Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS
Nama : Ny. H
Umur : 40 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
TB : 150cm
BB hamil : 58kg
1.2 ANAMNESA
Keluhan Utama :
Nyeri kepala
Pasien datang dari klinik hamil mengatakan hamil anak ke-4 dengan usia
kehamilan 34 minggu dengan keluhan nyeri kepala mulai dari pagi, disertai
1
dengan bengkak pada kedua kaki. Sebelumnya saat kehamilan 32 minggu,
pasien juga sering mengalami nyeri kepala tapi hilang timbul, badan sering
lemes dan perlahan kaki pasien tambah bengkak sampai sekarang. Pasien
Riwayat hipertensi sebelum kehamilan disangkal (-), DM (-), Asma (-), PJK(-)
Riwayat Psikososial :
Riwayat Pengobatan :
Sebelum MRS pasien hanya mengkonsumsi asam folat saja dari bidan.
Alergi(-).
Riwayat Alergi :
Riwayat Haid :
HPHT : 30 - 05 - 2017
TTP : 07 - 03 - 2018
Menarche : 12 tahun
2
Siklus : Teratur 28-30 hari, lamanya 5-7 hari
Disninore : -
Riwayat Operasi :
Riwayat KB:
Riwayat Pernikahan :
Menikah 1 kali
Riwayat Persalinan :
ATK I : Sp+B/Bidan/P/2900gr/7th/kb-
Vital Sign
3
Tekanan darah :164/85 mmHg
Suhu : 36,5 C
Status Generalis
getah bening -/ -
Paru : vv +/+ Rh -/ - Wh -/ -
Status Obstetri :
4
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium
Darah Lengkap
Protein urin +3
Golongan darah B
5
Diagnosa
Penatalaksanaan
Prognosis
Dubia ad bonam
6
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
2.1. DEFENISI
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia
kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan
pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema
nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1
pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu
(Brooks MD, 2011)
2.2. EPIDEMIOLOGI
Klasifikasi Preeklampsia
7
Kriteria preeklampsia berat :
a. Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam
jam pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun m
eskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani
tirah baring.
b. Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin se
waktu yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
c. Oliguria < 400 ml / 24 jam.
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
e. Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala p
ersisten, skotoma, dan pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregan
gnya kapsula glisson.
g. Edema paru dan sianosis.
h. Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidr
ogenase.
i. Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3)
j. Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plas
enta.
k. Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan A
ST.
2.3. ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori
8
ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia
membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat
respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem
imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek
imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan
bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada
Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa
menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
9
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan
peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam
lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang
memicu terjadinya preeklampsia.
10
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah
iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya
terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan
penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang
mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang
mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi
ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan
kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan
sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan
kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi
langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang,
sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran
darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya
hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran
darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh
darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan
vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel endotel,
sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen
tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem
organ.
11
sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya
perdarahan otak dan kejang / eklampsia.
Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang
berhubungan dengan beratnya penyakit.
Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi
glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai
nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh
di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik
pada kehamilan”).
12
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.2
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut :
1. TD ≥ 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam
4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan
6. Nyeri epigastrium
7. Edema paru atau sianosis
8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low
Platelet Counts)
10. Koma
13
2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk
preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia,
namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun,
peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik
menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada
wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan
protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan
dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk
memantau progresifitas penyakit.
2.8. PROGNOSIS
Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.
2.9. KOMPLIKASI
Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
Hipofibrinogenemia
Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal
hati pada penderita pre-eklampsia.
Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan
pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan
adanya apopleksia serebri.
Edema paru
14
Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol
umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa
juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah
mencapai tahap eklampsia.
15
e) Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv,
dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam
maintenance drops.
Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue
spatel.
1. Perawatan Aktif
a) Indikasi
Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Adanya Sindrom Hellp
Kehamilan aterm ( <34 minggu)
Apabila perawatan konservatif gagal.
b) Pengobatan Medisinal
1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus
Dx/RL dari IGD.
2) Tirah baring miring ke satu sisi.
3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4) Antasida.
5) Anti kejang:
16
a. Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
- Refleks patella positif kuat
- Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress
pernafasan (-)
- Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).7
Cara Pemberian:
- Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM,
jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4
gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit)
atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5
menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di
bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang
3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain
2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
- Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal,
dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara
intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri
dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.7
Penghentian MgSO4 :
Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq
17
terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
- Hentikan pemberian magnesium sulfat
- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit.
- Berikan oksigen.
- Lakukan pernapasan buatan.
Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 6 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
b) Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian
MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml,
max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada
perbaikan, rawat di ruang ICU.
6) Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid
injeksi 40 mg/im.
7) Anti hipertensi
Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
18
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah
nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8
kali/24 jam.
8) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
9) Lain-lain
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata.
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau
xylomidon 2 cc IM.
- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm).
c) Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau
lebih dan dengan fetal heart monitoring.
19
Seksio sesaria bila :
Fetal assesment jelek
Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase
aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin
dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan
medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan
memberikan kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif
a) Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 34
minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan
janin baik.
20
b) Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada
pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan
intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan
4 gram pada bokong kanan.
c) Pengobatan obstetri :
Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
medisinal gagal dan harus diterminasi.
Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
21
Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
<34 minggu
Jika didapatkan :
Tidak
Perawatan konservatif :
Evaluasi dikamar bersalin 24-48jam. Rawat inap
selama terminasi
Stop MgSO4 profilaksis (1x24jam)
Pemberian HT TD > 160/110 Usia kehamilan > 34 minggu
Peatangan paru 2x24 jam KPP atau inpartu
Evaluasi maternal-fetal secara berkala Perburukan maternal-fetal
22
2.12 PENCEGAHAN
1) Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2) Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan.
3) Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 34 minggu ke atas
apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
23
BAB III
PEMBAHASAN
hamil anak keempat dengan usia kehamilan 7 bulan (31/32 minggu). Datang
ke klinik hamil dengan keluhan nyeri kepala mulai dari pagi , disertai dengan
bengkak pada kedua kaki. Sebelumnya saat kehamilan 32 minggu, pasien juga
sering mengalami nyeri kepala tapi hilang timbul, badan sering lemes dan
perlahan kaki pasien tambah bengkak sampai sekarang. Pasien merasa ada
2017 dengan siklus haid yang teratur setiap bulannya. Setelah melakukan
berat.
x/menit, respirasi 20x/menit dan suhu 36,5ºC menyatakan bahwa kondisi ibu
dan janinya dalam keadaan bahaya dan kehamilan harus di terminasi dengan
palpasi dengan pemeriksaan Leopod : L1 s/d L4, TFU dan pada pemeriksaan
24
dalam vagina merupakan langkah-langkah yang tepat untuk menegakkan
pertahankan sampai aterm atau di terminasi pada usia kehamilan saat ini. Jika
kondisi membaik perlu pemantauan secara rutin kondisi ibu. Rencana terminasi
Evaluasi TTV dan produksi urin menjadi tolak ukur dan alat evaluasi keadaan
pasien. Penyebab preeklamsia dewasa ini masih belum ditemukan secara pasti.
25
DAFTAR PUSTAKA
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Pregnancy hypertension. In:
Cunnigham FG, Leveno KL, Bloom SL, et al, eds. Williams Obstetrics. 23rd
ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2010:chap 34.
4. Houry DE, Salhi BA. Acute complications of pregnancy. In: Marx JA,
Hockberger RS, Walls RM, et al, eds. Rosen’s Emergency Medicine: Concepts
and Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia, Pa: Mosby Elsevier; 2009:chap
176.
8. Mochtar, MPH. Prof. Dr. Rustam. 1998. Synopsis Obstetri. Jilid I. edisi kedua
EGC. Jakarta,
26
27