You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

Organ penglihatan manusia terdiri atas banyak elemen yang saling


bersinergi untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu organ yang
berperan penting dalam melaksanakan fisiologis dari penglihatan ini adalah suatu
lapisan vaskular pada mata yang dilindungi oleh kornea dan sklera disebut uvea.(1)

Uveitis merujuk pada inflamasi intraokuler yang dimana terjadinya proses


inflamasi secara kompleks, melibatkan terutama traktus uvealis dengan atau tanpa
melibatkan struktur intraokuler yang membatasinya. Penyebab yang mendasari
dari inflamasi intraokuler diantaranya mengenai traktus uvealis, retina, lensa dan
jaringan ocular lainnya. Uveitis tersebut dapat mendasari terjadinya kebutaan pada
negara-negara berkembang termasuk India.(2)

Meskipun inflamasi dapat dikarenakan berbagai penyebab yang bervariasi


diantaranya karena infeksi, penyakit sistemik, proses autoimun (terutama mediasi
T-cell Th2 atau Th17), trauma, dan neoplasma oculi yang primer atau sekunder
secara klinis dengan adanya uveitis yang dimana gejala-gejalanya sama dan
berdampak pada penglihatan pasien.(2)

Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis


terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan
tekanan intra okuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul
katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis
yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis
yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.(6)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uvea

Traktus uvealis terdiri dari iris, corpus cilliare (badan siliar), dan koroid.
Bagian ini merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh sclera.
Struktur ini ikut mendarahi retina.(3)

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang
berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari
sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan
anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus.
Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.(7)

2.2 Iris

Iris adalah perpanjangan corpus cilliare ke anterior. Iris berupa permukaan


pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan
dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor. Didalam
stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat
pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel
pigmen retina kearah anterior.(3)

Pendarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris


mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang (nonfenestrated) sehingga
normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara IV. Persarafan
sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi cilliares.(3)

2
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat
aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi
yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.(3)

Gambar 1. Bagian penampang mata

2.3 Badan siliar

Corpus ciliare yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan


melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris
(sekitar 6 mm). corpus cilliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak,
pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus
ciliares berasal dari pars plicata. Processus ciliare ini terutama terbentuk dari
kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorticosa. Kapiler-kapilernya besar

3
dan berlubang-lubang sehingga membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara
intravena. (3)

Ada 2 lapisan epitel siliaris yaitu satu lapisan tanpa pigmen disebelah dalam
yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior dan satu lapisan berpigmen
disebelah luar, yang merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina. Procesus
cilliares dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueous
humor.(3)

Muscullus cilliares tersusun dari gabungan serat-serat longitudional,


sirkular, dan radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan
relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di antara procesus
cilliares. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat
mempunyai berbagai focus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang
berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-serat longitudinal muscullus
cilliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar
porinya.(3)

Pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi corpus cilliaris berasal dari


circulus arteriosus major iris. Persarafan sensoris iris melalui saraf-saraf
siliaris.(3)

2.4 Koroid

Koroid adalah bagian posterior dari traktus uvea yang terletak antara retina
dan sklera dengan ketebalan kurang lebih 0,25mm. Koroid berada di antara
Bruch’s membrane di bagian dalam dan sklera di bagian luar. Ruang suprakoroid
berada di antara koroid dan sklera. Di bagian posterior, koroid melekat dengan tepi
saraf optikus, dibagian anterior menyatu dengan badan silier. Koroid terdiri atas
tiga lapisan pembuluh darah koroid, yaitu:
-Choriocapillaris, merupakan lapisan yang paling dalam
-Lapisan tengah, terdiri atas pembuluh darah kecil

4
-Lapisan paling luar terdiri atas pembuluh darah besar.
Pembuluh darah yang lebih dalam berada di dalam koroid dengan lumen
yang lebih lebar. Bagian dalam pembuluh darah koroid disebut sebagai
choriocapillaris. Perfusi choroid berasal dari arteri siliaris posterior panjang dan
pendek serta dari arteri perforating siliaris anterior sedangkan pengaliran darah
vena melalui vena vortex. Aliran darah mealui koroid sangat tinggi apabila
dibandingkan dengan jaringan yang lain.

Gambar 2. Lapisan koroid

2.5 Definisi Uveitis

Uveitis adalah bentuk peradangan mata yang mempengaruhi lapisan tengah


jaringan di dinding mata (uvea). Uveitis sebagai tanda bahaya karena seringkali
datang secasecara tiba-tiba dan progresif untuk menjadi lebih buruk dengan cepat.
Kondisi uveitis ini dapat mempengaruhi satu atau dua mata dan terutama
mempengaruhi pada usai 20 tahun hingga 50 tahun tetapi dapat juga

5
mempengaruhi anak-anak. Uveitis bisa menjadi serius karena menyebabkan
kehilangan penglihatan yang permanen.(5)

2.6 Epidemiologi

Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun,
angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya
uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis
pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus
dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya
berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.(9)

Sekitar 25% kebutaan di India dan negara-negara berkembang lainnya


adalah disebabkan oleh uveitis dan komplikasinya seperti katarak sekunder,
glaucoma, edema macula cystoids atau fotoreseptor retina atau kerusakan saraf
optic. Di negara maju, sebaliknya kebutaan dari uveitis bervariasi dari 3% menjadi
10%. Di Eropa kejadian tersebut diperkirakan antara 3% dan 7% dan di Amerika
Serikat, angka terbaru dari California mengungkapkan bahwa 10% kebutaan karena
uveitis. Perbedaan yang luar biasa dalam kejadian kebutaan antara negara
berkembang dan negara maju bisa disebabkan oleh perbedaan kondisi sosial
ekonomi atau akses keperawatan medis atau kesenjangan lain, perbedaan etiologi
yang mendasari, serta adanya infeksi terutama penyebab uveitis di India dan
negara-negara berkembang lainnya, sedangkan uveitis idiopatik diyakini sebagai
proses kekebalan inflamasi organ spesifik adalah penyebab utama di negara-negara
maju.(1)

6
2.7 Etiologi
Klasifikasi etiologi
a. Uveitis Eksogen: trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar
tubuh.
b. Uveitis Endogen: mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh.
 berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis
 infeksi: bakteri (tuberculosis), jamur (candidiasis), virus (herpes zoster)
protozoa (toksoplasmosis), dan roundworm (toksokariasis)
 uveitis spesifik idiopatik: yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan
penyakit sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari bentuk lain (sindrom uveitis Fuch)
 uveitis non-spesifik idiopatik: yaitu uveitis yang tidak masuk dalam
kelompok tersebut diatas.

2.8 Patofisiologi

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung


suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Bentuk uveitis paling sering terjadi
adalah uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan adanya
riwayat sakit, fotopobia dan penglihatan kabur, mata merah, dan pupil kecil serta
ireguler. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi
pada orang dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya
tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang
non-granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Uveitis non-granulomatosa
terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat
reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan
(3)
jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis yang berhubungan
dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari
luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen).

7
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus)
yang memberi makanan kepada lensa dan kornea.(10) Radang iris dan badan siliar
menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan
protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil
dengan gerak Brown (efek tyndall). Dengan adanya peradangan di iris dan badan
siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan
cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh
cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih,
sel darah merah, dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose cairan
bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaukoma.

Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar
lensa iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena
iris banyak mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis
cairan berkurang, sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena
tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis cairan
bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel
radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat
yang dari depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah
semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke
dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar
masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan berada pada batas
normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut kamera
okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder.
Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit.(10)

Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun
migrasi eritrosit ke dalam BMD dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang

8
dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut Busacca nodules.(3)

Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara


iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun
antara iris dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Pada kasus
berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.
Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-
sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik
mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan
mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe dan menyebabkan sudut
kamera okuli anterior menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-
perlekatan iris pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur.

Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi
jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar dapat pula menyebabkan
kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan karena debu. Dengan
adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa terganggu dan dapat
mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun
dapat mengakibtakan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrana yang
terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut retinitis
proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina.

2.9 Klasifikasi Uveitis

Klasifikasi berdasarkan anatomis :


 Uveitis anterior
a. Iritis: peradangan terbatas pada iris
b. Iridosklitis: peradangan pada iris an badan siliar

9
 Uveitis intermediet: Uveitis intermediet disebut juga siklitis, uveitis
perifer atau pars planitis, adalah jenis peradanan intraocular terbanyak
kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting adanya peradangan
korpus siliaris pars plana, retina perifer dan vitreus.
 Uveitis posterior: Termasuk di dalam uveitis posterior adalah retinitis,
koroiditis, vaskulitis retina, dan papilitis, yang bisa terjadi sendiri-
sendiri atau bersamaan
 Panuveitis: inflamasi pada seluruh uvea(11)

 Berdasarkan perjalanan penyakitnya :


 Akut: Apabila serangan timbulnya mendadak, sembuh dalam waktu
kurang dari 3 bulan dan penderita sembuh sempurna di luar serangan
itu(1,2)
 Residif: Apabila terjadi serangan berulang disertai dengan
penyembuhan yang sempurna di antara serangan-serangan tersebut.
Biasanya penyembuhan sudah berlangsung tiga bulan atau lebih(3,11)
 Kronis: Apabila terjadi serangan berulang tanpa pernah sembuh di
antara serangan tersebut dan biasanya menetap. (3,11)

 Berdasarkan reaksi radang yang terjadi :


 Non granulomatosa: Diduga akibat alergi, karena tak pernah ditemukan
kumannya dan sembuh dengan pemberian kortikosteroid. Timbulnya
sangat akut. Reaksi vaskuler lebih hebat dari reaksi seluler sehingga
injeksinya hebat. Di iris tak tampak nodul. Sinekia posterior halus-halus
oleh karena hanya sedikit megandung sel. Cairan COA mengandung
lebih banyak fibrin daripada sel. Badan kaca tak bayak kekeruhan. Rasa
sakit lebih hebat, fotofobia dan bisus juga banyak terganggu. Pada
stadium akut karena banyak mengandung fibrin dapat terbentuk

10
hipopion. Lebih banyak mengenai uvea anterior. Patologi anatomis: di
iris dan badan siliar didapatkan sel plasma dan sel-sel mononuclear(3,11)
 Granulomatosa: Terjadi karena invasi mikrobakteri yang patogen ke
jaringan uvea, meskipun kumannya sering tidak ditemukan sehingga
diagnose ditegakkan berdasarkan keadaan klinis saja. Timbulnya tidak
akut. Reaksi seluler lebih hebat daripada reaksi vaskuler. Karenanya
injeksi siliar tidak hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran bergarisnya
kabur. Di permukaannya terdapat nodul busacca. Di pinggir pupil juga
didapat nodul Koepe. Keratic presipitat besar-besar, kelabu dan disebut
mutton fat deposit. Coa keruh seperti awan, lebih banyak sel daripada
fibrin. Badan kaca keruh. Rasa sakit sedang, fotofobia sedikit. Visus
terganggu hebat oleh karena media yang dialui cahaya banyak
terganggu. Keadaan ini terutama mengenai uvea posterior. Patologis
anatomis nodul, terdiri dari sel raksasa, sel epiteloid dan limfosit.(11)

11
Non Granulomatosa
granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Nyeri Nyata Tidak ada atau
ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah Nyata Ringan
sirkumkorneal
Keratic Putih halus Kelabu besar
precipitates (mutton fat)
Pupil Kecil dan tak Kecil dan tak
teratur teratur (bervariasi)
Sinekia Posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Noduli iris Tidak ada Kadang-kadang
Lokasi Uvea anterior Uvea anterior,
posterior atau difus
Perjalanan Akut Kronik
penyakit
Kekambuhan Sering Kadang-kadang

2.10 Diagnosis

Klasifikasi uveitis yang digunakan secara luas adalah klasifikasi menurut


Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN) Working Group. Dalam klasifikasi ini
uveitis dibagi menurut lokasi proses peradangan jaringan uvea, yaitu uveitis anterior,
uveitis intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Istilah panuveitis digunakan pada
proses inflamasi yang terjadi pada segmen anterior, vitreus, retina dan koroid.

12
 Uveitis anterior

Uveitis anterior dapat berupa gejala yang akut, kronis atau rekuren.
Uveitis anterior umumnya inflamasi intraokuler dan umumnya adalah unilateral
dengan nyeri atau photophobia, kemerahan pada circumlimbal dan adanya sel
dan flare pada bagian anterior serta dengan onset akut.(11)

Gambar 3 . Gambaran cells dan flare pada slit lamp 3x1 mm

Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and management
of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19

Pasien dengan uveitis anterior biasanya mengeluh sakit, mata merah,


penglihatan kabur, dan fotofobia, mata berair. Sebagian besar pasien akan
terjadi serangan yang berulang dan akan pergi berobat berulang ke beberapa
dokter mata akan digunakan obat topikal/sistemik. Penglihatan yang kabur
dimana menjadi gejala yang umum, penyebabnya adalah kekeruhan dari aliran
aqueous. Photophobia umumnya dikarenakan spasme otot siliar tetapi infiltrasi
di ruang anterior seluler, edema epitel kornea dan keterlibatan otot pupil dapat
juga berkontribusi. Derajat nyerinya bervariasi terlihat pada uveitis anterior

13
dapat dikaitkan pada spasme otot siliar. Hal ini biasanya sakitnya seperti
berdenyut atau dirasakan nyeri. Nyeri yang sangat parah dikaitkan dengan
peningkatan tekanan intraokuler. Umumnya tanda-tanda klinis pasien dengan
uveitis anterior adalah derajat dari edema korneanya. Kongesti sirkumkorneal
dapat dilihat karena pelebaran dari pembuluh darah di episklera pada daerah
badan siliar. Keratic prespitat (KPs) adalah deposit seluler pada endothelium
kornea.(11)

Gambar 4. Gambaran keratic presipitat

Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and management
of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19

KPs yang halus dianggap menjadi jenis peradangan non-granulomatosa


sedangkan yang besar dan mutton fat. KPs adalah termasuk jenis inflamasi
granulomatous. Keratic presipitat yang berpigmen atau berwarna merujuk pada
terjadinya uveitis anterior yang sebelumnya. Secara mikroskopis, KPs adalah
akumulasi sel-sel lymphoplasmacytic, dengan sel-sel epiteloid yang terlihat
sebagai tambahan pada KPs granulomatous. . Keratic precipitate granulomatosa
atau non-granulomatosa biasanya terdapat disebelah inferior, di daerah

14
berbentuk baji yang dikenal sebagai segitiga Arlt. Sebaliknya keratic precipitate
stelata biasanya tersebar rata di seluruh endotel kornea dan dapat dilihat pada
uveitis akibat virus herpes simpleks, herpes zoster, toksoplasmosis, iridosiklitis
heterokromk Fuch, dan sarkoidosis. Keratic precipitate mungkin juga
ditemukan terlokalisasi pada daerah-daerah keratitis aktif atau pra-keratitis,
terutama akibat infeksi herpes virus. Nodul-nodul iris dapat terlihat pada tepi
iris (noduli Koeppe), di dalam stroma iris (noduli Busacca), atau pada sudut
bilik mata depan (noduli Berlin). (11)

Gambar 5. Nodul pada iris

15
Gambar 6 Gambaran Nodul Koeppe dan Nodul Busacca
Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and management
of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19

Gambar 7. Gambaran membrane fibrous dan membrane pupil dengan hipopion

16
Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and management
of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19

Gambaran penyakit granulomatosa, seperti mutton fat keratic


precipitates atau noduli iris pada uveitis, dapat mengindikasikan adanya
penyebab infeksius atau salah satu dari sejumlah kecil penyebab non infeksius,
seperti sarkoidosis, penyakit Vogt-Koyanagi-Harada, oftalmia simpatika, atau
uveitis terinduksi lensa. Sel-sel aqueous dan β disebabkan oleh infiltrasi seluler
dan eksudasi protein ke dalam segmen anterior. Adanya sel aqueous secara dini
dinyatakan inflamasinya lagi aktif. Penembusan dari aqueous dikarenakan
tingkat albumin yang tinggi yang disebut aqueous flare. Pupil kemungkinan
kecil (miosis) atau ireguler karena terdapat sinekia posterior. Peradangan yang
terbatas pada bilik mata depan disebut iritis, peradangan pada bilik mata depan
dan vitreus anterior sering disebut sebagai iridosiklitis. Sensasi kornea dan
tekanan intraokuler harus diperiksa pada setiap pasien uveitis. Penurunan
terjadi pada infeksi herpes simpleks atau herpes zoster atau lepra., sedangkan
peningkatan tekanan intraokuler bisa terjadi pada iridosiklitis, herpes simpleks,
herpes zoster, toksoplasmosis, sifilis, sarkoidosis atau bentuk iridosiklitis lain
yang jarang, yang disebut krisis glaukomatosiklitik – juga dikenal sebagai
sindrom Posner-Schlossman Peradangan bilik mata depan yang sangat berat
dapat menyebabkan timbulnya tumpukan sel-sel radang di sudut inferior
(hipopion). Penyebab ueitis hipopion yang tersering di Amerika Utara dan
Eropa adalah uveitis yang berkaitan dengan HLA-B27; di Asia, penyakit
Behcet; pada komunitas agrikulural- di daerah-daerah yang lebih lembab di
Negara-negara berkemban, leptospirosis. Iris harus diperiksa secara teliti untuk
mencari tanda-tanda atrofi atau transiluminasi, yang bsa mengenai sebagian
daerah (sektoral) atau membentuk pola bercak (patchy) pada infeksi virus
herpes simpleks atau herpes zoster, atau membentuk pola difus pada
iridosiklitis heterokromik Fuch. Adanya sinekia anterior atau posterior juga
harus diperhatikan karena keduanya menimbulkan predisposisi terhadap
glaukoma.(11)

17
Inflamasi tersebut dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan
tekanan intraokuler. Serangan akut dari uveitis anterior dengan inflamasi pada
segmen anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler yang
umumnya dapat dilihat pada keratouveitis virus atau sindrom posner
schlosman. Meskipun uveitis idiopatik anterior dapat meninggikan tekanan
intraokuler. Inflamasi yang hebat pada badan siliar dapat menurunkan produksi
aqueous humour dan tekanan intraokuler menjadi turun dikarenakan inflamasi
sendiri, sequelae atau inflamasi atau karena pengobatan dengan steroid. Pada
inflamasi yang aktif, peningkatan tekanan intraokuler dapat dihubungkan
karena trabekulitis atau karena penutupan sudut tertutup. Pemeriksaan dengan
menggunakan fundus akan terlihat adanya edema CD dan hiperemis,
vaskularisasi, eksudat perivaskular, edema macula cystoids, retinitis, infiltrate
koroid, ablatio retina, eksudat pars plana. Gonioskopi akan memperlihatkan
gonio-sinekia atau neovaskularisasi pada segitiga dan segitiga akan membuka
atau menutup segitiga tersebut tergantung dari derajat uveitisnya.(11)

Gambar 8. Gambaran deposit fibrin pada gonioskopi

Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and management
of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19

- Sistematis pada pasien dengan uveitis anterior (11)


- Anamnesis

18
Pasien akan banyak berobat ke beberapa dokter mata, riwayat yang lengkap
penting sekali untuk diagnosis dan tatalaksana. Riwayat penyakit pasien dari
onset dan progresi dari gejala, dan terapi yang diterima dengan terapi
kortikosteroid. Riwayat dahulu dapat menimbulkan serangan rekuren dari
uveitis atau sebelumnya respons dari terapi.

- Pemeriksaan fisik

Tabel 1. Tingkat derajat cells dan flare

Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and management
of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19

 Uveitis Intermediet
Uveitis intermediet juga disebut siklitis, uveitis perifer, atau pars
planitis adalah jenis peradangan intraokuler terbanyak kedua. Tanda uveitis
intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis
intermediet khasnya bilateral dan cenderung mengenai pasien pada masa
remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan
wanita. Gejala-gejala khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri,

19
fotofobia, dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan
pemeriksaan yang paling menyolok adalah vitritis- sering kali disertai dengan
kondensat vitreus, yang melayang bebas seperti “bola salju” (snowballs) atau
menyelimuti pars plana dan corpus cilliar seperti gundukan salju (snow
banking).” Peradangan bilik mata depan mungkin hanya minimal, tetapi jika
sangat jelas, peradangan ini lebih tepat disebut sebagai uveitis difus atau
panuveitis. Penyebab uveitis intermediet tidak diketahui pada sebagian besar
pasien, tetapi sarkoidosis dan sklerosis multipel berperan pada 10-20% kasus;
sifilis dan tuberculosis (walaupun jarang) harus disingkirkan dulu
kemungkinannya pada setiap pasien. komplikasi uveitis intermdiet yang
tersering meliputi edema macula kistoid, vaskulitis retina, dan neovaskularisasi
pada diskus optikus.(3)

 Uveitis Posterior
Termasuk di dalam uveitis posterior adalah retinitis, koroiditis,
vaskulitis retina, dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.
Gejala yang timbul umumnya berupa floaters, kehilangan lapangan pandang
atau scotoma, atau penurunan tajam penglihatan, yang mungkin parah. Ablatio
retina walaupun jarang, paling sering terjadi pada uveitis posterior; jenisnya
bisa traksional, regmatogenosa atau eksudatif. (3)

Retina, koroid dan nervus optikus dipengaruhi oleh sejumlah


penyakit infeksi dan non-infeksi. Kebanyakan kasus uveitis posterior
berhubungan dengan beberapa sistemik. Penyebab uveitis posterior seringkali
dapat ditegakkan berdasarkan morfologi lesi, onset dan perjalanan penyakitnya,
atau tanda dan gejala sistemik yang menyertai. Pertimbangan lainnya adalah
umur pasien dan apakah timbulnya unilateral atau bilateral. Tes laboratorium
dan penunjang lain seringkali membantu. (3)

20
Lesi di segmen posterior mata bentuknya bisa fokal, multifocal,
geografik, atau difus. Lesi yang cenderung menimbulkan kekeruhan pada
vitreus diatasnya harus dibedakan dari lesi yang kurang atau tidak memicu sel-
sel vitreus . Jenis dan distribusi kekeruhan vitreusnya harus dijelaskan. Lesi
peradangan pada segmen posterior umumnya tidak kentara di awal, tetapi
sebagian dapat disertai kehilangan penglihatan mendadak yang berat. (3)

Di seluruh bagian dunia, penyebab retinitis yang umum pada pasien-


pasien imunokompeten adalah toksoplasmosis, sifilis, dan penyakit Behcet;
penyebab koroiditis tersering adalah sarkoidosis, tuberculosis dan sindrom
Vogt-Koyanagi-Harada. Papilitis inflamatorik (neuritis optik) dapat disebabkan
oleh salah satu dari penyakit-penyakit tersebut, tetapi sklerosis multipel perlu
dicurigai, khususnya pada kasus nyeri mata yang diperparah dengan
pergerakan. Penyebab uveitis posterior yang lebih jarang, antara lain : limfoma
intraokuler, sindrom nekrosis retina akut, oftalmia simpatika, dan sindrom “titik
putih” seperti multiple evanescent white dot syndrome (MEWDS) atau
epiteliopati plakoid posterior multifocal akut (AMPPE). (3)

Uveitis posterior pada pasien dibawah usia 3 tahun dapat disebabkan


oleh “sindrom masquerade” seperti retinoblastoma atau leukemia. Penyebab
infeksi uveitis posterior pada kelompok ini mencakup toksoplasmosis
congenital, toksokariasis, dan infeksi perinatal oleh sifilis, cytomegalovirus,
virus herpes simpleks, virus herpes zoster atau rubella.

Pada kelompok umur 4 sampai 15 tahun, penyebab tersering uveitis


posterior adalah toksoplasmosis dan toksokariasis. Penyebab yang jarang, yaitu
sifilis, tuberculosis, sarkoidosis, sindrom Behcet, dan sindrom Vogt-Koyanagi
Harada.

21
 Gejala dan tanda
 Penurunan penglihatan- Penurunan ketajaman penglihatan dapat
terjadi pada semua jenis uveitis posterior, tetapi erutama dijumpai pada
kondisi-kondisi dengan lesi macula atau ablasio retina. Pemeriksaan
pupil aferen harus dikerjakan pada setiap pasien, bila ada, menandakan
disfungsi nervus optikus atau kerusakan retina luas.
 Injeksi ocular- Kemerahan mata jarang terjadi pada uveitis yang
tebatas di segmen posterior, tetapi dapat terlihat pada uveitis difus
 Nyeri- Rasa nyeri kurang khas pada uveitis posterior, tetapi dapat terjadi
pada endoftalmitis, skleritis posterior, atau neuritis optic, terutama bila
disebabkan oleh sclerosis multiple
 Hipopion- Kelainan segmen posterior yang mungkin disertai dengan
hipopion dan peradangan anterior yang nyata, yaitu sifilis, tuberkulosis,
sarkoidosis, endoftalmitis endogen, penyakit Behcet, dan leptospirosis.
Bila dijumpai kondisi ini, uveitisnya disebut uveitis difus atau
panuveitis
 Jenis uveitis- Uveitis granulomatosa anterior bisa disertai dengan
kondisi-kondisi yang mempengaruhi retina posterior dan koroid, seperti
sifilis, tuberkulosis, sarkoidosis, toksoplasmosis, sindrom Vogt-
Kayanagi-Harada, dan oftalmia simpatika. Di sisi lain, uveitis anterior
non-granulomatosa mungkin berkaitan dengan penyakit Behcet,
sindrom nekrosis retina akut, limfoma intraocular, atau sindrom “titik
putih”.
 Glaukoma- Hipertensi ocular akut yang berkaitan dengan uveitis
posterior dapat disebabkan oleh toksoplasmasosi, sindrom nekrosis
retina akut oleh virus herpes simpleks atau varicella zoster, sarkoidosis
atau siilis.
 Vitritis- Uveitis posterior sering disertai dengan vitrits, dari pembuluh-
pembuluh retina, atau dari caput nervus oprici. Vitreus berat cenderung
terjadi pada infeksi yang melibatkan kutub posterior, seperti

22
retinokoroiditis atau endoftalmitis bacterial, sedangkan peradangan
ringan hingga sedang biasanya menimbulkan kelainan peradangan
primer di koroid dan retina bagian luar. Koroiditis serpiginosa dan
dugaan histoplasmosis ocular umumnya disertai vitritis ringan.

2.11 Diagnosis Banding

Diagnosis banding uvetis anterior menurut Vaughan (2000) antara


lain: (3)
 Konjungtivitis: penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada sekret mata
dan umumnya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris.
 Keratitis atau keratokunjungtivitis: penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit
dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes
zooster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
 Glaukoma akut: pupil melebar, tidak ada sinekia posterior, dan
korneanya beruap.
 Setelah serangan berulang kali, uveitis non-granulomatosa dapat menunjukkan
ciri uveitis granulomatosa

2.12 Penatalaksanaan

Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam


penglihatan,menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati
penyebabnya. Ada empat kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis,
yaitu midriatikum,steroid,sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan uveitis akibat
infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai.
Penatalaksanaan uveitis meliputi pemberian obat-obatan dan terapi
operatif,yaitu:

1. Kortikosteroid topikal, periokuler, sistemik (oral, subtenon, intravitreal) dan


sikloplegia

23
2. Pemberian antiinflamasi non steroid
3. Pemberian obat jenis sitotoksik seperti ankylating agent (siklofosfamid,
klorambusil), antimetabolit (azatrioprin, metotrexat) dan sel T supresor
(siklosporin)
4. Terapi operatif untuk evaluasi diagnostik (parasentesis, vitreus tap dan biopsy
korioretinal untuk menyingkirkan neoplasma atau proses infeksi) bila diperlukan.
5. Terapi untuk memperbaiki dan mengatasi komplikasi seperti katarak,
mengontrol glaukoma dan vitrektomi.
Midriatikum berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pasien,
mencegah pembentukan sinekia posterior, dan menghancurkan sinekia.
Memberikan kenyamanan dengan mengurangi spasme muskulus siliaris dan
sfingter pupil dengan menggunakan atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-
2 minggu.
Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior dengan pemberian
steroid kuat, seperti dexametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi
pemakaian steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular cataract, komplikasi
kornea, dan efek samping sistemik.(5)

2.13 Komplikasi

Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler


(TIO) akut yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau
penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi nervus
optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi corneal band-
shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema diskus optikus dan
makula,edema kornea, dan retinal detachment. (7)

2.14 Prognosis

Umumnya prognosis baik jika dengan terapi yang sesuai (7)

24
BAB III

KESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi
uveitis dibedakan menjadi empat, antara lain klasifikasi secara anatomis, gejala klinis,
etiologis, dan patologis. Beberapa kelainan yang sering dikelirukan dengan uveitis
antara lain: konjungtivitis,keratitis, dan glaukoma sudut tertutup.
Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam
penglihatan,menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati
penyebabnya. Umumnya prognosis baik jika dengan terapi yang sesuai.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. lyas, Sidarta. (2005). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: Jakarta.

2. Rao AN. Uveitis in developing countries. Indian Journal of Ophthalmology

2013;61(6):253-254.

3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi umum. Edisi 14. Jakarta:

Widya medika, 2000

4. https://nei.nih.gov/health/uveitis/uveitis (diakses tanggal 17 maret 2018)

5. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/uveitis/symptoms-

causes/syc-20378734 (diakses tanggal 17 maret 2018)

6. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis

PERDAMI. Jakarta: PP PERDAMI, 2006. 34.

7. Rao NA, Forster DJ. Basic Principles In: Berliner N, editors. The Uvea Uveitis

and Intraocular Neoplasms Volume 2. New York: Gower Medical Publishing,

1992. 1.1

8. Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-Eva P,

Whitcher JP, editors. General Ophthalmology 17th Ed. London: McGraw Hill,

2007

9. Schlaegel TF, Pavan-Langston D. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body, and Choroid

In: Pavan-Langston D, editors. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd

Edition, Boston: Little, Brown and Company, 1980. 143-144.

26
10. Wijana, N., 1993, Uvea, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta: 126-

153

11. Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and

management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19

12. American Optometric Association, 2004, Anterior Uveitis, dalam Optometric

Clinical Practice Guideline, American Optometric Association, St. Louis

27

You might also like