Professional Documents
Culture Documents
menyebabkan diare pada balita yaitu dari faktor status gizi balita dan
faktor perilaku hygiene yang buruk misalnya dalam perilaku mencuci
tangan, kebersihan puting susu, kebersihan dalam botol susu dan dot susu
pada balita. Kemudian dari faktor lingkungan (environment) yang
menyebabkan balita terkena diare yaitu dari kondisi sanitasi lingkungan
yang kurang baik misalnya dalam penggunaan kebersihan air yang
digunakan untuk mengolah susu dan makanan balita (Purwidiana, 2009).
Penyebab diare berkisar dari 70% sampai 90% dapat diketahui
dengan pasti. Penyebab diare digolongkan menjadi dua penyebab yaitu
secara langsung dan secara tidak langsung. Penyebab langsung merupakan
penyakit langsung yang disebabkan antara lain melalui infeksi bakteri,
virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun
keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad ikan, buah dan sayuran.
Sedangkan penyebab tidak langsung merupakan faktor-faktor yang
mempermudah atau mempercepat terjadinya diare seperti keadaan gizi,
sanitasi lingkungan, perilaku hidup besih dan sehat, kependudukan, sosial
ekonomi (Sinthamurniwaty, 2006).
Faktor penyebab (agent) diare dapat dibagi menjadi empat faktor
yaitu meliputi faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan dan
faktor psikologis. Faktor infeksi dibagi menjadi dua yaitu infeksi enternal
adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak, disebabkan oleh bakteri E. Coli, rotavirus, cacing,
protozoa dan jamur, sedangkan infeksi parenteral adalah infeksi diluar alat
pencernaan makanan seperti Tonsilitis, Bronkopneumonia dan Ensefalitis.
Faktor malabsorbsi misalnya malabsorbsi karbohidrat, lemak, dan protein.
Selanjutnya faktor makanan yaitu apabila seseorang mengkonsumsi seperti
makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan. Apabila seseorang
mengalami ketakutan atau rasa cemas itu merupakan faktor psikologis
yang juga dapat menyebabkan diare, biasanya terjadi pada orang yang
lebih besar (Olyfta, 2010).
28
29
29
30
b. Diare sekretorik
Diare dengan volume lebih dari satu liter perhari disebabkan
peningkatan sekresi usus atau penurunan absorpsi, dimana osmotic
gap dalam batas normal (kurang dari 50 mOsm/kg). Etiologi dari diare
sekretorik antara lain tumor endokrin yang menstimulasi motilitas
usus/sekresi pankreas, malabsorpsi garam empedu, dan
penyalahgunaan laksatif. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara
lain pemeriksaan parasit maupun serologis untuk identifikasi Giardia
lamblia, Entamoeba histolytica, Yersinia, glukosa darah puasa, tes
fungsi thyroid, dan ujicoba kolestiramin (Thomas et al., 2003; Juckett
and Trivedi, 2011).
c. Diare inflamatorik
Diare ini dijumpai pada pasien dengan radang usus
(inflammatory bowel disease) seperti infeksi virus/bakteri, kolitis
ulseratif, penyakit Crohn, dengan gejala penyerta seperti hematokezia,
demam, penurunan berat badan, dan nyeri abdomen (Thomas et al.,
2003; Juckett and Trivedi, 2011).
5. Faktor Risiko Diare
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare
pada balita, yaitu (Depkes, 2007):
1) Faktor Anak
a) Status gizi
Hubungan yang sangat erat antara infeksi (penyebab diare)
dengan status gizi terutama pada anak balita karena adanya tekanan
interaksi yang sinergis. Mekanisme patologisnya dapat secara
sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi
akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan
mengurangi makan pada saat sakit dan peningkatan kehilangan
cairan/gizi akibat penyakit diare yang terus menerus sehingga
tubuh lemas. Kondisi tubuh saat masukan makanan atau zat gizi
kurang akan mengakibatkan terjadinya penurunan metabolisme
30
31
31
32
32
33
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada bayi umur 0-6
bulan sangat berpengaruh terhadap frekuensi kejadian diare. Bayi
yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan pertama frekuensi
terkena diare sangat kecil bahkan mulai minggu ke-4 sampai bulan
ke-6. Keadaan ini menggambarkan seluruh produk ASI dapat
terserap oleh sistem pencernaan bayi. Hasil penelitian Roesli
(2000) menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI eksklusif
mempunyai kemungkinan 14,2 kali lebih sering terkena diare
dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hal ini
dapat disebabkan karena ASI mengandung nilai gizi yang tinggi,
adanya antibodi, sel-sel leukosit, enzim, hormon, dan lain-lain yang
melindungi bayi terhadap berbagai infeksi (Fatmawati, 2008).
Salah satu literatur menyebutkan bahwa susu formula
merupakan formula pemula yang dapat memenuhi semua
kebutuhan nutrisi bayi selama 4-6 bulan pertama kehidupannya.
Susu formula yang disesuaikan disusun agar komposisi dan kadar
nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan bayi secara fisiologis serupa
dengan komposisi ASI, namun beberapa peran ASI lainnya belum
mampu digantikan oleh susu formula misalnya peran
bakteriostatik, anti alergi, atau peran psikososial (Markum, 2002).
Perilaku mencuci tangan menjadi faktor resiko karena
kebersihan tangan sangat mempengaruhi segala sesuatu yang
masuk dalam tubuh, mencuci tangan sangat penting untuk
mencegah diare. Hal ini dibuktikan dengan penelitian pada tinja
anak yang menderita diare, dua belas persennya ditemukan
kuman-kuman seperti Shigella, Salmonella, Giardia, Amoeba dan
Eschericia coli, Enteropatogenik (Entjang, 2000).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi
akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak
balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang
mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat
sanitasi. Kebiasaan membuang tinja balita di jamban yang tidak
33
34
34
35
35
36
6. Manifestasi Klinis
Diare karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri dan kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis maka akan
menyebabkan terjadinya kematian akibat kekurangan cairan di badan yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak (IDAI,
2009).
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik dapat berupa rejatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah yang menurun
sampai sulit untuk diukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
ekstrimitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada
diare juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan
menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan
ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal
akut yang berarti pada saat itu kita menghadapi gagal ginjal akut (IDAI,
2009).
a. Pemeriksaan penunjang
1) Darah
Darah perifer lengkap
Ureum, kreatinin
Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernafasan Kussmaull)
Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus
(rotavirus), antigen protozoa (Giardia, E. histolytica)
2) Feses
Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses
pada inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit).
36
37
7. Penatalaksanaan
a. Rehidrasi
Bila pasien keadaan umum baik tidak rehidrasi maka asupan cairan yang
adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan yang
lainnya. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi
penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral
dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula. Untuk
memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila
pasien kehilangan cairan 2-5% dari berat badan. Sedang bila pasien
kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien kehilangan
cairan 8-10% dari berat badan. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui
oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena (Simandibrata, K
dan Daldiyono., 2007).
b. Diet
Pasien diare tidak dianjurkan untuk berpuasa, kecuali bila muntah-muntah
hebat. Pasien justru dianjurkan minum minuman sari buah, teh, minuman
tidak bergas, makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi atau sup
(Simandibrata, K dan Daldiyono., 2007).
c. Obat anti diare
1) Kelompok opioat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl
serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Efek
kelompok obat tersebut adalah menghambat propulsi, peningkatan
absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan
mengurangi frekuensi diare. Bila digunakan secara benar maka obat
ini mampu mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare
akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak
dianjurkan.
2) Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin
atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
37
38
38
39
39
40
40
41
C. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara status gizi anak dengan kejadian diare pada
balita di Kecamatan Kemranjen tahun 2016.
2. Terdapat hubungan antara makanan yang dikonsumsi anak dengan
kejadian diare pada balita di Kecamatan Kemranjen tahun 2016.
3. Terdapat hubungan antara rutinitas mendapatkan suplementasi vitamin A
dengan kejadian diare pada balita di Kemranjen tahun 2016.
4. Terdapat hubungan antara perilaku ibu dalam penanganan diare dengan
kejadian diare pada balita di Kecamatan Kemranjen tahun 2016.
5. Terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat ibu dengan
kejadian diare pada balita di Kecamatan Kemranjen tahun 2016.
6. Terdapat hubungan antara kondisi rumah dengan kejadian diare pada balita
di Kecamatan Kemranjen tahun 2016.
7. Terdapat hubungan antara pendapatan per kapita dengan kejadian diare
pada balita di Kecamatan Kemranjen tahun 2016.
41