rawan.

2. Tes darah. Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.

3. Analisa cairan engsel Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk
kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.

4. Artroskopi Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang.
Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.

5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan
rongga sendi

6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal.

2.9 penatalaksanaan

1. Medikamentosa Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis,
oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti
inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis,
meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
 Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau profoksifen
HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran
cerna dan ginjal
 Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti fenofrofin,
piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis
penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek
samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
 Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu
mengurangi nyeri/ngilu.
 Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan
mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis
pada lutut.

2. Perlindungan sendi Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh
yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian
tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada
lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).

3. Diet Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi
timbulnya keluhan dan peradangan.

4. Dukungan psikososial Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena


sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan
penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena
faktor-faktor psikologis.

5. Persoalan Seksual Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada
tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena
biasanya pasien enggan mengutarakannya.

6. Fisioterapi Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi


pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang
diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih
aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai
sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi
paraffin dan mandi dari pancuran panas. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak
sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan
isometrik lebih baik dari pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan
sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke
sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting
terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah
penting.

7. Operasi Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang
nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah
osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk
menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.

 Penggantian engsel (artroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat
yang terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis.
 Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan
tulang rawan yang rusak dan mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat
tulang bergerak.
 Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja. Penataan
dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban saat bergerak.

8. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan, upaya
untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian
alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai penopang) dan
latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk
mengadopsi strategi penangan mandiri.

Tujuan pengobatan pada pasien OA adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah terjadinya
kontraktur atau atrofi otot. Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan
pengendalian faktor-faktor resiko, latihan intervensi fisioterapi dan terapi farmakologis. Pada
fase lanjut sering diperlukan pembedahan (Imayati, 2011)
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Aktivitas/Istirahat Gejala: a. Nyeri sendi karena gerakan,


nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi : kekakuan pada pagi hari. b. Keletihan c. Keterbatasan
ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot. Tanda: a. Malaise b.
Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot 2.
Kardiovaskuler Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun Tanda : Fenomena Raynaud dari tangan
(misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal. 3.
Integritas Ego a. Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
factor-faktor hubungan b. Keputusasaan dan ketidak berdayaan c. Ancaman pada konsep diri, citra
tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan pada orang lain 4. Makanan Atau Cairan a.
Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat : mual. b. Anoreksia c.
Kesulitan untuk mengunyah d. Kekeringan pada membran mukosa 5. Higiene Berbagai kesulitan untuk
melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang lain. 6. Neurosensori Gejala:
kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan Tanda: Pembengkakan sendi
7. Nyeri / Kenyamanan a. Fase akut dari nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan
jaringan lunak pada sendi). b. Terasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari). 8. Keamanan
a. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga b. Kekeringan pada mata dan
membran mukosa c. Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus d. Lesi kulit, ulkas kaki e. Kesulitan
dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga f. Demam ringan menetap g. Kekeringan pada
mata dan membran mukosa 9. Interaksi Sosial Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin :
perubahan peran: isolasi 10. Penyuluhan/Pembelajaran a. Riwayat rematik pada keluarga b. Penggunaan
makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian c. Riwayat perikarditis, lesi tepi
katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis. C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri b/d penurunan fungsi tulang,
distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi. 2. Kerusakan Mobilitas Fisik
berhubungan dengan : Deformitas skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan , Penurunan kekuatan otot 3. Risiko
cedera b/d penurunan fungsi tulang. 4. Perubahan pola tidur b/d nyeri 5. Defisit perawatan diri b/d nyeri
dan kelemahan, Kerusakan Auskuloskeletal : Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu
bergerak, Depresi. 6. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan kemampuan
untuk melakukan tugas-tugas umum, Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. 7.
Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan dengan : Proses penyakit
degeneratif jangka panjang, Sistem pendukung tidak adekuat. 8. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan
Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan b/d kurangnya
pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi informasi. D. INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnosa 1:
Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi
sendi. Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol Intervensi : 1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan
intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program. 2. Berikan
matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan. R/Matras yang
lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan setres pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada
sendi yang terinflamasi / nyeri. 3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau
duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi. R/ Pada penyakit berat, tirah baring
mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi. 4. Pantau penggunaan bantal. 5. Dorong
untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di
atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak. R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan
kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi. 6. Anjurkan pasien
untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi. R/ Panas
meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi
hari. Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan. 7. Pantau suhu
kompres. 8. Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot. 9. Beri
obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil salisilat R/
Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi. 10.
Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif sentuhan terapeutik bio
feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan pengendalian nafas. 11. Libatkan dalam
aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. 12. Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang
direncanakan sesuai petunjuk. 13. Bantu klien dengan terapi fisik. Diagnosa 2 :Kerusakan mobilitas fisik
b/d deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot. Kriteria Hasil : Klien mampu
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan. Intervensi : 1. Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada
sendi 2. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. R/ Untuk mencegah kelelahan dan
mempertahankan kekuatan 3. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus
dan tidur malam hari tidak terganggu. 4. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif
dan isometric jika memungkinkan. 5. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. R/
Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. 6. Dorong klien mempertahankan postur
tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan. R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan
mobilitas. 7. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. R/
Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh. 8. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti
steroid. R/ Untuk menekan inflamasi sistemik akut. 9. Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis
vasional. Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang, kerusakan mobilitas fisik. Kriteria Hasil
: Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik. Intervensi : 1. Kendalikan lingkungan dengan :
Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur
misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan
pencahayaan malam siapkan lampu panggil 2. Memantau regimen medikasi. 3. Izinkan kemandirian dan
kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam lingkungan yang aman, hindari
penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan perhatiannya ketimbang mengagetkannya. R/
Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan membebaskan keluarga dari
kekhawatiran yang konstan. Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat
meningkatkan agitasi, mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas. Diagnosa 4 : Perubahan pola
tidur b/d nyeri Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau tidur. Intervensi : 1.
Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan biasanya dan perubahan yang terjadi. R/ Mengkaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi yang tepat. 2. Berikan tempat tidur yang nyaman. R/ Meningkatkan
kenyamaan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis. 3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan
dalam pola lama dan lingkungan baru. R/ Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan
lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang. 4. Instruksikan tindakan relaksasi. R/
Membantu menginduksi tidur. 5. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat
dan massage. R/ Meningkatkan efek relaksasi. 6. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi: rendahkan
tempat tidur bila mungkin. R/ Dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi tempat
tidur, pagar tempat untuk membantu mengubah posisi . 7. Hindari mengganggui bila mungkin, misalnya
membangunkan untuk obat atau terapi. R/ Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan
pasien mungkin mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun. 8. Berikan sedatif, hipnotik sesuai
indikasi. R/ Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat. Diagnosa 5 : Defisit
perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, kerusakan auskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan,
nyeri pada waktu bergerak, depresi. Kriteria Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri
secara mandiri. Intervensi : 1. Kaji tingkat fungsi fisik. R/ Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan
yang diperlukan. 2. Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan potensial
perubahan yang sekarang diantisipasi. 3. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program
latihan. R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional. 4. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam
perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi lingkungan. R/ Menyiapkan untuk meningkatkan
kemandirian yang akan meningkatkan harga diri. 5. Identifikasikasi untuk perawatan yang diperlukan,
misalnya; lift, peninggian dudukan toilet, kursi roda. R/ Memberikan kesempatan untuk dapat
melakukan aktivitas secara mandiri. 6. Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi. Diagnosa 6 : Gangguan
citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas
umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. Kriteria hasil : mengungkapkan
peningkatan rasa percaya kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup dan
kemungkinan keterbatasan. Intervensi : 1. Dorong pengungkapan mengenai masalah mengenai proses
penyakit, harapan masa depan. R/ Beri kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesal
menghadapinya secara langsung. 2. Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang
terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi psien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari
termasuk aspek-aspek seksual. R/ Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan
interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut.
3. Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaiman orang terdekat menerima keterbatasan. R/ Isyarat
verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien
memandang dirinya sendiri. 4. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
R/Nyeri melelahkan, dan perasaan marah, bermusuhan umum terjadi. 5. Perhatikan perilaku menarik
diri, penguanan menyangkal atau terlalu memperhatikan tubuh/perubahan. R/ Dapat menunjukkan
emosional atau metode maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan psikologis. 6.
Susun batasan pada prilaku maladaptive. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang
dapat membantu koping. R/ Membantu pasien mempertahankan kontrol diri yang dapat meningkatkan
perasaan harga diri. 7. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas. R/ Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong
partisipasi dan terapi. 8. Rujuk pada konseling psikiatri. R/ Pasien/orang terdekat mungkin
membutuhkadukungann selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ketidakmampuan. 9.
Berikan obat-obat sesuai petunjuk. R/ Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai
pasien mengembangkan kemampuankoping yang efektif. Diagnosa 7 : Resiko Tinggi terhadap Kerusakan
Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan dengan : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, Sistem
pendukung tidak adekuat. Kriteria Hasil : 1. Mempertahankan keamanan lingkungan yang meningkatkan
perkembangan. 2. Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat. Intervensi:
1. Kaji tingkat fungsi fisik 2. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri
sendiri. 3. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. 4.
Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal alat bantu mobilisasi. Diagnosa 8 : Kurang
Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan
Pengobatan berhubungan dengan: Kurangnya pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi
informasi. Kriteria Hasil : 1. Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan. 2.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan
mobilitas dan atau pembatasan aktivitas. Intervensi : 1. Tinjau proses penyakit, prognosis dan harapan
masa depan 2. Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit melalui diet, obat-obatan
dan program diet seimbang, latihan dan istirahat. 3. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas
terintegrasi yang realistis, istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen
stress. 4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi terapi. 5. Identifikasi efek samping
obat. 6. Diskusikan teknik menghemat energi. 7. Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat,
tempat duduk, dan palang keamanan. 8. Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar
baik pada saat istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas. 9. Diskusikan pentingnya pemeriksaan
lanjutan misalnya LED, kadar salisilat, PT. 10. Beri konseling sesuai dengan prioritas kebutuhan klien

You might also like