Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi Katarak
B. Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan
beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)
dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan menjadi kabur atau redup. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-
abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
2. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
E. Klasifikasi Katarak
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi
virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi
berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus,
iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui
penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti
rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-
kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila
katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem
saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit
penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia
lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit
Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan
tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak
merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan.
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (
katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan
ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
b) Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum
mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik
mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c) Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil
desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali.
Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh
karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d) Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa
lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam"
kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang
keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau
galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan
miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung
dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5) Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama
pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering
tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang
berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
(Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian
tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari
tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita
DM.
3. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM,
renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat
mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.
F. Penatalaksanaan katarak
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat
meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa
mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu
dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis
yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
3. Koroid : Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier
ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris
disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan
bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang
didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang
mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan
social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Indikasi
dilakukannya operasi katarak :
3. Indikasi optic : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3m
didapatkan hasil visus 3/60.
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960
hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
1. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga
penyembuhan lebih lama.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru
dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi
visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh.
Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi
sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya,
tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus
komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa
intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi
keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar
penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
G. Pemeriksaan Fisik
Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan
palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya.
Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk
mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas
terlihat) tingkat tekanan intraokuler.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan perawat adalah :
c. Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya benda
asing.
H. PemeriksaanDiagnostik
3. Pengukuran tonografi
4. Test provokatif
5. Pemeriksaanoftalmoskopi
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan strabismus dan
bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan
komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis.
J. Pencegahan Katarak
a. Mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor faktor
yang mempercepat terbentuknya katarak.
b. Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa
mengurangi jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Umur : 45 Tahun
Suku : Sulawesi
Agama : islam
Pekerjaan : PNS
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh penglihatan kabur seperti berawan, padahal Tn. B sudah menggunakan kaca
mata plus 1dan minus 2,5 pada obita dextra dan sinistra. Pemeriksaan fisik dengan
Opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih. Sudah 2 tahun ini Tn. B dinyatakan
menderita diabetes mellitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur. Oleh dokter
spesialis mata Tn. B dinyatakan katarak. Tn. B dipersiapkan untuk dilakukan operasi katarak
2 hari lagi jika kadar gula darahnya sudah normal. TTV saat ini
a. TD : 140/90 mmhg
b. Nadi : 84 x/menit
c. Suhu : 37,40 C
d. RR : 24x/menit
DATA FOKUS
2. Klien mengatakan sudah 2 tahun ini mempunyai Diabetes Melitus, dan menjalankan
pengobatan secara teratur
10. Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya.
11. Kemungkinan klien mengatakan cemas takut tidak berhasil menjalankan operasinya.
17. Kemungkinan klien mengatakan badannya panas sehabis operasi beberapa hari
kemudian.
18. Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
19. Kemungkinan klien mengatakan berasal dari keluarga kurang mampu. 1. Hasil
pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
2. Vital sign :
a) TD : 140/90 mmHg
b) N: 84x/menit
c) T :37,4 0c
d) RR: 24x/menit
16. Kemungkinan terlihat pada bagian luka oprasi klien terdapat kemerahan.
18. Kemungkinan klien dan keluarganya tampak masih bingung dengan perawatan luka post
operasi.
ANALISA DATA
PRE OPERASI
1 DS :
DO:
• Hasil pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
2 DS
• Klien mengatakan cemas memikirkan biaya untuk operasinya.
DO
3 DS :
DO:
POST OPERASI
4 DS :
DO :
• Vital sign :
a) TD : 140/90 mmHg
b) N:84x/menit
c) T :37,40c
d) RR: 24x/menit
5 DS
6 DS :
DO :
• Vital sign :
a) TD : 140/90 mmHg
b) N:84x/menit
c) T :37,40c
7 DS :
• Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi.
• Kemungkinan klien dan keluarganya tampak masih bingung dengan perawatan luka
post operasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Pasien tampak rileks tidak tegangdan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada
tingkat dapat diatasi. 1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal
dan nonverbal.
2. Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
3. Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
3. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri tahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
4. Nyeri b.d Luka pasca operasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan : nyeri berkurang, hilang dan terkontrol. • Nyeri berkuran.
1. Dorong pasien untuk melaporkan tipe, lokasi dan intensitas nyeri, rentang skala.
2. Pantau TTV.
4. Beritahu pasien bahwa wajar saja , meskipun lebih baik untuk meminta analgesik segera
setelah ketidaknyamanan menjadi dilaporkan.
Kolaborasi :
5. Berikan obat sesuai indikasi
3. meningkatkan relaksasi.
2. Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai
keinginan.
4. Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi. 1.
Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang
diperlukan.
2. Istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau
menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit,
meminimalkan risiko perdarahan atau stres pada jahitan/jahitan terbuka.
6. Risiko infeksi b.d efek samping prosedur invasive. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan : tidak terjadi infeksi. • Tidak ada tanda-tanda
infeksi seperti kemerahan dan iritasi.
5. Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila terjadi
infeksi.
3. Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta hal-hal
yang mungkin belum dipahami.
5. Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan, pembagian
peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan kesehatan.
• Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan cairan dari mata.
DAFTAR PUSTAKA