You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan

biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Usia lanjut dikatakan

sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Lansia memiliki

karakterisitik yaitu berusia lebih dari 60 tahun, memiliki kebutuhan dan masalah yang

bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikospiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif dan lingkungan tempat tinggal yang

bervariasi (Maryam, dkk , 2008).

Jumlah lansia cenderung mengalami peningkatan. Menurut WHO (2011), pada tahun

2011 jumlah lansia di dunia mencapai 500.000.000 jiwa dan diperkirakan akan

meningkat pada tahun 2025 mencapai 1.200.000.000 jiwa. WHO juga

memperkirakan pada tahun 2025 Indonesia akan mengalami peningkatan lansia

sebesar 41,4% yang merupakan peningkatan tertinggi di dunia. Bahkan Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa jumlah lansia di Indonesia akan

mencapai kurang lebih 309.000.000 jiwa pada tahun 2040 seterusnya meletakkan

Indonesia pada tempat keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat untuk

jumlah penduduk lansia terbanyak (Notoadmodjo, 2007).

1
2

Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lansianya lebih dari 7%. Dari

seluruh provinsi di Indonesia, ada 11 provinsi yang penduduk lansianya sudah lebih

dari 7 persen yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali,

Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat

dan Nusa Tenggara Timur (Effendi & Makhfudli, 2009). Menurut Badan Pusat

Statistik Provinsi Bali (2010), pada tahun 2010 jumlah lansia di Bali sekitar 360.300

jiwa (9,25%) dari total penduduk Bali. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi

371.000 jiwa pada akhir tahun 2011 dan hampir 400.000 jiwa pada akhir tahun 2013.

Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari sembilan Kabupaten/Kota di Bali,

terletak di sebelah timur Kota Denpasar dengan jumlah penduduk 365.032 orang dan

jumlah lansia 49.172 orang.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk lansia, dapat menimbulkan berbagai masalah

antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi. Sebagian besar

permasalahan pada lansia adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan ditambah

permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian, merasa tidak berguna, dan

tidak produktif (BKKBN, 2012). Diantara permasalahan tersebut, masalah kesehatan

merupakan masalah utama dalam kehidupan lansia. Tujuh penyakit yang sering

terjadi pada lansia adalah artritis, hipertensi, gangguan pendengaran, kelainan

jantung, sinusitis kronik, penurunan visus dan gangguan pada tulang (Tamher, 2009).

Komisi Nasional (Komnas) Lansia tahun 2006, mengatakan bahwa penyakit


3

terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), yang merupakan

penyebab disabilitas pada lansia (Depkes RI, 2008).

Rheumatoid Athritis (RA) adalah salah satu permasalahan sendi yang sering

dikeluhkan lansia dan merupakan penyakit sistemik autoimun disertai dengan

kerusakan membran sinovial yang melapisi sendi dan digolongkan sebagai penyakit

inflamasi kronis (Kennedy, 2008). RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang

menyebabkan degenerasi jaringan penyambung (Corwin, 2009). Penyakit ini lebih

banyak menyerang perempuan daripada laki-laki (Depkes RI, 2006). Penyakit ini

pada umumnya mulai timbul usia antara 35 dan 40 tahun (Leveno, 2009).

Jumlah penderita RA di dunia pada tahun 2010 mencapai angka 355.000.000 jiwa

(WHO, 2010). Diperkirakan jumlah penderita RA di Indonesia pada tahun 2012

adalah lebih dari 360.000 jiwa (Handono, 2014). Menurut Riskesdas (2013),

prevalensi penyakit RA tertinggi terjadi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa

Barat (17,5%) dan Papua (15,4%). Pravalensi tertinggi RA terjadi pada umur ≥75

tahun (33% dan 54,8%). Di Provinsi Bali pada tahun 2013 RA termasuk 10 penyakit

yang paling banyak terjadi pada lansia di Bali dengan jumlah penderita sebanyak

56% dari total jumlah lansia di Bali. Pada tahun 2014, Kabupaten Gianyar memiliki

angka kejadian RA yang cukup tinggi di Bali dengan angka kejadian sekitar 732

orang penderita.
4

RA merupakan penyakit sendi yang paling sering menyerang persendian-persendian

kecil. Berdasarkan penelitian, 90% keluhan utamanya adalah di sendi-sendi bagian

jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki (Turana, 2005). Pasien RA umumnya

merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari membaik pada siang hari dan

sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006). Nyeri merupakan sensori subjektif

dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan serta dapat mengubah gaya

hidup dan kesejahteraan psikologi individu (Asmadi, 2008). Sifat nyeri yang tidak

menyenangkan menyebabkan lansia merasa tidak nyaman dan kemudian harus

melawan rasa tidak nyaman tersebut atau menyerah dan menarik diri dari masyarakat

(Potter & Perry, 2005).

Menurut Iliades (2014), terdapat 10 strategi yang dapat menurunkan nyeri RA yaitu

penggunaan obat inflamasi, obat nyeri, diet, pengaturan berat badan, masase, latihan

fisik, penggunaan alat pelindung sendi, terapi panas dan dingin, akupuntur, dan

TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation). Dalam penanganan lansia

dengan RA, perawat berperan memberikan asuhan keperawatan untuk mencegah

perburukan keadaan pasien dengan mengatasi nyeri sendi yang dirasakan pasien,

menurunkan skala nyeri, durasi, dan kualitas nyeri (Nursing Outcome Classification,

2004). Intervensi yang dilakukan perawat dalam mengatasi nyeri pasien selain

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan terapi

farmakologis, perawat juga memiliki intervensi mandiri yang dapat menurunkan

intensitas nyeri yang dirasakan pasien dengan menggunakan terapi non farmakologis.
5

Teknik non farmakologis yang dapat diberikan kepada pasien lansia dengan RA

adalah dengan stimulasi kutaneus seperti kompres dan massage (Nursing

Intervention Classification, 2004).

Terapi panas dengan teknik kompres hangat adalah suatu terapi yang dapat

meningkatkan aliran darah dan meringankan rasa sakit dan kekakuan sendi

(NiHSeniorHealt, 2014). Kompres hangat seringkali di kombinasikan dengan

rempah-rempah. Salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan adalah jahe.

Secara historis jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati sakit

perut, mual, dan diare. Sekarang jahe digunakan sebagai obat tradisional untuk

mengatasai gejala mual karena kemoterapi dan kehamilan, nyeri rheumatoid arthritis

dan osteoarthritis. Rimpangnya yang mengandung zingiberol dan kurkuminoid

terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui aktifitas COX-2

yang menghambat produksi PGE2, leukotrien dan TNF- pada sinoviosit dan sendi

manusia (NCCAM, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014),

dengan judul ”Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Artritis Rhematoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar

tahun 2014” disimpulkan bahwa kompres hangat jahe berpengaruh terhadap

penurunan skala nyeri artritis rhematoid yang dapat dilanjutkan sebagai intervensi

mandiri oleh penderita artritis rhematoid dengan ρvalue = 0,000 (ρ < 0,05).

Back massage adalah salah satu tehnik stimulasi kutaneus dengan memberikan

masase pada punggung dengan usapan secara perlahan. Usapan dengan lotion/balsem
6

memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah

lokal. Vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area

yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta

menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati, 2006). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Kristanto dan Maliya (2011) dengan judul “Pengaruh Terapi Back

Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas

Pembantu Karang Asem” didapatkan hasil terdapat pengaruh pemberian back

massage terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia di wilayah Pustu Karang

Asem dengan ρvalue = 0,003 (ρ < 0,05).

Studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Sukawati II-Gianyar pada

tanggal 13 Oktober 2014, didapatkan bahwa RA merupakan jenis penyakit yang

banyak dialami lansia di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II. Puskesmas Sukawati

II merupakan UPT Kesmas dengan kasus lansia RA terbesar di Kabupaten Gianyar

dengan jumlah penderita sebanyak 146 orang lansia. Kejadian lansia dengan RA

terbanyak terjadi di Banjar Abasan Singapadu Tengah dengan jumlah penderita 40

orang lansia. Petugas puskesmas mengatakan sebagian besar lansia mengalami nyeri

RA di daerah ekstrimitas bawah yaitu bagian lutut ke bawah, petugas juga

menjelaskan bahwa sebelumnya belum pernah dilakukan kegiatan ataupun penelitian

tentang cara menghilangkan nyeri RA yang diderita lansia selama ini.

Berdasarkan penelitian tentang kompres hangat jahe dan back massage yang

merupakan terapi non farmakologis nyeri dan keduanya merupakan bagian dari terapi
7

non farmakologi yang sudah terbukti dapat menurunkan nyeri pada lansia dengan

rheumatoid arthritis, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Perbedaan

kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri

ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan

Singapadu Tengah”

1.2 Rumusan Masalah

Adakah perbedaan kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala

nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan

Singapadu Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan kompres hangat rebusan jahe dan back massage terhadap

penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di

Banjar Abasan Singapadu Tengah.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah sebelum diberikan kompres

hangat jahe pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu

Tengah.

b. Mengidentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah setelah diberikan kompres hangat

jahe pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu


8

Tengah.

c. Menganalisis pengaruh kompres hangat jahe terhadap penurunan skala nyeri

ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan

Singapadu Tengah.

d. Mengidentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah sebelum diberikan back massage

pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

e. Mengdentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah setelah diberikan back massage

pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

f. Menganalisis pengaruh back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas

bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu

Tengah.

g. Menganalisis perbedaan kelompok intervensi 1 dan intervensi 2 terhadap

penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis

di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Praktis

a. Menambah referensi untuk penanganan pasien lansia dengan rheumatoid arthritis

menggunakan kompres hangat jahe dan back massage untuk dipertimbangkan

sebagai intervensi alternatif penatalaksanaan nyeri rheumatoid arthritis.


9

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada pasien dan keluarga bahwa

ada intervensi alternatif yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan nyeri

rheumatoid arthritis dengan kompres hangat jahe dan back massage.

1.4.2 Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

khususnya pada lansia dalam usaha menurunkan rasa nyeri terhadap lansia yang

mengalami rheumatoid arthritis.

You might also like