You are on page 1of 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “ Perbedaan Kriteria klasifikasi DSM 4 dan DSM 5” dengan baik tanpa ada
halangan yang berarti.
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Majene, 04 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. i
Daftar isi ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi DSM ....................................................................................................... 2
B. Sejarah DSM ........................................................................................................ 2
C. Rumusan konsep gangguan jiwa ........................................................................... 5
D. Pembagian aksis dalam DSM .............................................................................. 6
E. Diagnosis .............................................................................................................. 8
F. Perbedaan DSM 4 dan DSM 5 ............................................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikiatri merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari mengenai emosi,
persepsi, kognisi dan perilaku. Sedangkan gangguan jiwa adalah suatu gangguan yang secara
klinis bermakna dan menimbulkan disfungsi dalam pekerjaan. Menurut arti dari PPDGJ III
gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologik yang secara klinis bermakna dan secara
khas berkaitan dengan gejala, penderitaan (distress) serta hendaya (impairment) dalam fungsi
psikososial.
Klasifikasi yang paling populer digunakan orang adalah klasifikasi gangguan yang
dikemukakan oleh American Psychiatric association (APA) pada tahun 1952 yang akhirnya
pada tahun 1992 telah berhasil melahirkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder IV (DSM-IV), setelah mengalami tiga kali revisi sejak tahun 1979. Di Indonesia,
pemerintah telah berhasil melahirkan klasifikasi gangguan kejiwaan yang memuat gangguan
kejiwaan yang disebut PPDGJ atau Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa, yang
saat ini telah secara resmi digunakan adalah PPDGJ.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari DSM ?
2. Bagaimana sejarah DSM ?
3. Apa pembagian aksis dalam DSM ?
4. Apa diagnosis dalam DSM ?
5. Apa perbedaan DSM 4 dan DSM 5 ?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi dari DSM
2. Dapat mengetahui sejarah dari DSM
3. Dapat mengetahui pembagian aksis dalam DSM
4. Dapat mengetahui diagnosis dalam DSM
5. Dapat mengetahui perbedaan DSM 4 dan DSM 5

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi DSM (Diagnostic and statistical manual of mental disorder)


DSM (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Dissorder) merupakan acuan yang
digunakan secara universal di Amerika untuk mendiagnosa gangguan kejiwaan. Sampai saat
ini, DSM telah mengalami lima kali revisi sejak pertama kali dipublikasikan pada tahun
1952. Edisi terakhir DSM sebelum DSM 5 adalah DSM 4 yang dipublikasikan pada tahun
1994 dan mengalami revisi teks pada tahun 2000 yang disebut DSM 4 TR. (Sy Saeed. 2012).
DSM 5 sendiri telah dipublikasikan baru-baru ini, tepatnya pada bulan May 2013. Revisi
terakhir DSM ini bukan tanpa kontroversi. DSM 5 justru sedang ramai diperbincangkan pada
saat ini dalam dunia psikologi, beberapa kritik tentang DSM 5 pun bermunculan.
Ciri-ciri DSM:
a. DSM bersifat deskriptif, yang menguraikan ciri-ciri diagnostik dari perilaku
abnormal, tidak menjelaskan penyebabnya.
b. Menggunakan kriteria diagnostik yang spesifik sehingga mendeskripsikan ciri-
ciri esensial(kriteria yang harus ada) dan ciri-ciri asosiatif (kriteria yang sering
diasosiasikan dengan gangguan tapi tidak esensial).
c. Pola perilaku abnormal yang memiliki ciri-ciri klinis yang sama dikelompokkan
menjadi satu.
d. Sistem bersifat multiaksis yaitu menggunakan sistem yang multidimensional sehingga
memiliki jangkauan informasi yang luas tentang keberfungsian individu.
Tujuan diagnosis:
a. Informasi komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan
meramalkan hasil dari diagnosis yang telah dilakukan.
b. Format mudah dan sistematik sehingga membantu menata dan mengkomunikasikan
informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan
heterogenitas individu dengan diagnosis yang sama.
c. Penggunaan model biopsikososial.
B. SEJARAH DSM

Saat banyaknya manusia yang berperilaku abnormal atau menyimpang, para ahli di
Amerika mulai mengembangkan klasifikasi gangguan mental dengan cara pengumpulan data
statistik. Banyak sistem klasifikasi yang berbeda yang dikembangkan selama 2.000 tahun

2
terakhir dalam penekanan relatif mereka pada fenomenologi, etiologi, dan tentu saja sebagai
mendefinisikan fitur.
Berbagai sistem untuk mengkategorikan gangguan mental telah berbeda sehubungan
dengan tujuan utama. Tujuan tersebut digunakan dalam klinis, penelitian, atau pengaturan
administrasi. Karena sejarah klasifikasi terlalu luas untuk diringkas di sini, ringkasan ini
hanya berfokus pada aspek-aspek yang telah dipimpin langsung untuk pengembangan
Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) dan bagian-gangguan mental di
berbagai edisi International Classification of Diseases (ICD).
a) Pra-Perang Dunia ke II
Di Amerika Serikat, stimulus awal untuk mengembangkan klasifikasi gangguan
mental adalah kebutuhan untuk mengumpulkan informasi statistik. Apa yang mungkin
dianggap sebagai upaya resmi pertama untuk mengumpulkan informasi tentang kesehatan
mental di Amerika Serikat adalah pencatatan frekuensi "idiocy/insanity" di sensus tahun
1840. Pada sensus tahun 1880, terdapat tujuh kategori kesehatan mental yaitu mania,
melankolis, monomania, paresis, demensia, sifat mencandu terhadap minuman keras
(dipsomania), dan epilepsi.
Pada tahun 1917, Amerika Medico-Psychological Association, bersama-sama dengan
National Commission on Mental Hygiene, mengembangkan sebuah rencana adopsi dari Biro
Sensus untuk mengumpulkan statistik kesehatan di seluruh rumah sakit jiwa. Meskipun
sistem ini lebih ditujukan untuk memperhatikan kegunaan klinis daripada sistem
sebelumnya. Pada tahun 1921, American Psychological Association Medico-berubah nama
menjadi "APA". Kemudian, APA berkolaborasi dengan New York Academy of Medicine
untuk mengembangkan sebuah klasifikasi kejiwaan nasional yang merupakan edisi pertama
dari American Medical Association’s Standard Classified Nomenclature of Disease. Sistem
ini dirancang untuk mendiagnosis pasien rawat inap dengan gangguan psikiatri dan neurologi
yang parah.

b) Setelah Perang Dunia ke II (DSM-I)

Sebuah sistem klasifikasi yang lebih luas kemudian dikembangkan oleh Angkatan
Darat Amerika Serikat yang dimodifikasi oleh Veteran Administration tentang gabungan
presentasi pasien rawat jalan pada perang dunia II antara prajurit dan para veteran mengenai
psychophysiological, personality, dan gangguan akut. Pada saat yang sama, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan edisi keenam ICD untuk pertama kalinya mengenai
gangguan mental. ICD-6 sangat dipengaruhi oleh klasifikasi Administrasi Veteran dan

3
termasuk 10 kategori untuk psikosis dan psikoneurosis dan tujuh kategori untuk gangguan
karakter, perilaku, dan kecerdasan. ICD adalah International Classification of Diseases.
APA Committee on Nomenclature and Statistics mengembangkan varian dari ICD-6
yang diterbitkan pada tahun 1952 sebagai edisi pertama DSM. DSM berisi sebuah deskripsi
dari kategori diagnostik dan panduan resmi pertama dari gangguan mental yang di fokuskan
pada pengobatan/clinical use. Penggunaan istilah "reaksi" di seluruh DSM mencerminkan
pengaruh pandangan Adolf Meyer tentang psychobiological yang menyatakan bahwa
gangguan mental diwakili reaksi kepribadian untuk faktor psikologis, sosial, dan biologis.

c) DSM-II (1968)

Pada bagian kurangnya penerimaan dari daftar mental disorder yang terkandung
dalam ICD-6 dan ICD-7, WHO mensponsori tinjauan komprehensif dari masalah diagnostik,
yang dilakukan oleh psikiater Inggris Erwin Stengel. Laporannya menginspirasi banyak
kemajuan dalam diagnosis-terutama kebutuhan untuk definisi eksplisit gangguan sebagai
sarana mempromosikan diagnosis klinis yang diandalkan. Namun, di revisi pada putaran
berikutnya yang menyebabkan DSM-II dan ICD-8, tidak mengikuti rekomendasi Stengel
untuk di setiap gelar besar. DSM-II mirip dengan DSM tetapi istilah "reaksi" dihilangkan.

d) DSM-III (1980)

Seperti pada kasus DSM dan DSM-II, pengembangan edisi ketiga (DSM-III)
dikoordinasikan dengan perkembangan versi berikutnya dari ICD, ICD-9, yang diterbitkan
pada tahun 1975 dan dilaksanakan pada tahun 1978. Mulai dilakukan pada tahun 1974,
dengan publikasi pada tahun 1980.
DSM-III memperkenalkan sejumlah inovasi penting, termasuk kriteria eksplisit
diagnostik, sebuah multiaksial sistem penilaian diagnostik, dan pendekatan yang berusaha
untuk menjadi netral terhadap penyebab gangguan mental. Upaya ini dibantu oleh pekerjaan
yang luas pada membangun dan memvalidasi kriteria diagnostik dan mengembangkan
wawancara psikiatri untuk penelitian dan penggunaan klinis.
ICD-9 tidak termasuk kriteria diagnostik atau sistem multiaksial terutama karena
fungsi utama dari sistem internasional ini adalah untuk menguraikan kategori untuk
pengumpulan data statistik kesehatan dasar. Sebaliknya, DSM-III dikembangkan dengan
tujuan tambahan memberikan definisi yang tepat dari gangguan mental untuk dokter dan
peneliti. Karena ketidakpuasan di semua obat dengan kurangnya kekhususan dalam ICD-9,

4
keputusan dibuat untuk memodifikasinya untuk digunakan di Amerika Serikat, sehingga
ICD-9-CM (untuk Modifikasi Klinis).

e) DSM-III-R (1987)

Pengalaman dengan DSM, Edisi Ketiga (DSM-III) mengungkapkan inkonsistensi


dalam sistem dan contoh di mana kriteria diagnostik yang tidak jelas. Oleh karena itu, APA
ditunjuk kelompok kerja untuk merevisi DSM-III, yang mengembangkan revisi dan koreksi
yang menyebabkan publikasi DSM-III-R pada tahun 1987. R adalah reorganisasi.

f) DSM-IV (1994)

DSM-IV diterbitkan pada tahun 1994. Ini adalah puncak dari upaya enam tahun yang
melibatkan lebih dari 1.000 orang dan banyak organisasi profesional. Banyak usaha yang
terlibat melakukan tinjauan komprehensif dari literatur untuk membangun dasar empiris yang
kuat untuk melakukan modifikasi. Banyak perubahan yang dilakukan klasifikasi (misalnya,
gangguan yang ditambahkan, dihapus, dan ditata ulang), dengan kriteria set diagnostik, dan
untuk teks deskriptif. Pengembang dari DSM-IV dan edisi 10 ICD bekerja sama untuk
mengkoordinasikan upaya mereka, mengakibatkan peningkatan keselarasan antara dua sistem
dan perbedaan berarti lebih sedikit dalam kata-kata. ICD-10 diterbitkan pada tahun 1992.

g) DSM-IV-TR atau sekarang disebut dengan DSM-V (2000)

Mulai tahun 2000, dibentuk sebuah kelompok kerja untuk membuat agenda penelitian
yang merevisi kelima mayor DSM (DSM-5). Kelompok kerja ini dihasilkan ratusan kertas
putih, monograf, dan artikel jurnal, menyediakan ringkasan dari keadaan ilmu yang relevan
dengan diagnosis psikiatri dan membiarkannya tahu di mana kesenjangan ada dalam
penelitian saat ini, dengan harapan bahwa lebih menekankan akan ditempatkan pada
penelitian di daerah tersebut. Pada tahun 2007, APA membentuk DSM-5 Task Force untuk
mulai merevisi manual serta 13 kelompok kerja berfokus pada berbagai bidang gangguan.
DSM-5 diterbitkan pada tahun 2013.

C. Rumusan konsep gangguan jiwa


a) Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa :
1. Sindrom atau pola perilaku
2. Sindrom atau pola psikologik
b) Gejala klinis yang menimbulkan “penderitaan” (Distress)
ex. Rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, etc.

5
c) Gejala klinis yang menimbulkan ‘disabilitas” (Disability)
1. Daily activity : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, etc
D. Pembagian Aksis dalam DSM IV

Dalam DSM IV terdapat lima aksis gangguan. Dari lima aksis gangguan tersebut,
terdapat dua aksis yang penting bagi kalangan psikologi sebagai berikut:
a. Aksis I: Gangguan Klinis
Gangguan klinis merupakan pola perilaku abnormal (gangguan mental) yang
meenyebabkan hendaya fungsi dan perasaan tertekan pada individu. Kondisi lain yang
mungkin menjadi fokus perhatian: masalah lain yang menjadi fokus diagnosis atau
pandangan tapi bukan gangguan mental, seperti problem akademik, pekerjaan atau sosial,
faktor psikologi yang mempengaruhi kondisi medis. Berikut ini merupakan ringkasan dari
PPDGJ III yang dikutip dari Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa yang diedit Dr.Rusdi
Maslim:
1. F00-F09: Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik
Gangguan Mental Organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan
penyakit/gangguan sistemik atau otak. Gangguan mental simtomatik adalah pengaruh
terhadap otak merupakan akibat sekunder penyakit/gangguuan sistemik di luar otak.
Gambaran utama:
a) Gangguan fungsi kongnitif
b) Gangguan sensorium – kesadaran, perhatian
c) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikir
(waham), mood dan emosi.

2. F10-F19: Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat
Psikoaktiflainnya.
3. F20-F29: Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham

Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran


dan persepsi, serta oleh efek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran jernih dan
kemampuan intelektual tetap, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang
kemudian.
4. F30-F39: Gangguan Suasana Perasaan (Mood)
Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah
depresi (dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi (suasana perasaan yang

6
meningkat). Perubahan afek biasanya disertai perubahan keseluruhan tingkat aktivitas dan
kebanyakan gejala lain adalah sekunder terhadap perubahan itu.
5. F40-F49: Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres
6. F50-F59: Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan
Faktor Fisik.
b. Aksis II: Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian mencakup pola perilaku maladaptif yang sangat kaku dan
biasanya merusak hubungan antar pribadi dan adaptasi sosial. Gangguan kepribadian, seperti
gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian skizoid, gangguan kepribadian
skizotipal, gangguan kepribadian antisosial, dll.
1. F60 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa
Kondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap, dan merupakan ekspresi
pola hidup yang khas dari seseorang dan cara berhubungan dengan diri sendiri maupun
orang lain. Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan
pengalaman hidup, sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.
2. F70 Retardasi Mental
Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh
pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa
atau gangguan fisik lain sehingga perilaku adaptif selalu ada.
3. F80 Gangguan Perkembangan Psikologis
Gambaran umum :
a) Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak.
b) Adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan
erat dengan kematangan biologis susunan saraf pusat.
c) Berlangsung terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak
gangguan jiwa.
Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa, keterampilan
visuo-spasial, koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang secara
progresif dengan bertambahnya usia
4. F9 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan
Remaja.

7
c. Aksis III: Kondisi Medik Umum
Kondisi medis umum dan kondisi medis yang mugkin penting bagi pemahaman atau
penyembuhan atau penanganan gangguan mental individu. Meliputi kondisi klinis yang
diduga menjadi penyebab atau bukan penyebab gangguan yang dialami individu.
d. Aksis IV: Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah dengan keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial. Masalah psikososial dan
lingkungan. Mencakup peristiwa hidup yang negatif maupun positif,dan kondisi lingkungan
dan sosial yang tidak menguntungkan, dll.
e. Aksis V: Penilaian Fungsi secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF
Scale)
Assessment fungsi secara global mencakup assessment menyeluruh tentang fungsi
psikologis sosial dan pekerjaan klien. Digunakan juga untuk mengindikasikan taraf
keberfungsian tertinggi yang mungkin dicapai selama beberapa bulan pada tahun
sebelumnya.
100-91: gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi.
90-81 : gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa.
80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial.
70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
baik.
60-51 : gejala dan disabilitas sedang.
50-41 : gejala dan disabilitas berat.
40-31 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas
berat dalam beberapa fungsi.
30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam
hampir semua bidang.
20-11 : bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi
danmengurus diri.
10-01 : persisten dan lebih serius.
0 : informasi tidak adekuat.

E. Diagnosis

Seperti perilaku abnormal, istilah sakit mental atau gangguan mental tidak mudah
untuk didefinisikan. Untuk setiap definisi yang berhasil dirumuskan senantiasa timbul tanpa

8
terkecuali. Namun akan lebih baik dibuat definisi dari berasumsi bahwa kita seharusnya dapat
menampung setiap gagasan yang menyangkut gangguan ini. Di bawah ini terdapat beberapa
pendekatan dalam diagnosis
a. Pendekatan Kategori Klasik
Metode klasifikasi yang didasari asumsi mengenai adanya perbedaan yang jelas diantara
berbagai macam gangguan, masing-masing dengan penyebab yang diketahui
berbeda.Pendekatan ini lebih cocok untuk diterapkan dibidang medis daripada untuk
mendiagnosa gangguan psikologi yang begitu kompleks.
b. Pendekatan Dimensional
Membuat kategori berbagai karakteristik berdasarkan kontinum. Mencatat beragam
kognisi, suasana perasaan dan perilaku klien dan mengkuantifikasinya kedalam suatu
skala. Kurang memuaskan karena tidak ada kesepakatan mengenai berapa banyak dimensi
yang diperlukan.
c. Pendekatan Prototipikal
Sistem kategori gangguan dengan menggunakan ciri-ciri penentu esensial, dan sejumlah
variasi pada beberapa karakteristik lainnya. Kelemahannya: batas-batas kategori tidak jelas
dan ada beberapa gangguan yang memiliki kesamaan gejala.

F. Perbedaan DSM 4 dan DSM 5


Telaah para ahli terhadap DSM 4 dan DSM 5 menemukan beberapa perbedaan antara
keduanya. Perbedaan tersebut baik pada penggunaan istilah, kategori gangguan, metode
diagnosis, jumlah disorder maupun perubahan-perubahan khusus yang terjadi pada
beberapa disorder seperti, perubahan penamaan pada beberapa disorder, kategorikal
disorder, dan kriteria diagnosis untuk beberapa jenis disorder. Salah satu disorder yang
mengalami perubahan pada DSM V adalah PTSD. Perubahan-perubahan tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:

PTSD pada DSM 4 dan DSM 5


No Aspek DSM 4 DSM 5
1 Klasifikasi Post traumatic Stress Post traumatic Stress
disorderdiklasifikasikan di disorder diklasifikasikan di
bawah kelompok gangguan bawah kelompok Trauma and
kecemasan (anxiety Stressor-Related

9
disorder). Disorders bersama dengan 6
jenis disorder lainnya.
2 Kriteria Kriteria PTSD ditetapkan Kriteria stressor (kriteria A)
secara general. Reaksi- dinyatakan lebih eksplisit dan
reaski subjektif termasuk reaksi-reaksi subjektif (kriteria
salah satu kriteria PTSD A2) dihilangkan sebagai
(kriteria A2) kriteria PTSD karena dianggap
tidak didukung oleh cukup
data penguat.
Tidak ada kriteria terpisah Tersedia kriteria khusus untuk
PTSD untuk anak- mengidentifikasi PTSD pada
anakpreschool (anak-anak anak-anakpreschool.
yang berumur 6 tahun atau
kurang). Artinya, kriteria
PTSD pada DSM IV tidak
sensitif terhadap
perkembangan anak-anak
yang sangat muda.
Simtom-simtom PTSD untuk
anak-anak
Simtom A: 1) Kriteria PTSD
yang biasanya digunakan
untuk orang dewasa hanya
digunakan untuk anak-anak
yang berusia lebih dari 6
tahun, 2) PTSD dipicu oleh
kejadian-kejadian traumatis
seperti terancam kematian,
cedera serius, dan mengalami
kekerasan seksual, tidak
termasuk menyaksikan melalui
media elektronik, dan 3).
trauma bisa dipicu oleh

10
pengasuhan
Simtom B: 1) mengingat
kejadian yang mengganggu
secara berulang-ulang,
2)mimpi buruk,
3)flashbacks, 4) distress, 5)
ditandai oleh adanya reaksi-
reaksi psikologis apabila
teringat kejadian traumatis
Simtom C: 1) menghindari
stimulus-stimulus secara
berkepanjangan, dan 2) adanya
perubahan-perubahan kognisi
yang negatif termasuk emosi
negatif dan adanya perilaku
menarik diri.
Simtom D: perubahan gairah
(semangat) yang ditandai
oleh 2 dari gejala gejala
berikut: 1) mudah marah,
2) Hypervigilance,3) mudah
kaget, 4) masalah konsentrasi
dan 5) masalah tidur
3 Kluster Simtom Terdiri dari 3 clustersimtom Terdiri dari 4 clustersimtom
sebagai indikator bagi sebagai indikator bagi PTSD
PTSD yaitu re-experincing, yaitu intrusion
avoiding,dan arousal symptoms (sebelumnya
disebut re-experincing),
avoidance symptoms (kriteria
C), negative alterations in
mood and cognition (kriteria
D), danalterations in arousal
and reactivity (sebelumnya

11
disebut arousal)
4 Spesifikasi Dalam DSM-IV-TR, Kedua spesifikasi akut dan
spesifikasi diagnosis PTSD kronis telah dihapus dari DSM
terbagi 2 yaitu akut dan V. Diagnosis diberikan jika
kronis (acute and gejala terakhir setidaknya satu
chronic). PTSDdisebut akut bulan dan tidak ada
apabila gejala berlangsung diferensiasi antara PTSD akut
antara satu dan tiga bulan. dan kronis
Sementara itu, apabila
gejala yang berlangsung
lebih dari tiga bulan maka
disebut sebagai PTSD
kronis.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem penggolongan atau klasifikasi yang paling umum digunakan dalam ilmu psikologi
saat ini adalah pengembangan dan perluasan dari konsep Kreapelin, yaitu Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM), yang diterbitkan oleh American Psychiatric
Assosiation. Penggolongan dan klasifikasi perilaku abnormal dimaksudkan agar ilmu tersebut
dapat terus dikomunikasikan sehingga akan terus berkembang. Keputusan diagnosis pun
diambil berdasarkan penggolongan ini, keputusan diagnosis untuk penderita paranoid tentu
berbeda dengan keputusan diagnostis untuk penderita skizofrenia. Penggolongan pun
dimaksudkan untuk dapat mengindentifikasi dan memprediksi suatu perilaku abnormal
berdasarkan kategori yang telah distandarkan. DSM menggolongkan perilaku abnormal
sebagai gangguan mental, yang mencakup distres emosional dan/ataupun hendaya
(impairment). Diagnosis gangguan mental dalam DSM mensyaratkan bahwa pola perilaku
tidak mewakili suatu respons terhadap suatu budaya atau pola perilaku yang muncul sebagai
akibat peristiwa stres hebat, seperti kehilangan orang tercinta. Sekalipun yang bersangkutan
menunjukkan tanda-tanda kedukaan melalui pola perilaku hendaya yang signifikan, tidak
serta merta menjadikannya didiagnosis mengalami gangguan mental. Namun, apabila pola
perilaku tersebut bertahan secara signifikan dan berlangsung selama periode waktu yang
cukup lama, diagnosis gangguan mental barulah digunakan.
B. Saran
Klasifikasi gangguan jiwa itu tergantung dari tingkat gangguan secara psikis dan
fisiknya. Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal baik yang
berhubungan dengan fisik maupun mental. Seseorang harus diberi perhatian yang lebih agar
tidak mudah tertekan batinnya dan dia bisa mencurahkan pikirannya sehingga perasaannya
lebih lega serta nyaman.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. http://yeniafrida.blogspot.co.id/2014/10/ptsd-dalam-dsm-iv-dan-dsm-v.html
2. http://psikoklinis.blogspot.co.id/2012/06/dsm-diagnostic-and-stastitical-manual.html
3. http://psikoklinis.blogspot.co.id/2012/06/dsm-diagnostic-and-stastitical-manual.html
4. http://danmerkung.blogspot.co.id/2014/05/diagnostic-and-statistical-manual-of.html

14

You might also like