You are on page 1of 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ovarium mempunyai fungsi dan peranan yang penting sebagai organ


reproduksi khususnya bagi wanita , namun dalam fungsi dan peranannya terdapat
masalah yang patut untuk diperhatikan. Masalah tersebut adalah kista ovarium,
potensinya dapat menyerang kaum wanita pada umumnya. Namun pada hegemoni
sekarang ini kaum wanita kurang atau bahkan tidak memperhatikan hal-hal yang
berkaitan sehingga resiko timbul kista ovarium menjadi tinggi. Demikian juga etiologi
dari kista ovarium juga sangat erat dengan aktifitas sehari-hari menjadi faktor
pendukung kerentanan individu terkena kista ovarium. (zakiah-
fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-115145-Kep. Reproduksi-Asuhan Keperawatan
Kista Ovarium.html), diakses tanggal 1desember 2015. Resiko yang paling ditakuti
dari Kista Ovarium yaitu mengalami degenerasi keganasan, disamping itu bisa
mengalami torsi atau terpuntir sehingga menimbulkan nyeri akut, perdarahan atau
infeksi. Sehingga Kista Ovarium memerlukan penanganan yang profesional dan multi
disiplin. (http://www.republika. co.id/cetak_detail.online), diakses tanggal 1
Desember 2015)
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada negara maju, dengan rata-rata 10 per
100.000, kecuali di Jepang (6,4 per 100.000). Insiden di Amerika Selatan (7,7 per
100.000) relatif tinggi bila dibandingkan dengan angka kejadian di Asia dan Afrika
(WHO, 2010). Asia angka kejadian Kista Ovarium semakin tinggi pada tahun 2010
sebanyak 60.113 penderita yang meninggal 21.004 orang dan masih menderita
sebanyak 39.109 (http://juwitamrm. blogspot.com/2012/12/kti_27.html), diakses
tanggal 30 Agustus 2015). Di indonesia 25-50% kematian wanita usia subur
disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan serta
penyakit sistem reproduksi misalnya kista ovarium. (Depkes RI, 2011)
Asal usul penyebab timbulnya Kista Ovarium belum ada jawabannya secara
pasti. Diduga terjadinya gangguan pembentukan hormon pada hipotalamus, hipofise
atau ovarium itu sendiri merupakan faktor penyebab terjadinya Kista Ovarium. Kista

1
indung telur/ovarium timbul dari folikel yang tidak berfungsi selama siklus
menstruasi (gagalnya folikel berovulasi). (http://www.Portal.cbn.net.id. online,
diakses 30 November 2015).
Pengetahuan adalah hasil dari ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. (Notoatmodjo, 2007). Perlunya masyarakat
mengetahui tentang kista ovarium adalah agar tidak berubah ketingkat lanjut artau
terlambat menangani serta bagi wanita berusia 20-50 tahun rutin memeriksakan diri
jika wanita tersebut menderita kista ovarium agar dapat diberikan penanganan cepat
dan tepat.( Maharani, 2008). Prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan
operasi dan tumor non neoplastik tidak, jika menghadapi tumor ovarium yang tidak
memberikan gejala/keluhan pada penderita dan yang besarnya tidak melebihi 5 cm
diameternya, kemungkinan besar tumor tersebut adalah kista folikel atau kista korpus
luteum. Tidak jarang tumor tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan
menghilang, sehingga perlu diambil sikap untuk menunggu selama 2-3 bulan, jika
selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam pertumbuhan tumor tersebut, kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan tumor besar itu bersifat neoplastik
dan dapat dipertimbangkan untuk pengobatan operatif. Tindakan operasi pada tumor
yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian
ovarium yang mengandung tumor ( Wiknjosastro, 2005).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah:


bagaimana asuhan keperawatan pada pasien kista ovarium ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien kista
ovarium
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :

2
a. Menyusun pengkajian asuhan keperawatan pada pasien kista
ovarium
b. Merumuskan diagnosa asuhan keperawatan pada pasien kista
ovarium
c. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan pada pasien kista
ovarium
D. Manfaat
1. Mampu memahami konsep dasar kista ovarium
2. Mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada kista ovarium

E. Sistematika penulisan
Pada makalah ini sistematika penulisannya meliputi :
1. Bab 1 Pendahuluan Terdiri Dari: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Manfaat Penulisan, Sistematika Penulisan, Teknik Pengumpulan Data
2. Bab 2 Tinjuan Pustaka Terdiri Dari:
a. Konsep Dasar Kista Ovarium meliputi: Pengertian, Etiologi, Patofisiologi,
Manifestasi klinik, Klasifikasi, Komplikasi, Pemeriksaan penunjang,
Penatalaksanaan
b. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kista Ovarium meliputi:
Pengkajian Perumusan Diagnosa, Perencanaan.
3. Bab 3 Penutup Terdiri Dari: Kesimpulan, Saran

F. Teknik pengumpulan data


1. Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara penggunaan buku-
buku sumber dan jurnal untuk mendapatkan landasan teori yang
berkaitan dengan kasus yang dihadapi, sehingga dapat
membandingkan teori dengan fakta di lahan praktik

3
BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kista Ovarium


1. Pengertian
Kistoma ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang
besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan tumor ovarium yang
di jumpai yang paling sering adalah dermonal, kista atau kista lutein, tumor
ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau
dapat menghalang-halangi masuknya kepala dalam panggul. ( Winjosastro.et.all
2011 dalam Nurarif dan Kusuma, 2015). Kista ovarium merupakan penyakit yang
banyak menyerang kaum wanita. Kista sendiri merupakan benjolan yang berisi

4
cairan yang berada di indung telur. penyakit kista ini sebenarnya merupakan
penyakit tumor jinak karena kebanyakan penanganannya tidak melalui operasi
besar. Penyakit kista antara lain adanya dioksin dari asap pabrik dan pembakaran
gas bermotor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia, serta faktor
makanan, lemak yang berlebih yang dapat meningkatkan hormon testosteron akan
membantu tumbuhnya kista. (Agustina, 2014). Kista ovarium adalah pertumbuhan
sel yang berlebihan / abnormal pada ovarium yang membentuk seperti kantong
(Agusfarly, 2008).

2. Etiologi
Kista Ovarium paling sering dijumpai pada wanita usia reproduksi sebagian
besar atau 95% jinak. (http://www.Indomedia.com.online, diakses tanggal 30
November 2015).
Asal usul penyebab timbulnya Kista Ovarium belum ada jawabannya secara
pasti. Diduga terjadinya gangguan pembentukan hormon pada hipotalamus,
hipofise atau ovarium itu sendiri merupakan faktor penyebab terjadinya Kista
Ovarium. Kista indung telur/ovarium timbul dari folikel yang tidak berfungsi
selama siklus menstruasi (gagalnya folikel berovulasi).
(http://www.Portal.cbn.net.id. online, diakses 30 November 2015).

3. Patofisiologi
Kista nonneoplastik sering ditemukan, tetapi bukan masalah serius. Kista
folikel dan luteal di ovarium sangat sering ditemukan sehingga hampir dianggap
sebagai varian fisiologik. Kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel
graaf yang tidak ruptur atau pada folikel yang sudah pecah dan segera menutup
kembali. Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah
lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm
dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup
banyak, sampai mencapai diameter 4 hingga 5 cm sehingga dapat di raba massa
dan menimbulkan nyeri panggul. Jika kecil, kista ini dilapisi granulosa atau sel
teka, tetapi seiring dengan penimbunan cairan timbul tekanan yang dapat
menyebabkan atropi sel tersebut. Kadang – kadang kista ini pecah, menimbulkan
perdarahan intraperitonium, dan gejala abdomen akut. (Robbins, 2007)

5
Degenerasi ovarium Infeksi ovarium

Infeksi ovarium histeroktomi

Pembesaran ovarium Pembesaran ovarium Pembesaran ovarium

Kurang pengetahuan Rupture ovarium

ansietas Resiko pendarahan

peritonitis Gangguan perfusi jaringan

peritonitis Metabolisme menurun Luka operasi


6
Hipolisis asam lakta
kelebihan
Gambar 2.1 : pathway kista ovarium. ( Nurarif dan Kusuma, 2015 :162)

4. Manifestasi klinik
Kebanyakan tumor atau Kista Ovarium tidak bergejala, sebagian besar gejala akibat
dari pertumbuhan, aktifitas endokrin atau komplikasi tumor.
a. Akibat pertumbuhan
1) Pembenjolan perut sebagai akibat adanya tumor atau kista di dalam perut
bagian bawah.
2) Gangguan miksi yang diakibatkan oleh penekanan kandung kencing.
3) Tekanan tumor yang lebih besar menimbulkan rasa berat dalam perut,
obstipasi, oedema tungkai, nafsu makan menurun dan sesak napas.
b.Akibat Aktifitas Abnormal
Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor
tersebut mengeluarkan hormon.

7
c. Akibat Komplikasi
1) Perdarahan ke dalam kista bisa mengakibatkan nyeri perut mendadak
2) Perputaran tangkai/torsi menimbulkan nyeri abdomen mendadak
3) Infeksi pada tumor menimbulkan gejala infeksi seperti badan panas,
nyeripada abdomen dan mengganggu aktifitas sehari-hari.
4) Robekan dinding kista menyebabkan isi kista tumpah ke dalam ruangan
abdomen.
5) Degenerasi keganasan, sering dijumpai pada usia penderita sebelum menarche
dan di atas 45 tahun. (Joedosapoetra, M, 2007. Hal 347)

5. Klasifikasi
kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium.
Dan di bagi menjadi dua, yaitu :
1. Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidakseimbangan hormon esterogen dan progesteron
diantaranya ialah :
a. Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di
dalam korteks.
b. Kista fungsional
1) kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi rupture atau
folikel yang tidak matang direasorbsi cairan folikuler diantaranya siklus
menstruasi. Banyak terjadi pada wanita menarche kurang dari 12 tahun.
2) Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesteron
setelah ovulasi
3) Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG, terdapat
pada mola hidatidosa.
4) Kista stein laventhal, disebabkan karena meningkatnya kadar LH yang
menyebabkan hiperstimuli ovarium
2. Kista neoplasma
a. Kistoma ovari simpleks adalah suatu jenis kista deroma sirosum yang
kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.

8
b. Kistadenoma ovari musinosum: asal kista ini belum pasti, mungkin berasal
dari suatu terutama yang pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen
yang lain
c. Kistodenoma ovari serosum: berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal
ovarium)
d. Kista endrometreid: belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya
dengan endometroid
e. Kista dermoid: tumor bersal dari sel telur melalui proses patogenesis. Pada
kehamilan yang di jumpai dengan kista ovarium ini memerlukan tindakan
operasi untuk mengangkat kista tersebut (pada kehamilan 15 minggu) karena
dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin yang akhirnya
mengakibatkan abortus, kematian dalam rahim. ( Nurarif dan Kusuma, 2015)

6. Komplikasi
Salah satu bahaya yang ditakuti ialah kista tersebut menjadi ganas. Sekalipun
tidak semua kista mudah berubah manjadi ganas. Berdasarkan kajian teoritik, kista
fungsional yang sering tejadi dan sangat jarang menjadi ganas. Sebaliknya kista
denoma yang jarang terjadi tetapi mudah menjadi ganas pada usia di atas 45 tahun
atau kurang dari 20 tahun. Bahaya lain dari kista adalah terpuntir. Kejadian ini akan
menimbulkan rasa sakit yang sangat dan memerlukan tindakan darurat untuk
mencegah kista jangan sampai pecah. (http://www.Suaramerdeka.com.online, diakses
tanggal 30 November 2015).
Dalam jangka waktu tertentu, kista terus tumbuh hingga diameter mencapai
puluhan sentimeter. Sebenarnya tidak ada patokan mengenai ukuran besarnya kista
sehingga berpotensi untuk pecahnya kista dapat menyebabkan pembuluh darah
menjadi rusak dan menimbulkan terjadinya perdarahan yang dapat berakibat fatal.
(http://www.Infosehat.com.online, diakses tanggal 30 November 2015).

7. Pemeriksaan penunjang
1. Pap smear : untuk mengetahui displosia seluler menunjukkan kemungkinan
adanya kanker / kista
2. Ultrasound / scan CT : membantu mengidentifikasi ukuran / lokasi massa.
3. Laparoskopi : dilakukan untuk melihat tumor, pendarahan, perubahan,
endometrial

9
4. Hitung darah lengkap
5. Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. ( Nurarif dan
Kusuma, 2015 :160)

8. Penatalaksanaan
Pengobatan kista ovarium biasanya adalah pengangkatan melalui tindakan
bedah bila ukurannya kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh cairan / fisiologis pada
pasien muda yang sehat. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas
ovarium dan menghilangkan kista. Sekitar 80% lesi yang terjadi pada wanita berusia
29 tahun daan yang lebih muda adalah jinak, setelah 50 tahun hanya 50% yang jinak.
Perawatan paska operatif setelah pembedahan untuk mengangkut kista ovarium
adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat.
Komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita
abdomen yang ketat. (Smeltzer,C.Suzanne dalam Nurarif dan Kusuma, 2015 : 160)
Pengangkatan ovarium saat operasi harus diperiksa untuk menentukan ganas
atau tidak, apabila terjadi keganasan maka ditangani sesuai dengan tindakan kanker
ovarium atau biasa disebut staging laparatomy.(Joedosapoetra, Ms, 2007 hal 351)

Perawatan Pasca Bedah


a. Perawatan luka insisi/pasca operasi
Beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain :
1) Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca operasi.
2) Klien harus mandi shower bila memungkinkan.
3) Luka harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari Selama masa
pasca operasi sampai ibu diperbolehkan pulang/dirujuk.
4) Luka mengeluarkan cairan atau tembus kepakaian, pembalutan luka harus
diulang sebab bila tidak kemungkinan luka terbuka.
5) Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan
tidak lengket.
6) Pembalutan dilakukan dengan tekhnik aseptik.
b. Pemberian cairan

10
Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia, dehidrasi dan
komplikasi pada organ-organ lainnya.
Cairan yang diperlukan biasanya dekstrose 5-10%, garam fisiologis dan
ranger laktat (RL) secara bergantian. Jumlah tetesan tergantung pada keadaan
dan kebutuhan, biasanya kira - kira 20 tetes per menit. Bila kadar
hemoglobin darah rendah, berikan tranfusi darah atau packed-cell sesuai dengan
kebutuhan.
c. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus,
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral sebenarnya
pemberian sedikit minuman sudah boleh diberikan pada 6 – 10 jam pasca
bedah berupa air putih atau air teh yang jumlahnya dapat di naikkan pada hari
pertama dan kedua pasca bedah.
Setelah cairan infus dihentikan, berikan makanan bubur saring, minuman
air, buah dan susu. Selanjutnya secara bertahap diperbolehkan makan
bubur dan akhirnya makanan biasa. Sejak boleh minum pada hari
pertama, obat - obatan sudah boleh diberikan peroral.
Pemberian makanan rutin tersebut di atas akan berubah bila dijumpai
komplikasi pada saluran pencernaan seperti adanya kembung pada perut
dan peristaltik usus yang kurang sempurna.
d. Nyeri
Sejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan di daerah
operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat - obatan anti
sakit dan penenang seperti suntikan intramuskuler (IM) pethidin dengan
dosis 100 - 150 mg atau morpin sebanyak 10 - 15 mg atau secara perinfus
atau obat - obatan lainnya. Dengan pemberian obat–obatan di atas penderita
yang kurang tenang dan gelisah akan merasa lebih tentram.
e. Mobilisasi
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi bergantung pula pada jenis-jenis
operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai secara psikologis
hal ini memberikan pula kepercayaan pula pada klien bahwa ia mulai sembuh.

11
Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada penderita atau
keluarganya yang menungguinya.
Miring kekanan dan ke kiri sudah dapat dimulai 6-10 jam setelah penderita sadar.
Latihan pernapasan dapat dilakukan sambil tidur terlentang sedini mungkin
setelah sadar. Pada hari ke dua penderita dapat di duduk selama 5 menit dan
diminta untuk bernapas dalam-dalam lalu menghembuskannya desertai batuk-
batuk kecil yang gunanya untuk melongarkan pernapasan sekaligus memberikan
kepercayaan pada diri penderita bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur
terlentang diubah menjadi setengah duduk (Posisi semi fowler).
Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke
tiga sampai hari ke lima pasca operasi.
Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosisi dan emboli. Sebaliknya
bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka
operasi. Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat
adalah yang paling dianjurkan. (Mochtar, R, 1998. Hal. 158).
f. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak nyaman pada
penderita dan menyebabkan pendarahan. Karena itu dianjurkan pemasangan
kateter tetap (Balon kateter) yang terpasang 24 - 48 jam atau lebih lama lagi,
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. Dengan cara ini urine dapat
ditampung dan diukur dalam kantong plastik secara periodik. Bila tidak dipasangi
kateter yang tetap, dianjurkan untuk melakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam
pasca operasi kecuali bila penderita dapat berkemih sendiri sebanyak 100 cc.
g. Pemberian Obat-obatan
1) Antibiotik, kemoterapi dan anti inflamasi
Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda disetiap institut,
bahkan satu institut pun masing - masing dokter mempunyai cara dan
pemilihan yang berlainan.
2) Obat-obat pencegah perut kembung
Untuk mencegah perut kembung dan untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan dapat diberikan obat-obatan secara suntikan dan peroral.
3) Obat-obatan lainnya

12
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan robaransia, obat anti inflamasi atau bahkan tranfusi darah pada
penderita yang anemis.
h. Perawatan rutin
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemerikaan dan pengukuran
adalah :
1) Tanda-tanda vital meliputi : Tekanan darah (TD), Jumlah nadi permenit (N),
Frekuensi pernapasan permenit (P), suhu badan (S).
2) Jumlah cairan yang masuk dan keluar (urine)
3) Pemeriksaan lainnya menurut jenis operasi dan kasus.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kista Ovarium


1. Pengkajian
a) Identitas
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering
di jumpai pada wanita di massa reproduksinya karena terbentuk setelah telur
di lepaskan sewaktu ovulasi. (yatim, dalam siringo, dkk , 2012)

b) Alasan masuk rumah sakit


Kebanyakan wanita yang mempunyai kista ovarium tidak menimbulkan
gejala. Gejala biasanya terjadi jika penderita telah mempunyai kista dalam
waktu yang lama. Gejala pada awal umumnya sangat bervariasi dan tidak
spesifik, yaitu berupa gangguan haid / menstruasi. Jika sudah membesar dan
menekan rektum atau kandung kemih, dapat terjadi konstipasi dan sering
berkemih. Dapat juga peregangan atau penekanan daerah panggunl yang
menyebabkan nyeri spontan atau nyeri pada saat bersenggama, bahkan dapat
terjadi pendarahan. Pada gejala lebih lanjut yang terjadi berhubungan dengan
adanya asietas (penimbunan cairan dalam rongga perut) didalam rongga perut,
sehingga perut membuncit menyebabkan perut bagian bawah tegang dan
nyeri. (siringo, dkk , 2012)

c. Keluhan utama
penderita kista ovarium yang tertinggi adalah nyeri abdomen bawah dan
terendah adalah nyeri waktu bersenggama. (siringo, dkk , 2012)

13
d. Riwayat penyakit sekarang

14

You might also like