You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

(COMBUSTIO)

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

A. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997).

B. Insiden
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar
telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai
disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di
Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk
injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan
injuri yang berat.
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok
umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada
orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).

C. Etiologi
Etiologi dari luka bakar (Guyton & Hall, 1997) :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
D. Fase Luka Bakar
Fase – fase luka bakar (Guyton & Hall, 1997) yaitu :
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat
setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada
fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel
luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi
organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

E. Klasifikasi luka bakar (Hudak & Gallo, 1997)


1. Dalamnya luka bakar
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan Jilatan api, Kering tidak ada Bertambah Nyeri
partial sinar ultraviolet gelembung, edema merah
superfisial (terbakar oleh minimal atau tidak ada,
(tingkat I) matahari) pucat bila ditekan
dengan ujung jari,
berisi kembali bila
tekanan dilepas
Lebih dalam Kontak dengan Blister besar dan Berbintik – Sangat
dari partial bahan air atau lembab yang bintik yang nyeri
(tingkat II) bahan padat. ukurannya bertambah kurang
- Superfisial Jilatan api besar. Pucat bila jelas, putih,
- Dalam kepada pakaian. ditekan dengan ujung coklat, pink,
Jilatan langsung jari, bila tekanan daerah
kimiawi, sinar dilepas berisi kembali merah
ultraviolet coklat
Ketebalan Kontak dengan Kering disertai kulit Putih, Tidak sakit,
sepenuhnya bahan cair atau yang mengelupas. kering, sedikit
padat. Nyala Pembuluh darah seperti hitam, sakit,
api, kimia, arang terlihat dibawah coklat tua, rambut
kontak dengan kulit yang mengelupas. hitam, mudah
arus listrik Gelembung jarang, merah lepas bila
dindingnya sangat tipis, dicabut
tidak membesar, tidak
pucat bila ditekan

2. Luas luka bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
3. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
C. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

F. Patofisilogi
WOC terlampir (http://www.artanto.com)

G. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)


Tingkatan hipovolemik (s/d 48- Tingkatan diuretik (12 jam – 18/24

Perubahan 72 jam pertama) jam pertama


Mekanisme Dampak dari Interstitial ke Hemodilusi
vaskuler
Fungsi renal Aliran darah Oliguri Peningkatan Diuresis
renal aliran darah renal
berkurang karena desakan
karena desakan darah meningkat
darah turun
dan CO
berkurang
Kadar sodium / Na+ Defisit sodium Kehilangan Na+ Defisit sodium
natrium direabsorbsi melalui diuresis
oleh ginjal, (normal kembali
tapi kehilangan setelah 1 minggu)
Na+ melalui
eksudat dan
tertahan dalam
cairan edema
Kadar potassium K+ dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi
sebagai akibat kembali dalam
cidera jaringan sel, K+ terbuang
sel – sel darah melalui diuresis
merah, K+ (mulai 4-5 hari
berkurang setelah luka
ekskresi bakar)
karena fungsi
renal
berkurang
Kadar protein Kehilangan
protein ke
dalam jaringan
Hipoproteinemia
akibat
kenaikan
permeabilitas
Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan
nitrogen jaringan, nitrogen negatif jaringan, nitrogen negatif
kehilangan kehilangan
protein dalam protein,
jaringan, lebih immobilitas
banyak
kehilangan
dari masukan
Keseimbangan asam Metabolisme Asidosis Kehilangan Asidosis
basa anaerob karena metabolik sodium metabolik
perfusi bicarbonas
jaringan melalui diuresis,
berkurang, hipermetabolisme
peningkatan disertai
asam dari peningkatan
produk akhir, produk akhir
fungsi renal metabolisme
berkurang
(menyebabkan
retensi produk
akhir tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum
Terjadi karena Stres karena
sifat cidera luka
berlangsung
Aliran darah renal lama dan
berkurang
terancam
psikologi
pribadi
Eritrosit Terjadi karena Luka bakar Tidak terjadi Hemokonsentrasi
panas, pecah termal pada hari – hari
menjadi fragil pertama
Lambung Curling ulcer Rangsangan Akut dilatasi dan Peningkatan
(ulkus pada central di paralise usus jumlah cortison
gaster), hipotalamus dan
perdarahan peningkatan
lambung, nyeri jumlah cortison
Jantung MDF Disfungsi Peningkatan zat CO menurun
meningkat 2x jantung MDF (Miokard
lipat, Depresant
merupakan Factor) sampai
glikoprotein 26 unit,
yang toxic bertanggung
yang jawab terhadap
dihasilkan oleh syok septic
kulit yang
terbakar

H. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)


A. Luka bakar grade II :
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

I. Penatalaksanaan (Long, Barbara C, 1996)


A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan
a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi
obstruksi gagal nafas.
2) Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra
vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfadiazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. PT EGC.


Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Volume I. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Anonim. (2009). Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Luka Bakar (Combustio). (Online) http://www.artanto.com.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA

A. PENGERTIAN

 Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali

merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)

 Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah

koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.

 Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang

bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan

rasa sakit (Himawan, 1996)

B. ETIOLOGI

Nyeri Dada:

a. Cardial

- Koroner

- Non Koroner

b. Non Cardial

- Pleural

- Gastrointestinal

- Neural

- Psikogenik (Abdurrahman N, 1999)

C. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :


- Nyeri ulu hati

- Sakit kepala

- Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung

- Diaforesis / keringat dingin

- Sesak nafas

- Takikardi

- Kulit pucat

- Sulit tidur (insomnia)

- Mual, Muntah, Anoreksia

- Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri

- Kelemahan

- Wajah tegang, m erintih, menangis

- Perubahan kesadaran

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. EKG 12 lead selama episode nyeri

- Takhikardi / disritmia

- Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis

b. Laboratorium

- Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH

- Fungsi hati : SGOT, SGPT

- Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin

- Profil Lipid : LDL, HDL


c. Foto Thorax

d. Echocardiografi

e. Kateterisasi jantung

E. PATHWAY

F. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Primer

a. Airway

- Bagaimana kepatenan jalan nafas

- Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?

- Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?

b. Breathing

- Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?

- Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?

- Apakah ada bunyi nafas tambahan?

c. Circulation

- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)

- Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?

- Apakah ada penurunan kesadaran?

- Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?

2. Pengkajian Sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :

a. Lokasi nyeri

Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke

leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)

b. Sifat nyeri

Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.

c. Ciri rasa nyeri

Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.

d. Kronologis nyeri

Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan

H. INTERVENSI KEPERAWATAN

Prinsip-prinsip Tindakan :

1. Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler

2. Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead

3. Mengobservasi tanda-tanda vital

4. Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin, Calcium

antagonis dan observasi efek samping obat.

5. Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien

6. Mengambil sampel darah

7. Mengurangi rangsang lingkungan

8. Bersikap tenang dalam bekerja

9. Mengobservasi tanda-tanda komplikasi


DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrahman, N, Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid

I, Jakarta: FKUI, 1999.

2. Doenges, Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC, 2000.

3. Himawan, Buku Kuliah Gangguan Sistem Kardiovaskuler,1994.

4. Hudak&Gallo, Keperawatan Kritis cetakan I, Jakarta : EGC, 1995

You might also like